You are on page 1of 68

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

KERTAS KERJA PERORANGAN

ANALISA TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN DOKUMEN PERSYARATAN


PEMBUATAN DOKUMEN PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA

Oleh :
AFIF NUR ANSHARI, SH
NIP.198904262008011001

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
AKADEMI IMIGRASI
DEPOK
2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................ v

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah....................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................. 7
1.3.1. Tujuan Praktis .......................................................... 7
1.3.1. Tujuan Teoritis.......................................................... 8
1.4 Kegunaan Penulisan ............................................................ 8
1.4.1. Kegunaan Teoritis .................................................... 8
1.4.2. Kegunaan Praktis ..................................................... 9
1.5 Metode Penulisan ................................................................ 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Hukum ....................................................................... 11
2.2 Teori - teori .......................................................................... 11
2.5 Kerangka Pemikiran............................................................. 33

BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN


3.1 Akibat Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Paspor ................ 34
3.2 Dokumen yang Rentan untuk Dipalsukan ............................ 39
3.2 Undang Undang yang Terdapat Kaitannya dengan Kejahatan Pemalsuan
Dokumen Persyaratan Pembuatan DPRI ...................................... 41

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan .......................................................................... 48
4.2 Saran ................................................................................... 49

DAFTAR PUSAKA ............................................................................................... 51


LAMPIRAN

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT dzat yang kita sembah yang menguasai langit
dan bumi. Yang menggantikan siang dan malam dan malam dengan siang. Yang maha
segalanya dan hanya ditangan-Nyalah semua rahasia kehidupan tersimpan karena atas
rahmat dan ridha-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Kertas Kerja Perorangan (KKP)
dengan judul ANALISA TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN DOKUMEN
PERSYARATAN PEMBUATAN DOKUMEN PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA.
Kertas Kerja Perorangan disusun guna melengkapi persyaratan akhir dalam mengikuti
Pendidikan

Khusus

Keimigrasia

angkatan

II

pada

Akademi

Imigrasi

Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I

Kertas Kerja Perorangan ini tersusun atas bantuan dari berbagai pihak utamanya
rekan rekan seangkatan pada Pendidikan Khusus Keimigrasian angkatan II. Penulis
menyadari bahwa Kertas Kerja Perorangan ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak
lepas dari keterbatasan dan kemampuan ilmu yang dimiliki oleh penulis. Segala kritik dan
saran yang bersifat membangun akan penulis jadikan acuan dalam penulisan penulisan
lainnya

Kertas Kerja Perorangan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan
serta kerendahan hati dosen, pembimbing maupun pembina pada Akademi Imigrasi.
Terima kasih yang sebesar besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian Kertas Kerja Perorangan ini terutama kepada :
1. Bapak Y. Ambeg Paramarta, SH., M.Si selaku Kepala Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM R.I;
2. Bapak M. Yanis, SH., M.Hum., selaku Direktur Akademi Imigrasi;
3. Bapak Andry Indrady, MPA.,Ph.d selaku pembimbing materi penulian Kertas Kerja
Perorangan ini;
4. Ibu Rustriningsih Sesanti Lestari, SE.,M.Si., Selaku Kepala Sub Bagian
Adiministrasi Umum (ADUM) Akademi Imigrasi;
5. Bapak Gusti Bagus M Ibrahim. S, S.IP.,M.Si, selaku Kepala Sub Bagian
Administrasi Akademik dan Ketarunaan (ADAK) Akademi Imigrasi;

6. Ibu Ika Rahmawati, S.IP, Selaku Kepala Urusan Ketarunaan pada Akademi
Imigrasi;
7. Bapak Charles Christian Amd.IM, SH.,MH. Selaku pembimbing teknis penulisan
Kertas Kerja Perorangan juga selaku Kepala Urusan Akademik pada Akademi
Imigrasi;
8. Bapak Ritus Ramadhana, Amd.IM, SH selaku pembina wali siswa Pendidikan
Khusus Keimigrasian angkatan II;
9. Bapak Sofian Pringgo Prasetyo, Amd.IM, SH selaku pengganti pembina wali siswa
Pendidikan Khusus Keimigrasian angkatan II;
10. Seluruh Pembina di Akademi Imigrasi yang selalu membina kami baik fisik
maupun mental;
11. Seluruh jajaran staf karyawan dan karyawati pada Akademi Imigrasi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu;
12. Rekan rekan Pendidikan Khusus Keimigrasian angkatan II, terimakasih untuk 1
tahun ini, kita menjadi keluarga karena pendidikan ini;
13. Kepada keluarga yang selalu saya rindukan ayah, mama, dan alfi (adik) saya
terimakasih banyak telah memberikan bantuan doa, dukungan dan materi
sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan ini hingga tuntas;
14. Kepada Renanthera Griya Pramiswari, S.Sos, motivator penulis dalam menulis
Kertas Kerja Perorangan ini dan penyemangat serta insya allah pendamping
kehidupanku;
15. Dan kepada semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan Kertas Kerja
Perorangan ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

Akhir kata, sempurna hanya milik Allah SWT penguasa alam semesta, kiranya
pembaca dapat menyampaikan saran dan kritik untuk perbaikan di masa depan semoga
Kertas Kerja Perorangan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Depok, November 2013
Penulis

AFIF NUR ANSHARI, SH


NIP. 198904262008011001

ANALISA TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN DOKUMEN PERSYARATAN


PEMBUATAN DOKUMEN PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA
Afif Nur Anshari1, Andry Indrady2, Charles Christan3
Akademi Imigrasi
BPSDM Hukum dan HAM
afif.anshari@gmail.com
Kertas Kerja Perorangan ini mengenai kejahatan pemalsuan dokumen
persyaratan pembuatan dokumen perjalanan Indonesia. Globalisasi di segala aspek
kehidupan manusia secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan manusia dari
suatu wilayah ke wilayah tertentu baik bersifat nasional maupun bersifat internasional
perpindan manusia ini dengan motif motif tertentu. Negara Indonesia sebagai negara
berkembang dimana pendapatan per kapita negara Indonesia masih belum memenuhi
kebutuhan warga negaranya sehingga faktor tersebut mendorong sebagian warga
negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dinegara lain. Dalam hal tersebut
banyak oknum masyarakat memanfaatkan peristiwa tersebut untuk melakukan tindak
kejahatan perdagangan manusia dimana sangat berhubungan erat dengan istansi
keimigrasian yang dalam hal ini sebagai instansi

yang mengeluarkan Dokumen

Perjalanan Republik Indonesia berdasarkan studi kasus yang dilakukan penulis dokumen
persyaratan pembuatan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia banyak dipalsukan
guna motif tertentu salah satunya berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis memaparkan unsur unsur yang
dapat dikategorikan unsur perbuatan pidana atas pemalsuan dokumen perjalanan dan
menjelaskan keterkaitan undang undang selain undang undang nomor 6 tahun 2011
tentang Keimigrasian mengenai tindak pidana pemalsuan dokumen persyaratan

Siswa Pendidikan Khusus Keimigrasian Angkatan II;


Pembimbing materi penulisan, Dosen pada Akademi Imigrasi;
3
Pembimbing Teknis, Kepala Urusan Administrasi Akademik Akademi Imigrasi
2

pembuatan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia serta memberikan pemahaman


akan akibat hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen.
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris
dimana penelitian ini merupakan penelitian hukum sebagai sumber data primer.
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai bahan masukan bagi pemerintah
utamanya Direktorat Jenderal Imigrasi tentang bagaimana menciptakan pengamanan
paspor RI untuk meminimalisir terjadinya pemalsuan dokumen persyaratan.

Kata kunci : Pemalsuan, Dokumen Persyaratan, pengamanan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambahan penduduk dunia yang terjadi saat ini disebabkan oleh meningkatnya
kualitas pelayanan kesehatan dan harapan hidup manusia yang menyebabkan
meningkatnya populasi hidup yang tidak merata. Hal ini mengakibatkan timbulnya
permasalahan permasalahan baru di berbagai sektor kehidupan. Kesenjangan
pendapatan antar wilayah nasional bahkan antar wilayah regional dan internasional
dipengaruhi oleh perbedan tingkat kepadatan penduduk dan didorong oleh faktor
perbedaan tingkat pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan serta perkembangan
teknologi.
Dampak dari peningkatan angka pertumbuhan penduduk dunia yang tidak seimbang
dengan penyediaan lapangan kerja baru yang berakibat secara akumulatif meningkatkan
angka pengangguran. Ketidakseimbangan ini memberikan peluang kepada negara maju
dan negara berkembang seperti Indonesia untuk memiliki tingkat penguasaan teknologi
dan tingkat edukasi yang lebih tinggi dan memadai dalam mengatasi masalah yang
dihadapi dengan lebih baik. Hal ini akan mempengaruhi pergerakan manusia tidak saja
dalam lingkup domestik, regional namun juga internasional (memasuki wilayah negara
lain). Pergerakan lalu lintas manusia antar negara disadari sebagai konsep globalisasi
yang berkembang saat ini. Membawa dampak tidak saja terhadap kajian yang
berhubungan dengan isu ekonomi namun juga terhadap fenomena demografi khususnya
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan migrasi internasional, hal ini menjadi sangat

penting bagi imigrasi sebagai garda terdepan dalam melakukan penegakan kedaulatan
terhadap Negara.
Pada ruang lingkup keimigrasian, terdapat norma-norma atau kaidah-kaidah yang
senantiasa hidup dan diwujudkan didalam suatu hukum keimigrasian. Didalam sistem
hukum nasional, hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum administrasi negara
yang

terlihat

dari

fungsi

keimigrasian

yang

dilaksanakannya,

yaitu

fungsi

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat dan bukan fungsi pembentuk


undang-undang dan peradilan. Dengan demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam
perspektif hukum administrasi negara4.
Luas lingkup tugas keimigrasian saat ini tidak hanya mencakup pengaturan,
penyelenggaraan masuk dan keluar orang dari dan kedalam wilayah Indonesia serta
pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah bertalian juga
dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang masuk
wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan terjadinya tindak
pidana keimigrasian, serta pengaturan prosedur keimigrasian, mekanisme pemberian
izin keimigrasian sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif yaitu fungsi
administrasi negara dan pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan
merupakan bagian dari bidang hukum administrasi negara5.
Dalam praktek penyelenggaraan hukum keimigrasian, tentunya tidak semua
permasalahan bidang keimigrasian dapat berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan
keimigrasian, banyak sekali terjadi pelanggaran, kejahatan maupun penyimpangan
dalam bidang keimigrasian. Globalisasi akhir akhir ini yang didukung perkembangan

