You are on page 1of 36

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Pada balita
dan

anak

kebutuhan

gizi

sangat

menunjang

untuk

pertumbuhan

dan

perkembangan yang sangat pesat. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat, pada masa ini sering disebutkan sebagai
periode emas apabila anak mendapatkan kecukupan asupan kebutuhan nutrisi
yang secara maksimal, sekaligus diperiode ini dapat disebutkan sebagai periode
kritis jika anak tidak mendapatkan kebutuhan nutisi yang selayaknya, dapat
mengganggu tumbuh kembang anak sejak kini dan masa selanjutnya.(1)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan masalah
status gizi pada balita di Indonesia masih tinggi. Hal ini ditandai dengan
prevalensi stunting 35,6% di tahun 2010. Angka prevalensi ini masih berada
diambang batas yang telah disepakati secara universal, dimana apabila masih
stunting diatas 20% maka masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Secara nasional prevalensi gizi kurang pada balita juga masih tinggi yaitu 17,9%
pada tahun 2010. Prevalensi gizi kurang pada balita masih berada di atas target
MDGs yaitu sebesar 15,5.(2) Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Aceh tahun
2009 bahwa dari 23 kabupaten di Aceh dengan jumlah balita sebanyak 185.698
orang, terdapat 20.717 balita dengan prevalensi 11,6% mengalami gizi buruk.(3)
Dampak kekurangan gizi pada pertumbuhan berat badan yang kurang pada
balita tentu akan berisiko pada perkembangan mental dan kemampuan
berpikirnya, sehingga memerlukan intervensi yang lebih intensif. Salah satunya
adalah upaya untuk memaksimalkan program pemberian makanan tambahan
pemulihan dengan cara yang tepat dan benar guna untuk tumbuh kembang yang
baik pada anak.(35)
Pemberian makanan yang cukup setelah periode penyapihan sangat penting
untuk mencapai pertumbuhan optimal anak, kurangnya pemberian makanan
pendamping ASI dapat digunakan untuk untuk mendeteksi anak-anak yang
berisiko gizi kurang.(6) Menurut Solomons dan Vossenaar tahun 2013, terdapat
kesenjangan intrinsik pada volume dan kandungan mikronutrien pada ASI

terhadap kebutuhan nutrisi bayi. Penutupan kesenjangan gizi ini dapat diatasi
dengan pemberian MP-ASI, dengan cara meningkatkan kepadatan nutrisi pada
MP-ASI. Menurut penelitian Kostraba tahun 1993,MP-ASI pabrik membantu
dalam meningkatkan nutrisi pada bayi yang memiliki risiko kekurangan gizi,
sekaligus meningkatkan risiko terjadinya gizi berlebih pada individu yang
memiliki predisposisi genesit obesitas atau penyakit metabolik lain.(7) Penelitian
Sharma et. al. Tahun 2013, bayi yang diberikan MP-ASI pabrik dengan frekuensi
yang lebih tinggi memilik risiko terjadinya obesitas dari pada bayi yang diberikan
MP-ASI lokal dan ASI.(8,9)
Kecamatan Kuta Makmur merupakan salah satu daerah administratif
kecamatan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Kecamatan Kuta
Makmur memiliki wilayah kerja yang sangat luas dan banyak desa yang masih
jauh dari fasilitas kesehatan. Salah satu desa yang jauh dari fasilitas kesehatan dan
merupakan desa binaan, serta tidak memiliki bidan desa yang tetap adalah Desa
Alue Putro Manoe.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti ingin melihat gambaran
pemberian MP-ASI terhadap status gizi anak di Desa Alue Putro Manoe
Kecamatan Kuta Makmur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas, peneliti merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut: Bagaimana gambaran pemberian MP-ASI terhadap status gizi
anak di Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan pada penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui gambaran status gizi pada anak usia 6-12 bulan di
Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur.
2. Untuk mengetahui gambaran jenis MP-ASI lokal, MP-ASI pabrik, dan
MP-ASI campuran yang diberikan pada anak usia 6-12 bulan di Desa
Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan
tenaga kesehatan bahwa ada hubungan pemberian MP-ASI dengan status
gizi anak usia 6-12 bulan.
1.4.2 Praktis
Sebagai bahan pertimbangan bagi tenaga medis, instansi terkait, dan
masyarakat terhadap pemberian MP-ASI dengan status gizi anak usia 6-12
bulan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilasi (utilization)
zat gizi. Penilain satatus gizi seseorang atatu sekelompok orang, maka dapat
diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik
atau tidak baik. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi,
yaitu konsumsi makanan, dan antropometrik.(10)
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi status gizi kurang, baik,
dan lebih. Untuk menilai status gizi bayi dan balita digunakan indikator berat
badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), ataupun berat
badan menurut panjang badan (BB/PB).(2)
Pengetahuan tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap
sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Pengetahuan tentang gizi
yang harus dimiliki masyarakat khususnya dimulai dari balita antara lain
kebutuhan-kebutuhan zat gizi bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan mineral). Selain itu, jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi
dibutuhkan tubuh baik secara kualitas maupu kuantitas untuk mencegah penyakitpenyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya.(11)
2.2 Kegunaan Zat Gizi
2.2.1 Karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh.
Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk seluruh dunia,
karena banyak didapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram karbohidrat
menghasilkan 4 kalori. Sebagian karbohidrat dalam tubuh berada dalam sirkulasi
darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai
glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk
kemudian disimpan sebagi cadangan energi di dalam jringan lemak. Sumber
karbohidrat adalah padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan kering dan gula.

Hasil olahan bahan-bahan ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup
dan sebagainya. Sebagian besar sayur dan buah tidak banyak mengandung
karbohidrat. Sayur umbi-umbian, seperti wortel dan bit serta sayur kacangkacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat daripada sayur daundaunan. Bahan makanan hewani seperti daging, ayam, ikan telur dan susu sedikit
mengandung karbohidrat.(12)
2.2.2 Protein
Sumber makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.(12)
2.2.3 Vitamin
Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi,
pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau
sebagai bagian dari enzim. Fungsi vitamin untuk pertumbuhan sel terutama pada
vitamin A yang berpengaruh terhadap sintesis protein. Vitamin A dibutuhkan
untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam
pertumbuhan gigi.(12)
2.2.4 Air
Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh. Air sebagai
pelarut zat-zat gizi dan alat angkut. Air juga berfungsi sebagai katalisator dalam
berbagai reaksi biologic dalam sel, termasuk dalam saluran cerna. Air diperlukan
untuk pertumbuhan dan zat pembangun.(12)
2.2.5 Lemak
Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, dan
penting dalam diet karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu sumber
utama energi dan mengandung lemak esensial. Namun konsumsi lemak
berlebihan dapat merugikan kesehatan, misalnya kolesterol dan lemak jenuh.
Dalam berbagai makanan, komponen lemak memegang peranan penting yang
menentukan karakteristik fisik keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan
penampilan. Karena itu sulit untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah
lemak, karena jika lemak dihilangkan, salah satu karakteristik fisik menjadi
hilang. Lemak juga merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan
pembentukan rasa tak enak dan produk menjadi berbahaya.(12)

