Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sebuah hasil survey yang dipublikasikan oleh Sam Mountford (Direktur
Riset GlobeScan) melalui BBC pada 17 Januari 2012 menempatkan kemiskinan
sebagai masalah paling serius yang dihadapi masyarakat dunia disbanding
masalah perubahan iklim, terorisme, dan perang. Prosentasi survey adalah sebagai
berikut; kemiskinan ekstrim 71%, lingkungan 64%, meningkatnya harga pangan
dan energy 63%, terorisme dan HAM serta penyebaran penyakit 59%, malah
ekonomi dunia 58%, perang 57%. Penelitian ini dilakukan terhadap 25 ribu orang
lebih dari 23 negara.
Dalam Konteks Indonesia, Salah satu problematika mendasar yang saat ini
tengah dihadapi problematika kemiskinan. Menurut data Bank Dunia 1978, dari
seluruh penduduk Indonesia yang waktu itu berjumlah 132 juta, 72 juta jiwa
dalam keadaan miskin dan 55% dibawah garis kemiskinan. Menurut data
statistika dari tahun 1976 hingga 2000, angka kemiskinan di Indonesia berubahubah, namun masih tetap tergolong besar. Jumlah penduduk miskin pada tahun
1998 adalah 49,5 juta orang atau 24,2 % dari total penduduk Indonesia yang
dirinci dengan 31,9 juta orang berada di pedesaan atau 25,7% dan 17,6 juta orang
diperkotaan atau 21,9%. Data yang dibuat terakhir oleh BPS menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin mendekati 50 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 32,7 juta
jiwa atau 64,4 tinggal dipedesaan. Kenyataan ini turut berimbas pada angka
pengangguran yang juga sangat tinggi, yaitu sekitar 28 juta jiwa, atau 12,7 persen
dari total penduduk.
Fakta tentang hasil survei diatas menunjukkan kenyataan sosial
masyarakat bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang patut menjadi
fokus perhatian banyak kalangan mulai dari ekonom, sosiolog, dan budayawan,
tidak terkecuali pendekataan al-Quran yang berupaya untuk memberikan solusi
terhadap problem sosial ini. Pembicaraan tentang masalah ini banyak diangkat
dalam berbagai kesempatan seminar, diskusi, media masa dan lain sebagainya
dengan berupaya mengetengahkan tolak ukur atau indicator kemiskinan, sebabsebab terjadinya kemiskinan serta cara-cara mengatasinya.
Bagi Umat Islam yang meyakini al-Quran sebagai pedoman hidupnya,
dalam sebuah pretensi mengungkapkan salah satu ayatnya:Sesungguhnya alQuran ini menunjukkan kepada system yang paling lurus. Tentu untuk
membuktikan klaim ayat ini perlu dilakukan kajian komprehensip mengenai topik
kemiskinan dalam al-Quran. Berdasarkan dengan itu, tulisan ini akan mencoba
menjelaskan tentang wawasan al-Quran tentang kemiskinan melalui pendekatan
tematik hingga diharapkan akan dapat diperoleh suatu gambaran yang utuh dan
objektif mengenai kemiskinan dari sudut pandang al-Quran. Pembicaraan ini akan
berangkat dari perspektif al-Quran tentang miskin, sebab-sebab terjadinya
kemiskinan hingga solusi yang ditawarkan al-Quran dalam upaya pengentasan
kemiskinan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Miskin Perspektif al-Quran
Kata miskin didalam al-Quran biasa digandengkan dengan kata faqir.
Karenanya, dua istilah ini menjadi kajian khusus dalam melihat tolak ukur
miskin didalam al-Quran.
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Miskin diartikan tidak
berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah), semantara Fakir
mempunyai arti: Orang yang sangat berkekurangan; orang yang sangat miskin;
orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk
mencapai kesempurnaan batin.
Ar-Raghib
al-Asfahani
didalam
bukunya
Al-Mufradat,
mengungkapkan kata miskin dalam peristilahan bahasa Arab berasal dari akar
kata sakana yang berarti tenang yaitu tetapnya sesuatu setelah bergerak.
Sementara itu kata miskin didalam al-Quran disebutkan sebanyak 25 kali.
Masih didalam kitab al-Mufradat, Ar-Raghib al-Asfahani mengungkapkan
kata faqir yang pada asalnya berarti sendi tulang atau badan yang patah.
Dikatakan juga berasal dari kata al-Fuqrah yang berarti lubang. Sementara itu
kata faqir didalam al-Quran disebutkan sebanyak 13 kali
Ulama berbeda pendapat dalam mengungkapkan definisi miskin dan
faqir ini, Wahbah az-Zuhaili ketika menafsirkan QS. At-Taubah (9) ayat
60membedakan antara makna miskin dan faqir ini. Menurutnya al-fuqara
(mufrad: faqir) menunjukkan kepada seseorang yang tidak memiliki harta dan
tidak mempunyai usaha tetap untuk mencukupi kebutuhannya, seolah-olah ia
adalah orang yang sangat menderita karena kefaqirannya hidupnya. Sementara
al-Masakin (mufrad: miskin) menunjukkan kepada seseorang yang memiliki
harta dan usaha tetapi tidak dapat mencukupi keperluan hidupnya, seolah-olah
ialah adalah orang yang lemah hidupnya.