M. Iman Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan


Nasional, (UI Press, 2004), hlm. 1.
5
Ibid.

teknologi dan struktur masyarakat internasional memiliki relevansi terhadap munculnya


bentuk-bentuk kejahatan transnasional, termasuk didalamnya organisasi-organisasi
sebagai wadahnya. Bentuk jenis kejahatan ini lebih dikenal dengan nama kejahatan
transnasional (transnational crime), yang ternyata dalam faktanya terdapat struktur
maupun organizer-nya, sehingga dikenal dengan sebutan kejahatan transnasional
terorganisasi (transnational organized crime), seperti korupsi, pencucian uang (moneylaundering), penyelundupan orang (smuggling of migrants), perdagangan manusia
khususnya wanita dan anak-anak (trafficking in persons espcially women and children),
perdagangan senjata gelap (illicit trafficking in firearms), dan terorisme. Oleh karena itu
perlu adanya kerjasama antar negara baik yang bersifat bilateral dan multilateral untuk
mencegah, memberantas, memerangi kejahatan yang bersifat transnasional dan
terorganisasi.
Salah satu kasus yang hangat baru baru ini adalah kasus penggunaan paspor atas
nama syafruddin yang digunakan oleh M. Nazaruddin tersangka kasus suap wisma atlet
dimana M. Nazaruddin menggunakan paspor atas nama syafruddin untuk bepergian
keluar negeri dan kasus Gayus Tambunan yang menggunakan paspor palsu untuk
bepergian keluar negeri. Namun yang paling marak saat ini adalah calon TKI yang
menggunakan data dukung palsu dalam pembuatan dokumen perjalanan.
Kasus penggunaan dokumen palsu telah menjadi permasalahan di dalam kehidupan
manusia, pelaku pengguna dokumen palsu dapat merugikan karena berhubungan
dengan tindak kejahatan berupa penipuan dan akses akses illegal. Penggunaan
identitas palsu melalui dokumen yang dimilikinya memiliki maksud maksud kejahatan
yang dapat mengganggu tatanan perekonomian dan keamanan, sedangkan penggunaan
identitas palsu selalu berkaitan dengan dokumen palsu diantaranya dapat berupa paspor
atau dokumen identitas curian lainnya. Penggunaan dokumen perjalanan palsu menjadi

salah satu cara bagi para pelaku kejahatan transnasional terorganisir dalam
melaksanakan kegiatannya. Karena dokumen perjalanan merupakan dokumen yang
wajib dimiliki oleh pelintas batas antar negara. Untuk menandakan keabsahan ijin masuk
dan ijin tinggal di negara yang dikunjungi maka di dalam dokumen perjalanan terdapat
catatan resmi dari otoritas negara yang dikunjungi berupa stempel, stiker atau catatan
berupa tulisan tangan petugas.
Perbuatan pemalsuan sesungguhnya baru dikenal didalam suatu masyarakat yang
sudah maju, dimana data-data/ surat, uang logam, merek atau tanda tertentu
dipergunakan untuk mempermudah lalu lintas hubungan di dalam masyarakat.
Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejatahan
Penipuan, hingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan
tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran
tentang sesuatu gambaran atas barang (c.q. surat) seakan-akan asli atau benar,
sedangkan sesungguhnya atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Karena gambaran
data ini orang lain terpedaya dan percaya bahwa keadaan yang digambarkan atas
barang,surat atau data tersebut adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan atau
data terjadi apabila isinya atau datanya tidak benar.6
Tindak pidana pemalsuan dokumen keimigrasian, yakni paspor, merupakan tindak
pidana yang merugikan negara. Tindakan penyidikan sampai pada putusan penerapan
sanksi pidana merupakan rangkaian hasil kegiatan pengawasan imigrasi. Untuk menjaga
dan memastikan agar semua orang yang keluar/masuk dari dan ke suatu Negara
mematuhi semua ketentuan keimigrasian. Setiap administrasi keimigrasian harus
melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan imigrasi harus meliputi seluruh

H. A. K. Moch Anwar, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 128.

pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas imigrasi dalam perundangundangannya yaitu memeriksa, penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan
penyitaan, penangkapan, dan lain-lain.
Setiap tahun angka kriminalitas penggunaan dokumen palsu semakin meningkat.
Penggunaan dokumen palsu telah menjadi polemik bagi tiap tiap negara. Sistem
keamanan pada dokumen perjalanan saat ini memungkinkan pihak Imigrasi untuk
menanggulangi dan mencegah para pelaku tindak pidana menggunakan sarana
dokumen perjalanan untuk melakukan tindak kejahatannya. Namun sekali lagi, teknologi
pasti memiliki kelemahan. Hal ini dapat di buktikan dengan semakin seringnya di temukan
modus modus baru dalam pemalsuan dokumen perjalanan yang sangat bervariasi.
Pemeriksaan dokumen merupakan salah satu dari tugas penting imigrasi didalam
pelayanan keimigrasian. Karena didalamnya terdapat mekanisme pengamanan untuk
mencegah penggunaan dokumen palsu yang berpotensi merugikan
Sehubungan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul ANALISA
TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN DOKUMEN PERSYARATAN PEMBUATAN
DOKUMEN PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA .

1.2 IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan judul diatas, penulis ingin menyajikan pembahasan yang mengacu pada
rumusan masalah. Masalah yang hendak diteliti adalah :

1. Bagaimana akibat hukum terhadap pemalsuan dokumen persyaratan dokumen


perjalanan (paspor)?
2. Dokumen persyaratan DPRI apa saja yang rentan untuk dipalsukan?
3. Undang undang apa saja yang dapat dikaitkan dengan kejahatan pemalsuan
dokumen persyaratan DPRI?

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut penulis menggunakan istilah pemalsuan


dokumen atau dokumen palsu yang memiliki batasan setiap dokumen yang didapatkan
dengan memberikan keterangan atau data yang tidak benar, atau dokumen yang
telah mengalami perubahan dari bentuk aslinya baik keseluruhan ataupun
sebagian dan dokumen yang secara keseluruhan merupakan bentuk duplikasi dari
bentuk aslinya
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1. Tujuan Praktis
Secara umum penulisan KKP ini dibuat dengan tujuan sebagai tugas akhir
Pendidikan Khusus Keimigrasian (Diksuskim), sekaligus sebagai salah satu persyaratan
yang harus dilengkapi oleh semua Siswa Pendidikan Khusus Keimigrasian (Diksuskim)
Angkatan II untuk dapat dinyatakan lulus dari program pendidikan di Akademi Imigrasi
dan sarana dalam menerapkan ilmu yang diperoleh oleh penulis selama mengikuti
Pendidikan Khusus Keimigrasian.
1.3.2 Tujuan Teoritis
Secara teoritis ada tiga tujuan yang ingin di capai dalam melakukan penelitian ini,
yaitu :

a. Memaparkan unsur unsur apa saja yang dapat dikategorikan unsur


perbuatan pidana atas pemalsuan dokumen perjalanan;
b. Memberikan penjelasan atas keterkaitan kejahatan pemalsuan
dokumen perjalanan dengan undang undang lain selain undang
undang Nomor 6 tahun 2011;
c. Memberikan pemahaman akan akibat hukum yang terjadi terhadap
pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen;

1.4 KEGUNAAN PENULISAN


1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut :
a.

Sumbangsih pemikiran terhadap jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi


Manusia pada umumnya dan jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi pada
khususnya agar dapat menjalankan tugas Keimigrasian dengan baik;

b.

Sebagai bahan masukan bagi jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi tentag


pelaksanaan pengawasan Dokumen Perjalanan baik bagi orang asing maupun
dokumen perjalanan bagi orang Indonesia sehingga dapat diawasi secara
optimal;

c.

