You are on page 1of 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Evolusi merupakan ilmu yang mempelajari perubahan yang
berangsur-angsur, menuju kea rah yang sesuai dengan masa dan tempat.
pelajari tentang proses perubahan yang terjadi pada makhluk hidup. Teori
evolusi merupakan suatu teori yang dinamis, selain penting dalam biologi
juga dalam perkembangan teknologi. (Widodo, 2003). Terjadinya evolusi ini
dapat dibuktikan dengan adanya petunjuk evolusi, baik bukti fosil maupun
bukti artificial. Petunjuk yang dapat memberikan petunjuk bahwa evolusi
memeng terjadi adalah fakta yang ada disekitar kita.
Petunjuk tentang adanya evolusi dapat dipelajari dari studi tentanng
struktur organ makhluk hidup yang memiliki kesamaan struktur, Fosil
merupakan petunjuk adanya evolusi. Petunjuk evolusi berdasarkan fosil
adalah petunjuk yang mendukung teori evolusi karena dapat dibandingkan
antara fosil terdahulu dengan makhluk hidup sekarang. Namun adakalanya
petunjuk berdasarkan fosil meragukan karena biasanya tidak utuh dan
banyak terjadi pemalsuan oleh beberapa pihak. Dengan mempelajari ilmu
yang mempelajari tentang fosil-fosil (Palentologi) dapat diungkapkan
banyaknya keterangan yang membenarkan adan ya evolusi.
Dalam arus globalisasi ilmu pengetahuan semakin berkembang, teori
evolusipun berkembang sejalan dengan perubahan zaman Dalam konteks
biologi modern, evolusi berarti perubahan frekuensi gen dalam suatu
populasi. Akumulasi perubahan gen ini menyebabkan terjadinya perubahan
pada makhluk hidup. Selain dengan bukti fosil, evolusi dapat dibuktikan
dengan adanya petunjuk artificial. Petunjuk evolusi berdasarkan artifisial
merupakan petunjuk hasil buatan manusia, yaitu petunjuk yang dibuat oleh
manusia melalui kerja laboratorium. Hasil dari penelitian berupa eksperimen
ini lebih dapat diterima dan dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sebagai oarang biologi untuk memecahkan masalah dalam kajian
evolusi secara artifiasial maka perlau adanya pemahaman mengenai sejarah
1

munculnya bukti evolusi secara artifisial serta perlu mengidentifikasi


berbagai petunjuk dan bukti evolusi secara artifisial.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah munculnya bukti evolusi secara artifisial?
2. Bagaimana identifikasi macam-macam petunjuk dan bukti evolusi

1.3

secara artifisial?
Tujuan
Tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut.
1. Untuk memahami mengenai sejarah munculnya bukti evolusi secara
artifisial
2. Untuk mengidentifikasi berbagai petunjuk dan bukti evolusi secara
artifisial

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Munculnya Bukti Evolusi Secara Artifisial


Evolusi artificial adalah pembiakan terkontrol yang diterapkan pada
tumbuhan maupun hewan. Manusia menentukan hewan mana ataupun
tumbuhan mana yang akan bereproduksi dan keturunan mana yang akan
bertahan hidup, sehingga manusia menentukan gen mana saja yang akan
diturunkan kepada generesi selanjutnya. Proses seleksi buatan memiliki
pengaruh yang besar terhadap evolusi hewan dan tumbuhan domestik (Wilner,
2006).
Proses evolusi artificial ini berbeda dengan evolusi yang berjalan secara
alami di mana pada proses evolusi artificial ini hasilnya dapat di rasakan
dalam jangka waktu yang sangan singkat dan hasilnya pun dapat sesuai
dengan kemauan dan keinginan kita dilalukan oleh manusia dengan tujuan
agar mendapat varieta yang baik dan unggul sesuai dengan kemauan para
peneliti. Contohnya, manusia telah berhasil membiakkan berbagai jenis anjing
yang berbeda dengan pembiakan terkontrol ini. Perbedaan pada ukuran antara
anjing Chihuahua dan Great Dane merupakan akibat dari seleksi buatan.
Walaupun kedua jenis anjing tersebut memiliki penampilan fisik yang
berbeda, keduanya merupakan akibat evolusi dari beberapa jenis serigala yang
didomestikasi oleh manusia kurang dari 15.000 tahun yang lalu (Wilner,
2006).
Evolusi buatan juga telah menghasilkan berbagai jenis varietas tanaman.
Pada kasus tanaman jagung, bukti genetika mutakhir mensugestikan bahwa
domestikasi jagung terjadi 10.000 tahun yang lalu di Meksiko tengah.
Sebelum didomestikasi, tongkol jagung liar sulit dipanen dan hanya memiliki
sebagian kecil bagian yang dapat dimakan. Pada zaman sekarang The Maize
Genetics Cooperation Stock Center memiliki koleksi lebih dari 10.000 variasi
genetik jagung yang diakibatkan oleh mutasi acak dan variasi kromosmom
yang berasal dari jenis jagung liar (Wilner, 2006).
Proses evolusi artifisial ini pertama kali muncul pada saat para ahli
3

