You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I
Obat Laksatif-Purgatif
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakologi I
semester tiga dengan dosen mata kuliah Dra. Ganthina S, Apt. M.Si., MH. Roseno S.Si, Apt,
Widyastiwi, Apt. M.Si.

Disusun oleh:

Tia Fitriani Kusuma


Ajeng Septhiani
Syifa Fauziyyah
Ismi Fildzah Putri
Siti Nurmanah
Isnaeni Suryaningsih

(P17335114008)
(P17335114034)
(P17335114040)
(P17335114055)
(P17335114063)
(P17335114068)

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
2015

I.
II.
III.

Judul
Hari, tanggal
Tujuan

: Obat Laksatif-Purgatif
: Selasa, 8 September 2015
:

1. Mengamati pengaruh obat-obat laksatif dan purgatif terhadap saluran


pencernaan mencit.
2. Membedakan mekanisme kerja obat-obat laksatif dan purgatif
IV.

Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Tiga ekor mencit diambil dan diberi nama pada ekornya untuk mencit I, II dan
III.
3. Mencit I ditimbang dan dicatat bobotnya.
4. Dihitung dosis MgSO4 yang dapat diberikan pada mencit I sesuai dengan
bobotnya.
5. Disiapkan kertas saring dan dipotong sesuai dengan luas permukaan alas
toples, kemudian kertas saring ditimbang dan dicatat bobotnya.
6. Disiapkan toples yang telah dialasi dengan kertas saring.
7. Mencit I diberikan cairan MgSO4 sebanyak 0,6 ml secara oral.
8. Dicatat waktu ketika pemberian, mencit didiamkan selama satu jam.
9. Kemudian diamati konsistensi feses mencit, kertas saring dan feses ditimbang.
10. Setelah satu jam, pengamatan konsistensi feses dan bobot feses mencit
dilakukan setiap 10 menit sekali.
11. Mencit II digunakan sebagai kontrol yang diberi aquadest sehingga tidak perlu
ditimbang terlebih dahulu.
12. Cairan yang diberikan adalah aquades sebanyak 0,5 ml secara oral.
13. Mencit II diperlakukan sama seperti mencit I.
14. Mencit III dimatikan dengan cara dislokasi.
15. Diikat semua kaki mencit dengan benang dan diletakkan mencit dengan posisi
terlentang.
16. Digunting kulit pada bagian abdomennya sampai terlihat organ dalam mencit.
17. Dikeluarkan bagian usus mencit dan diikat pada 3 tempat berbeda, panjang
ikatan masing-masing 2 cm.
18. Disuntikan larutan MgSO4 pada 1 bagian usus yang telah diikat sebanyak 0,1
ml.

Kelomp
ok
1
2
3
Kelompo
4k
5
61

2
3
4
5
6

Mencit KeUji
Kontrol
(mg)
(mg)
0
60.5
0
54.3
Mencit
Ke0
271.2
Kontro
73.2
105.92
Uji
l 0
0
0
2
389.4
0

0
0
2
0
4

2
1
1
0
0

19. Disuntikan aquadest pada satu bagian


ikatan yang lain sebanyak 0,1 ml.
20. Usus yang diikat ditetesi larutan NaCl
fisiologis.
21. Diamati perubahan yang terjadi.
V.
Data Pengamatan
Tabel Konsistensi Feses Mencit Kelas 2A
Keterangan:
N
= Normal
LN
= Lembek Normal
L
= Lembek
LC
= Lembek Cair
C
= Cair

1
2
3
4
5

Grafik Konsistensi Feses Mencit


Kelompok 5 Kelas 2A

Uji
Kontrol

Tabel Berat Feses Mencit Kelas 2A

Kelompo
k
1
2
3
4
5
6

Perlakuan
Air
MgSO4
+
++
+
+
+
++
++
+
+
++
+
+++

Grafik Berat Feses Mencit


Kelompok 5 Kelas 2A

Uji
Kontrol

Tabel Volume Usus Mencit yang Disuntikkan MgSO4 dan Aquadest


Keterangan:
- = Normal
+ = Mengembang
++
= Lebih
Mengembang
+++
= Sangat

VI.

Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan dua jenis percobaan, yaitu pertama uji
efektivitas kerja berbagai golongan laksatif dan kedua pegujian cara kerja laksan
MgSO4 di dalam usus. Laksatif adalah obat yang digunakan untuk mempercepat
gerakan makanan melalui saluran cerna. Penggunaan laksatif biasanya ditujukan
untuk mengatasi masalah konstipasi (kesulitan melakukan defekasi secara periodik)
dan penggunaan sebelum prosedur bedah, radiologi, dan endoskopi dimana usus harus
dikosongkan (Brunton, 2008).
Obat-obat laksatif dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

1. Pencahar stimulan dan iritatif.


Contoh : Derivat Diphenylmethane (Bisacodyl), Anthraquinone (senna, cascara),
Castor Oil, Phenolphtalien.
Mempunyai efek menginduksi pergerakan saluran cerna dengan cara menyebabkan
iritasi ringan pada usus halus dan usus besar sehingga menginduksi akumulasi air
dan elektrolit yang menyebabkan motilitas usus meningkat.
2. Pencahar pembentuk massa (bulk laxative)
Contoh : Methyl selullose, bran, psyllium.
Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal dari serat alamiah
seperti psyllium ataupun serat buatan seperti metil selullosa. Keduanya sama efektif
dalam meningkatkan volume tinja (dengan cara membentuk gel di usus besar dan
menyebabkan retensi air) yang akhirnya menyebabkan aktivitas peristaltis pada
usus. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu yang lama tetapi memerlukan
asupan cairan yang cukup.
3. Pencahar osmotik (osmotic laxative).
Contoh : MgSO4, laktulosa, sorbitol, PEG rantai panjang.
Mempunyai efek menahan cairan dalam usus dan mengatur distribusi cairan dalam
tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spons sehingga tinja mudah melewati
usus dengan menstimulasi peristaltik usus.
4. Pencahar emolien atau surfaktan.
Contoh : Dokusat, gliserin dan minyak mineral.
Obat ini mempunyai efek sebagai surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan
feses, sehingga dapat meresap ke dalam feses dan feses menjadi lembek. Atau

sebagai emolien yaitu dengan melapisi feses untuk memperkecil friksi dengan
mukosa usus sehingga mempermudah defekasi.

Gambar : penggolongan dan tempat kerja laksatif (Neal, M.J., 2005)


Laksatif yang digunakan pada percobaan pertama yaitu uji efektivitas kerja
berbagai golongan laksatif antara lain :
1. Laxadine memiliki komposisi sebagai berikut; phenolphtalein 55 mg, paraffin
liquidum 1200 mg, dan glycerin 378 mg. Laxadine merupakan obat laksansia
kombinasi yang bekerja dengan cara merangsang gerakan peristaltik kolon
(phenolphtalein), menghambat reabsorbsi air (glycerin) dan melicinkan jalannya feses
(paraffin liquidum).
2. Dulcolactol mengandung lactulosa 10g/15ml yang merupakan sintetis disakarida dari
galaktosa dan fruktosa yang tahan terhadap aktifitas disaccharidase usus dan termasuk
laksan golongan osmotik. Obat ini dihidrolisis dalam usus menjadi asam lemak rantai
pendek, yang merangsang motilitas kolon pendorong sehingga menarik air ke lumen
secara osmotik (Brunton, 2008).
3. Dulcolax (Bisacodyl 5 mg) merupakan laksansia turunan difenilmetan yang
termasuk golongan laksan iritatif dan stimulan. Obat ini memerlukan hidrolisis oleh
esterase endogen dalam usus untuk aktivasi sehingga efek obat baru dapat dirasakan
setelah 6 jam (Brunton, 2008).

