You are on page 1of 9

TUGAS FITOKIMIA

NAMA

: Khansa Nabilah

NIM

: 1304015261

KELAS

: 5M

KELOMPOK

:8

DOSEN PEMBIMBING

: Drs. H Sediarso, M.Farm, Apt.

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS


PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2015

1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari
langsung.
Pembuatan Ekstrak
1) Buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan
pelarut yang sesuai. Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar
metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak
dinyatakan lain gunakan etanol 70% P.
2) Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan
10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk,
kemudian diamkan selama 18 jam.
3) Pisahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.
Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama.
4) Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau
penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental.
5) Hitung rendemen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b) antara rendemen
dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan dengan penimbangan.
Rendemen harus mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan
pada masing-masing monografi ekstrak. Pembuatan ekstrak bisa dilakukan
dengan cara lain seperti perkolasi, sokletasi atau counter current.
Sumber :
Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Depkes RI : Jakarta.
2. Ekstraksi khususnya maserasi
Penyarian
Penyarian simplisia dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air
mendidih. Cairan penyari yang digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan
air. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau
perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.
Maserasi
Maserasi digunakan untuk simplisia segar, kering atau serbuk yang zat
aktifnya tidak tahan terhadap proses pemanasan. Pelarut yang dipakai adalah air
atau pelarut organik.

Keuntungan dari maserasi adalah pengerjaan dan peralatannya mudah dan


sederhana. Sedangkan kekurangannya antara lain waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian kurang sempurna, pelarut yang
digunakan jumlahnya banyak.
Metode : Kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut:
Masukkan 1 bagian simplisia dalam maserator, tambahkan 10 bagian penyari dan
rendam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk, kemudian diamkan hingga 24 jam.
Pisahkan maserat dengan separator dan ulangi proses 2 kali dengan jumlah dan
jenis pelarut yang sama, kemudian kumpulkan semua maserat. Jika maserasi
dilakukan dengan pelarut air maka tambahkan etanol minimal 10% selain sebagai
pengawet, juga untuk memudahkan penguapan maserat.
Perkolasi
Perkolasi umumnya digunakan untuk mengekstraksi serbuk kering simplisia
terutama untuk bahan yang keras seperti kulit batang, kulit buah, biji, kayu dan
akar. Pelarut yang digunakan umumnya adalah etanol atau campuran etanol-air.
Dibandingkan dengan metode maserasi, metode ini tidak memerlukan tahapan
penyaringan perkolat, hanya kerugiannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih
lama dan jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak.
Metode : Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut :
Rendam serbuk simplisia dengan penyari, proses ini dilakukan di dalam perkolator.
Tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam. Setelah itu buka keran perkolator,
biarkan cairan menetes dengan kecepatan tertentu, tambahkan berulang-ulang
cairan penyari secukupnya sehingga bahan selalu terendam. Penetesan dihentikan
pada saat jumlah pelarut yang digunakan sudah mencapai 10 kali jumlah serbuk
simplisia. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat. Pindahkan ke
dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung dari cahaya.
Enapkan tuangkan atau saring.
Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan pada suhu
. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat
aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain:
a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut


mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik
dengan kekentalan hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan
difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
d. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu
dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan penyari yang menguap
akan kembali ke dalam bejana.
Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu
dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan penyari yang menguap akan
kembali ke dalam bejana. Digesti digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya
tahan terhadap proses pemanasan. Pelarut yang digunakan : air atau pelarut
organik. Keuntungan dari digesti adalah penyariannya lebih sempurna
dibandingkan maserasi karena dibantu dengan proses pemanasan.
Maserasi Ganda
Jika simplisia dimaserasikan dua kali dengan bahan pelarut yang sama, artinya
mula-mula hanya dengan setengah bagiannya, kemudian dengan sisanya, cara ini
dikatakan sebagai maserasi ganda. Hasilnya tidak lebih baik. Cara ini akan sedikit
lebih baik, jika bahan simplisia mula-mula diekstraksi dengan sedikit bagian bahan
pelarut (20%) dan akhirnya dengan seluruh jumlah sisanya.
Maserasi Kocokan
Melalui pengocokan rendaman secara intensif dengan menggunakan bahan
pengocok, ternyata memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik, akan tetapi dengan
mempercepat pencapaian keseimbangan konsentrasi, waktu ekstraksi menjadi lebih
singkat. Dalam setiap hal ditemukan bahwa keseimbangan konsentrasi dapat
dicapai dalam waktu 10-30 menit.
Sumber :
Anonim. 2012. Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak
Volume 1. Badan POM RI: Jakarta.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.
3. Aspek yang diperhatikan untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang baik

