You are on page 1of 13

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN BUANG AIR BESAR (BAB) CAIR


I Putu Angga Prabawa, S.Ked; Stase Ilmu Penyakit Dalam
FKIK Universitas Warmadewa/RSUD Sanjiwani Gianyar

Pendahuluan
Diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti di Indonesia. Angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit diare masih sangat
tinggi dan terus meningkat angka kejadiannya terlihat dari survei Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010. Pada tahun 2001 angka kejadian diare sebanyak 301/1000
penduduk,tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, dan tahun 2006 naik menjadi
423/1000 penduduk. Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi diare tertinggi terdapat di
Provinsi Aceh (18,9%) dan terendah di Yogyakarta (4,2%). Sementara prevalensi diare di
Provinsi Bali adalah sebanyak 7,3%. Berdasarkan umur, prevalensi diare terbanyak adalah
pada anak balita (16,7%). Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi diare pada laki-laki
(8,9%) dan pada perempuan (9,1%). Prevalensi diare di pedesaan (10%) lebih banyak dari
di perkotaan (7,4%).[1]
Diare merupakan buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
lebih dari 3 kali per hari dan biasanya lebih dari 200 ml/24 jam. Diare dapat disertai/ tanpa
disertai lendir dan darah. Berdasarkan durasinya, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare akut
dan diare kronis. Diare akut berlangsung < 14 hari, sedangkan diare kronik berlangsung >
14 hari. Diare akut memiliki patofisiologi dan pengobatan yang jelas serta penyebab
terbanyaknya adalah infeksi. Diare kronik lebih rumit cara mendiagnosis dan
pengobatannya serta lebih banyak menyebabkan kematian. Diare kronik memiliki
penyebab dan patogenesis yang multikompleks. Karena banyak penyebabnya, sering
terjadi kesalahan dalam mendiagnosis pasien. Kesalahan dalam mendiagnosis pada
akhirnya akan menyebabkan kesalahan dalam melakukan penanganan pasien. [2,6,10]
Ketepatan dalam mendiagnosis pasien diare kronik mempunyai peranan penting
terhadap proses penyembuhan sehingga perburukan dan kematian dapat dicegah. Pada
laporan kasus ini, penulis membahas kasus pasien dengan diare kronik yang dicurigai
mengalami penurunan imun, namun dari pemeriksaan yang sudah dilakukan terdapat
beberapa bukti yang perlu dipertimbangkan untuk penambahan diagnosis.

KASUS
PASIEN DENGAN BAB CAIR
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Inisial

: NMS

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 44 tahun

Asal

: Br. Mas, Bedulu, Gianyar

Status

: Menikah

Agama

: Hindu

Tanggal MRS

: 25 November 2015

Tanggal pemeriksaan

: 26 November 2015

Ruang

: Sahadewa 4

ANAMNESIS
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : BAB cair
Pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 20 November 2015
dengan keluhan BAB cair sejak satu setengah bulan sebelum masuk ke Rumah
Sakit. Keluhan awalnya dirasakan timbul secara tiba-tiba saat pasien sedang mandi
pagi. Pasien mengatakan BAB hingga 5 kali sehari atau lebih, berwarna kuning
1 gelas/ hari dengan konsistensi feses cair. Feses sering bercampur lendir dan
darah. Keluhan ini sangat menganggu aktivitas pasien sehingga pasien tidak bisa
bekerja karena pasien merasa lemas. 7 hari sebelum masuk ke Rumah Sakit,
pasien mengatakan tidak bisa BAB sama sekali. Namun sejak 3 hari sebelum
masuk ke Rumah Sakit, pasien mengalami diare lagi. Sekitar 2 minggu sebelum
masuk ke Rumah Sakit, pasien merasakan nyeri terus menerus di perut bagian
kanan. Keluhan lain yang juga dirasakan pasien yaitu mual sehingga nafsu makan
pasien menurun. Pasien merasa haus dan kencingnya berkurang. Pasien juga
mengatakan berat badannya menurun 5 kg semenjak awal keluhan muncul.
Pasien juga mengeluh nyeri saat menelan sejak 2 minggu. Sebelum keluhan
muncul pasien mengatakan tidak ada mengkonsumsi makanan sembarangan dan
makan masakan di rumah yaitu nasi, ayam dan sayur. Pasien tidak ada
mengkonsumsi obat-obatan sebelum muncul diare.
2