2.3 Penilaian Status Gizi


2.3.1 Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropomoteri. Parameter
adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan,
tinggi/panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.(13)
Pengkuraran antropometri merupakan bagian dari pemeriksan klinis dan
meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi/panjang badan, lipatan kulit serta lingkar
berbagai bagian tubuh (sirkumferensia). tinggi/panjang badan dan berat badan
biasanya digabungkan dengan mengikuti cara tertentu untuk mendapatkan satu
ukuran tunggal yang menggambarkan berat relative terhadap tinggi/panjang untuk
menunjukkan gii kurang atau gizi lebih energi angka panjang.(14)
Pemeriksaan antropometri merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan
untuk penilaian status gizi, yang meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi/panjang
badan, lingkar lengan atas, pemeriksaan klinis dan laboratorium juga dapat
dilakukan untuk penilaiain stats gizi anak, dan selanjutnya untuk disimpulkan
apakah anak mengalami gizi baik, cukup atau gizi kurang.(15) Pengukuran
atropometri terdiri atas:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan suatu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana
kesehatan dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam
keadaan abnormal terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.(13)

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)


Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan skeletal. Pada
orang normal tinggi badan tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan
tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama. Indikator TB/U memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/
pemberian makanan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan menyebabkan
anak menjadi pendek.(2)
c. Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB)
Di Indonesia penilaian status gizi berdasarkan Indeks berat badan menurut
umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U) atau panjang badan menurut
umur (PB/U) dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) sesuai dengan
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor:

1995/MENKES/SK/XII/2010 dengan kategori sebagai berikut :


Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
BB/U,TB/U dan BB/TB umur 0-60 bulan.(16)
Indeks
Berat Badan menurut Umur
(BB/U)
Panjang Badan menurut
Umur (PB/U) atau
Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U)

Kategori Status
Gizi
Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Baik
Gizi Lebih
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi

Berat Badan menurut


Sangat Kurus
Panjang Badan (BB/PB) atau Kurus
Berat Badan menurut Tinggi Normal
Badan (BB/TB)
Gemuk
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2011

Ambang Batas (Z-Score)


< - 3 SD
- 3 SD sampai dengan < - 2 SD
- 2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
< - 3 SD
- 3 SD sampai dengan < - 2 SD
- 2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
< - 3 SD
- 3 SD sampai dengan < - 2 SD
- 2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD

Berat badan memiliki hubungan linear dengan panjang badan. Dalam


keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
berat dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/PB merupakan indikator yang baik
untuk menilai status gizi.(13)

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita


1. Pendapatan Keluarga

a. Pengertian Pendapatan
Ada beberapa definisi pengertian pendapatan, menurut Badan Pusat Statistik
sesuai dengan konsep dan definisi. Pengertian pendapatan keluarga adalah seluruh
pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota Rumah Tangga
Ekonomi (ARTE), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pendapatan adalah segala bentuk penghasilan atau penerimaan yang nyata dari
seluruh

anggota

keluarga

untuk

memenuhi

kebutuhan

rumah

tangga.

Menyebutkan pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari


pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsistem. Pendapatan
formal, informal, dan pendapatan subsistem yang dimaksud dalam konsep diatas
dijelaskan sebagai berikut :(11)
1. Pendapatan formal adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil pekerjaan
pokok.
2. Pendapatan informal adalah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan di luar
pekerjaan pokok.
3. Pendapatan Subsistem yaitu pendapatan yang diperoleh dari sektor produksi
yang di nilai dengan uang.Jadi yang dimaksud dengan pendapatan keluarga
adalah seluruh penghasilan yang diperoleh dari semua anggota keluargayang
bekerja.
b. Hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita
Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut
membaik juga. Akan tetapi, mutu makanan tidak selalu membaik kalau diterapkan
tanaman perdagangan. Tanaman perdagangan menggantikan produksi pangan
untuk rumah tangga dan pendapatan yang diperoleh dari tanaman perdagangan itu
atau upaya peningkatan pendapatan yang lain tidak dicanangkan untuk membeli
pangan atau bahan-bahanpangan berkualitas gizi tinggi. Tingkat penghasilan ikut
menentukan jenis pangan pajang akan dibeli dengan adanya tambahan uang.
Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan

tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis bahan
pangan lainnya. Jadi penghasilanmerupakan faktor penting bagi kuantitas dan
kualitas. Antara penghasilan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan.
Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi
keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan
hampir universal. Ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf
ekonomi maka tingkat gizi pendukung akan meningkat. Namun ahli gizi dapat
menerima dengan catatan, bila hanya faktorekonomi saja yang merupakan
penentu status gizi. Kenyataannya masalah gizi bersifat multikompleks karena
tidak hanya faktor ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut
menentukan. Oleh karena itu perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun
sebagai sasaran daripada pembangunan.(12)
2. Pengetahuan Ibu

a. Pengertian Pengetahuan Ibu


Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan yaitu:(11,12)
1) Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. Setiap
orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhantubuh yang
optimal. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk
dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
2) Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu :
a) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai satu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,
dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

10

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan


hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen,
tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada satu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi
seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan
yang diperolehnya untuk dikonsumsi.(12)
b. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi
seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan
yang diperolehnya untuk dikonsumsi.(12)
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum dijumpai setiap Negara di dunia. Kemiskinan dan
kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam
masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah
kurangnya pengetahuan tentang dan mengetahui kemampuan untuk menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (12)

11

3. Pendidikan Ibu
a. Pengertian pendidikan ibu
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya
tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap
perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta
kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu
pendidikan berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti
pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan
landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan
gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap
adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.
(11)

b. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita


Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya
tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap
perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta
kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu
pendidikan berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti
pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat
tinggal.Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa
dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari
kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap
terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan
secepatnya.(12)
4. Pekerjaan Ibu

a. Pengertian pekerjaan ibu


Wanita sebagai pekerja mempunyai potensi dan hal ini sudah dibuktikan
dalam dunia kerja yang tidak kalah dengan pria. Sebagai pekerja, masalah yang
dihadapi wanita lebih berat dibandingkan pria. Karena dalam diri wanita lebih

12

dahulu harus mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal lain yang
menyangkut beban rumah tangganya. Pada kenyataannya cukup banyak wanita
yang tidak cukup mengatasi masalah itu, sekalipun mempunyai kemampuan
teknis cukup tinggi. Kalau wanita tidak pandai menyeimbangkan peran ganda
tersebut akhirnya balita akan terlantar.(11)
b. Hubungan antara tingkat pekerjaan ibu dengan status gizi anak
Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan
perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun
tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban
kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam
menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya. Karena itu didalam sebuah
penelitian menunjukkan bahwa seringkali terjadi ketidaksesuaian antara konsumsi
zat gizi terutama Energi dan Protein dengan kebutuhan tubuh pada kelompok anak
yang berusia diatas 1 tahun. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya KEP adalah para ibu yang menerima pekerjaan tetap sehingga harus
meninggalkan balitanya dari pagi sampai sore, anak-anak terpaksa ditinggalkan
dirumah sehingga jatuh sakit dan tidak mendapatkan perhatian, dan pemberian
makanan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya bila badan yang
bergerak dibidang sosial menampung bayi dan anak-anak kecil yang ditinggal
bekerja seharian penuh di balai desa, masjid, gereja, atau tempat lain untuk
dirawat dan diberi makanan yang cukup baik.(12)
5. Konsumsi Makanan

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang
terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas
hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan
tubuh didalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang
lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan
tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi
kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan
gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari
kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi
berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang

