Professional Documents
Culture Documents
Penyusun :
Ayu Zahera Adnan, S.Ked
(0918011035)
Pembimbing :
dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F
KEPANITERAAN KLINIK
KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG
2014
REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Nama Dokter Muda / NPM : Ayu Zahera Adnan/ 0918011035
Stase
1. Jenis Kasus
Kasus yang akan di bahas dan di refleksikan oleh penulis pada kesempatan ini
yaitu Tetanus pada Anak. Kasus ini merupakan kasus yang sederhana
namun seringkali terjadi di daerah pedalaman dimana dokter umum perlu
menguasai, menatalaksana hingga memberi edukasi pada kejadian kasus ini.
Oleh karena itu penulis akan membahas secara ringkas dan mengambil halhal penting yang berguna kedepannya bagi pembaca secara umum dan bagi
penulis sendiri secara khususnya.
2. Alasan Memilih Kasus
Pemilihan dilakukan penulis dikarenakan kasus ini terjadi langsung
dihadapan penulis dan merupakan kasus sederhana namun seringkali terjadi
di daerah pedalaman dimana dokter umum perlu menguasai, menatalaksana
hingga memberi edukasi pada penderita kasus ini. Kasus ini terjadi 1 tahun
yang lalu di SMF Anak RSUAM Bandar Lampung.
Pasien datang dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 1 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien pernah mengalami luka akibat tertusuk paku berkarat
seminggu yang lalu. Kemudian pasien mengeluhkan adanya demam yang
berlanjut hingga kejang. Pasien langsung dilarikan ke RSAM namun
sebelumnya pasien telah meminum obat-obat warung untuk menurunkan
panas. Pasien masuk pertama kali melalui ruang UGD dan ditangani hingga
kondisi stabil, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal rawat inap.
Penulis menerima pasien siang hari, dan pasien langsung dikonsultasikan
kepada konsulen ruangan. Perencanaan terapi yang diberikan oleh spesialis
anak sudah sesuai dengan protokol terapi. Namun setelah resep obat ditebus
pasien tidak menerima semua obat yang telah diresepkan dari apotik.
Persediaan stok obat habis, yaitu obat anti tetanus serum. Sehingga pasien
hanya mendapat terapi nutrisi, antibiotik, dan anti kejang di ruangan. Usaha
untuk mengalihrawatkan pasien ke bangsal perawatan intensif sudah
dilakukan namun karena keterbatasan fasilitas, pasien tidak dapat dialih
rawat. Pasien sempat mendapat perawatan selama 1 hari di bangsal anak
sebelum kemudian pasien meninggal akibat depresi pernapasan pada sore
harinya.
a. Konsulen
Pasien ini telah dikonsultasikan kepada konsulen perihal tidak
tersedianya anti tetanus serum di ruang UGD. Namun dikarenakan
kondisi pasien telah dianggap stabil, maka pasien dipindahkan ke
bangsal rawat inap. Sedangkan penanganan di bangsal, terapi yang
telah direncanakan sesuai protokol, tidak dapat dijalankan akibat tidak
tersedianya ATS baik di apotik maupun di bangsal sehingga intoksikasi
tetanospasmin dalam tubuh pasien tidak dapat dihentikan meskipun
pemberian antibiotik untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang
memproduksi toksin sudah cukup adekuat. Kekakuan otot (spasme)
tidak dapat dicegah. Pemberian anti kejang sekaligus muscle relaxant
hanya bersifat simtomatis dan tidak menyelesaikan permasalahan
kausal pada pasien ini.
Konsulen juga telah mengusahakan dengan melaporkan habisnya
ketersediaan ATS di rumah sakit kepada dinas kesehatan propinsi.
Namun ketersediaan ATS dari dinas pun juga habis. Sehingga pasien
diberikan inform consent mengenai hal ini.
b. Fasilitas Kesehatan
Tempat kejadian ini merupakan rumah sakit propinsi tipe B dimana
kelengkapan fasilitasnya belum bisa terbilang sempurna. Sehingga
kebutuhan akan alat bantu pernapasan yang dapat menunjang hidup
pasien tidak didapatkan. Hal ini kemudian segera diterangkan kepada
keluarga pasien, dan keluarga pasien dapat menerima kondisi tersebut.
c. Sejawat
Saat kasus terjadi, penulis bergantian mengobservasi pasien dengan
seorang sejawat. Pemberian terapi anti kejang dan antibiotic telah
dilakukan sesuai dengan intruksi konsulen. Perawatan luka, dan
kebutuhan nutrisi pasien juga sudah disesuaikan dengan asuhan
keperawatan.
d. Keluarga Pasien
Keluarga pasien cukup kooperatif dalam membantu baik dokter,
perawat, dan konsulen dalam menangani pasien. Keluarga pasien telah
diberikan inform consent mengenai kondisi pasien dan keluarga pasien
juga mengerti dan turut membantu dalam mencegah terjadinya
perburukan kondisi pasien.
6. Langkah anda jika mengalami kasus serupa
Dokter Pembimbing