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan keluhan yang dirasakan pasien saat ini belum pernah dirasakan
sebelumnya. Riwayat alergi, riwayat cacingan, riwayat penyakit jantung, riwayat
operasi, riwayat penyakit diabetes melitus dan asma disangkal pasien.
c. Riwayat Keluarga
Dikeluarga pasien dikatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama seperti pasien. Riwayat penyakit kanker di keluarga (+). Riwayat
penyakit diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi dan asma disangkal oleh
keluarga pasien
d. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan tinggal bersama suami dan anaknya. Pasien sehari-hari bekerja
sebagai pedagang, namun karena penyakitnya pasien mengatakan sekarang masih
beristirahat dari pekerjaannya. Pasien mengatakan makan teratur 3 kali sehari.
Pasien tidak memiliki riwayat merokok dan riwayat minum minuman beralkohol.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Kesan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4V5M6

Tekanan Darah

: 130/100 mmHg

Nadi

: 90x/menit

Frekuensi Napas : 22 x/menit


Temperatur Axila : 36 0C
Status General
Mata

: Anemia +/+, ikterus -/-, RP +/+ isokor

THT

Telinga

: Dalam batas normal

Hidung

: Dalam batas normal

Tenggorokan : Dalam batas normal


Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)


Kelenjar tiroid tidak teraba
JVP PR +2 cm H2O
3

Thorax

COR :
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus cordis teraba di ICS 5 AAL Sinistra

Perkusi

: Batas atas ICS 2 SL Sinistra


Batas kiri 4 cm medial AAL Sinistra
Batas kanan 5 cm medial MCL Dekstra

Auskultasi

: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo :
Inspeksi

:Barrel chest (-), Simetris saat statis dan dinamis,


deformitas tulang (-), penggunaan otot bantu nafas
(-), pelebaran sela iga (-)

Palpasi

: Vokal fremitus N/N

Perkusi

: Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

:
Vesikuler + + Ronchi - - Wheezing - + +

- -

- -

+ +

- -

- -

Abdomen :
Inspeksi

: Distensi (+)

Auskultasi

: BU(+) meningkat

Perkusi

: Timpani, ascites (-)

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) regio


lumbalis kanan, massa (+) konsistensi lunak, tidak
berdungkul-dungkul, dan mobile

Ekstremitas:
Hangat +
-

+
-

Edema -

Rectal toucher
I : fisura (-), fistula (-), massa (-)
P:
TSA (+)
Mukosa licin
Ampula rekti : feses(-), massa(-), darah (-)
Evaluasi post RT : feses (+) warna kecoklatan, darah (-), lendir (-)
Derajat dehidrasi: Sedang
Gejala

Sedang

Status Mental
Rasa Haus
Denyut Jantung
Kualitas Denyut Nadi
Pernapasan
Mata
Air Mata
Mukosa Mulut dan Lidah
Turgor Kulit
CRT
Ekstremitas
Output urin
IV.

Lemas
Haus dan ingin minum
Normal
Normal
Normal
Cekung
Ada
Kering
<2 detik
Memanjang
Dingin (ekstremitas bawah)
Menurun

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (25 November 2015)
Parameter

Hasil

Unit

Nilai Normal

Keterangan

WBC

5,2

103/L

4,00-10,00

RBC

4,33

106/L

3,5 5,9

HGB

9,20

g/dL

11,2 16,3

MCV

75,7

fL

79,0 95,0

MCH

24,7

Pg

27,0 31,0

PLT

300

103/L

150 440

Kimia Darah (25 November 2015)


Tes
Kimia darah

Hasil

Satuan

Rentang
Nilai

Keterangan

GDS

120

mg/dL

80-120

UREUM

36

mg/dL

18-55

CREATININ

0,7

mg/dl

0,5-1

Elektrolit (25 November 2015)


Jenis
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Rentang
Nilai

Keterangan

NATRIUM

132

mmol/L

135-155

KALIUM

4,0

mmol/L

3,5-5,5

CHLORIDA

91

mmol/L

95-108

Feses Lengkap (25 November 2015)


Makroskopik
Warna
Konsistensi
Lendir
Pus
Darah

V.