Sebagai bahan masukan bagi jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi tentang


bagaimana solusi untuk menciptakan pengaman pada Paspor RI untuk
meminimalisir terjadinya pemalsuan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan secara praktis yaitu sebagai salah satu prasyarat untuk dapat di nyatakan
lulus dari program Pendidikan Khusus Keimigrasian Angkatan Kedua (DIKSUSKIM II).
1.5 METODE PENULISAN
1.5.1 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitan ini adalah penelian empiris
dimana penelitian ini merupakan penelitian hukum sebagai sumber data primer. Dengan
menggunakan metode pengumpulan data, yaitu:
1. Metode Library Research atau studi kepustakaan, yaitu dengan membaca berbagai
buku, literatur, diktat dan peraturan perundang-undangan dalam lingkup Keimigrasian
2. Metode Grounded Research atau pengamatan lapangan dengan mengamati dan
meneliti keadaan serta kejadian yang terjadi di lapangan mengenai pemeriksaan
Paspor RI
3. Metode Interview atau wawancara, yaitu mengadakan wawancara dengan
narasumber yang dalam hal ini adalah Pejabat Imigrasi yang berkaitan dengan
penerbitan Paspor RI.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Hukum
Dasar Hukum yang digunakan dalam KKP ini meliputi:
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP);
2. Undang undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;
4. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.01-IZ.03.10 Tahun 1995
tentang Paspor Biasa, Paspor Untuk Orang Asing, Surat Perjalanan Laksana
Paspor Untuk Warga Negara Indonesia dan Surat Perjalanan Laksana Paspor
Untuk Orang Asing serta perubahannya hingga yang terakhir tahun 2008;
5. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-891.GR.01.01 Tahun 2008
tentang Standar Operasional Prosedur Sistem Penerbitan Surat Perjalanan
Republik Indonesia; dan
6. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-459.GR.01.02 Tahun 2011
tentang Standar Operasional Prosedur Border Control Management.

2.2 Teori teori


Teori yang digunakan dalam KKP ini meliputi:
1. Keimigrasian

Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar
Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatan negara7.
Keimigrasian menyangkut perpindahan orang dari suatu negara ke negara
lain yang berarti terjadi lalu-lintas antar negara. Setiap negara yang mengalami
lalu-lintas tersebut, akan dilakukan tindakan berkaitan dengan keimigrasian.
Pengawasan WNA serta WNI di indonesia meliputi pengawasan terhadap
masuk dan keluarnya orang ke atau dari wilayah Indonesia. Pengawasan
terhadap masuk dan keluarnya orang ke dan dari wilayah Republik Indonesia
dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI).
Secara operasional peran keimigrasian tersebut dapat diterjemahkan ke
dalam konsep Tri Fungsi Imigrasi. Dalam operasionalisasinya, Direktorat
Jenderal Imigrasi harus selalu melaksanakan Trifungsi Imigrasi, yaitu:
a. Fungsi Pelayanan Keimigrasian;
b. Fungsi Penegakan Hukum dan Keamanan negara; serta
c. Fungsi Fasilitator Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat.
2. Keamanan
Keamanan jika diartikan secara umum adalah kondisi atau perasaan aman
dari kekerasan atau bahaya. Konsep keamanan telah banyak diperdebatkan
oleh para ahli hubungan internasional. Kaum realis menganggap bahwa
keamanan didasari pada konsep power dan peace. Adapun kaum idealis

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimiigrasian, Pasal 1 Angka 1.

menganggap keamanan sebagai konsekuensi dari damai, dimana kedamaian


abadi akan menghasilkan keamanan bagi sesama.
Secara etimologi konsep keamanan (Security) berasal dari bahasa Latin
securus (se+cura) yang bermakna terbebas dari bahaya, terbebas dari
ketakutan (free from danger, free from fear). Kata ini juga bisa bermakna dari
gabungan kata se (yang berarti tanpa/without) dan curus (yang berarti uneasiness), sehingga bila digabungkan dengan kata ini bermakna liberation from
uneasiness, or a peaceful situation without any risk or threats.8Dalam hubungan
internasional, setiap aktor akan mempertaruhkan segalanya demi pencapaian
keamanan (nasional).
Menurut Walter Lippman, Keamanan adalah a nation is secure to the extent
to which it is not in danger of having to sacrifice core values if it wishes to avoid
war, and is able, if challenged, to mantain them by victory in such a war.9 Walter
Lippman merangkum kecenderungan ini dengan menyetakan bahwa suatu
negara berada dalam keadaan aman selama negara itu tidak dapat dipaksa
untuk megorbankan nilai-nilai yang dianggapnya penting dan dapat menghndari
perang atau jika terpaksa harus melakukan peperangan dapat keluar sebagai
pemenang.10
Dalam realisme, elemen-elemen utama dalam hubungan internasional
terdiri dari beberapa gagasan utama, yakni aktor dominan tetap berada pada
negara-bangsa (nation-state), kepentingan nasional merupakan aspek utama
yang harus diraih setiap negara-bangsa untuk bisa tetap suvive dengan hirauan

Yulius P.Hermawan,2007.Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional:Aktor , Isu dan Metodologi


Yogyakarta:Graha Ilmu.Hal.26
9
Anak Agung Banyu Perwita an Y.M.Yani.Log.cit.Hal.121
10
Cornie R.Bakrie.2010. Membangun Kekuatan Sistem Pertahanan dan Postur TNI dalam Majalah Pemikiran
Sosial Ekonomi.Jakarta:LP3ES.Hal. 133

utama pada isu high politics, seperti keamanan melalui instument military power.
Bahkan setiap negara akan selalu berupaya untuk memaksimalkan posisi
kekuatan (power) relatifnya dibandingkan negara lainnya atau setidaknya
tercipta balance of power.11 Semakin besar jaminan militernya, maka semakin
besar pula jaminan keamanan yang dimiliki negara tersebut.
Adapun, konsep mengenai keamanan internasional adalah usaha yang
dijalankan oleh badan nasional dan internasional, seperti PBB, untuk
memastikan keselamatan dan keamanan. Usaha ini termasuk aksi militer dan
persetujuan diplomatik seperti treaty dan convention. Keamanan nasional
dan internasional saling berhubungan, karena bila keamanan nasional akan
mudah

menyebar

menjadi

masalah

keamanan

internasional.

Sedang,

keamanan nasional menunjuk ke kebijakan publik untuk memastikan


keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan kuasa ekonomi dan
militer dan perjalanan diplomasi, baik dalam damai dan perang.

3. Pemalsuan dan Pemalsuan Dokumen


Black law memberikan definisi fraud sebagai berikut :
An Intentional perversion of truth for the purpose of inducing another in reliance
upon it to part with some valuable thing belonging to him or to surrender a legal
right. A false representation of a matter of fact, wether by word or by conduct, by
false or misleading allegations, or by concealment of that which should have been
disclosed, which deceives and is intended to deceive another so that he shall act
upon it to his legal injury. Anything calculated to deceive, whether by a single act
or combination, or by suppression of truth, or suggestion of what is false, whether
it be by direct falsehood or innuendo, by speech or silent, word of mouth or look
or gesture12

11
12

Ibid, hal 27
http://facultystaff.lamar.edu/human-resources/hr-manual-sec2-24.html

National care anti fraud Association (NHCAA) sebuah lembaga yang


menangani permasalahan fraud dibidang perawatan

kesehatan di Amerika

memberikan definisi fraud sebagai berikut :


An intentional deception or misrepretion that the individual or entity makes,
knowing that the misrepresentation could result in some unauthorized benefit to
the individual, or the entyti, or to another party.
Kamus asuransi yang menjadi panduan bagi praktisi asuransi di Indonesia
menyamakan pengertian fraud dengan tindak pidana penipuan, dan memberi
pengertian fraud sebagai :
Tindakan penipuan, misrepresentasi fakta yang dibuat secara sengaja, dengan
maksud orang lain mempercayai fakta itu dan akibatnya orang lain menderita
kesukaran keuangan.
Adapun dokumen menurut Louis Gottschalk (1986 : 38) seringkali
digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu pertama, berarti sumber tertulis
bagi informasi sejarah sebagai kebalikan dari kesaksian lisan, artefak,
peninggalan peninggalan terlukis, dan petilasan petilasan arkeologis.
Pengertian kedua diperuntukan bagi surat surat resmi dan surat surat negara
seperti surat perjanjian, undang undang, hibah, konsesi dan lainnya.
Sedangkan menurut Poerwadarminta, W.J.S Kamus umum Bahasa Indonesia.
(2007), Dokumen adalah sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai
sebagai bukti atau keterangan (seperti akta kelahiran, surat nikah, surat
perjanjian).
Pengertian pemalsuan dokumen mengandung dua makna yakni perbuatan
membuat surat palsu atau memalsu surat. Membuat surat palsu adalah membuat
sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu, sedangkan memalsu
surat adalah perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang

tidak berhak atas surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain
/ berbeda dengan isi surat semula.
Perbuatan pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap
dua norma dasar13 :
a. Kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam
kelompok kejahatan penipuan;
b. Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok
kejahatan terhadap Negara/ ketertiban umum.
Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok
kejahatan penipuan, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan.
Perbuatan

pemalsuan

tergolong

kelompok

kejahatan

penipuan,

apabila

seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas sesuatu barang


(surat) seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran
ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas
barang/ surat tersebut itu adalah benar atau asli. Dalam berbagai jenis perbuatan
pemalsuan yang terdapat dalam KUHP dianut azas :
a. Disamping pengakuan terhadap azas hak atas jaminan kebenaran/

keaslian sesuatu tulisan/ surat, perbuatan pemalsuan terhadap surat/


tulisan tersebut harus dilakukan dengan tujuan jahat;
b. Berhubung tujuan jahat dianggap terlalu luas harus disyaratkan bahwa

pelaku harus mempunyai niat/ maksud untuk menciptakan anggapan atas


sesuatu yang dipalsukan sebagai yang asli atau benar.
Kedua hal tersebut tersirat dalam ketentuan-ketentuan mengenai pemalsuan uang
yang dirumuskan dalam Pasal 244 dan mengenai pemalsuan tulisan/ surat dalam