13

kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang atau kondisi defisit. Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi,
tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini
jaringan jenuh oleh zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan
mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya
tahan setinggi-tingginya. Status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan
bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang
mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi
status gizi.(12)
2.5 Makanan Pendamping ASI
2.5.1 Definisi Makanan Pendamping ASI
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24
bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI dikenalkan pada
usia 6 bulan dimulai dari makanan bubur saring, bubur tim, bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat usia bayi. (1) Setelah bayi berumur 6 bulan,
pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang
aktivitasnya sudah cukup banyak. Pada umur 6 bulan, berat badan bayi yang
normal sudah mencapai 2-3 kali berat badan lahir. Pesatnya pertumbuhan bayi
perlu dibarengi dengan pemberian kalori dan gizi yang cukup. Oleh karena itu,
selain ASI, bayi pada umur 6 bulan juga perlu diberi makanan tambahan
disesuaikan dengan kemampuan lambung bayi untuk mencerna makanan.
Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) plus ASI hingga bayi berumur 2
tahun sangatlah penting. Setelah umur 6 bulan, bayi mulai membutuhkan
makanan padat dengan beberapa nutrisi, seperti zat besi, vitamin C, protein,
karbohidrat, seng, air, dan kalori. Oleh karena itu penting untuk tidak menunda
hingga bayi berumur lebih dari 6 bulan, karena menunda dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan pada bayi.(17,18)
Secara umum terdapat 3 jenis MP-ASI yaitu hasil pengolahan pabrik atau
disebut dengan MP-ASI pabrikan dan yang diolah di rumah tangga atau disebut
dengan MP-ASI lokal, serta MP-ASI campuran. Makanan pendamping ASI sangat

14

diperlukan untuk menjaga pertumbuhan dan sekaligus memperkenalkan bayi


dengan makanan keluarganya.(19,20)
Makanan pendamping ASI harus pula dipersiapkan secara higienis dan
menggunakan alat serta tangan yang bersih. Disamping tepat waktu, adekuat dan
aman, MP-ASI juga harus diberikan sesuai selera dan tingkat kekenyangan bayi.
Cara penyiapan dan pemberian harus mendorong secara aktif agar anak mau
makan meskipun anak sedang sakit. Selanjutnya setelah usia 1 tahun anak mulai
diberi makan makanan keluarga. ASI dapat terus diberikan sampai anak usia 2
tahun atau lebih. Meskipun telah ada MP-ASI produk pabrik, disarankan
menggunakan bahan makanan lokal/alami yang tersedia di masing-masing daerah
dengan menambahkan zat gizi mikro.(12)
Seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka
sesuaikan tekstur, frekuensi dan porsi makanan sesuai usia anak. Jangan lupa
untuk melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih dengan
frekuensi sesuka bayi. Kebutuhan energi dari makanan hdala sekitar 200
kcal/hari untuk bayi usia 6-8 bulan, 300 kcal/hari untuk bayi usia 9-11 bulans, dan
550 kcal/hari untuk anak usia 12-23 bulan. Makanan pertama sebaiknya adalah
golongan beras dan sereal karena berdaya alergi rendah. Beras dan sereal
disangrai dan dihaluskan menjadi tepung, tim dengan air secukupnya sampai
matang, kemudian campurkan dengan ASI atau air matang untuk membentuk
tekstur semi cair. Secara berangsur-angsur perkenalkan sayuran yang dikukus dan
dihaluskan dan kemudian buah yang dihaluskan, kecuali pisang dan alpukat
matang, jangan berikan buah/sayuran mentah. Setelah bayi dapat mentolerir
beras/sereal, sayur dan buah dengan baik, berikan sumber protein (tahu, tempe,
daging ayam, hati ayam dan daging sapi) yang dikukus dan dihaluskan. Setelah
bayi mampu mengkoordinasikan lidahnya degan lebih baik, secara bertahap bubur
dibuat lebih kental (kurangi campuran air), kemudian menjadi lebih kasar
(disaring kemudian cincang halus), lalu menjadi kasar (cincang kasar) dan
akhirnya bayi siap menerima makanan padat yang dikonsumsi keluarga. Sejumlah
jenis makanan harus ditunda pemberiannya karena merupakan pencetus alergi,
sedangkan sejumlah jenis lainnya harus ditunda pemberiannya karena mempunyai
kandungan dan bentuk yang berbahaya bagi anak di usia tertentu.(9,17)

15

2.5.2 Tujuan Makanan Pendamping


Tujuan makanan pendamping ASI adalah:
a.

Melengkapi zat gizi ASI yang kurang

b.

Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan


dengan berbagai rasa dan bentuk

c.

Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.(21)


Selain itu tujuan pemberian makanan pendamping pada bayi adalah untuk

melengkapi zat-zat gizi karena seiring bertambahnya waktu kebutuhan zat gizi
semakin meningkat dengan seiring bertambahnya usia anak, mengembangkan
kemampuan bayi dengan memperkenalkan makanan dalam berbagai bentuk,
tekstur, dan berbagai rasa, agar anak dapat beradaptasi terhadap makanan yang
mengandung kadar energi tinggi serta mampu mengembangkan kemampuan anak
dalam menelan dan mengunyah secara baik dan benar.(22)
Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi
ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energi dan zat-zat gizi
tidak mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja. Pemberian makanan tambahan
tergantung jumlah ASI yang dihasilkan ibu dan keperluan bayi yang bervariasi
dalam

memenuhi

kebutuhan

dasarnya

diantaranya

diantara

untuk

mempertahankan kesehatan serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk


mendidik kebiasaan makan yang baik mencakup penjadwalan waktu makan,
belajar menyukai.(22)
Menurut Solomons dan Vossenaar tahun 2013, bahwa terdapat kesenjangan
intrinsik pada volume dan kandungan mikronutrien pada ASI terhadap kebutuhan
nutrisi bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Sharma et. al. Tahun 2013, bahwa
bayi yang diberikan MP-ASI pabrik dengan frekuensi yang lebih tinggi memilik
risiko terjadinya obesitas dari pada bayi yang diberikan MP-ASI lokal dan ASI. (8,9)
Menurut penelitian Onyango tahun 2013 di 4 negara Asian, 12 negara Afrika, 4
negara Amerika dan 1 negara Eropa dengan sampel 13.676 bayi dengan usia 6-23
bulan dari 50% bayi yang mendapat MP-ASI memiliki nilai rata-rata Z-skor -2 SD
sampai +2 SD. Penelitian ini menyimpulkan bahwa MP-ASI secara signifikan
memperbaikkan status gizi anak.(23) Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian
Ara tahun 2013 yang dilakukan di Bangladesh dengan sampel 227 bayi diperoleh