Hasil
Coklat
Cair
-

Mikroskopik
Amuba
Lemak
Telur cacing
Eritrosit
Leukosit
Serat otot
Serat tumbuhan

Hasil
+
-

DIAGNOSIS KERJA
Diare kronik e.c susp. tumor kolorektal dd immunocompromised (susp. B24)
Dehidrasi sedang
Hiponatremia
Hipokloremia
Anemia ringan hipokromik mikrositer e.c susp ACD dd ADB

VI.

PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 35 tpm
2. Diet rendah serat
3. Atapulgate 4 x 2 tab
4. Ciprofloxacin 2 x 500 mg
5. Pantoprazole 1 x 1

VII.

PLANNING
-

Ct-scan abdomen dengan kontras

Kolonoskopi
6

Konsul VCT

Pembahasan
Pasien perempuan dengan inisial NMS (44 tahun) ini datang ke IGD RSUD Sanjiwani
Gianyar 2015 dengan keluhan BAB cair sejak satu setengah bulan sebelum masuk ke
rumah sakit.. Keluhan awalnya dirasakan timbul secara tiba-tiba saat pasien sedang mandi
pagi. Pasien mengatakan BAB hingga 5 kali sehari atau lebih, berwarna kuning 1 gelas/
hari dengan konsistensi feses cair seperti air. Feses sering bercampur lendir dan darah.
Keluhan ini sangat menganggu aktivitas pasien sehingga pasien tidak bisa bekerja karena
pasien merasa lemas. 7 hari sebelum masuk ke Rumah Sakit, pasien mengatakan tidak bisa
BAB sama sekali. Namun sejak 3 hari sebelum masuk ke Rumah Sakit, pasien mengalami
diare lagi. Sekitar 2 minggu sebelum masuk ke Rumah Sakit, pasien merasakan nyeri terus
menerus di perut bagian kanan. Keluhan lain yang juga dirasakan pasien yaitu mual
sehingga nafsu makan pasien menurun. Pasien merasa haus dan kencingnya berkurang.
Pasien juga mengatakan berat badannya menurun 5 kg semenjak awal keluhan muncul.
Pasien juga mengeluh nyeri saat menelan sejak 2 minggu. Sebelum keluhan muncul pasien
mengatakan tidak ada mengkonsumsi makanan sembarangan dan makan masakan di
rumah yaitu nasi, ayam dan sayur. Pasien tidak ada mengkonsumsi obat-obatan sebelum
muncul diare.
Kondisi pasien tersebut sesuai dengan keluhan pasien dengan diare kronik yang
dapat disebabkan oleh tumor kolorektal dan yang disebabkan oleh immunocompromissed.
Berdasarkan teori, seorang dengan diare kronik akan didapatkan adanya keluhan buang air
besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, dapat disertai darah atau lendir lebih
dari 3 kali per hari dan biasanya lebih dari 200 ml/24 jam yang berlangsung selama lebih
dari 15 hari. Penyebab diare kronik sangatlah banyak, namun yang sering adalah
neoplasma pada usus (Kolon dan rektum) dan infeksi HIV-AIDS. Pada diare kronik yang
disebabkan neoplasma kolon dan rektum dari anamnesis akan ditemukan keluhan berupa
tinja encer seperti air, lebih dari 1 gelas perhari, tinja bercampur darah, adanya obstruksi
sehingga pasien tidak bisa BAB, nyeri perut terus menerus, mual, muntah, dan berat badan
menurun 5 kg. Pada diare konik yang disebabkan oleh infeksi HIV-AIDS dari anamnesis
akan ditemukan keluhan tinja lembek, tidak disertai darah, tidak ada nyeri perut, berat
badan menurun 5 kg disertai demam, dan batuk selama 1 bulan lebih. [2,3,4,7]
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan anemis pada mata, mata terlihat cekung,
mukosa bibir terlihat kering, perut distensi, nyeri tekan pada perut kanan, teraba massa
7