13

H. A. K. Moch Anwar, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 128.

Pasal 263 dan Pasal 270, maupun mengenai pemalsuan nama/ tanda/ merek atas
karya ilmu pengetahuan atau kesenian dalam Pasal 380. Pasal-pasal tersebut
memuat unsur niat/ maksud untuk menyatakan bagi sesuatu barang/ surat yang
dipalsu

seakan-akan

asli

dan

tidak dipalsu

(Pasal

244) atau

untuk

mempergunakannya atau menyuruh untuk dipergunakannya (Pasal 253 dan


263). Perbuatan pemalsuan yang dapat dihukum, pertama-tama disyaratkan
bahwa yang dipalsu telah dipergunakan dan bahwa niat/ maksud nya harus
terdiri atas untuk dipergunakan. Niat atau maksud untuk mempergunakan
barang yang dipalsu membedakan tindak pidana pemalsuan dari jenis tindak
pidana terhadap kekayaan. Dalam tindak pidana terhadap kekayaan harus
terdapat suatu niat/ maksud pada pelaku untuk menguntungan dirinya atau suatu
kerugian bagi orang lain. Dalam pemalsuan uang dan tulisan/ surat, unsur niat/
maksud atau unsur kerugian tidak merupakan masalah yang penting. Setiap
pebuatan yang dapat dihukum harus terdiri pertama-tama atas pelanggaran
terhadap hak-hak. Kekayaan seseorang sebagai tujuan dari pelaku, sedangkan
dalam pemalsuan tidak demikian halnya, berhubung perbuatan pemalsuan
dianggap sebagai menimbulkan bahaya umum.
Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi perkosaan
terhadap jaminan / kepercayaan dalam hal mana :
a. Pelaku mempunyai niat / maksud mempergunakan sesuatu barang
yang tidak benar dengan menggambarkan keadaan barang yang tidak
benar itu seolah-olah benar atau mempergunakan sesuatu barang yang
tidak asli seolah-olah asli, hingga orang lain percaya bahwa barang
tesebut adalah benar dan asli dan karenanya orang lain terpedaya.

b. Unsur niat/ maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan diri


sendiri atau orang lain (sebaliknya dari berbagai jenis perbuatan
penipuan).
c. Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya umum
yang khusus dalam pemalsuan tulisan/ surat dan sebagainya
dirumuskan

dengan

mensyaratkan

kemungkinan

kerugian

dihubungkan dengan sifat daripada tulisan/ surat tersebut14.


Kejahatan pemalsuan yang dimuat dalam KUHP digolongkan menjadi 4
golongan yakni :
a. Kejahatan sumpah palsu;
b. Kejahatan pemalsuan uang;
c. Kejahatan pemalsuan materai dan merk;
d. Kejahatan pemalsuan surat.
Penggolongan tersebut didasarkan atas objek dari pemalsuan. Didalam
tulisan ini penulis haya akan membahas kejahatan pemalsuan surat karena erat
kaitannya dengan kejahatan pemalsuan data dukung (syarat) pembuatan paspor.
Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau
sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang
sebenarnya. Membuat surat palsu ini dapat berupa:
a. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai
atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat yang demikian
disebut dengan pemalsuan intelektual.
b. Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain
selain si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut

14

H. A. K. Moch Anwar, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal 190

dengan pemalsuan materil. Palsunya surat atau tidak benarnya surat


terletak pada asalnya atau si pembuat surat15.
Sedangkan perbuatan memalsu surat adalah berupa perbuatan mengubah
dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang
berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/ berbeda dengan isi surat
semula. Tidak penting apakah dengan perubahan itu lalu isinya menjadi benar
atau tidak ataukah bertentangan dengan kebenaran ataukah tidak, bila perbuatan
mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, memalsu surat telah terjadi.
Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain si pembuat surat.
Pemalsuan surat diatur dalam Bab XII buku II KUHP, dari Pasal 263 s.d
276, yang dapat dibedakan menjadi 5 macam kejahatan pemalsuan surat, yakni:

a. Pemalsuan surat pada umumnya (Pasal 263 KUHP) ;


b. Pemalsuan surat yang diperberat (264 KUHP);
c. Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik
(266 KUHP);
d. Pemalsuan surat tertentu (269 dan 270 KUHP);
e. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (275
KUHP).

4. Jenis Pemalsuan Dokumen


Dalam mendefinisikan konsep ini. Penggunaan istilah dokumen palsu yang
memiliki batasan setiap dokumen yang didapatkan dengan memberikan
keterangan atau data yang tidak benar atau dokumen yang telah mengalami

15

Adami Chazawi, Kejahatan Tehadap Pemalsuan, Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 100.

perubahan dari bentuk aslinya baik keseluruhan ataupun sebagian, dan


dokumen yang secara keseluruhan merupakan bentuk duplikasi dari bentuk
aslinya. Maka yang termasuk dalam definisi dokumen perjalanan palsu adalah :
1. Dokumen asli yang diperoleh secara tidak sah (menggunakan data palsu
atau tidak benar);
2. Dokumen asli yang telah mengalami perubahan;
3. Dokumen yang sepenuhnya dipalsukan;
4. Dokumen asli yang digunakan oleh orang lain.16
Pemalsuan dokumen selalu diiringi dengan maksud maksud kejahatan
didalamnya. Sehingga dapat dipastikan pemegang dokumen palsu tersebut
memiliki niat niat kriminal yang dapat membahayakan stabilitas bangsa dan
negara. Penggunaan dokumen perjalanan palsu dimaksudkan untuk dapat
mengelabuhi petugas pemeriksa dokumen di perbatasan sehingga mereka dapat
memasuki wilayah tertentu tanpa dicurigai.
Penggunaan paspor palsu banyak dilakukan dalam kaitannya dengan
kejahatan perdagangan narkotika, organized crime, pencucian uang dan
penyulundupan manusia hal ini semakin mengkhawatirkan karena semakin
lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

5. Dokumen Sekuriti (Security Document)

16

Sigit Setyawan, Modul Pemeriksaan Dokumen Palsu& Impostor DIKSUSKIM II Laboratorium Forensik Direktorat
Jenderal Imigrasi.

Definisi dokumen sekuriti menurut Badan Koordinasi Pemberantasan Uang


Palsu (BOTASUPAL) dalam keputusan kepala Badan Intelijen Negara selaku
ketua BOTASUPAL Nomor : KEP 061 Tahun 2006 tentang Izin Operasional
Mesin Multifungsi Berwarna. Mesin Fotokopi Berwarna dan mesin pengganda
Berwarna Lainnya. Disebutkan bahwa Dokumen sekuriti yaitu barang cetakan,
surat kertas berharga adalah segala jenis dokumen atau blangko dokumen
dengan bahan dasar kertas sekuriti dan atau fitur fitur sekuriti lainnya, baik
sebagian maupun seluruhnya diproduksi melalui proses cetak yang karena sifat
dan

fungsinya

memerlukan

perlindungan

terhadap

pemalsuan

atau

penyalahgunaan yang telah diatur dalam regulasi pencetakan dokumen sekuriti


dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL).
Filosofi terpenting untuk menangani dokumen sekuriti adalah sulit ditiru
tetapi mudah untuk diidentifikasikan. Hal ini menjadikan dokumen sekuriti harus
mempunyai kriteria pengamanan yang baik dan penjelasannya adalah sebagai
berikut :
a. Mempunyai teknologi tinggi, dalam arti sulit untuk dipalsukan serta
didukung oleh inovasi yang terus berkelanjutan dan berkesinambungan;
b. Mudah diidentifikasi oleh masyarakat umum, tetapi sulit untuk ditiru;
c. Tidak dijual bebas;
d. Dokumen sekuriti yang baik memiliki tingkatan atau level of security
yang berlapis, baik dari jenis kertas, desain, tinta, teknik cetak, dan
hologram
Fitur pengamanan terbagai menjadi 3 tingkatan :
1) Level 1

Identifikasi security features oleh masyarakat awam dapat dilakukan tanpa


alat bantu, sehingga dapat dibedakan mana yang asli mana yang palsu pada
saat itu juga;
2) Level 2
Identifikasi security features pada tahap ini harus memerlukan alat bantu,
seperti loupe atau lensa pembesar, lampu ultra violet, dan biasanya dilakukan
oleh petugas dilapangan maupun para produsen;
3) Level 3
Security features yang identifikasinya harus menggunakan bantuan
laboratorium, serta analisa yang lebih mendalam dan seksama
Komponen Dokumen sekuriti meliputi kertas sekuriti, tinta, cetak atau
Design, dan hologram, seperti :
a. Security paper (UV Light absorbing, embedded thread, hologram window
thread);
b. Security ink (Chemical sensitizing, visible invisible ink, thermochromic
ink, optical variable ink)
c. Security printing, design and hologram pada proses ceak atau design dari
dokumen sekuriti diperlukan teknik maupun peralatan yang khusus pula.

6. Biometrik
Biometrik berasal dari bahasa Yunani bios yang artinya hidup dan metron
yang artinya mengukur, secara umum adalah studi tentang karakteristik biologi
yang terukur. Dalam dunia teknologi informasi, biometrik relevan dengan
teknologi yang digunakan untuk menganalisa fisik dan kelakuan manusia dalam
autentifikasi. Pengidentifikasi biometrik sangat khas, karakteristik yang terukur

digunakan untuk mengidentifikasi individu. Dua kategori pengidentifikasi


biometrik meliputi karakteristik fisiologis dan perilaku. Karakteristik fisiologis
berhubungan dengan bentuk tubuh, dan termasuk tetapi tidak terbatas pada:
sidik jari, pengenalan wajah, DNA, telapak tangan, geometri tangan, pengenalan
iris (yang sebagian besar telah diganti retina), dan bau/aroma. Karakteristik
perilaku terkait dengan perilaku seseorang, termasuk namun tidak terbatas
pada:Ritme mengetik, kiprah, dan suara.