Perbedaan pendapat tentang yang manakah diantara dua kondisi ini
yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lainnya diwakili oleh Kalangan
3
Syafei dan Kalangan Hanafiyah. Menurut Kalangan Syafei yang juga diikuti
oleh Kalangan Hanabilah menyebutkan bahwa faqir lebih buruk kondisinya
dari miskin. Sementara kalangan Hanafiyah yang juga diikuti oleh kalangan
Malikiyah mengatakan sebaliknya.
Al-Quran dan hadis tidak menetapkan angka tertentu lagi pasti sebagai
ukuran kemiskinan, termasuk dimanakah diantara keduanya- baik itu faqir
atau miskin- yang lebih layak dibantu. Akan tetapi Quraish Shihab
menggolongkan kedua golongan ini sebagai orang yang memerlukan bantuan
untuk mencukupi kebutuhannya dan layak untuk dibantu.
Kesimpulan ini dipertegas lagi dengan adanya pendapat bahwa pada
prinsipnya orang miskin dan orang faqir adalah mereka yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai kebalikan dari orang kaya yaitu orang
yang memiliki kelebihan harta seukuran satu nisab dari kebutuhan pokoknya
dan anak-anaknya yang meliputi kebutuhan bidang sandang, pangan, papan,
minuman, kendaraan, sarana untuk bekerja dan lain sebagainya. Sehingga
orang-orang yang tidak memiliki semua itu dapat dikategorikan sebagai orang
fakir yang berhak memperoleh zakat.
B. Sebab-Sebab Terjadinya Kemiskinan
Dalam upaya mengidentifikasi upaya-upaya pengentasan kemiskinan
didalam al-Quran, terlebih dahulu disini akan dikemukakan 3 penggolongan
kemiskinan, sehingga akan diperolleh upaya pengentasan kemiskinan yang
berangkat dari pembagian kemiskinan ini. Penggolongan kemiskinan yang
dimaksudkan disini adalah kemiskinan kultural, kemiskinan struktural, dan
kemiskinan natural.
1. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah keadaan miskin yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang tertentu yang melekat dalam kebudayaan masyarakat.
Terutama yang menyebabkan terjadinya proses pelestarian kemiskinan
dalam masyarakat itu sendiri, misalnya kecenderungan untuk hidup boros,
kurang menghargai waktu, dan kurang minat untuk berprestasi.
4
2. Kemiskinan Natural
Keadaan miskin yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah, baik
yang berkaitan dengan sumber daya manusia maupun sumber daya alam
yang mengitarinya, misalnya faktor iklim, kesuburan tanah, dan bencana
alam.
3. Kemiskinan Struktural
Keadaan miskin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan
dengan perbuatan manusia, misalnya penjajahan, pemerintahan yang
otoriter dan militeristik, pengelolaan keuangan public yang sentralistik,
merajalelanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kebijakan
ekonomi yang tidak adil, serta perekonomian dunia yang lebih
menguntungkan kelompok Negara tertentu.
C. Solusi al-Quran dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan
Dari sudut pandang tiga ragam kemiskinan yang meletarbelakangi
tumbuhnya kemiskinan dimasyarakat diatas maka dapat diidentifikasi faktorfaktor yang melatarbelakangi timbulnya kemiskinan disebabkan oleh berbagai
alasan yang berbeda-beda, dan juga tidak semata-mata disebabkan oleh kaum
miskin saja. Sehingga upaya yang ditempuh untuk menjawab solusi al-Quran
dalam mengatasi kemiskinan berangkat dari 3 aspek tadi.
Faktor-faktor penting dalam melihat solusi al-Quran dalam upaya
mengentaskan kemiskinan menurut hemat penulis berdasarkan tiga sebab
diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Faktor Individu
Disini Penulis mengidentifikasi upaya pengentasan kemiskinan
dilihat dari faktor individu ini kepada beberapa hal sebagaimana dibawah
ini:
a. Perintah untuk bekerja Keras
Memperhatikan akar kata miskin yang disebut di atas sebagai
berarti diam atau tidak bergerak diperoleh kesan bahwa faktor utama
penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, enggan, atau tidak
5
dapat
penganiayaan terhadap
diri
sendiri.
hal
ini,
Al-Quran
walaupun
menganjurkan
menegaskan
keluarga
sebagai
hubungan
pondasi
kekerabatan
membangun
dalam
keutuhan
10
BAB III
PENUTUP
Jalaluddin Rakhmat dalam Islam Alternatif mengungkapkan bahwa
diantara misi terpenting Islam, bahkan menurut Fazlur Rahman-diantara major
themes of al-Quran- ialah membela, menyelamatkan, melindungi dan memuliakan
kelompok miskin, dan dhuafa (yang lemah atau yang dilemahkan;yang menderita
atau yang dibuat menderita).
kemiskinan
yaitu
kemiskinan
kultural,
kemiskinan
Semakin
12
Daftar Pustaka
Nata, Abuddin, dkk, Kajian Tematik Al-Quran tentang Konstruksi Sosial,
(Bandung:Angkasa Raya, 2008)
Siahaan, N.H.T., Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan,
Erlangga, 2004)
(Jakarta:
Formula
Menggempur
(Jogjakarta:
Kesenjangan,
13