You are on page 1of 20

ASKEP DHF (DENGUE HAEMORRAGHIC FEVER)

Kasus :
Seorang pasien berusia 25 tahun dirawat di RS, mengeluh nyeri kepala,
nausea, vomitus, hasil pemeriksaan fisik TD:100/60 mmHg, Nadi: 98 x/menit,
Suhu: 380C, Respirasi: 24 x/menit, TB 150 cm, BB 48 kg, terdapat ptekie pada
tubuh, gusi berdarah. Hasil pemeriksaan biokimia Hb:12,8 g/dl Erit:3,29 jt/ul
Leu:29100 u/l Ht:48% Trom:26000 ribu/ul IgG dan IgM positif demam
dengue Reempleed positif, infuse rl 40 tpm lanjut 20 tpm, anjuran untuk
minum banyak, inj ranitidine 1x1 amp, obat oral,
I. DAFTAR ISTILAH
1. Nausea : Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada
epigastrium dan abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah.
2. Ptekie

: Bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah

3. Vomitus : Keluarnya isi lambung dengan kekuatan bagaikan menyemprot


melalui mulut.
4. Tes Reemple Leed : adalah test dengan melakukan pembendungan pada bagian
lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostic kerapuhan vaskuler dan fungsi
trombosit.
5. IgG

: adalah antibody pertama yang terlibat dengan respon Imunitas

lanjutan. Sering diartikan sebagai puncak respon antibody terhadap antigen.


6. IgM

: adalah antibody pertama yang tercetus pada 20 minggu pertama masa

janin kehidupan seseorang manusia dan berkembang secara fitogenetik.


II. KATA KUNCI
1. Pemeriksaan Ttv :
TD

: 100/60 mmHg

Nadi

: 98 x/menit

Suhu

: 380C

Respirasi: 24x/menit
2. Pemeriksaan lab
Hb

:12,8 g/dL

Erit

:3,29 jt/uL

Leu

:29100 u/L

Ht

:48%

Trom

:26000 ribu/uL

IgG dan IgM positif


Reempleed positif
3. Data tambahan
Data Subjektif :
Klien mengeluh badan panas sudah 5 hari, berkeringat terus menerus,
merasa haus, BAK sedikit berwarna kuning pekat, kepala terasa pusing,
mual muntah, epistasis, nyeri ulu hati, vomitus 3x, badan terasa lemas, ada
bercak merah di badan, serta gusinya berdarah.
Data Objektif :
TD = 100/70 mmHg, N = 94 x/mnt, RR = 24 x/mnt, S = 38 oC TB = 150
cm, BB = 48 kg, badan teraba panas, tampak berkeringat, tampak meringis
sakit kepala, klien tampak mual muntah dan tidak nafsu makan, terdapat
petekie pada tubuh dan gusi berdarah. Terpasang IVFD RL 40 TPM,
kesadaran composmentis, keadaan umum sakit sedang.

III. DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN MENGENAI KASUS


1. Mengapa trombosit pada klien DHF menurun?
Jawaban :
2. Mengapa adanya nyeri kepala pada klien DHF?
Jawaban :
3. Mengapa timbul ptekie dan gusi berdarah pada klien DHF?
Jawaban :

4. Mengapa hasil igg dan igm positif pada klien DHF?


Jawaban :
5. Mengapa hasil reempleed positif pada klien DHF?
Jawaban :
6. Mengapa awal pemberian IVFD 40 tpm selanjutnya 20 tpm pada klien DHF?
Jawaban :
7. Mengapa hasil laboratorium ht 48% sedangkan HB 12,8 pada klien DHF?
Jawaban :
8. Mengapa hasil laboratorium Leu 29.100 pada klien DHF?
Jawaban :
IV. ANALISA KASUS
Melihat tanda dan gejala serta keluhan pasien, hasil lab, terapi yang diberikan dan
pemeriksaan fisik pada klien, kelompok menyimpulkan klien terdiagnosis DHF.
V. KONSEP TEORI
1. Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever) ialah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. (Suriadi, 2001 : 57).
Demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorraghic fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
luekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.
Pada

DBD

terjadi

perembesan

plasma

yang

ditandai

dengan

hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau penumpukan cairan


dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue syok syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Sudoyo Aru dkk,
2009).