7. Pelayanan Publik dan kaitannya dokumen persyaratan pembuatan DPRI


Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang
- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan /
atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik17.
Pelayanan publik atau pelayanan umum berdasarkan hal tersebut diatas
dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17

Undang undang No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik pasal 1 ayat 1

Semakin

sulit

dokumen

persayaratan

yang

dipersyaratkan

untuk

mendapatkan DPRI maka kualitas pelayanan publik semakin turun karena


konsep dasar pelayanan publik adalah kemudahan, kepastian waktu dan
ketepatan.

8. Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM)


Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian merupakan satu kesatuan dari
berbagai proses pengelolaan data dan informasi, aplikasi, serta perangkat
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dibangun untuk menyatukan
dan menghubungkan sistem informasi pada seluruh pelaksana Fungsi
Keimigrasian secara terpadu18.
Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian adalah sistem teknologi
informasi dan komunikasi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan
menyajikan

informasi

guna

mendukung

operasional,

manajemen,

dan

pengambilan keputusan dalam melaksanakan fungsi keimigrasian


SIMKIM mencakup segala hal terkait penggunaan teknologi informasi
dalam proses pelaksanaan tugas fungsi keimigrasian meliputi peraturan
perundang undangan keimigrasian, perencanaan sistem informasi, teknologi
yang digunakan dari sisi perangkat lunak dan perangkat keras, arsitektur
jaringandan aplikasi yang digunakan, pemeliharaan, pengamanan dan
pengembangannya, SDM yang terlibat dan mendukung, menggunakan dan

18

Penjelasan SIMKIM, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 1 ayat 10

memperoleh manfaatnya, serta ketersediaan anggaran bagi keberlanjutan


SIMKIM.

9. KTP;
Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas resmi penduduk sebagai
bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku di seluruh Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia19. Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap
(ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin.
Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga
wajib memiliki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal
berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan.
KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa izin tinggal tetap. Khusus warga
negara yang telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup
yang tidak perlu diperpanjang setiap lima tahun sekali.
KTP berisi informasi mengenai pemilik kartu, termasuk :
a. Nomor Induk Kependudukan (N.I.K);
b. Nama Lengkap;
c. Tempat dan tanggal lahir;
d. Jenis Kelamin;

19

Undang undang Nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan pasal 1 ayat 14

e. Agama;
f. Status Perkawinan;
g. Golongan darah;
h. Alamat;
i.

Pekerjaan;

j.

Kewarganegaraan;

k. Foto;
l.

Masa berlaku;

m. Tempat dan tanggal dikeluarkan KTP;


n. Tandatangan pemegang KTP;
o. Nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.

10. Kartu Keluarga;


Kartu keluarga adalah identitas keluarga yang memuat data tentang nama,
susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga20. Kartu
ini berisi data lengkap tentang identitas Kepala Keluarga dan anggota
keluarganya. Kartu keluarga dicetak rangkap 3 yang masing masing dipegang
oleh Kepala Keluarga, Ketua RT dan Kantor Keluarga. Kartu Keluarga adalah
Dokumen milik pemda provinsi setempat dank arena itu tidak boleh mencoret,

20

Undang undang Nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan pasal 1 ayat 13

mengubah, mengganti , menambah isi data yang tercantum dalam Kartu Keluarga.
Setiap terjadi perubahan karena mutasi data dan mutasi biodata, wajib dilaporkan
kepada lurah dan akan diterbitkan Kartu Keluarga yang baru. Pendatang baru
yang belum mendaftarkn diri atau belum berstatus penduduk setempat, nama dan
identitasnya tidak boleh dicantumkan dalam kartu keluarga.

11. Akta Kelahiran;


Bayi yang diaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan
diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh
pelayanan masyarakat lainnya. Sebagai hasil pelaporan kelahiran, diterbitkan
Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran.
Akta kelahiran digolongkan menurut jarak waktu pelaporan dengan kelahiran. Ada
3 jenis akta kelahiran yaitu :
1. Akta kelahiran umum merupakan akta kelahiran yang dibuat berdasaran
laporan kelahiran yang disampaikan dalam batas waktu selambat
lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja bagi WNI dan 10 (sepuluh) hari kerja
bagi WNA sejak tanggal kelahiran bayi;
2. Akta kelahiran istimewa, akta kelahiran yang dibuat berdasarkan laporan
kelahiran yang telah melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari kerja
bagi WNI dan 10 (sepuluh) hari kerja bagi WNA sejak tanggal kelahiran
bayi;
3. Akta kelahiran Dispensasi akta kelahiran yang dibuat berdasarkan program
pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang lahir sampai

dengan tanggal 31 Desember 1985 dan terlambat pendaftaran / pencatatan


kelahirannya.21
12. Ijazah.
Istilah ijazah yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya
surat tanda tamat belajar, tamat belajar dari jenjang pendidikan formal.
Pengertian lain ijazah yaitu hasil dari proses sertifikasi seorang siswa atau
mahasiswa yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah dinyatakan
"Lulus" dan menyelesaikan semua persyaratan administratif dan akademik dari
suatu sekolah maupun program studi tertentu pada sebuah universitas. Khusus
mahasiswa, yang bersangkutan berhak menyandang gelar sesuai yang
ditetapkan oleh Universitas. Dengan kata lain seorang mahasiswa akan
menerima ijazah setelah ada Penetapan Kelulusan oleh Dekan dan Pengukuhan
Kelulusan oleh Rektor, mahasiswa berhak menerima transkrip dan ijazah atau
sertifikat.
Syarat mutlak kepemilikan ijazah tersebut adalah satu-satunya ukuran
legal yang mengisyaratkan seseorang dinyatakan menamatkan pendidikan,
kemudian ijazah akan menjadi salah satu syarat yang ditetapkan oleh dunia
kerja, instansi pemerintah maupun swasta untuk mengisi lowongan kerja yang
dibutuhkan.
Beberapa kasus yang muncul belakangan dan dimuat media adalah
adanya sindikat pemalsuan ijazah yang dilakukan secara sistematik. Sama
halnya dengan pemalsuan uang, sertifikat atau akta otentik lainnya, pemalsuan
ijazah dilakukan dengan mencetak lembar ijazah tiruan sesuai dengan desain

21

http://www.kependudukancapil.go.id/index.php/produk-a-layanan/akta-kelahiran. Diakses 14 November 2013

tahun keluar ijazah, kemudian mencatut nama sekolah dan pejabat


penandatangan pada ijazah tersebut. Hal ini mudah dilakukan mengingat
penggunaan ijazah bersifat personal, tidak diperjualbelikan dan bukan Acta
Public, sehingga tingkat keamanan pembuat dan pengguna menjadi begitu kuat,
khususnya dalam melamar pekerjaan karena yang diisyaratkan adalah foto copy
yang telah dilegalisir yang juga turut dipalsukan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan peraturan dan teori yang digunakan oleh penulis,maka
disusun sebuah kerangka pemikiran teoritis yang merupakan kombinasi peraturan
dan teori yang digunakan, sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

BUSSINESS PROSES PASPOR


PROSES

1. Sistem
Penerbitan
DPRI;
2. Validasi
berkas
pemohon;
3. Biometrik;
4. Wawancara

INPUT

PEMOHON
PASPOR

1. Peraturan
per UUan;
2. Data
Permoho
nan.

PASPOR

P
U
T

Bisa dijelaskan pada kerangka pemikiran ini bahwa permohonan penerbitan Paspor RI
harus melalui langkah Input dimana didalamnya terdapat penegakan peraturan
perundang undangandan syarat

yang dipersyaratkan yaitu KTP, KK, Akta Lahir,

Selanjutnya Proses melalui Sistem penerbitan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia,


dalam proses juga dilakukan validasi data berkas serta pengambilan biometrik identitas

pemohon dan dilakukuan wawancara terhadap pemohon guna meneliti keaslian berkas
pemohon dan Output dari bussiness proses paspor adalah paspor.