yang menentang teori Darwin dan para ahli tersebut ingin mematahkan

pendapat-pendapat darwin, namun beberapa ahli yang sependapat dengan


Darwin mulai mencari cara untuk tetap mempertahankan teori Darwin, maka
dari itu untuk pertama kalinya para ahli ini membuat suatu perubahan atau
evolusi dalam jangka yang sangat pendek yaitu mutasi acak pada suatu
organisme dan proses ini melibatkan ilmu genetika dan tenaga manusia dan
hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan teori Darwin. Akan tetapi,
sejalan dengan berkembangnya ilmu genetika, kebijakan ini dinilai tidak
relevan, karena untuk mensterilisasi cacat genetis memerlukan waktu yang
panjang, bahkan mencapai ribuan tahun. Fenomena ini dapat dijelaskan
dengan beberapa alasan (Wilner, 2006).
Pertama, banyak dari cacat genetis yang dimaksud memiliki bentuk
pewarisan resesif, yang artinya dibutuhkan dua gen cacat (diploid) untuk dapat
muncul sebagai fenotip yang cacat pula. Frekuensi gen yang cacat ini
jumlahnya kecil dalam populasi, apalagi jumlah individu yang cacat,
jumlahnya akan jauh lebih kecil, metode diagnostik yang adapun belum tentu
dapat mendeteksi kelainan genetik yang ada jika individu yang membawanya
tidak menampakkan kelainan secara fenotip (individu heterozygot). Kedua,
jika seleksi alam buatan dikenakan hanya pada individu yang cacat, dengan
proporsi yang sangat kecil dibanding dengan proporsi individu carrier
(heterozigot), pengaruhnya terhadap frekuensi gen tersebut setelah satu
generasi hampir bisa diabaikan. Misalkan suatu cacat genetis resesif memiliki
frekuensi gen 1:100 dalam populasi, maka frekuensi orang yang sakit adalah
1:10000 dan frekuensi carrier adalah 1:50, jadi jika besar populasi ada
sepuluh ribu orang, ada 1 individu cacat dan 198 orang carrier. Untuk setiap
generasi jika homozigot gagal breproduksi atau terseleksi, maka dua gen cacat
atau 1% dari jumlah gen cacat dibuang dan 198 carrier tetap bereproduksi.
Frekuensi gen tersebut pada generasi berikut hanya berkurang 0,5%. Dengan
asumsi untuk munculnya satu generasi diperlukan waktu 20-25 tahun, maka
untuk mengurangi frekuensi gen itu di populasi menjadi setengahnya saja
diperlukan 100 generasi dalam waktu lebih kurang 2000 tahun. Alasan ini
memberikan kebijakan eugenik sebuah figur yang sangat absurd. Ketiga,
kebijakan ini tidak memperhitungkan adanya mutasi baru pada tiap-tiap

generasi, yang berakibat pada keseimbangan antara mutasi-seleksi pada


masing-masing generasi. Mekanisme ini adalah salah satu faktor penyebab
frekuensi penyakit genetik tetap dari waktu ke waktu (Wilner, 2006).
2.2 Macam-Macam Petunjuk dan Bukti Evolusi Secara Artifisial
2.2.1 Domestikasi
Manusia telah memodifikasi spesies selama bergenerasi dengan cara
memilih, dan melakukan breeding antar individu-individu yang memiliki
sifat-sifat (trait) yang diharapkan. Proses ini disebut artificial selection.
Sebagai akibatnya, tumbuhan dan hewan yang telah dibreeding seringkali
tidak menyerupai hewan/ tumbuhan moyangnya. Salah satu contoh artificial
selection adalah domestikasi (Campbell, 2009).
Domestikasi adalah pembudidayaan hewan atau tumbuhan liar
sehingga bermanfaat sesuai dengan keinginan manusia. Domestikasi
terkadang dapat menghasilkan variasi baru atau spesies yang berbeda
dengan induknya. Variasi yang terbentuk dari proses domestikasi
menunjukan bahwa suatu organisme dapat berevolusi.
Mengubah tanaman dan hewan liar menjadi tanaman dan hewan yang
dapat dikuasai dan bermanfaat sesuai dengan keinginan manusia adalah
akibat dari peristiwa domestikasi. Contoh: Penyilangan burung-burung
merpati, sehingga dijumpai adanya 150 variasi burung, yang di antaranya
begitu berbeda hingga dapat dianggap sebagai spesies berbeda. Contoh
lainnya adalah menyilangkan tanaman dengan variasi pada berbagai bagian
tubuhnya, misalnya tumbuhan wild mustard dapat menghasilkan tanamantanaman yang memiliki ciri-ciri khusus yang sangat berbeda dengan
tanaman aslinya (wild mustard) (Campbell, 2003).