konsistensi lunak, tidak berdungkul-dungkul, dan mobile, bising usus meningkat, serta
ekstremitas bawah teraba dingin. Berdasarkan teori, pada pasien diare yang disebabkan
oleh tumor kolorektal akan ditemukan tanda-tanda anemis akibat darah yang keluar
bersama feses, perut distensi, nyeri perut bagian kanan, teraba massa di regio lumbal kanan
atau kiri, dan pada pemeriksaan rectal toucher dapat ditemukan massa dan darah.
Sedangkan pada pasien diare akibat HIV-AIDS, dapat ditemukan tanda-tanda berupa
anemis pada mata, oral candidiasis, rhonki pada pemeriksaan dada, dan infeksi jamur pada
kulit. [2,4,5,9]
Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan pada pasien ini diantaranya
pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, elektrolit dan feses lengkap. Pada pemeriksaan
darah lengkap, ditemukan anemia ringan hipokromik mikrositer yang ditandai dengan
penurunan dari HGB, MCV, dan MCH. Pada pemeriksaan kimia darah, tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan elektrolit, ditemukan hiponatremia dan hipokloremia. Pada
pemeriksaan feses lengkap, ditemukan feses berwana coklat, konsistensi cair, dan pada
pemeriksaan mikroskopis feses ditemukan eritrosit. Kemudian diusulkan pemeriksaan
penunjang lanjutan seperti kolonoskopi, ct-scan abdomen dengan kontras, konsul VCT dan
rontgen thorak PA. Berdasarkan teori, pasien diare kronik yang disebabkan oleh tumor
kolorektal akan ditemukan pemeriksaan penunjang yang normal. Namun biasanya akan
ditemukan anemia mikrositik dan penurunan dari elektrolit. Sehingga memerlukan
pemeriksaan lanjutan berupa BNO, Kolonoskopi, USG, CT-scan abdomen. BNO
dilakukan untuk melihat adanya dilatasi kolon. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan
standar emas untuk melihat gambaran makros dan biopsi. Dengan pemeriksaan
kolonoskopi dapat diketahui penyebab diare apakah akibat keganasan atau hanya
inflamasi. Pada pemeriksaan USG digunakan untuk melihat adanya penebalan dinding
usus dan massa di abdomen. Pada pemeriksaan CT-scan abdomen dilakukan apabila
pemeriksaan USG belum jelas. Pada Ct-scan abdomen akan terlihat adanya keganasan
saluran cerna dan letak massa abdomen. Pada Pasien diare kronik yang disebabkan oleh
infeksi HIV-AIDS, akan ditemukan agent infeksi pada pemeriksaan kultur tinja seperti
Cryptosporidium dan Isospora belli. Selain itu, juga akan ditemukan leukositosis akibat
infeksi bakteri. Pemeriksaan serologik yang dapat digunakan untuk melihat adanya infeksi
HIV adalah melalui tipe HLA dan antibody terhadap HIV. Jika kemungkinan kuat
penyebab diare kronik adalah infeksi HIV, maka dapat dilakukan skrining pemeriksaan
infeksi HIV dalam darah. [2,4,7,8]

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan diare kronik e.c susp tumor kolorektal dd
immunocompromised (susp. B24) dengan dehidrasi sedang, hiponatremia, hipokloremia,
dan anemia ringan hipokromik mikrositer e.c susp ACD dd ADB. Berdasarkan teori,
banyaknya etiologi dari diare kronik menyebabkan banyaknya pemeriksaan yang
dibutuhkan sehingga penting untuk memilih pemeriksaan yang costeffectiveness. Untuk
mengusulkan pemeriksaan untuk diare kronik, didasarkan pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik. American Gastroenterological Association (AGA) merekomendasikan
pendekatan diagnostik diare kronik yang dibagi menjadu tahap awal dan tahap lanjut
sebagai berikut: [2]
Tahap awal
Anamnesis, pemeriksaan fisik, tes laboratorium, analisis tinja