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1

Akibat Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Perjalanan


Terjadinya tindak pidana keimigrasian seperti pembuatan dan pemalsuan surat

perjalanan yang merupakan dokumen resmi yang secara sah seharusnya dikeluarkan
oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara karena memuat identitas pemegangnya
dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara, memerlukan upaya penegakan
hukum meliputi pengawasan terhadap orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara
Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung upaya penegakan
hukum yang dapat diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau
melaporkan adanya penyalahgunaan dokumen negara dan dokumen lainnya untuk
kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib, termasuk keterlibatan aparatur
pemerintah yang dengan sengaja membantu penyalahgunaan dokumen negara dan
dokumen lainnya yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana keimigrasian
Romli Atmasasmita menggunakan istilah tindak pidana dibanding dengan
penggunaan perbuatan pidana Hal ini dilatarbelakangi suatu alasan bahwa tindak
pidana terkait unsur pertanggungjawaban pidana serta pertimbangan lain22. Tindak
pidana adalah perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana. Pembentuk
undang-undang telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa
yang kita kenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

22

Romli Atmasasmita. Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya
Bakti. Bandung. 1997. hal. 26.

tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud
dengan perkataan strafbaar feit23.
Para penulis seperti Van Hamel telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai
suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain. Menurut Pompe,
perkataan strafbaar feit itu secara teoretis dapat dirumuskan sebagai suatu
pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun
tidak sengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman
terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum24.
Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan
hukum yang diancam dengan sanksi pidana25. Menurut Sudarto, hukum pidana apabila
dipandang, di dalamnya ada tiga permasalahan pokok , yaitu:26
1. Perbuatan yang dilarang;
2. Orang (korporasi) yang melakukan perbuatan yang dilarang itu;
3. Pidana yang diancamkan dan dikenakan kepada orang (korporasi) yang
melanggar larangan tersebut.
Istilah tindak pidana tersebut telah digunakan oleh masing-masing penerjemah
atau yang menggunakan dan telah memberikan sandaran perumusan dari istilah
strafbaar feit tersebut. Istilah het strafbaar feit sendiri telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia sebagai:

23

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Baru Bandung, 1990, hal. 172.
Ibid.
2525
R.M., Suharto, Hukum Pidana Materiil Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta.
2002. hal. 28.
26
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat (Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana), Sinar
Baru, Bandung. 1983. hal. 62.
24

a. perbuatan yang dapat/boleh dihukum,


b. peristiwa pidana,
c. perbuatan pidana, dan
d. tindak pidana.
Simons

yang

merumuskan

een

strafbaar

feit

yaitu.

suatu

handeling

(tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan


dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang
mampu bertanggung jawab.27Van Hattum berpendapat, strafbaar feit adalah tindakan
yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat
dihukum.28 Moeljatno mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut. Moeljatno merujuk
istilah perbuatan pidana untuk merumuskan strafbaar feit.29
Tindak pidana keimigrasian dapat dilakukan oleh peorangan maupun oleh
korporasi yang memiliki kemampuan untuk memalsukan surat-surat, dokumen-dokumen,
Surat Perjalanan, atau benda-benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana
keimigrasian.
Terdapat berbagai teori yang membahas alasan-alasan yang membenarkan
(justification) penjatuhan hukuman (sanksi). Di antaranya adalah teori absolut dan teori
relatif.30
a) Teori absolut, (vergeldingstheorie) menurut teori ini hukuman dijatuhkan
sebagai pembalasan terhadap para pelaku karena telah melakukan

27

S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Alumni Ahaem- Petehaem.Jakarta. 1989.
hal. 204
28
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Baru Bandung, 1990. hal. 75.
29
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, cet. 7, PT. Rineka Cipta. Jakarta. 2002. hal. 54.
30
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 4.

kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau


anggota masyarakat.
b) Teori Relatif (doeltheorie). Teori ini dilandasi oleh tujuan (doel) sebagai
berikut:31
1. Menjerahkan, dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau
terpidana menjadi jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya
(speciale preventive) serta masyarakat umum mengetahui bahwa jika
melakukan perbuatan sebagaimana dilakukan terpidana, mereka akan
mengalami hukuman yang serupa (generale preventive).
2. Memperbaiki pribadi terpidana, berdasarkan perlakuan dan pendidikan
yang diberikan selama menjalankan hukuman, terpidana merasa
menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali
kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna.
3. Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya, membinasakan
berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan membuat terpidana
tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur hidup.

Menurut Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pidana terdiri atas:


1. Pidana Pokok yang terdiri dari :
a. Pidana mati;
b. Pidana penjara;
c. Pidana kurungan;
d. Pidana denda;
e. Pidana tutupan

31

Ibid.

2. Pidana tambahan yang terdiri dari :


a. Pencabutan hak hak tertentu
b. Perampasan barang barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Bab
XI mengatur mengenai Ketentuan Pidana
Pasal 126 Setiap orang yang dengan sengaja :
a. Menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia untuk masuk atau
keluar wilayah Indonesia, tetapi diketahui atau patut diduga bahwa Dokumen
Perjalanan Republik Indonesia itu palsu atau dipalsukan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
b. Menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia orang lain atau yang
sudah dicabut atau yang dinyatakan batal untuk masuk atau keluar wilayah
Indonesia atau menyerahkan kepada orang lain Dokumen Perjalanan Republik
Indonesia yang diberikan kepadanya atau milik orang lain dengan maksud
digunakan secara tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah);
c. Memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk
memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau
orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
dipidana paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah);
d. Memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih
Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang sejenis dan semuanya masih
berlaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
e. Memalsukan dokumen perjalanan republik Indonesia atau membuat dokumen
perjalanan republik Indonesia palsu dengan maksud untuk digunakan bagi
dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Berdasarkan pasal 126 Undang Undang Nomor 6 tahun 2011 tersebut dapat ditarik
kesimpulan setiap orang yang melakukan tindak pidana pemalsuan SPRI (segala bentuk

pemalsuan) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan ancaman
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

4.1. Dokumen persyaratan yang sering dipalsukan


Dokumen perjalanan (SPRI / Paspor) merupakan dokumen perjalanan yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk kepentingan warga negaranya. Berdasarkan
pengamatan penulis dari pengamatan yang dilakuakan banyak pemohon DPRI / Paspor
mengajukan permohonan DPRI / Paspor dengan menggunakan data dukung palsu yang
patut disinyalir sebagai tindak pidana trafficking (perdagangan manusia). Biasanya
pelaku pemalsuan dokumen pendukung pembuatan DPRI dengan berbagai tujuan ada
pelaku yang memalsukan dokumen tanpa terkait dengan kepentingan kliennya (orang
yang meminta dibuatkan dokumen palsu / orang yang bekerja sendiri). Ada pula yang
memang dipekerjakan khusus untuk membuat dokumen dokumen palsu demi
memperlancar pengiriman TKW ke luar negeri. Korban pada umumnya perempuan di
bawah umur yang dipaksa maupun tidak untuk bekerja di luar negeri. Tidak sedikit dari
para TKW tersebut yang berakhir di tempat pelacuran.
Paspor adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia
kepada warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku
selama jangka waktu tertentu dalam kaitannya dengan tulisan penulis diatas data dukung
(syarat pembuatan) paspor adalah sebagai berikut32:
a. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;
b. Kartu Keluarga;

32

Pasal 49 Peraturan Pemerntah Nomor 31 tahun 2013 tentan Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian

c. Akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis;
d. Surat perwarganegaraan Indonesia bagi Orang Asing yang memperoleh
kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian
pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan;
e. Surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah
mengganti nama; dan
f. Paspor lama bagi yang telah memiliki paspor.
3.2

Dokumen Persyaratan yang Rentan Untuk Dipalsukan


Dibawah ini adalah sebuah studi kasus yang terkait dengan pemalsuan
dokumen persyaratan :
1. Di Surabaya, sebagaimana yang diliput oleh Liputan 6 pada 24 Juni 2010
Polisi baru saja menangkap tiga tersangka yang diduga memalsukan
sejumlah dokumen sebagai persyaratan pembuatan paspor Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang akan bekerja di luar negeri. Terungkapnya kasus ini
berawal dari laporan warga yang memergoki ketiga tersangka bisa membuat
Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Surat Keluarga atau KSK, dan akte
kelahiran palsu sebagai persyaratan pembuatan paspor. Menurut para
tersangka, dalam aksinya mereka memungut biaya sebesar Rp 1,5 juta
kepada para korban. Padahal, biaya resminya cuma Rp 250.000,-. Kepada
polisi, mereka juga mengaku telah beroperasi selama lima tahun. Dari
tangan para pelaku, polisi menyita barang bukti berupa 50 KTP, KSK, akte
kelahiran, dan tujuh paspor palsu. Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka
akan dijerat pasal 263 jo 266 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman
lima tahun penjara. Kini, polisi masih mengejar anggota sindikat lainnya 33.
2. Pada Jumat (5/10), aparat Polda NTB menangkap Bkr (48), yang
teridentifikasi memalsukan dokumen pendukung pembuatan paspor di
Kanim Mataram. Ia ditangkap ketika sedang mengurus paspor di Kantor
Imigrasi Mataram menggunakan dokumen yang dipalsukan itu.