16

bahwa dari 67 bayi dengan gizi kurang 59,2% tidak mendapat MP-ASI, 69 bayi
dengan stunting 56,9% tidak mendapat MP-ASI dan 70 anak dengan gangguan
pertumbuhan tidak mendapat MP-ASI sebanyak 54,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa bayi yang tidak mendapat MP-ASI cenderung memiliki status gizi yang
buruk dan mengalami gangguan pertumbuhan.(24)
2.5.3 Jenis Makanan Pendamping ASI
1. Makanan Pendamping ASI lokal
Makanan Pendamping ASI lokal adalah Makanan pendamping ASI yang
diolah dirumah tangga atau posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia
setempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan
memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi oleh sasaran.(1)
Pemberian makanan pendamping ASI lokal memiliki beberapa dampak
positif, antara lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan
pendamping ASI dari pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya
setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian makanan pendamping ASI
secara mandiri, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta
memperkuat kelembagaan seperti Posyandu, memiliki potensi meningkatkan
pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana
dalam pendidikan atau penyuluhan gizi.(1)
2. Makanan Pendamping ASI olahan pabrik
Makanan olahan pabrik merupakan makanan yang disediakan dengan
olahan yang bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan
zat-zat esensial pada bayi. (1) Makanan Pendamping ASI pabrik yang dikemas
dalam bentuk biskuit memeiliki jumlah kandungan kalori yang lebih sedikit per
takar sajinya, jika dibandingkan dengan bubur dan tim. Dan didapatkan pada
makanan olahan pabrik dengan kandungan zat gizi yang bervariasi, dan harus
diperhatikan terlebih dahulu kandungan kalori per saji dan cara penyajiannya agar
didapatkan kandungan gizi sesuai dengan informasi nilai gizi dari pada label
produk.(25)
Membuat makanan bayi harus memenuhi petunjuk dan pertimbangan
sebagai berikut:(1)

17

a. Formula
Formula dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan balita, bahan
baku yang diizinkan, kriteria, zat gizi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral.
b. Teknologi proses
Aspek pemilihan teknologi proses berhubungan dengan spesifikasi produk,
sanitasi dan higienitas, keamanan pangan serta mutu akhir produk yang
dikehendaki olah produsen.
c. Higienitas
Produk makanan pendamping ASI yang telah jadi, dikatakan memenuhi
syarat apabila telah memenuhi hal-hal dibawah ini:
1. Bebas dari mikroorganisme patogen.
2. Bebas dari kontaminan hasil pencemaran mikroba penghasil racun atau alergi.
3. Bebas racun.
4. Kemasan tertutup sehingga terjamin sanitasi dan disimpan di tempat yang
terlindung.
d. Pengemas
Kemasan yang dipergunakan untuk produk makanan pendamping asi ini
harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak beracun, tidak mempengaruhi mutu
inderawi produk, serta mampu melindungi produk selama jangka waktu tertentu.
e. Label
Persyaratan label makanan bayi harus mengikut codex standard 146-1985,
dengan informasi yang jelas tidak menyesatkan konsumen, komposisi bahan
tercantum dalam kemasan nilai gizi produk dan petunjuk penyajian.(14)
3. Makanan Pendamping ASI campuran
Makanan pendaming Asi campuran merupakan campuran kedua jenis MPASI lokal dan MP-ASI pabrik yang dikonsumsi bersamaan sehari-hari.(3)
Sedangkan menurut buku pedoman kader seri kesehatan anak kementrian
kesehatan RI 2010, jenis MP-ASI berdasarkan tingkat kepadatan terbagi menjadi:
1. Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak
kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat halus, contoh :

18

bubur susu, sumsum, pisang saring yang dikerok, papaya saring, tomat saring,
nasi tim saring, dan lain-lain.
2. Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak
berair, contoh bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri, dan lain-lain.
3. Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya
disebut makanan keluarga, contoh: lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit,
dan lain-lain.
2.5.4 Jumlah dan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI
Keragaman aneka sumber makanan dapat diperkenalkan setelah bayi
berusia setelah enam bulan. Beberapa sumber makanan yang dapat diperkenalkan
yatu sumber karbohidrat seperti nas, ubi jalar, singkong, jagung, kentang, terigu.
Aneka sayuran dan buah-buahan (pada tahap usia ini dihindari konsumsi buah
yang memiliki sifat merangsang peningkatan asam lambung seperti nangka dan
durian), kacang-kacangan, dan aneka sumber hewani seperti telur, ayam, sapi, dan
ikan.(22) Jumlah zat gizi terutama energi dan protein yang harus ada di dalam
MP-ASI lokal setiap hari yaitu sebesar 250 Kalori, 6-8 gram protein untuk bayi
usia 6-12 bulan dan 450 Kalori, 12-15 gram protein untuk anak usia 12-24 bulan.
(1)

Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 Kalori dan 16 gram protein.
Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 6 gram protein.
Kebutuhan gizi bayi usia 12-24 bulan adalah sekitar 850 Kalori dan 20 gram
protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 Kalori dan 8 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 Kalori dan 12 gram
protein.(1)
2.5.5 Tahapan Pemberian MP-ASI
Setelah usia 6 bulan ASI saja tidak mampu memenuhi gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan bayi secara optimal. sehingga, ketika bayi berusia 6 bulan,
disarankanlah pemberian MP-ASI sebagai penunjang tumbuh kembang bayi.
Bayi sebaiknya mulai diperkenalkan dengan makanan bertekstur lunak dan
sedikit cair, lalu sedikit demi sedikit, tingkatkan kekentalannya pada usia 6 bulan.
Untuk Bayi usia 6 bulan ini, berikan makanan yang lunak-lunak terlebih dahulu

19

seperti makanan lumat (Pisang, Alpokat, Labu kuning, Pepaya) atau sari buah.
Setelah makanan lumat atau sari buah tadi, dilanjutkan dengan bubur seperti
bubur beras putih, bubur beras merah, bubur kacang hijau atau biskuit susu.(9,17)
Menurut Depkes tahun 2007, pemberian makanan pada bayi dan anak umur
0-24 bulan yang baik dan benar adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tahapan pemberian MP-ASI
Usia
Tahapan pemberian MP-ASI
(bulan)
0-6
1. Berikan ASI setiap kali bayi menginginkan, sedikitnya 8 kali sehari,
pagi, siang, sore, maupun malam
2. Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI
3. Susui dengan payudara kiri atau kanan secara bergantian
6-9
Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk
lumat dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lunak, 2 kali sehari,
setiap kali makan diberikan sesuai umur:
1. 6 bulan: 6 sendok makan
2. 7 bulan: 7 sendok makan
3. 8 bulan: 8 sendok makan
9-12 b. Umur 9-12 bulan , beri makanan pendamping ASI dimulai dari bubur
nasi sampai nasi tim sebanyak 3 kali sehari. Setiap kali makan berikan
sesuai umur:
1. 9 bulan: 9 sendok makan
2. 10 bulan: 10 sensok makan
3. 11 bulan: 11 sendok makan
c. Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI. Pada
makanan pendamping ASI, tambahkan telur, ayam, ikan, tahu, tempe,
daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, minyak pada bubur
nasi. Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca
cara menyiapkannya, batas umur, dan tanggal kadaluarsa. Beri
makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti bubur
kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari, dan sebagainya. Beri buahbuahan atau sari buah, seperti air jeruk manis dan air tomat saring
12-24 1. Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun
2. Berikan nasi lembek 3 kali sehari
3. Tambahkan telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ daging sapi/ wortel/
bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak pada nasi lembek
4. Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan,
seperti kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari, dan sebagainya
5. Berikan buah-buahan atau sari buah
6. Bantu anakuntuk makan sendiri.
Sumber : Prabantini, 2010