Klasifikasi

Diare air

Sekretorik

Diare inflamatorik

Diare berlemak

Osmotik

Tahap lanjutan
Sekretorik

Osmotik

Diare inflamatorik

Diare berlemak

Eksklusi
infeksi

Analisis

Eksklusi penyakit
struktural

Eksklusi penyakit
struktural

Eksklusi infeksi

Eksklusi
insufisiensi
eksokrin pankreas

Eksklusi
penyakit
struktural

Pemeriksaan
selektif

Pemeriksaan
kelestiramin
untuk diare
asam empedu

Algoritme Pendekatan Diagnostik Diare Kronik


Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke V

Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih
banyak dari natrium, hilangnya air dan natrium dalam jumlah sama atau hilangnya natrium
lebih banyak daripada air. Berdasarkan gejala yang didapatkan, derajat dehidrasi dibagi
menjadi 3, yaitu minimal (BB turun < 3%), ringan-sedang (BB turun 3-9%), dan berat (BB
turun >9%). Derajat dehidrasi pada dewasa adalah sebagai berikut: [2,6,10]
Gejala

Status Mental
Rasa haus

Derajat Dehidrasi
Minimal ( BB

Ringan Sedang ( BB

Berat ( BB turun >

tutun <3%)

turun < 3-9% )

9% dari)

Baik, sadarpenuh

Normal, lemas,atau

Apatis, letargi,tidak

gelisah,iritabel

sadar

Minum normal

Sangat haus, sangat ingin

Tidak dapat minum

mungkin menolak

minum

minum
Denyut

Normal

Normal Meningkat

Jantung
Kualitas denyut

Takikardi, pada kasus


berat bradikardi

Normal

Normal Menurun

Lemah atau tidak teraba

Pernapasan

Normal

Normal Cepat

Dalam

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Basah

Kering

Pecah pecah

Air mata

Ada

Menurun

Tidak ada

Turgor kulit

Baik

< 2 detik

> 2 detik

Isian Kapiler

Normal

Memanjang

Memanjang Minimal

nadi

Mulut dan
Lidah

10

Ektermitas

Hangat

Dingin

Dingin

Output Urin

Normal Menurun

Menurun

Minimal

Hiponatremia adalah suatu keadaan kadar natrium dalam plasma < 135 mEq/L
yang dapat disebabkan diantaranya oleh mual dan muntah,penggunaan diuretik, pasien
luka bakar, da hipertiroid. Gejala hiponatremia ringan antara lain: mual dan muntah,
letargi,disorientasi, dan kebingungan. Sedangkan gejala hiponatremia berat terdiri dari:
kejang, edema serebri, koma hinga kematian. Hipokloremia adalah penurunan kadar ion
klorida dalam serum yang ditandai dengan nilai ion klorida <95 mEq/l. Hipokloremia
dapat disebabkan oleh mual dan muntah. Anemia adalah suatu keadaan dimana massa
eritrosit atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya dan secara
laboratorik ditandai dengan penurunan hemoglobin di bawah normal. Derajat anemia
dibagi menjadi 4 diantaranya : ringan sekali (Hb 10 g/dl-cut off point), ringan (Hb 8 g/dl9,9 g/dl), sedang (Hb 6 g/dl-7,9 g/dl), dan berat (Hb ,6 g/dl). Berdasarkan morfologi
eritrosit, anemia dibagi menjadi 3 yaitu anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl,
MCH <27 pg), anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg), dan
anemia makrositer (MCV > 95 fl). Anemia hipokromik mikrositer terlihat pada anemia
defisiensi besi, thalassemia, anemia akibat penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.
Anemia normokromik normositer dapat ditemukan pada perdarahan akut, anemia aplastik,
anemia hemolitik, anemia akibat penyakit kronik, dan anemia pada leukimia akut. Anemia
makrositer biasanya terdapat pada anemia defisiensi asam folat, anemia defisiensi vitamin
B12, dan penyakit hati kronik. Gejala umum anemia atau sering disebut dengan sindrom
anemia terdiri dari: lesu, cepat lelah, dada berdebar, sakit kepala, pusing, mata berkunangkunang, pucat pada kulit dan mukosa dan elastisitas kulit yang menurun. [2,6,9]
Penatalaksanaan pasien ini yaitu dengan IVFD RL 35 tpm, diet rendah serat,
atapulgate 4 x 2 tab, ciprofloxacin 2 x 500 mg, pantoprazole 1 x 1. Berdasarkan teori,
pengobatan untuk diare kronik dibagi menjadi 2, yaitu terapi suportif dan terapi
farmakologis. Untuk terapi farmakologis juga dibagi menjadi 2 yaitu terapi simtomatik dan
kausal. Terapi suportif yang diberikan pada pasien diare adalah rehidrasi cairan sesuai
dengan derajat dehidrasi. Rehidrasi cairan melalui intravena diberikan pada pasien apabila
rehidrasi oral tidak mungkin. Terapi suportif lain yang juga dilakukan adalah memberikan
pendidikan, menghindari obat-obatan yang tidak perlu atau asupan makanan yang dapat
menyebabkan diare kronis dan gizi yang baik yang tidak mengiritasi saluran pencernaan.
Terapi simtomatik yang diberikan untuk mengobati gejala diare ada 3 yaitu: untuk
11