33

Anonim, Kasus Pemalsuan, 24 Juni 2010. (http://buser.liputan6.com/berita/20106/283)


Sindikat.Pembuat.Dokumen.Palsu.Ditangkap

Menurut Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda NTB


Kombes Triyono Pujono Basuki, yang didampingi Kanit II Subdit III
Ditreskrimsus Polda NTB Kompol Ferdyan Indra Fahmi, saat penangkapan
yang dilakukan di Kantor Imigrasi Mataram (membawahi Pulau Lombok dan
sekitarnya), polisi hanya berhasil membekuk seorang yakni Bkr, sementara
dua
pelaku
lainnya
kabur
dan
kini
dinyatakan
buron.
"Satu ditangkap, dua orang lainnya kabur, tapi perkiraan kami masih dalam
wilayah Pulau Lombok. Pengejaran terus dilakukan, dan hal ini
dikoordinasikan dengan aparat kepolisian di daerah lain," ujarnya.
Penyidik Unit II Subdit III Ditreskrimsus Polda NTB menjerat Bkr dengan
pasal 28 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, junto
pasal
55
KUHP.
Pasal itu menegaskan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 ratus juta, jika setiap
orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai,
menyimpan, atau memperdagangkan blanko dokumen perjalanan Republik
Indonesia
atau
blanko
dokumen
keimigrasian
lainnya,
Berikut, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat,
mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan cap atau alat lain yang
digunakan untuk mengesahkan dokumen perjalanan Republik Indonesia
atau
dokumen
keimigrasian
lainnya.
Indikasi pemalsuan dokumen pendukung paspor itu antara lain,
menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang mencantumkan
identitas palsu, alamat palsu, dan dokumen lainnya yang diduga kuat palsu.
"Kami tahu palsu karena sudah mengecek ke alamat tersebut, dan
menanyakan pihak-pihak terkait," ujarnya.Kini, penyidik Polda NTB tengah
merampungkan berkas perkaranya untuk selanjutnya diserahkan ke pihak
kejaksaan untuk ditindaklanjuti34
Modus operandi mereka dengan cara memalsukan KTP yang mengunakan alat
scanner dan laptop untuk memasukkan data atau identitas sesuai pesanan, lalu KTP
palsu digunakan tersangka untuk pengurusan paspor, berdasarkan data yang dihimpun
oleh media tersebut pemalsuan dokumen tersebut dipergunakan TKI untuk bekerja diluar
negeri, para pemohon dokumen palsu ini bertujuan untuk memalsukan atau
memanipulasi identitas diri alasan mereka memanipulasi identitas diri bisa dikarenakan

34

http://www.antarantb.com/print/23570/pemalsuan-dokumen-pendukung-paspor-diluar-kewenangan-imigrasi
diakses 20 November 2013

usia yang belum saatnya untuk memiliki KTP, ataupun yang bersangkutan pernah
memiliki paspor dengan identitas lain.
Kasus pemalsuan dokumen persyaratan ini dapat dilakukan orang perorangan
maupun korporasi baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain
dengan sengaja dan melawan hukum. Kegiatan pemalsuan dokumen ini sangat erat
dengan tindak pidana perdagangan orang banyak contoh kasus dimedia massa yang
menyebutkan bahwa banyak perdagangan wanita keluar negeri untuk dipekerjakan
ditempat hiburan maupun dijadikan pelacur modus operandi pelaku tindak pidana
penjualan orang ini biasanya dengan kedok sebagai penyalur tenaga kerja Indonesia.
Berikut merupakan contoh dokumen persyaratan yang rentan untuk dipalsukan
tersebut
1. KTP

Gambar 3.1
2. Kartu Keluarga

Gambar 3.2
3. Akta Kelahiran

PERBEDAAN AKTE

Gambar 3.3
Berdasarkan kasus diatas penulis menarik kesimpulan bahwa dalam
rangka pengajuan pembuatan DPRI ada kecendurungan untuk terjadi pemalsuan
terhadap dokumen persyaratan seperti : KTP, KK, dan akta lahir

3.2

Undang Undang Yang Terdapat Kaitannya Dengan Kejahatan


Pemalsuan Dokumen Pendukung Pembuatan DPRI
Kejahatan pemalsuan dokumen persyaratan pembuatan DPRI sangat erat dengan

tindak pidana perdagangan manusia dimana Indonesia mempunyai instrument yang


mengatur mengenai hal tersebut melalui Undang undang Nomor 21 tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Dalam kaitannya
dengan kejahatan pemalsuan dokumen pendukung pembuatan DPRI ini terdapat di
pasal 19 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen
negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain, untuk
mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
280.000.000 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)
Pengertian pemalsuan dokumen dalam pasal ini mengandung arti tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, peran pemalsuan dokumen disini
untuk mempermudah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang. Cara pemalsuan
dokumen menurut pasal ini yaitu dengan memberikan atau memasukkan keterangan
palsu pada dokumen resmi baik dokumen yang dikeluarkan instansi pemerintah maupun
instasi lain

Unsur unsur Pasal 19 :


a. Unsur unsur objektif.
1) Perbuatannya memalsukan yaitu memberikan atau memasukkan keterangan
yang tidak benar atau keterangan palsu pada dokumen negara maupun
dokumen lain;
2) Obyeknya yaitu :

a) Dokumen negara.
Dokumen negara meliputi tetapi tidak terbatas pada paspor, kartu tanda
penduduk, ijazah, kartu keluarga, akte kelahiran, dan surat nikah35.(dapat
diartikan seluruh jenis dokumen negara yang sifatnya membantu dan
mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang)
b) Dokumen lain
Dokumen lain meliputi tetapi tidak terbatas pada surat perjanjian kerja
bersama, surat permintaan tenaga kerja Indonesia, asuransi, dan dokumen
yang terkait36.

b. Unsur Subjektifnya
Dengan maksud untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan
orang.

Jadi Pemalsuan dokumen dalam Pasal 19 ini berupa pemalsuan materil yaitu sifat
palsunya terletak pada isi dokumen. Orang yang memalsukan dokumen tersebut
memberikan keterangan yang tidak benar terkait dengan identitas maupun fakta tentang
pemilik dokumen yang bersangkutan. Maksudnya adalah perbuatan ini akan
menimbulkan persangkaan atau kesan akan kebenaran sesuatu hal pada orang lain yang
sesungguhnya kesan itu adalah keliru, tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

35

Penjelasan Umum Undang-undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ibid.

36

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan dengan pokok permasalahan


yang telah dirumuskan pada bab bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Terhadap

pelaku pemalsuan dokumen perjalanan diancam dengan pidana

penjara maksimal 5 tahun penjara dan pidana denda maksimal Rp 500.000.000


(lima ratus juta rupiah) sesuai yang tertuang dalam pasal 126 Undang undang
Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian menganut asas lex specialis
Terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen persyaratan apabila
diketahui memalsukan dokumen persyaratan pembuatan DPRI namun belum
mengajukan permohonan DPRI dapat dikenakan pasal 263 Kitab Undang
undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana paling lama 6 (enam)
tahun;
2. Berdasarkan data yang dihimpun oleh penulis dan observasi dilapangan dokumen
persyaratan DPRI yang rentan untuk dipalsukan adalah KTP, KK, dan akta lahir
hal ini dikarenakan KTP, KK, dan akta lahir merupakan syarat utama dalam
pembuatan DPRI ;
3. Tindak pidana pemalsuan dokumen persyaratan pembuatan DPRI sangat erat
hubungannya dengan tindak pidana perdagangan orang. Undang undang yang
erat kaitannya dengan kejahatan pemalsuan dokumen persyaratan DPRI adalah

undang undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana


perdagangan Orang (UU PTPPO) yang terdapat dalam pasal 19.
Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada
dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau
dokumen lain, untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000 (empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 280.000.000 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)

IV.2

SARAN
Bentuk bentuk tindak pidana pemalsuan dokumen perjalanan dapat dilakukan

oleh orang perorangan maupun korporasi untuk kepentingan sendiri maupun


kepentingan orang lain dengan sengaja dan melawan hukum. Pemberlakuan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen perjalanan bertujuan untuk
menegakkan ketentuan ketentuan keimigrasian serta berupaya mencegah dan
memberantas perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan negara dan
masyarakat. Pemberlakuan sanksi pidana penjara dan pidana denda yang berlaku saat
ini belum mampu secara efektif memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain untuk
tidak meniru perbuatan yang sama untuk menekan tindak pidana pemalsuan dokumen
perjalanan Republik Indonesia. Hal ini juga diakibatkan oleh adanya keterlibatan aparatur
pemerintah sejak pengurusan identitas seseorang sebagai syarat untuk memperoleh
dokumen perjalanan. Untuk mencegah tindak pidana pemalsuan dokumen persyaratan
Dokumen Perjalanan Repulik Indonesia maka penulis memberikan saran :
kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Cq. Direktorat Jenderal Imigrasi
setidaknya dapat bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri guna mensinergikan
data biometrik E-KTP dengan sistem penerbitan DPRI sehingga dokumen persyaratan

pembuatan DPRI tidak mudah dipalsukan dan agar lebih mudah melakukan input
verifikasi data

DAFTAR PUSTAKA
A.

BUKU
Anwar, H. A.K Moch. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1990

Santoso, M. Iman. Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan


Ketahanan Nasional. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2004
Atmasasmita Romli, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum
Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti 1997

Bakrie Cornie R, Membangun Kekuatan

Sistem Pertahanan dan Postu TNI.

Jakarta: LP3ES 2010

Chazawi Adam, Kejahatan Terhadap Pemalsuan. Jakarta: Grafindo Persada 2002

Hermawan, Yulius P. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional Aktor Isu,


dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu 2007
Lamintang P. A. F, Dasar Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Sinar
Baru 1990

Marpaung Leden, Asas Teori Praktek Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika 2005
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta 2002
Sianturi S.R, Asas Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.
Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem 1989

Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung: Sinar Baru


1983

Suharto R.M, Hukum Pidana Materiil Unsur Unsur Objektif Sebagai Dasar
Dakwaan. Jakarta: Sinar Grafika 2002

B.

UNDANG UNDANG
Indonesia.

Undang Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Molan


Tarigan 1 Juni 2011 Jakarta: Lembaga Studi Advokasi dan
Kewarganegaraan (LSAKK)

________

Undang Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi


Kependudukan. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Barat
Jakarta 1 Juni 2012 Bandung: Fokus Indo

________

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.01-IZ.03.10


Tahun 1995 tentang Paspor Biasa, Paspor Untuk Orang Asing, Surat
Perjalanan Laksana Paspor Untuk Warga Negara Indonesia dan
Surat Perjalanan Laksana Paspor Untuk Orang Asing serta
perubahannya hingga yang terakhir tahun 2008

________

Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-891.GR.01.01


Tahun 2008 tentang Standar Operasional Prosedur Sistem
Penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia

________

Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-459.GR.01.02


Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Border Control
Management

C.