Pemberian makanan lumat pada periode ini dikarenakan makanan lumat


mudah dicerna oleh lambung bayi dan relatif sedikit menyebabkan alergi. Dalam

20

pemberiannya pun harus bertahap dari bentuk yang encer dan dalam jumlah yang
relatif lebih sedikit tapi sering, karena diusia ini bayi masih dalam tahap belajar
makan. Untuk usia 6 bulan ini, berilah MP-ASI 1-2 kali sehari selain jus buah dan
ASI tetap lebih diutamakan. Berikan juga makanan lumat dalam 1 jenis bahan
makanan saja sampai dengan usia 7 bulan agar lebih mudah terdeteksi jika bayi
mengalami reaksi alergi.(9,17,18)
2.6 Kandungan gizi
Kandungan gizi adalah jumlah zat gizi terutama energi dan protein yang
harus ada di dalam MP-ASI lokal setiap hari yaitu sebesar 250 Kalori, 6-8 gram
protein untuk bayi usia 6 12 bulan dan 450 Kalori, 12 - 15 gram protein untuk
anak usia 12 - 24 bulan.(1)
Tabel 2.3 Jadwal Pemberian Makan untuk Umur 0-12 Bulan
Jam
06.00
08.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
21.00

0-6
ASI eksklusif
ASI eksklusif
ASI eksklusif
ASI eksklusif
ASI eksklusif
ASI eksklusif
ASI eksklusif
ASI eksklusif

6
ASI
ASI
BB
ASI
ASI
BS
ASI
ASI

6-8
ASI
BS
Buah
NTs/k
ASI
Bisk
NTs/k
ASI

8-12
ASI
Ntu
BB/BS
Ntu
ASI
BB/BS
Ntu
ASI

Keterangan: BB(Buah-Biskuit), BS (Bubur Susu), NTs/k/u (Nasi Tim Saring/Kasar/Utuh)


Sumber: Depkes RI, 2006

Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 Kalori dan 16 gram protein.
Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 6 gram protein.
Kebutuhan gizi bayi usia 12 24 bulan adalah sekitar 850 Kalori dan 20 gram
protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 Kalori dan 8 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 Kalori dan 12 gram
protein.(17)
2.7 Hubungan MP-ASI dengan Status Gizi
Usia 6 sampai 12 bulan merupakan masa yang rentan kekurangan gizi
karena merupakan masa transisi antara ASI dan pengenalan makanan pendamping

21

ASI, begitu pula dengan pengganti ASI juga berpengaruh terhadap status gizi
bayi.(17)
Menurut penelitian Onyango tahun 2013 di 4 negara Asian, 12 negara
Afrika, 4 negara Amerika dan 1 negara Eropa dengan sampel 13.676 bayi dengan
usia 6-23 bulan, bahwa pemberian makanan MP-ASI yang buruk menunjukkan
peranan yang penting terhadap pertumbuhan negatif dari grafik karakteristik
sampel yang diamati di negara-negara berkembang. Sekitar 50% bayi yang
mendapat MP-ASI memiliki nilai rata-rata Z-skor -2 SD sampai +2 SD. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa MP-ASI secara signifikan memperbaikkan status gizi
anak.(23) Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian Ara tahun 2013 yang
dilakukan di Bangladesh dengan sampel 227 bayi diperoleh bahwa dari 67 bayi,
terdapat hubungan yang linier antara pemberian MP-ASI dengan status gizi pada
anak. Penelitian ini memperoleh 59,2% gizi kurang tidak mendapat MP-ASI, 69
bayi dengan stunting 56,9% tidak mendapat MP-ASI dan 70 anak dengan
gangguan pertumbuhan tidak mendapat MP-ASI sebanyak 54,3%. Hal ini
menunjukkan bahwa bayi yang tidak mendapat MP-ASI cenderung memiliki
status gizi yang buruk dan mengalami gangguan pertumbuhan.(24)
Pemberian MP-ASI yang kurang tepat digolongkan pada pemberian MPASI pada umur < 6 bulan dan pemberian MP-ASI yang tepat digolongkan pada
anak yang diberikan MP-ASI pada umur 6 bulan. (26) Berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur pemberian
makanan pendamping ASI pertama kali dengan status gizi anak usia 6-23 bulan
berdasarkan kategori BB/U. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak anak yang
berstatus gizi buruk/kurang yang mendapatkan MP-ASI pada usia tepat sebanyak
27 anak (18%). Anak gizi buruk/kurang justru terpapar umur yang tepat
pemberian MP-ASI pertama atau ketepatan umur pemberian MP-ASI justru
menjadi faktor yang menyebabkan gizi buruk.(26)
Penelitian Sari tahun 2010 di wilayah pesisir Desa Weujangka Kecamatan
Kuala Kabupaten Bireuen yang menunjukkan bahwa umur pemberian MP-ASI
pertama kali mempunyai hubungan dengan status gizi anak. Perbedaan hasil
penelitian ini dikarenakan ibu dengan anak yang tergolong memberikan MP-ASI
pertama kali dengan tepat, yaitu setelah anak berumur 6 bulan, namun dalam

22

perjalanan selanjutnya, anak tidak mendapatkan MP-ASI yang tergolong baik


secara kualitatif dan cukup secara frekuensi dan kuantitatif makanan, serta
frekuensi sakit anak yang juga mempengaruh nafsu makan dan jumlah asupannya.
(27,28)

23

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskripsif observasional
dengan rancangan cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur
pada tanggal 4 Maret 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang datang ke posyandu
Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur.
3.3.2 Sampel penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini secara non probability
sampling dengan metode accindental sampling.
3.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori-teori yang tersebut di atas maka peneliti menggambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen
Status gizi bayi

MP-ASI

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Definisi Operasional dan cara pengukuran variabel adalah sebagai berikut:
1.

Status Gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilasi (utilization) zat
gizi.(10) Status gizi diukur dengan menimbang berat badan, mengukur panjang
badan, yang selanjutnya dilklasifikasikan sesuai dengan Kemenkes 2011.

24

a) Alat ukur adalah infantometer, baby scale, dan kurva Kemenkes 2011
b) Cara pengukuran adalah dengan menimbang berat badan dan mengukur
panjang badan
c) Hasil pengukuran dengan melihat tingkat status gizi bayi berdasarkan berat
badan terhadap panjang badan (BB/PB) dan Tinggi Badan terhadap umur

2.

(TB/U).
d) Skala pengukuran adalah ordinal
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan
kepada bayi atau anak usia 6-12 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain
dari ASI.(17)
a) Alat ukur adalah dengan menggunakan kuesioner
b) Cara pengukuran dengan menggunakan metode wawancara
c) Hasil pengukuran adalah makanan pendamping ASI lokal, makanan

pendamping ASI pabrik, dan makanan pendamping ASI campuran


d) Skala pengukuran adalah nominal
3. Metode Pengukuran
a) Cara menimbang/mengukur berat badan
1.
Letakkan timbangan pada meja atau permukaan yang datar,keras dan tidak
2.
3.
4.