Gambar 1.Tanaman wild mustard dan variasinya (Sumber: Campbell, 2003)

2.2.2 Transgenesis Tanaman


Tanaman transgenik itu merupakan tanaman yang memiliki gen atau
telah disisipi gen dari organisme lain, dan dapat pula disebut
sebagai Genetically Modified Organism (organisme yang termodifikasi
secara genetik). Penyisipan gen ini biasanya lebih diarahkan ke tanaman
pangan untuk menciptakan kualitas pangan yang lebih baik daripada
sebelumnya. Manfaatnya agar tanaman pangan lebih tahan hama, lebih
toleran terhadap panas, dingin ataupun kekeringan, dan banyak lagi manfaat
lainnya. Contoh : Padi transgenik hasil rekayasa genetika yang berasnya
mengandung beta-karotena (pro-vitamin A) pada bagian endospermanya.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyisipkan gen pada suatu sel
tanaman :
1. Ti-Plasmid yang terdapat pada bakteri Agrobacterium dikeluarkan dari
sel bakteri Agrobacterium kemudian dipotong dengan menggunakan
enzim endonuklease restriksi.
2. Isolasi DNA pengkode protein (gen) yang kita inginkan dari organisme
tertentu.
3. Sisipkan gen yang kita inginkan tersebut pada plasmid dan rekatkan
dengan enzim DNA ligase.

4. Masukkan kembali plasmid yang sudah disisipi gen ke dalam


bakteri Agrobacterium.
5. Plasmid

yang

sudah

tersisipi

gen

akan

terduplikasi

pada

bakteri Agrobacterium.
6. Selanjutnya, bakteri akan masuk ke dalam sel tanaman dan
mentransfer gen.
7. Kemudian, sel tanaman akan membelah. Tiap-tiap sel anak akan
memperoleh gen baru dalam kromosom dari sel tanaman dan
membentuk sifat/karakteristik yang baru (yang sesuai dengan gen yang
disisipkan).

Gambar 3. Transformasi gen pada plasmid ke sel tanaman. (Sumber: An Introduction to genetic
analysis, Griffiths dkk, New York: W.H. Freeman, 1996).

Gambar 4: Beras varietas IR64 (kiri) dan IR64 yang telah mengandung betakaroten
(kanan). (Sumber: IRRI Rice Knowledge Bank, 2006)

2.2.3 Rekayasa Buah Tanpa Biji


Beberapa jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk membentuk
buah tanpa melalui proses polinasi dan fertilisasi. Buah yang terbentuk
tanpa polinasi dan fertilisasi disebut buah partenokarpi. Dan biasanya buah

partenokarpi ini tanpa biji (seedless) karena tanpa fertilisasi. Partenokarpi


dapat terjadi secara alami (genetik) dan buatan (induksi). Partenokarpi alami
ada dua tipe yaitu obligator apabila terjadinya tanpa faktor /pengaruh dari
luar/lingkungan yang tidak sesuai untuk polinasi dan fertilisasi misalnya
pada suhu rendah dan suhu terlalu tinggi. Sedangkan partenokarpi buatan
dapat di induksi melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (fitohormon) (Pardal,
2011).
Buah partenokarpi dapat dibentuk dengan memotong benang sari pada
bunga yang siap mekar, sehingga dalam bunga itu hanya terdapat putik saja.
Kemudian bunga tersebut ditutup dengan kapas lalu ditetesi dengan zat
tumbuh IAA atau GA. Partenokarpi buatan dapat diinduksi melalui aplikasi
fitohormon pada kuncup bunga dengan menyinari dengan sinar X. Bahkan
kini dengan kemajuan teknologi biologi molekuler partenokarpi dapat di
induksi secara endogen melalui teknik rekaya genetika yaitu dengan
menyisipkan gen partenokarpi (pengkode IAA atau GA) kedalam genom
tanaman target melalui proses transformasi genetik. Tanaman transgenik
yang telah mengandung gen partenokarpi akan mengekpresikan senyawa
auksin pada plasenta dan ovule pada polen sebelum polinasi (Pardal, 2011).
Contoh: jeruk, tomat, semangka, terong tanpa biji yang dibuat partenokarpi.

Gambar 5. Buah jeruk dan semangka tanpa biji hasil persilangan (kiri) serta terung dan
tomat tanpa biji hasil rekayasa genetik (kanan). (Sumber: Pardal, 2011).