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue sebagai berikut:


Derajat
DBD
DD

I
II
III

IV

Gejala

laboratorium

Demam disertai 2 atau


lebih tanda : mialgia,
sakit kepala, nyeri
retro orbital, altralgia

Leucopenia,
Serologi
Trombositopenia,
dengue
tidak
ditemukan positif
bukti
adanya
kebocoran plasma
Gejala diatas ditambah Trombositopenia (<100.000/ul)
uji bending positif
bukti ada kebocoran plasma
Gejala diatas ditambah
pendarahan spontan
Gejala diatas ditambah
kegagalan
sirkulasi
(kulit
dingin
dan
lembab serta gelisah)
Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur

(Nanda, 2013).
B. Etiologi
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotype ini ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak.terdapat reaksi silang antara serotype dengue
dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese encephalitis dan west
nile virus.
Badannya kecil, warnanya hitam dan berbelang-belang, menggigit
pada siang hari, badannya datar saat hinggap, hidup di tempat-tempat yang
gelap (terhindar dari sinar matahari, jarak terbangnya kurang dari 100 M dan
senang menggigit manusia). Aedes Aegypti betina mempunyai kebiasaan

berulang (multi diters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian


dalam waktu singkat.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat berupa asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah
dengue atau sindrom syok dengue (SSD) dan sindrom dengue diperluas.
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah
tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak
mendapat pengobatan adekuat.
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
-

Nyeri kepala

Nyeri retro orbital

Mialgia/altralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)

Leukopenia

- Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang


sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam berdarah dengue
- Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik

- Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa uji tourniquet positif,


ptekie, ekimosis atau purpura, perdarahan mukosa (epistaksis,
perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan, hematemesis
atau melena
- Trombositopenia <100.000/ul
- Kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit
>20% dan penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat
- Tanda kebocoran plasma seperti hipoproteinemia, asites, efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh criteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu penurunan kesadaran, gelisah, nadi cepat, lemah, hipotensi, perfusi
perifer menurun dan kulit dingin-lembab.
D. Tanda dan Gejala
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk.
E. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti,
sehingga tubuh berespon terhadap infeksi virus yaitu demam, sakit kepala, nyeri
otot, nyeri sendi, mual, pembesaran kelenjar getah bening. Reaksi yang amat
berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang oleh tipe virus
dengue namun

dengan serotipe yang

berbeda. Adapun tipe serotipe dengue

tersebut yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, infeksi oleh salah satu jenis
serotipe

tersebut akan memberikan kekebalan seumur hidup, tetapi tidak

menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Setelah virus dengue masuk
kedalam tubuh kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuk kompleks
antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem komplemen.
Akibat aktifasi C3 dan C5, akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran plasma.
Selain itu akibat dari infeksi virus dengue, terjadi depresi sumsum tulang yang
mengakibatkan

turunnya

trombosit,

hemoglobin,

leukosit.

Terjadinya

trombositopenia merupakan faktor terjadinya perdarahan. Adapun manifestasi dari


perdarahan tersebut dapat berupa petekhie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi
sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung,
melena dan juga hematuria masif.

Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
menurun antara hari ke-3 sampai hari ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi
makin lemah, ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan lembab.
Denyut

nadi teraba cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan

sistolik 80 mmHg atau kurang. Jika keadaan tersebut tidak teratasi dengan baik
dapat menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, syok hipovolemik
Dengue Syok Syndrome (DSS) dan kematian.

F. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue
2. Kelainan ginjal
3. Udem paru
G. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif.Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus
DBD.Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokosentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan
Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun
protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa yang berdasarkan
kriteria :
- Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai
atas indikasi.
- Praktis dalam pelaksanaannya.

- Mempertimbangjan cost effectiveness.


Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1.Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa
Syok.
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada penderita DVD atau yang diduga DBD di
Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam
memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat
dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokit (Ht), dan trombosit,
bila :
- Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan ke
Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, Lekosit dan Trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke Unit Gawat darurat.
- Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
- Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
untuk dirawat.
2. Protokol 2.Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di
Ruang Rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif
dan tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid
dengan jumlah seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid
perhari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x BB dalam kg 20)
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg : 1500 + (20 x (55-20)) = 2200
ml. setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
- Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,
trombosit dilakukan tiap 12 jam.

- Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD
dengan peningkatan Ht > 20%.
3. Protokol 3.Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%.
Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami
defisit cairan sebanyak 5%.Pada keadaan ini terapi awal pemberian
cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7
ml/kg/jam.Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian
cairan.Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi
urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian di lakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan
tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam
kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam
tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hemarokrit dan
nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin
menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam
dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan
didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah
teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian
cairan awal.

4. Protokol 4.Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD


Dewasa.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah
perdarahan hidung/epitaksis yang tidak terkendali walaupun telah
diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan
melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok
lainnya.Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan
thrombosis serta hemostasis harus segera dilakukan Ht, dan thrombosis
serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata (KID).
Transfuse komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila
didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfuse
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan
dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa
KID.
5. Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka
hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera
diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravascular yang hilang
harus segera dilakukan.Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh
kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan dan
renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk

kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini dan


penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang
diberikan.Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4
liter/menit.Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas
darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB
dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai
dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20
mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume
yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila
dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5 ml/kgBB/jam.Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 2448 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematocrit tetap
stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus
dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan
infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal
jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus
dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan
(karena selain proses pathogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata
cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh
darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui
apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda
vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium

kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2


ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematocrit dan jumlah
trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum
teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi
20-30 ml/kgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit.Bila
keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila
nilai

hematokrit

meningkat

berarti

perembesan

plasma

masih

berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi


bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal
bleeding) maka pada penderita diberikan transfuse darah segar 10
ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus
mengetahui sifat-sifat cairan tersebut.Pemberian koloid sendiri mulamula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk
memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral
dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30
ml/kgBB (maksimal 1-1,5 m/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral
15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan

koreksi

terhadap

gangguan

asam

basa,

elektrolit,

hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral


penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi
maka dapat diberikan obat inotropik/vasopressor.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1.
2.
3.
4.

Identitas pasien
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang pernah diderita

5. Kondisi lingkungan
6. Pola kebiasaan
7. Data Objektif
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tubuh
tinggi; nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba; sesak nafas;
tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang).
b. Sistem integument
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis atau tidak.
c. Sistem Pernapasan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan
pada sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering
disertai keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan
oksigen.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan
pharingitis karena demam yang tinggi, terdapat suara napas
tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal
dan cepat disertai penurunan kesadaran.
d. Sistem Kardiovaskuler
Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan mendadak demam tinggi 2
7 hari, mengeluh badan terasa lemah, pusing, mual, muntah; derajat
3 dan 4 orang tua / keluarga melaporkan pasien mengalami
penurunan kesadaran, gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan satusatunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 terdapat petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Derajat 3 kulit dingin pada
daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya volume
plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
trombositopenia dan diatesis hemorhagic. Derajat 4 shock, nadi tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
e. Sistem Persarafan

Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 pasien gelisah, cengeng dan rewel


karena demam tinggi dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan
tingkat kesadaran.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 konjungtiva mengalami
perdarahan, dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat
kesadaran, gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek
fisiologis atau patologis sering terjadi.
f. Sistem Pencernaan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah / tidak ada nafsu
makan, haus, sakit menelan, derajat 3 nyeri tekan ulu hati,
konstipasi.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hyperemia
tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri
tekan, sakit menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrium,
hematemisis dan melena.
g. Sistem Perkemihan
Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada
kencing.
Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria),
warna berubah pekat dan berwarna coklat tua pada derajat 3 dan 4.
h. Sistem Muskuloskeletal
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 pasien mengeluh nyeri otot,
persendian dan punggung, pegal seluruh tubuh, mengeluh wajah
memerah, pada derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot / kelemahan
otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 Nyeri pada sendi, otot,
punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat
disertai tanda kesakitan, sedangkan derajat 3 dan 4 pasien
mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kebocoran plasma darah
2. Nyeri akut
3. Hipertermia b.d proses infeksi virus dengue

4. Kekurangan volume cairan b.d pindahnya cairan intravaskuler ke


ekstrasesuler
5. Resiko syok (hypovolemik) b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstrasesuler
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun
7. Resiko perdarahan b.d penurunan factor-faktor pembekuan darah
(trombopenia)
8. Ketidakefektifan pola nafas b.d jalan napas terganggu akibat spasme otot
pernapasan, nyeri, hipoventilasi
C. Intervensi Keperawatan

VI. PEMBAHASAN KASUS DARI PENGKAJIAN


1. Biodata
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Status Perkawinan
Tanggal masuk RS
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis
Alamat

: Tn. O
: 25 tahun
: laki-laki
: Islam
: Kawin
: 25 November 2015, jam 09.50 WIB
: 25 November 2015
: DHF
: cempaka putih I, Jakarta pusat

2. Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Klien mengeluh badan panas sudah 5 hari, berkeringat terus menerus,
merasa haus, BAK sedikit berwarna kuning pekat, kepala terasa pusing,
mual muntah, epistasis, nyeri ulu hati, vomitus 3x, badan terasa lemas, ada
bercak merah di badan, serta gusinya berdarah.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengeluh nyeri kepala, mengeluh mual dan muntah. Terdapat petekie
pada tubuh dan gusi berdarah. Pemeriksaan Lab : DPL Hb : 13.8 g/d,
Leukosit : 29100/mm, Trombosit : 26000/mm, Eritrosit : 3.29 jt/UL, Ht :
48%.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama dan tidak pernah
dirawat di Rumah Sakit
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama saat ini
dengan klien.
E. Kondisi Lingkungan
Klien mengatakan saat ini tinggal di lingkungan yang padat namun bersih.
Klien mengatakan banyak nyamuk dilingkungannya.
3. Data Objektif
A. Keadaan umum
Pasien tampak lemath dengan kesadaran penuh (composmenthis)
B. Kesadaran
E (buka mata)
: 4 (spontan)
M (respon motorik) : 6 (sesuai perintah)
V (respon verbal) : 5 (orientasi baik)
C. Tanda-tanda vital
TD : 100/60 mmHg
N
: 94 x/menit
R
: 24 x/menit
T
: 380C
D. Data antopometri
Berat badan
: 48 kg
Tinggi badan
: 150 cm
E. Pemeriksaan fisik
1. Sistem integument
Tampak kemerahan pada kulit, kulit teraba panas, tampak bintik merah
di kulit lengan dan kaki.
2. Sistem Pernapasan / Respirasi
Frekuensi nafas 24 x/mnt, pergerakan dada simetris, nafas cuping
hidung tidak ada, batuk tidak ada, suara paru vesikuler, ronchi dan
Crakles tidak ada.
3. Sistem Kardiovaskuler