5.

goyang
Lihat jarum timbangan sampai berhenti
Baringkan bayi pada timbangan
Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka timbangan
dengan berdiri pada posisi tegak lurus dengan jarum
Bila bayi terus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca angka di tengah-

tengah antara gerakan jarum kanan dan ke kiri.(29)


b) Cara mengukur panjang badan
1.
Bayi dibaringkan terlentang pada alas yang datar
2.
Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0 (nol)
3.
Memegang kepala bayi agar tetap menempel pada pembatas angka 0 (nol)
4.
Memegang lutut bayi agar lurus
5.
Membaca angka ditepi, diluar pengukur.(29)

3.6 Alat/Instrumen dan Bahan Penelitian


1. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan adalah untuk mendapatkan informasi data mengenai
umur, jenis kelamin, dan jenis MP-ASI.
2. Baby scale
Baby scale digunakan untuk mengukur berat badan, skala 0,5 kg yang sudah
dikalibrasi
3. Infantometer

25

Infantometer digunakan untuk mengukur panjang badan, dengan ketelitian 0,1


cm yang sudah dikalibrasi
4. Kurva status gizi WHO
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan secara langsung dari
data posyandu bulan Februari 2014. Data selanjutnya dioleh untuk mencari
permasalahan status gizi di Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur.
3.8

Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini mencakup:

1. Analisis univariat mencakup distribusi frekuensi variabel penelitian seperti data


demografi dan status gizi.
p = f x 100 %
n
Keterangan :
p : Persentase
f : Frekuensi
n : Jumlah Sampel

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Puskesmas Kuta Makmur
Kecamatan Kuta Makmur merupakan salah satu kecamatan dalam
Kabupaten Aceh Utara. Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas kuta
Makmur sebanyak 187 orang. Kecamatan Kuta Makmur merupakan salah satu
kecamatan dalam Kabupaten Aceh Utara mempunyai luas wilayah 151,32 km 2
(15.132 Ha) dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Pemerintah Kota Lhokseumawe

26

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Kramat dan


Kabupaten Bener Meria
3. Sebelah Barat dengan Kecamatan Nisam
4. Sebelah timur berbatasan dengan Simpang Kramat dan Kota Lhokseumawe
Jumlah desa sebanyak 43 desa terdiri dari desa dengan status sebanyak 39
desa dan desa non status sebanyak 4 desa. Terdapat 131 dusun di Kecamatan Kuta
Makmur. Letak geografis Kecamatan Kuta Makmur berdasarkan desa terdiri dari
dataran (67%) dan berbukit (33%). Luas tanah berdasarkan penggunaannya terdiri
dari 1.951 Ha (12,89%) merupakan lahan sawah dan 13.181 Ha (87,11%) bukan
sawah. Sumber utama penghasilan keluarga terdiri dari pertanian 62,54%,
perindustrian 0,84%, perdagangan 5,90%, transportasi 0,99% dan jasa lainnya
29,74%.
a. Kemukiman Blang Ara
Kemukiman Blang Ara terdiri dari beberapa desa, yaitu Keude Blang Ara,
Blang Ara, Buket, Blang Talon, Cot Rheu, Krueng Manyang, Bayu, Blang Ado,
Dayah Meunara, Mns. Kumbang, Blang Riek, Mc. Bahagia, Lhok Jhok, Alue
Rambe, Cempeudak, Seu nebok Drien dan Cot Merbo
b. Kemukiman Beureughang
Kemukiman beureughang terdiri dari beberapa desa, yaitu Cot Seutui,
Langkuta, Saweuk, Meuria, Kulam, Cot Seumiyong, Mulieng Meucat, PT.
Rayeuk I, Mulieng Manyang, Kereusek, Krueng Seupeng, PT. Rayeuk II,
Sidomulyo, Babah Lueng, Alue Putro Manoe, Alue Sagoweng, Alue Mbang
dan Bevak
c. Kemukiman Keude Krueng
Kemukiman keude krueng terdiri dari beberapa desa, yaitu Pulo Rayeuk, Pulo
Barat, Pulo Iboih, Keude Krueng, Krueng Seunong, Guha Uleu, Blang Gurah
dan Cemeucet
4.1.1 Data Demografis
Jumlah penduduk kecamatan Kuta Makmur pada tahun 2011 berjumlah
22.028 jiwa terddiri dari 10.846 (49,24%) laki-laki dan 11.183 (50,76%)
perempuan dengan jumlah kepala keluarga 4.993. Sex ratio laki-laki terhadap
perempuan sebesar 97% , artinya untuk setiap 100 wanita terdaoat 97 pria dan
kepadatan penduduk sebesar 146 jiwa/km2.
4.1.2 Sarana Pelayanan Kesehatan yang ada

27

Sarana kesehatan saat ini sudah banyak mengalami kemajuan, hal ini tidak
terlepas dari besarnya dukungan PEMDA Aceh Utara. Walaupun demikian masih
banyak juga sarana kesehatan yang memerlukan penambahan, terutama
POLINDES dan POSKESDES. Dari 43 desa hanya 14 desa yang sudah ada
POLINDES.
Adapun sarana kesehatan yang ada:
1.

Puskesmas Induk dengan fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang


bersalin dan UGD

2.

Puskesmas pembantu 4 unit, yaitu Puskesmas pembantu Alue Rambe,


Puskesmas Pembantu Mc. Bahagia, Puskesmas Pembantu Cot Seutui dan
Puskesmas Pembantu Sidomulyo

3.

Polindes 14 Unit, yang berada didesa yaitu Pulo Rayeuk, Pulo Barat,
Blang Talon, Blang Ado, Babah Lueng, Langkuta, Cot Rheu, Cot Merbo, Guha
Uleu, Krueng Seunong, Buket, Saweuk, Alue Rambe dan Cimpedak

4.

Poskesdes 2 unit, yang berada didesa yaitu Pulo Iboih dan Guha Uleu

4.1.3 Sumber Daya Kesehatan yang ada


Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Kuta Makmur sebanyak
187 orang, yang terdiri dari PNS 71 orang (37%), PTT 35 orang (18%), dan
Honor/Bakti 81 orang (43%).
Adapun jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Kuta Makmur
menurut jenjang pendidikan yaitu :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Jenis Kegiatan
Kepala Puskesmas
Kepala Tata Usaha
R/R, Perencanaan, Evaluasi
Bendahara & Ur. Umum
Supir
Penjaga Puskesmas/ CS
Karcis, Kartu, dan RM
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Poliklinik Gigi
Poliklinik Lansia
Poliklinik Lansia

Jenis Tenaga
SKM (S2)
Sarjana Kes. Masy
D3 Statistik/ SMA
SMEA/ SMA
SMA
SD
Perawat/ SMA
Dokter Umum
Perawat
Pekarya
Dokter Gigi
Perawat Gigi
Dokter Umum
Perawat

Jumlah
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
2
2
3

Keterangan
Unit Tata
Usaha

Unit 3

28

15 Klinik KIA&KB
16 Klinik KIA & KB
17 Perkesmas
Kes. Gizi Keluarga
18 UKGS
19 UKS
20 Laboratorium
21 Apotik
22 Apotik
23 Radiologi
24 Surveilance & Penanggulangan
25 Kesling
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Imunisasi
Peran serta masyarakat
Penyuluhan
Kesehatan Pengembangan
JPKM
Perawatan
Perawatan/ UGD
Kamar Persalinan
Fisioterapi

35 Puskesmas Pembantu
36 Poskesdes

Dokter Umum
Bidan
Bidan
Akademi Gizi
Dokter gigi
Perawat
Analis
Ass. Apoteker
Juru obat
APRO
Epidemiologi/
Perawat
Sanitarian/ D3
Kesehatan
Perawat/ Bidan
Bidan
SKM/ Perawat
D3 Kesehatan
Perawat/ D3 Askes
Dokter Umum
Perawat
Bidan
D3 Fisioterapi

1
10
2
1
2
2
1
1
1

Perawat/ Bidan
Perawat/ Bidan

16
2

Total

Unit 2

Tugas
rangkap
Tugas
rangkap
Unit 6
Unit 1

1
2
2
3
2
2

Unit 4
Tugas
rangkap
Tugas
rangkap
Unit 5
Tugas
rangkap
Untuk 4 Pustu
Untuk 2
Poskesdes