INTERNET
Black Law Fraud
http://facultystaff.lamar.edu/human-resources/hr-manual-sec2-24.html
Akta Kelahiran
http://www.kependudukancapil.go.id/index.php/produk-a-layanan/aktakelahiran.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama

: AFIF NUR ANSHARI, SH

Tempat / Tgl Lahir : KLATEN / 26 APRIL 1989


Alamat

: NGENTHAK RT. 5 RW. 1 GAYAMPRIT KLATEN


SELATAN JAWA TENGAH

PENDIDIKAN FORMAL
2008 2012 : SARJANA HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SEMARANG
2004 2007 : SMA NEGERI 1 KARAWANG
2001 2004 : SMA NEGERI 1 KARAWANG
1996 2001 : SD NEGERI XI SERANG

RIWAYAT PEKERJAAN
2009 sekarang

: PNS KANTOR WILAYAH KEMENKUMHAM JATENG

2008 2009

: CPNS LP KELAS I PASIR PUTIH NUSAKAMBANGAN

ANALISA KEJAHATAN PEMALSUAN DOKUMEN PERSYARATAN


PEMBUATAN DOKUMEN PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA
OLEH : AFIF NUR ANSHARI, SH

LATAR BELAKANG

1.
2.
3.
4.
5.

TRANSNATIONAL
ORGANIZED CRIME
Korupsi;
Pencucian uang;
Penyelundupan Orang;
Perdagangan Manusia
Perdagangan Senjata
Gelap
DOKUMEN
PERSYARATAN

DOKUMEN
PERJALANAN

KERANGKA PEMIKIRAN
BUSSINES PROSES PASPOR
PROSES

INPUT
PEMOHON
PASPOR

1.

2.

Peraturan
Perundang
undangan;
Data
Permohonan

1.
2.
3.
4.

Sistem
Penerbitan
DPRI;
Validasi
berkas
pemohon;
Biometrik;
Wawancara

O
U
T
P
U
T

PASPOR

PERMASALAHAN

Bagaimana akibat hukum terhadap pemalsuan dokumen

persyaratan pembuatan Dokumen Perjalanan Republik


Indonesia (DPRI)?
Dokumen persyaratan pembuatan DPRI apa saja yang
rentan untuk dipalsukan?
Undang undang apa saja yang dapat dikaitkan kejahatan
pemalsuan dokumen persyaratan pembuatan DPRI?

PEMBAHASAN
AKIBAT HUKUM PEMALSUAN DOKUMEN
PEMALSUAN
Pemalsuan dapat digolongkan dalam kelompok kejahatan penipuan pemalsuan yang dapat dihukum, pertama tama disyaratkan
bahwa yang dipalsu telah dipergunakan dan bahwa niat/maksud nya untuk dipergunakan. Perbuatan pemalsuan merupakan suatu
jenis pelanggaran terhadap 2 (dua) norma :
a.

Kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan;

b.

Keteriban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara / ketertiban umum

4 Golongan Pemalsuan dalam KUHP :


1.

Kejahatan sumpah palsu;

2.

Kejahatan pemalsuan uang;

3.

Kejahatan pemalsuan materai dan merk;

4.

Kejahatan pemalsuan surat.

Kejahatan pemalsuan surat sangat erat kaitannya dengan pemalsuan dokumen persyaratan

PEMBAHASAN
AKIBAT HUKUM PEMALSUAN DOKUMEN
PEMALSUAN

Pemalsuan surat diatur dalam Bab XII buku II KUHP pasal 263 s.d 276 dibedakan menjadi 5 macam kejahatan
pemalsuan surat yakni :
1. Pemalsuan surat pada umumnya (pasal 263 KUHP);
2. Pemalsuan surat yang diperberat (pasal 264 KUHP);
3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik (pasal 266 KUHP);
4. Pemalsuan surat tertentu (pasal 269 dan 270 KUHP);

5. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (pasal 275 KUHP).

PEMBAHASAN
AKIBAT HUKUM PEMALSUAN DOKUMEN
AKIBAT HUKUM TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN PERJALANAN
Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.
Menurut sudarto terdapat 3 permasalahan pokok dalam hukum pidana yaitu :
1.

Perbuatan yang dilarang;

2.

Orang (korporasi) yang melakukan perbuatan yang dilarang itu;

3.

Pidana yang diancamkan dan dikenakan kepada orang (koorporasi) yang melanggar larangan tersebut.

Terdapat berbagai teori yang membahas alasan membenarkan penjatuhan hukuman (sanksi) diantaranya adalah
a.

Teori absolut (Vergeldingstheorie)

b.

Teori Relatif (doeltheorie). Teori ini dilandasi oleh tujuan:


1. Menjerahkan;
2. Memperbaiki pribadi terpidana;
3. Membinasakan.

PEMBAHASAN
AKIBAT HUKUM PEMALSUAN DOKUMEN
AKIBAT HUKUM TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN PERJALANAN

Undang undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Bab XI mengatur mengenai
Ketentuan pidana pada pasal 126 huruf a sampai dengan e
Berdasarkan pasal 126 Undang undang tersebut dapat ditarik kesimpulan setiap orang yang melakukan tindak pidana
pemalsuan Dokumen Perjalana Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
ancaman pidana denda Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

PEMBAHASAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN DIPALSUKAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN UNTUK DIPALSUKAN

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan :

Dokumen persyaratan dipalsukan dengan modus operandi memalsukan KTP, KK, maupun Akta lahir menggunakan
scanner dan laptop untuk memasukkan data atau identitas sesuai pesanan, lalu dokumen tersebut digunakan untuk
pengurusan paspor
Pemalsuan dokumen persyaratan ini dapat dilakukan orang perorangan maupun korporasi baik untuk kepentingan
sendiri maupun untuk kepentingan orang lain dengan sengaja dan melawan hukum

PEMBAHASAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN DIPALSUKAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN UNTUK DIPALSUKAN

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan berikut merupakan dokumen persyaratan yang sering dipalsukan:
1. KTP

PEMBAHASAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN DIPALSUKAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN UNTUK DIPALSUKAN

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan berikut merupakan dokumen persyaratan yang sering dipalsukan:
2. KK

PEMBAHASAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN DIPALSUKAN
DOKUMEN PERSYARATAN YANG RENTAN UNTUK DIPALSUKAN

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan berikut merupakan dokumen persyaratan yang sering dipalsukan:
3.

AKTA KELAHIRAN

PERBEDAAN AKTE KELAHIRAN UNTUK


ORANG YANG SAMA

PEMBAHASAN
UU YANG TERKAIT DENGAN PEMALSUAN DOKUMEN
PERSYARATAN

UU YANG TERKAIT DENGAN PEMALSUAN DOKUMEN PERSYARATAN

Kejahatan pemalsuan dokumen persyaratan pembuatan DPRI sangat erat dengan tindak pidana perdagangan manusia dimana Indonesia
mempunyai instrument yang mengatur mengenai hal tersebut melalui Undang undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Dalam kaitannya dengan kejahatan pemalsuan dokumen pendukung pembuatan DPRI
ini terdapat di pasal 19 yang berbunyi sebagai berikut :

Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen
lain, untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 280.000.000 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)

Pengertian pemalsuan dokumen dalam pasal ini mengandung arti tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan
orang, peran pemalsuan dokumen disini untuk mempermudah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang. Cara pemalsuan dokumen
menurut pasal ini yaitu dengan memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen resmi baik dokumen yang dikeluarkan
instansi pemerintah maupun instasi lain

SIMPULAN

Terhadap

pelaku pemalsuan dokumen perjalanan


diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun
penjara dan pidana denda maksimal Rp 500.000.000
(lima ratus juta rupiah) sesuai yang tertuang dalam pasal
126 Undang undang Nomor 6 tahun 2011 tentang
Keimigrasian menganut asas lex specialis

Terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen

persyaratan apabila diketahui memalsukan dokumen


persyaratan pembuatan DPRI namun belum mengajukan
permohonan DPRI dapat dikenakan pasal 263 Kitab
Undang undang Hukum Pidana (KUHP) dengan
ancaman pidana paling lama 6 (enam) tahun;

Berdasarkan data yang dihimpun oleh penulis dan observasi dilapangan


dokumen persyaratan DPRI yang rentan untuk dipalsukan adalah KTP, KK, dan
akta lahir hal ini dikarenakan KTP, KK, dan akta lahir merupakan syarat utama
dalam pembuatan DPRI ;

Tindak pidana pemalsuan dokumen persyaratan pembuatan DPRI sangat erat


hubungannya dengan tindak pidana perdagangan orang. Undang undang yang
erat kaitannya dengan kejahatan pemalsuan dokumen persyaratan DPRI adalah
undang undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana
perdagangan Orang (UU PTPPO) yang terdapat dalam pasal 19.

Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen
negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain,
untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 280.000.000 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)

SARAN
kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Cq. Direktorat Jenderal Imigrasi setidaknya dapat bekerja

sama dengan Kementerian Dalam Negeri guna mensinergikan data biometrik E-KTP dengan sistem penerbitan
DPRI sehingga dokumen persyaratan pembuatan DPRI tidak mudah dipalsukan dan agar lebih mudah melakukan
input verifikasi data

PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II


AKADEMI IMIGRASI
2013
DESIGNED BY : AFIF NUR ANSHARI

You might also like