You are on page 1of 10

DATA PENGAMATAN

1. Standarisasi EDTA
Berat ZnSO4
60 mg
60 mg
60 mg
Rata-rata : 60 mg

Volume EDTA
6,7 ml
6,8 ml
6,6 ml
6,7 ml

2. Penetapan Kadar Sampel

Sampel 1
Volume Sampel
10 ml
10 ml
10 ml
Rata-rata : 10 ml

Volume EDTA
7,1 ml
6,5 ml
6,8 ml
6,8 ml

Sampel 2
Volume Sampel
10 ml
10 ml
10 ml
Rata-rata : 10 ml

Volume EDTA
6,9 ml
6,6 ml
6,7 ml
6,7 ml

Sampel 3
Volume Sampel
10 ml
10 ml
10 ml
Rata-rata : 10 ml

Volume EDTA
6,8 ml
7 ml
6,9 ml
6,9 ml

PERHITUNGAN
1. Standarisasi EDTA
M EDTA=

mg Zink Sulfat
BE Zink Sulfat Volume EDTA

M EDTA=

60
161 6,7

60
1078,7

0,05 M

2. Penetapan Kadar Sampel

Sampel 1
Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan EDTA
Volume EDTA M EDTA
V=
M ZnS O 4

6,8 0,05
0,05

6,8 ml

Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan sampel


V olume ZnSO 4 berlebihV olume ZnSO 4 dengan EDTA
=
= 10 ml6,8 ml=3,2ml
Volume EDTA M EDTA
M Sampel=
V Sampel

6,8 0,05
10

0,034 M

gram Sampel=M BM V
0,034 782,95 0,01

0,266 g

Kadar Analit =

Bobot analit
100
Analit yang diisolasi

0,266
100
1,5

17,733

Sampel 2
Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan EDTA

V=

Volume EDTA M EDTA


M ZnS O 4
6,7 0,05
0,05

6,7 ml

Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan sampel


V olume ZnSO 4 berlebihV olume ZnSO 4 dengan EDTA
=
= 10 ml6,7 ml=3,3 ml
M Sampel=

Volume EDTA M EDTA


V Sampel

6,7 0,05
10

0,033 M

gram Sampel=M BM V
0,033 782,95 0,01

0,258 g

Kadar Analit =

Bobot analit
100
Analit yang diisolasi

0,258
100
1,5

17,2

Sampel 3
Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan EDTA
Volume EDTA M EDTA
V=
M ZnS O 4

6,9 0,05
0,05

6,9 ml

Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan sampel


V olume ZnSO 4 berlebihV olume ZnSO 4 dengan EDTA
=

= 10 ml6,9 ml=3,1 ml
M Sampel=

Vo lume EDTA M EDTA


V Sampel

6,9 0,05
10

0,034 M
gram Sampel=M BM V

0,034 782,95 0,01


0,266 g

Kadar Analit =

Bobot analit
100
Analit yang diisolasi

0,266
100
1,5

17,733

Ratarata kadar analit=

17,555

DOKUMENTASI

17,733+17,2+17,733
3

Sampel Kuinin Sulfat 5A

Pengkristalan

Fortex

Hasil Titrasi Standarisasi


EDTA

Hasil Titrasi Sampel


PEMBAHASAN
Pada tanggal 19 Februari 2016 telah dilakukan praktikum Kimia Farmasi
Analisis II berjudul Turunan Senyawa Kuinolin, dengan sampel kuinin sulfat.
Tujuan praktikum ini untuk mengetahui kadar kuinin sulfat yang terkandung
dalam sampel yang diberikan. Metode yang digunakan adalah titrasi
komplesometri tidak langsung. Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak
sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Sampel kuinin sulfat dengan kode 5A berbentuk serbuk halus warna putih.
Hal yang pertama dilakukan adalah penimbangan sampel yang akan diuji dan
dibuat triplo, yaitu 1,5 gram. Sebelum penentuan kadarnya, terlebih dahulu
dilakukan isolasi yang bertujuan untuk memisahkan analit (kuinin sulfat) dari
matriksnya.
Menurut literatur, kuinin sulfat adalah garam sulfat alkaloid yang bersifat
basa karena mempunyai pasangan elektron bebas dari atom N yang dapat

diberikan kepada atom lain (donor elektron), hal ini sesuai dengan teori asam basa
Lewis. Kelarutannya mudah larut dalam etanol pada suhu 80 dan dalam
campuran kloroform-etanol mutlak (2:1) (FI V, 2014). Kelarutan tersebut
merupakan kuinin sulfat yang bersifat basa, sementara itu kuinin sulfat adalah
bentuk garam yang tidak stabil, sehingga perlu dipertahankan kebasaannya
dengan menambahkan NH4OH yang dapat merubah kuinin sulfat dari bentuk
garam menjadi basa bebasnya, sehingga dapat larut dalam pelarut organik, seperti
kloroform.
Seperti yang biasa dilakukan, setelah dilarutkan dengan kloroform lalu
dibasakan dengan NH4OH, dilakukan vortex bertujuan memberikan peluang
kontak antara analit dengan pelarut sehingga dapat larut merata dan sentrifuge
yang bertujuan untuk memisahkan analit dan matriksnya berdassarkan bobot jenis
yang berbeda, sehingga didapatlan filtrat yang merupakan kuinin sulfat dan residu
berupa matriksnya. Idealnya, residu berada dibawah karena bobot jenis yang lebih
besar daripada filtrat, akan tetapi pada praktikum ini residu memadat diatas. Hal
ini karena kesalahan dalam penambahan koloform dan NH4OH, seharusnya
dibasakan dulu menggunakan NH4OH untuk membuatnya menjadi basa bebas
yang larut dengan pelarut organik, kemudian dilarutkan dalam klorofom, akan
tetapi praktikan menambahkan dulu klorofom kemudian membasakannya. Proses
isolasi ini dilakukan beebrapa kali sampai uji kualitatif menggunakan pereaksi
dragendorff menunjukan hasil negatif, yang berarti tidak terdapat golongan
alkaloid dalam hal ini kuinin sulfat pada filtrat.
Dragendorff merupakan salah satu peraksi umum yang digunakan untuk
mengidentifikasi golongan alkaloid secara kualitatif dengan terbentuknya endapan