71

4.2 Hasil
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan di Desa Alue Putro Manoe
Kecamatan Kuta Makmur untuk menemukan permasalahan status gizi. Adapun
permasalahan yang diperoleh adalah status gizi yang masih rendah dan kurang
mengetahui cara pengolahan MP-ASI yang baik.
4.2.1 Gambaran status gizi anak di Desa Desa Alue Putro Manoe
Kriteria kekurangan gizi diklasifikasikan berdasarkan BB/U, TB/U dan
BB/TB dengan indikator Z-score. Kriteria ini berdasarkan derajat wasting dan
sunting. Wasting mengindikasikan kekurangan gizi akut yang terdiri atas:

Moderate wasting weight/height Z-score <-2 to -3

Severe wasting weight/height Z-score <-3


Stunting mengindikasikan kekurangan gizi kronis yang terdiri atas:

Moderate stunting height or length Z-score <-2 to -3

Severe stunting height or length Z-score <-3

29

Kekurangan gizi terdiri atas Gizi kurang (moderate wasting atau sunting) dan Gizi
buruk (severe wasting, severe stunting, atau edematous malnutrition)
Berdasarkan indikator-indikator diatas diperoleh bahwa status gizi anak
yang berkunjung di Posyandu Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur
paling memiliki status gizi kurang 55,8%, disusul dengan gizi baik dan gizi buruk
yang masing-masing 26,9 % dan 17,3% (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1)
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak
Status gizi
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Total

Frekuensi (n)
14
29
9
52

Persentase (%)
26,9
55,8
17,3
100

Gambar 4.1 Distribusi frekuensi status gizi

4.2.2 Distribusi Frekuensi Jenis MP-ASI


Tabel 4.2 Distribusi frekuensi MP-ASI
MP-ASI
MP-ASI Lokal
MP-ASI Pabrik
MP-ASI Campuran
Total

Frekuensi (n)
9
2
4
15

Persentase (%)
60
13,3
26,7
100

Berdasarkan tabel 4.1 di dapatkan bahwa makanan pendamping ASI yang


paling banyak diberikan adalah MP-ASI lokal yaitu 9 anak (60%), MP-ASI
campuran 4 anak (26,7%) dan MP-ASI pabrik 2 orang (13,3%).

30

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil tabel 4.4 menunjukkan status gizi anak usia 0-5 tahun di
Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur masih memiliki status gizi
yang kurang 55,8%. Hal ini diduga karena Desa Desa Alue Putro Manoe
Kecamatan Kuta Makmur jauh dari pelayanan kesehatan dan sebagian besar
masyarakat masih berobat ke dukun. Namun status gizi baik di desa tersebut juga
cukup tinggi yaitu 26,9%. Hal ini diduga karena masyarakat memberikan MP-ASI
kepada anaknya, sehingga dapat membantu dalam memenuhi kandungan gizi
anak, sehingga status gizi anak akan lebih baik bila diberikan MP-ASI. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningsih tahun 2010 di Desa
Gogik, Kecamatan Ungaran Barat bahwa, sebagian besar responden 41,7% yang

diberi MP-ASI berstatus gizi baik. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pemberian Makanan pendamping ASI dengan status gizi
pada bayi yang berusia 6-12 bulan.(32) Selain itu penelitian ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Majid tahun 2006 yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi yang dinilai berdasarkan
indeks berat badan menurut usia bahwa bayi yang diberikan MP-ASI pada usia
kurang dari 4 bulan mempunyai resiko berat badan kurang sebanyak 3,8 kali
dibandingkan dengan bayi yang diberikan MP-ASI pada usia lebih dari 4 bulan. (33)
Penelitian ini sejalan dengan Adam et al. Tahun 2012 bahwa terdapat hubungan
antara MP-ASI lokal dengan status gizi anak 6-24 bulan, sehingga pemberian MPASI lokal pada anak 6-24 bulan harus dipertahankan agar anak yang masih
memiliki status gizi kurang dapat menjadi status gizi baik.(34)
Hasil yang sama juga diperoleh oleh Onyango tahun 2013 dengan sampel
13.676 bayi dengan usia 6-23 bulan, bahwa pemberian makanan MP-ASI yang
buruk menunjukkan peranan yang penting terhadap pertumbuhan negatif dari
grafik karakteristik sampel yang diamati di negara-negara berkembang. Sekitar
50% bayi yang mendapat MP-ASI memiliki nilai rata-rata Z-skor -2 SD sampai
+2 SD. Penelitian ini menyimpulkan bahwa MP-ASI secara signifikan
memperbaikkan status gizi anak.(23) Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian
Ara tahun 2013 yang dilakukan di Bangladesh bahwa terdapat hubungan yang
linier antara pemberian MP-ASI dengan status gizi pada anak. Dalam penelitian

31

ini didapatkan 59,2% gizi kurang tidak mendapat MP-ASI, dengan stunting 56,9%
tidak mendapat MP-ASI dan gangguan pertumbuhan tidak mendapat MP-ASI
sebanyak 54,3%. Hal ini menunjukkan bahwa bayi yang tidak mendapat MP-ASI
cenderung memiliki status gizi yang buruk dan mengalami gangguan
pertumbuhan.(24) MP-ASI juga berperan dalam memperbaiki uptake zat besi pada
anak 6-12 bulan sekitar 35%.(35) Penelitian lain yang dilakukan di Madagascar
juga dilaporkan oleh Moursi et al. 2009 bahwa pemberian MP-ASI dengan
kualitas makanan yang baik dapat meningkatkan status gizi anak.(36)
Hasil penelitian yang berbeda dilaporkan oleh Jones et al. 2013 yang
melakukan penelitian di sub-Saharan Afrika, Asia dan Caribbean dari tahun 20032013 melaporkan bahwa indikator pemberian MP-ASI tidak menunjukkan
hubungan yang konsisten dengan status gizi buruk pada anak yang diukur dengan
weight-for-height z-score (WHZ).(37) Hasil yang berbeda juga dilaporkan oleh
Vitariani tahun 2010 bahwa tidak terdapat hubungan antara MP-ASI dengan status
gizi anak usia 6-9 bulan.(38) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rohmani
tahun 2010 di Kota Semarang bahwa tidak terdapat hubungan antara waktu
pemberian MP-ASI dengan status gizi pada indek BB/U dan TB/U, namun
kesesuaian jenis MP-ASI terhadap umur memiliki hubungan yang signifikan.(39)
Pemberian MP-ASI lokal lebih banyak yang berstatus gizi normal karena
MP-ASI lokal mengandung makronutrein yang memiliki kandungan gizi yang
lebih kompleks dibandingkan dengan MP-ASI pabrik yang telah mengalami
proses pengolahan pabrik sehingga kandungan protein menjadi kurang kompleks.
(1)

4.3 Keterbatasan Penelitian


1. Desian penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dimana peneliti
melakukan penelitian terhadap variabel hanya satu kali. Banyak faktor lain
yang tidak diteliti yang berhubungan dengan status gizi anak di Desa Alue
Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur
2. Salah

satu

instrumen

dalam

penelitian

ini

adalah

kuesioner

yang

memungkinkan terjadinya bias dalam wawancara sehingga responden salah


dalam menafsirkan pertanyaan dan juga terdaapat kemungkinan bagi responden

32

untuk tidak jujur dalam menjawab petanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam


kuesioner penelitian.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pemberian MP-ASI pada anak dapat membantu memperbaiki status gizi
pada anak di Desa Alue Putro Manoe Kecamatan Kuta Makmur.
5.2. Saran
1. Kepada ibu yang memiliki anak usia 6-12 bulan hendaknya lebih
memperhatikan kualitas makanan pendamping ASI.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar dan
variabel lain yang terkait dengan status gizi pada anak usia 6-12 bulan.