TD: 100/70 mmHg, N: 90 x/mnt, pulsasi lemah, akral hangat, sianosis


(-), Uji torniquet positif.
Sistem Persyarafan / neurologi
Kesadaran baik, Compos mentis, tidak tampak gelisah.
Sistem perkemihan
Frekuensi BAK 6-7 kali/hari, warna urine jernih.
Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Selaput mukosa kering, mual, muntah, nyeri saat menelan, nafsu makan
menurun, porsi makan tidak habis, makan 1-2 sendok. nyeri ulu hati,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesaran limpa (-), pembesaran hati (-),
melena (-).
Sistem muskuluskeletal
Keadaan klien lemah, tidak ada peradangan, pada ekstrimitas atas
sebelah kanan terpasang infuse 40 tpm. Pasien dibantu istrinya saat akan
berjalan ke kamar mandi untuk BAK.
Skala Kekuatan otot
:
5 : mampu melawan gravitasi dengan penahanan penuh
4 : mampu melawan gravitasi dengan penahanan minimal
4
4
3 : mampu melawan gravitasi
2 : mampu melawan gravitasi dengan sokongan
4
4
1 : teraba kontraksi otot
0 : tidak ada gerakan

4.
5.
6.

7.

4. Data Penunjang
A. Terapi pengobatan
-

RL 40 tpm 1 jam pertama selanjutnya RL 20 tpm atau 500cc/6 jam

Injeksi ranitidine 1x1 amp

Obat oral : Sistenol 3x10 mg (k/p)

B. Hasil laboratorium
Pemeriksaan

DPL

IgG dan IgM


5. Analisa Data

Hasil
Hemoglobin : 13,8
Hematokrit : 48%
Leukosit : 29100
Eritrosit : 3,29 jt
Trombosit : 26 rb
Positif

Nilai Normal
13,00-16,00 gr/dl
40-48%
5000-10.000/mm3
3,8-5,9 jt
150.-400.rb/mm3

No
1

Data
DS :
- Klien mengeluh lemas
- Klien mengatakan BAK
sedikit berwarna kuning
pekat
- Klien mengatakan badan
berkeringat terus
- Klien mengeluh haus terus
- Klien mengatakan muntah 3x
DO :
- Tampak berkeringat
- Suhu 38oC
- Mukosa kering
- TD 100/70 mmHg
- HT 48%
- Nadi 94 x/menit
- Terpasang IVFD RL 500cc/6
jam/40 tpm

Masalah
Kekurangan
volume cairan

Etiologi
pindahnya
cairan
intravaskuler ke
ekstrasesuler

DS :
Klien mengatakan demam sejak
5 hari
DO :
- Kulit tampak kemerahan
- Kulit teraba hangat
- Suhu 38oC
- RR 24 x/menit

Hipertermia

proses infeksi
virus dengue

DS :
- Klien mengeluh mual dan
muntah
- Klien mengatakan nafsu
makan menurun
- Klien mengatakan nyeri di
ulu hati
- Klien mengeluh lemas
DO :
- Selaput mukosa kering
- Nyeri tekan pada epigastrik
- Porsi makan tidak habis
- BB = 48 kg

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

intake nutrisi
yang tidak
adekuat akibat
mual dan nafsu
makan yang
menurun

Faktor Resiko :

Resiko syok

perdarahan yang

Klien mengatakan demam


sudah 5 hari
- Terdapat petekie pada tubuh
- Gusi berdarah
- Trombositopenia
- Leukopenia
TTV
- TD : 100/70 mmHg
- N : 94 x/mnt
- Suhu : 38oC
- RR : 24 x/mnt
Hasil lab :
- Hemoglobin : 13,8
- Hematokrit : 48%
- Leukosit : 29100
- Eritrosit : 3,29 jt
- Trombosit : 26 rb
- Ig(G) dan Ig(M) positif
- Rumple leed positif

(hypovolemik)

berlebihan,
pindahnya
cairan
intravaskuler ke
ekstrasesuler

6. Diagnose Keperawatan
A. Kekurangan volume cairan b.d pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstrasesuler
B. Hipertermia b.d proses infeksi virus dengue
C. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun
D. Resiko syok (hypovolemik) b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstrasesuler
7. Intervensi Keperawatan

You might also like