jingga cokelat. Pengendapan ini terjadi karena kemampuan senyawa golongan


alkaloid membentuk senyawa kompleks tidak larut dengan pereaksi yang
mengandung logam berat, seperti dragendorff.
Filtrat yang didapat diuapkan sehingga didapat kristal kuinin sulfat yang
murni. Setelah itu dilakukan mengenceran yang bertujuan supaya didapat volume
yang lebih banyak untuk dilakukan titrasi secara triplo. Pelarut yang digunakan
adalah etanol yang terlebih dahulu dipanaskan sampai suhu 80C, karena menurut
literatur etanol pada suhu tersebut dapat melarutkan kuinin sulfat.
Proses analisis metode kompleksometri yang dilakukan adalah metode
titrasi tidak langsung atau titrasi kembali dimana kelebihan ZnSO 4 dititrasi dengan
EDTA. Metode titrasi tidak langsung atau titrasi kembali di pilih karna mengingat
kadar kuinin sulfat pada umumnya di dalam sediaan farmasi relatif kecil.
Pada tahapan pertama penentuan kadar kuinin sulfat ini dilakukan
standarisasi EDTA (Etilen Diamin Tetraasetat Acid). Hal ini karena EDTA
merupakan larutan baku sekunder yang tidak stabil, sehingga perlu distandarisasi
dengan baku primer untuk mengetahui kadar sebenarnya. Baku primer yang
digunakan yaitu ZnSO4 dan indikatornya EBT (Eriochrome Black T). Pada
prosesnya, ZnSO4 yang di beri indicator EBT dititrasi sampai terjadi perubahan
warna merah ungu sampai biru. Berdasarkan hasil pengamatan didapat volume
titran 6,7 ml sehingga diperoleh bahwa EDTA 0,05 M, hasil ini sesuai dengan
kadar EDTA yang dibuat, menunjukan tidak ada perubahan berarti dari EDTA
sejak dibuat sampai dipakai untuk titrasi.
Pada penentuan kadar kuinin sulfat ini digunakantitran EDTA, karena
EDTA berpotensi sebagai ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan

sebuah ion logam melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya. Oleh sebab
itu pada saat penentapan kadar kuinin sulfat ini sampel di tambahkan dengan
logam berlebih yaitu ZnSO4 yang selanjutnya ditambahkan larutan penyangga
buffer salmiak yang bertujuan untuk mempertahankan pH dan selanjutnya di tetesi
dengan indikator EBT. pH larutan harus tetap dijaga, karena perubahan warna
indikator EBT tergantung pada proses serah terima proton pada gugus asam
sulfonat yang akan menghasilkan perubahan warna yang berbeda pada pH
tertentu. Oleh karena itu, harus ditambahkan larutan buffer, dalam hal ini buffer
salmiak pH 10 supaya perubahan warna merah anggur menjadi biru yang
dijadikan sebagai titik akhir titrasi dapat tercapai. Indikator tersebut akan
terdisosiasi melepaskan 2 atom hidrogennya dan mengikat ion Zn 2+ dalam air. Hal
ini mengakibatkan perubahan warna bening menjadi merah anggur. Pada reaksi
kompleks, indikator EBT bereaksi dengan EDTA yang menghasilkan perubahan
warna larutan dari merah anggur menjadi biru.
Berdasarkan hasil pengamatan pada penetapan kadar sampel 1 diperoleh
volume titran rata-rata 6,8 ml sehingga diperoleh kadar 0,034 M,berat 0,266 g dan
persentase 17,733 %, sampel 2 dengan volume titran rata-rata 6,7 ml sehingga
diperoleh kadar 0,033 M,berat 0,258 g dan persentase 17,2 %, serta pada sampel 3
volume titran rata-rata 6,9 ml sehingga diperoleh kadar 0,034 M,berat 0,266 g dan
persentase 17,733 %, sehingga diperoleh rata-rata kadar sampel sebesar 17,555 %.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa kadar sampel kuinin sulfat
dengan kode 5A adalah 17,555 %.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Depdiknas
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi
Kelima. Jakarta: Depdiknas
Gholib, Ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis.UGM:Yogyakarta.
Khopkar, S.M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI press
Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: UGM
Vogel. 1996. Buku Teks Analisis Anorganik Kuantitatif. Jakarta : PT.
Kalman Media Pusaka

You might also like