33

3. Diharapkan kepada puskesmas membantu memfasilitasi segala kegiatan terkait


tentang peningkatan status gizi anak, khususnya pemberian MP-ASI.
4. Diharapkan kepada petugas puskesmas dapat memberikan edukasi langsung
kepada ibu tentang pentingnya MP-ASI pada usia 6-24 bulan untuk membantu
perbaikan gizi anak.
5. Makanan pendamping ASI pabrik kurang baik untuk gizi anak, maka
hendaknya ibu yang memiliki anak usia 6-12 bulan memberikan MP-ASI lokal.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Depkes RI. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI Lokal). Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI Lokal). Jakarta; 2006. p. 1225.

2.

Kementerian Kesehatan RI. Strategi Peningkatan Makanan Bayi dan Anak


(PMBA). Jakarta; 2010.

3.

Kementerian Kesehatan RI. Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi Dalam


Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Jakarta; 2012.

4.

Anggraini S. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)


Terhadap Pertumbuhan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas kota
wilayah Selatan Kediri. J STIKES Rs. 2011;

5.

Prescott SL, Smith P, Tang M, Palmer DJ, Sinn J, Huntley SJ, et al. The
importance of early complementary feeding in the development of oral
tolerance: concerns and controversies. Pediatr Allergy Immunol. 2008
Aug;19(5):37580.

6.

Becquet R, Leroy V, Ekouevi DK, Viho I, Castetbon K, Fassinou P, et al.


Complementary feeding adequacy in relation to nutritional status among early
weaned breastfed children who are born to HIV-infected mothers: ANRS

34

1201/1202 Ditrame Plus, Abidjan, Cote dIvoire. Pediatrics. 2006


Apr;117(4):e70110.
7.

Kostraba JN, Cruickshanks KJ, Lawler-Heavner J, Jobim LF, Rewers MJ,


Gay EC, et al. Early exposure to cows milk and solid foods in infancy,
genetic predisposition, and risk of IDDM. Diabetes. 1993 Feb;42(2):28895.

8.

Sharma S, Kolahdooz F, Butler L, Budd N, Rushovich B, Mukhina GL, et al.


Assessing dietary intake among infants and toddlers 0--24 months of age in
Baltimore, Maryland, USA. Nutr J. 2013 Apr 26;12(1):52.

9.

Nommsen-Rivers L a, Dewey KG. Growth of breastfed infants. Breastfeed


Med. 2009 Oct;4 Suppl 1:S459.

10. Riyadi H. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka; 2006.
11. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: PT Rineka
Cipta; 2007.
12. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;
2009.
13. Supariasa, IDN., Bakri, B dan Fajar I. Penilaian Status Gizi. Buku
Kedokteran EGC; 2012.
14. Harianto A. Gizi kesehatan mayarakat. Jakarta: buku kedokteran. EGC; 2009.
15. Alimul A. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.
16. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Sumatera Nomor:1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Bina Gizi; 2011.
17. Prabantini D. A To Z Makanan Pendamping Asi. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta; 2010.
18. Dewey KG. Nutrition, growth, and complementary feeding of the breastfed
infant. Pediatr Clin North Am. 2001 Feb;48(1):87104.
19. World Health Organization. world health statistic. Ganeva; 2011.
20. Solomons NW, Vossenaar M. Nutrient density in complementary feeding of
infants and toddlers. Eur J Clin Nutr. Nature Publishing Group; 2013
May;67(5):5016.

35

21. Padang A. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemberian


MP-ASI Dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. Tesis FKM
USU; 2007.
22. Pardosi R. Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia
Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Medan. Skripsi Fakultas Keperawatan USU; 2009.
23. Onyangoa AW., Borghia E., Onisa M., Casanovasa MC. and Garza C.
Complementary feeding and attained linear growth among 623-month-old
children. Public Health Nutr. 2013;1:19.
24. Ara R, Dipti T, Uddin M. Feeding Practices and its Impact on Nutritional
Status Children Under 2 Years in a Selected Rural Community of Bangladesh.
J Armed Forces. 2013;8(2):2631.
25. Prawitasari T. Kandungan Zat Besi pada Produk Makanan Bayi Siap Saji.
Jurnal Sari Pediatri. Jakarta; 2012.
26. Synnott K, Bogue J, Edwards C a, Scott J a, Higgins S, Norin E, et al.
Parental perceptions of feeding practices in five European countries: an
exploratory study. Eur J Clin Nutr. 2007 Aug;61(8):94656.
27. Khandila S. Pola Pemberi an Asi Dan Mp - Asi Pada Anak 0 - 2 Tahun
DitinjauDari Aspek Sos ial Ekonomi Di Wilayah Pesisir Desa Weujangka
Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2010. Skripsi. Skirpsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utar a. Medan; 2010.
28. Lande B, Andersen LF, Henriksen T, Baerug A, Johansson L, Trygg KU, et al.
Relations between high ponderal index at birth, feeding practices and body
mass index in infancy. Eur J Clin Nutr. 2005 Nov;59(11):12419.
29. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2012.
Banda Aceh: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh; 2013. p. 782.
30. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia
Tahun 2008. Jakarta: Kementerian RI; 2008. p. 910.
31. Badan Pusat Statistik. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2011. Jakarta: BPS;
2011. p. 12.
32. Kusumaningsih TP. Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI
dengan Status Gizi Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Desa Gogik Kecamatan
Unggaran Barat. J MKMI. 2010;25(10):19.
33. IJ. M. Hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI dengan status gizi anak
0-24 bulan. Gajah Mada; 2006.

36

34. Adam A., Faisah SN., Fatmawati. Hubungan Pemberian MP-ASI loal dan
Pola konsumsi dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Lembang
Basokan Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008. J Komun Kesehat. 2012;1(2):1
8.
35. Mamiro PS, Kolsteren P, Roberfroid D, Tatala S, Opsomer AS, Camp JH Van.
Feeding Practices and Factors Contributing to Wasting , Stunting , and Irondeficiency Anaemia among 3-23-month Old Children in Kilosa District ,
Rural Tanzania. J Heal Popul Nutrn. 2005;23(3):22230.
36. Moursi MM, Trche S, Martin-Prvel Y, Maire B, Delpeuch F. Association of
a summary index of child feeding with diet quality and growth of 6-23
months children in urban Madagascar. Eur J Clin Nutr. 2009 Jun;63(6):718
24.
37. Jones AD, Ickes SB, Smith LE, Mbuya MNN, Chasekwa B, Heidkamp R a, et
al. World Health Organization infant and young child feeding indicators and
their associations with child anthropometry: a synthesis of recent findings.
Matern Child Nutr. 2014 Jan;10(1):117.
38. Vitariani. Hubungan Pemberian ASI, Pengganti ASI (PASI) dan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) dengan Status Gizi Bayi Usia 6 9 Bulan.
Diponegoro; 2010. p. 13.
39. Rohmani A. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Pada Anak Usia
1-2 Tahun Di Kelurahan Lamper Tengah Kecamapatan Semarang Selatan
Kota Semarang. J UNIMUS. 2010;1(1):17.

You might also like