4. Parafin liquid merupakan minyak mineral (campuran hidrokarbon alifatik yang


diperoleh dari petrolatum). Obat ini hanya dapat dicerna dan diserap sampai batas
tertentu. Ketika minyak mineral diberikan secara oral, dalam jangka waktu 2-3 hari
akan menembus dan melunakkan feses dan juga dapat mengganggu penyerapan air
(Brunton, 2008).
5. MgSO4 termasuk laksan golongan osmotik yang bekerja merangsang pelepasan
cholecystokinin, yang membawa cairan ke intraluminal dan mengakumulasi elektrolit
sehingga dapat meningkatkan motilitas usus dan memperlancar defekasi (Brunton,
2008).
6. Oleum Ricini (castor oil) merupakan laksan golongan stimulan dan iritatif yang
mengandung trigliserida yang dihidrolisis dalam usus kecil oleh enzim lipase menjadi
gliserol dan agen aktif (asam risinoleat), yang bekerja terutama pada usus kecil untuk
merangsang sekresi cairan dan elektrolit juga mempercepat waktu transit feses di usus
(Brunton, 2008).
Pada praktikum kali ini, berdasarkan hasil pengamatan kelompok 1-3 selama
60-90 menit setelah pemberian Laxadine, Dulcolactol, dan Dulcolax pada mencit
uji masih belum memberikan efek laksatif karena tidak ada feses yang terbentuk
selama jangka waktu pengamatan. Feses justru terbentuk dari mencit kontrol yang
hanya diberikan aquadest secara oral. Pada pemberian ketiga obat ini wajar jika efek
laksatif belum terjadi karena onset kerja Laxadine dan Dulcolax sekitar 6-8 jam,
sedangkan Dulcolactol sekitar 1-3 hari, (Brunton, 2008) sehingga waktu pengamatan
yang telah dilakukan memang kurang memadai.
Sedangkan pada pengamatan kelompok 4 selama 60-90 menit setelah
pemberian parafin liquid pada mencit uji mulai menghasilkan feses seberat 73,2 g
dengan tingkat konsistensi 2 (lembek normal), dan bobot feses yang dihasilkan mencit
kontrol yaitu 105,92 g dengan tingkat konsistensi 1 (normal). Disini obat mulai
memperlihatkan efek laksatifnya meskipun bobot feses yang dihasilkan mencit uji
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan mencit kontrol, namun dari tingkat
konsistensi feses yang terbentuk dapat terlihat jika pemberian parafin liquid pada
mencit dapat berefek melunakkan feses. Disini Parafin liquid mulai dapat
memberikan efek laksatif meskipun pada teorinya onset kerja Parafin liquid sekitar 13 hari.
Pada pengamatan kelompok kami yaitu kelompok 5, mencit uji yang telah
diberikan MgSO4 selama 60 menit ternyata mati sehingga tidak dapat menghasilkan

data pengamatan sedangkan pengamatan pada mencit kontrol tidak mengeluarkan


feses. Berdasarkan teori, MgSO4 memiliki onset kerja yang paling cepat diantara
laksatif yang lain yaitu sekitar 1-3 jam (Brunton, 2008). Meskipun pada percobaan ini
tidak didapatkan data percobaan, namun pada percobaan kedua dapat terlihat jika
MgSO4 memang memiliki efek yang cepat dalam menambah volume usus.
Hasil pengamatan kelompok 6 selama 60-90 menit setelah pemberian
Oleum ricini (minyak jarak) pada mencit uji mulai menunjukkan efek laksatif yang
sangat baik dengan menghasilkan feses yang cukup banyak yaitu seberat 389,4 g
dengan tingkat konsistensi 4 (lembek cair), perbandingan yang jauh berbeda dengan
mencit kontrol yang tidak menghasilkan feses. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan jika Oleum ricini memiliki onset kerja sekitar 1-3 jam (Brunton, 2008).
Percobaan kedua adalah pengamatan terhadap cara kerja dari MgSO 4 di dalam
usus mencit yang telah disuntikkan larutan MgSO4 di satu bagian dan larutan aquadest
di bagian lain yang dipisahkan dengan cara diikat dengan tali, pengamatan dilakukan
selama 1 jam sambil ditetesi larutan fisiologis NaCl 0,9%. Dari hasil pengamatan
semua kelompok, rata-rata menunjukkan perbandingan yang cukup terlihat dari besar
usus mencit yang disuntikkan MgSO4 terlihat lebih mengembang dan menarik cairan
fisiologis lebih banyak dibandingkan dengan usus mencit yang disuntikkan aquadest.
Hal ini membuktikan bahwa MgSO4 merupakan laksan golongan osmotik yang
bekerja dengan cara menarik cairan secara osmosis ke dalam usus yang menyebabkan
volume usus bertambah sehingga menstimulasi gerak peristaltik usus untuk
mengeluarkan feses.

VII.

Kesimpulan
Berdasarkan data pengamatan pada praktikum uji laksativa kali ini dapat

disimpulkan bahwa :
1. Efektivitas kerja MgSO4 sebagai obat golongan laksatif tidak dapat diamati karena
hewan percobaan mati.
2. Pegujian cara kerja laksan MgSO4 di dalam usus

Bahwa MgSO4/garam inggris merupakan laksan osmotik yang memiliki


kemampuan pencahar dalam menahan atau menarik air. Yang dapat dibuktikan
dengan menggembungnya segmen usus yang disuntikkan MgSO4.

VIII. Daftar Pustaka


Brunton, Laurence, dkk. 2008. Goodman & Gilman's Manual of Pharmacology
and
Therapeutics. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc. Pages 751,753
Tjay, H.T dan Rahardja, Kirana. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Anonim, 2015. Modul Praktikum Farmakologi I

IX.

Lampiran

Gambar : onset kerja laksatif (Brunton, 2008)

Gambar

Keterangan
Usus mencit diikat

Usus

mencit

sebelum

MgSO4 dan aquadest

disuntikkan

Usus mencit disuntik MgSO4 dan


aquadest

Usus mencit setelah disuntikkan MgSO4


dan aquadest

You might also like