2.2.4 Persilangan Drosophila melanogaster


Mutasi adalah pemutusan atau perubahan yang terjadi pada molekul
DNA, yang terdapat dalam inti sel makhluk hidup dan berisi semua
informasi genetis (Campbell, 2011). Perubahan ini dapat terjadi pada skala
urutan gen maupun pada taraf kromosom. Mutasi yang terjadi pada skala
gen disebut mutasi titik dan mutasi yang terjadi pada kromosom disebut
aberasi. Mutasi juga dapat mengarah pada alelevolusi, yaitu munculnya
variasi-variasi baru pada spesies. Seperti yang telah dipaparkan di latar
belakang tadi, mutasi adalah respon dari sel atau paparan atau perubahan
dari luar. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen.

Gambar 6: Mutasi yang merubah struktur kromosom. (Sumber: Campbell, 2000).

2.2.5 Poliploidi
Manipulasi kromosom mungkin dilakukan selama siklus nukleus
dalam pembelahan sel, dasarnya adalah penambahan atau pengurangan set
haploid atau diploid. Pada ikan dan hewan lainnya dengan fertilisasi
eksternal, proses-proses buatan dapat dilakukan untuk salah satu gamet
sebelum fertilisasi atau telur terfertilisasi pada beberapa periode selama
formasi pada zigot. Salah satu metode manipulasi kromosom adalah
poliploidisasi (Mukti, 2005). Poliploidisasi adalah usaha, proses atau
kejadian yang menyebabkan individu berkromosom lebih dari dua set
(Widiyanti, 2008).

10

Gambar 7: Peloncatan polar bodi ke 2 sehingga dihasilkan ikan diploid. (Sumber: Mukti
2005)

Gambar 8: Ikan diploid hasil kejutan listrik. (Sumber: Mukti, 2005)

Sedangkan menurut Mukti (2007), Poliploidisasi merupupakan salah


satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan
kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan dengan
keunggulan pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan, resisten
terhadap penyakit, dan persentase daging tinggi. Poliploid pada hewan
masih sedikit. Contoh: Ikan yang diploiploidisasi dengan perlakuan kejutan
panas yang nantinya menghasilkan ikan triploid.

11

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Petunjuk evolusi berdasarkan artifisial merupakan petunjuk hasil buatan
manusia, yaitu petunjuk yang dibuat oleh manusia melalui kerja laboratorium
Evolusi artificial adalah pembiakan terkontrol yang diterapkan pada tumbuhan
maupun hewan. Proses evolusi artificial berbeda dengan evolusi yang berjalan
secara alami di mana pada proses evolusi artificial hasilnya dapat di rasakan
dalam jangka waktu yang sangan singkat dan hasilnya pun dapat sesuai
dengan kemauan dan keinginan kita di lalukan oleh manusia dengan tujuan
agar mendapat varieta yang baik dan unggul sesuai dengan kemauan para
peneliti
3.2 Saran
Dalam mempelajari teori evolusi bukan untuk membuktikan teori mana
yang paling benar dan teori mana yang salah tetapi, mempelajari teori evolusi
sebagai tambahan ilmu mengenai pandangan dari berbagai para ilmuan
terdahulu sampai sekarang mengenai evolusi. Seiring perkembangan zaman
diharapkan macam-macma bukti dan petunjuk evolusi secra artifial dapat
dikembangkan oleh para ahli palentologi dan para peneliti.

12

12

DAFTAR RUJUKAN

Campbell, Neil A, et all. 2000. Biologi. Jakarta: Erlangga


Campbell, Neil A, et all. 2003. Biologi. Jakarta: Erlangga
Campbell, Neil A, et all. 2009. Biologi. Jakarta: Erlangga
Campbell, Neil A, et all. 2011. Biologi. Jakarta: Erlangga
Griffiths dkk. An Introduction to genetic analysis. 1996. New York: W.H.
Freeman.
IRRI Rice Knowledge Bank. 2006. Informasi Ringkas Teknologi Padi,(Online),
(http : // balitpa. litbang.deptan.go.id), diakses tanggal 10 Februai 2016.
Mukti, A. T. 2005. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Polipliodisasi Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn.) melalui Kejutan Panas. Berkala Penelitian Hayati.
(10):133-138
Mukti, A. T. 2007. Sex Manipulation-Hibridization Progames. Malang: Program
Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya.
Pardal, Jumali Saptowo. 2001. Pembentukan Buah Partenokarpu Melalui
Rekayasa Genetika, (Online), (biogen.litbang.deptan.g.id/tebitan/pdf/
Agrobio). Diakses tanggal 10 Februari 2016).
Widiyanti.2007. Studi Vaiasi ploidisaasi. Surakarta: Thesis Program Pascasajana
Universitas SebelasMaret Surakarta.
Widodo, dkk. 2003. Evolusi. Malang : Universitas Negeri Malang
Wilner A. 2006. "Darwin's artificial selection as an experiment". Stud Hist Philos
Biol Biomed Sci. 37 (1): 2640

You might also like