mengurangi motilitas usus, untuk memadatkan feses, dan obat antiskretorik. Untuk
mengurangi motilitas usus dapat diberikan obat: difenoksilat, loperamide, kodein HCl/
fosfat, dan sulfas atropin. Untuk memadatkan feses diberikan obat: kaolin-morfin, kaolinpectin, atapulgite, dan smektit. Obat antiskretorik yang biasanya diberikan adalah
okreotide (analog somatostatin). Terapi simtomatik lainnya yang juga diberikan adalah
obat anti-emetik, vitamin dan mineral, dan aluminium hidroksida. Terapi kausal dapat
dilakukan melalui terapi empiris. Menurut American Gastroenterological Association
(AGA), terapi empiris dapat diberikan pada 3 kondisi, diantaranya: sebagai terapi awal
atau sementara, ketika tes diagnostik telah gagal mengkonfirmasi diagnosis, dan ketika
diagnosis telah ditetapkan, tetapi tidak ada pengobatan khusus yang tersedia. Lini pertama
pada orang dewasa adalah kuinolon (ciprofloxacin 2x500 mg selama 5-7 hari), lini kedua
adalah kotrimoxazole 2x800 mg selama 5-7 hari. [2,4,6,10]
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pasien perempuan dengan
inisial NMS (44 tahun) yang datang dengan keluhan BAB cair, yang didiagnosis dengan
diare kronik e.c susp tumor kolorektal dd immunocompromised dengan dehidrasi sedang,
hiponatremia, hipokloremia, dan anemia ringan hipokromik mikrositer e.c susp ACD dd
ADB tersebut dirasakan sudah tepat karena ditemukan beberapa hal pada anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukung terjadinya diagnosis
tersebut. Hal-hal yang mendukung diagnosis yaitu:
1. Keluhan BAB cair sejak 1 bulan, konsistensi feses cair, sering bercampur lendir
dan darah, nyeri bagian kanan, dan berat badannya menurun 5 kg
2. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan anemis pada mata, mata terlihat cekung,
mukosa bibir terlihat kering, perut distensi, nyeri tekan pada perut kanan, teraba
massa

konsistensi lunak, tidak berdungkul-dungkul, dan mobile, bising usus

meningkat, dan ekstremitas bawah teraba dingin.


3. Pada pemeriksaan penunjang, ditemukan anemia ringan hipokromik mikrositer,
hiponatremia dan hipokloremia. Pada pemeriksaan feses lengkap, ditemukan feses
berwana coklat, konsistensi cair, dan terdapat eritrosit pada pemeriksaan
mikroskopik.
Oleh karena itu, penulis mendiagnosis pasien dengan diare kronik e.c susp tumor
kolorektal dd immunocompromised dengan dehidrasi sedang, hiponatremia, hipokloremia,
dan anemia ringan hipokromik mikrositer e.c susp ACD dd ADB. Untuk menegakkan
12

penyebabnya, penulis mengusulkan beberapa pemeriksaan diantaranya ct-scan abdomen


dengan kontras, kolonoskopi dan konsul VCT.

13

You might also like