Ekstraksi bisa dilakukan baik dari bahan segar maupun bahan yang telah
dikeringkan. Proses penyiapan simplisia segar yang akan dibuat ekstrak meliputi
tahapan sebagai berikut:
1) Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya.
2) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih. Pencucian
bahan simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam air, hendaknya
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pada simplisia akar, batang atau
buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia.
3) Penirisan
Penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah air bilasan yang masih menempel
pada simplisa dan agar pengotor yang masih terdapat dalam air bilasan cucian ikut
terbuang.
4) Perajangan
Perajangan

diperlukan

untuk

memperluas

permukaan

bahan

sehingga

mempermudah proses ekstraksi. Beberapa jenis simplisa memerlukan perajangan


untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Bila
perajangan terlalu tebal maka pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan
dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat
rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi.
5) Pengeringan
Dapat dilakukan dengan menggunakan ovem dengan suhu tidak lebih dari

Selain itu, pengeringan di bawah sinar matahari tidak langsung misalnya dengan
menggunakan tenda surya dengan aliran udara yang diatur dan pada area yang
terbebas dari kontaminasi,
6) Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan
simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya. Sortasi kering ini juga dilakukan
untuk memilih simplisia kering yang bermutu baik.
7) Penyerbukan
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering
(penyerbukan). Makin halus serbuk simplisa, proses ekstraksi makin efektif dan
efisien. Namun, makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan
untuk tahapan filtrasi.

Sumber:
Anonim. 2012. Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak
Volume 1. Badan POM RI: Jakarta.
Selain itu, ada hal yang perlu diperhatikan agar memperoleh ekstrak dengan mutu
yang baik, antara lain sebagai berikut:
1) Kesahihan Tanaman
Tanaman obat sangat banyak dan sangat mirip secara morfologi sehingga secara
fundamental perlu dihindari kesalahan dalam pengambilan spesies.
2) Genetik
Bibit unggul tentu saja akan memiliki kadar senyawa alami lebih tinggi ketika
tumbuh optimal. Demikian pula tanaman yang tumbuh liar biasanya variabilitas
kandungan kimianya yang kurang baik namun dengan pembentukan ekstrak dan
dilanjutkan standardisasi, masalah ini bisa ditanggulangi. Tanaman budidaya
cenderung memiliki genetik yang lebih seragam sehingga mudah mengontrol
kandungan senyawanya.
3) Lingkungan Tempat Tumbuh
Pemberian nutrisi artifisial atau alami akan menaikkan kadar metabolit target
dibandingkan tanaman yang dibiarkan tumbuh seadanya. Sehingga kualitas akan
menjadi lebih baik karena metabolisme pembentukan senyawa alami semakin
optimal begitu pula pembentukan organ beserta jaringan pendeposit metabolit
sekunder.
4) Waktu Panen
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat tanaman mengandung kadar metabolit
tertinggi. Oleh karena itu perlu diperhatikan musim panen, kematangan organ
terpilih dan siklus biosintesis harian.
5) Penanganan Pasca Panen
Teknologi pasca panen berupa penggunaan alat, pengeringan yang aman dan baik,
pengepakan dan penyimpanan mempengaruhi mutu ekstrak. Kadar air yang terlalu
tinggi berisiko terhadap tumbuhnya jamur dan bakteri. Pengeringan di tempat
yang terlalu terbuka atau dekat tumpukan sampah bisa memicu kontaminan
Salmonella thyphi. Demikian juga dengan pengeringan menggunakan oven
ataupun sinar matahari langsung harus dikontrol derajat panasnya agar zat-zat
penting tidak rusak.
6) Teknologi Ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi dengan metode perendaman (maserasi), pengaliran
(perkolasi), perkolasi berkesinambungan atau advanced extractor seperti
superkritikal gas menyesuaikan dengan kemampuan industri atau pabrik pembuat.

Metode ekstraksi apapun asal hasilnya memenuhi standar tidaklah menjadi


masalah. Demikian juga aspek pelarut memegang peran kunci namun jika tidak
dinyatakan lain solven yang diperkenankan menurut farmakope adalah etanol
berair. Jika menggunakan solven lain maka persyaratannya lebih ketat karena
potensi keracunan lebih besar.
7) Teknologi Pengentalan dan Pengeringan Ekstrak
Metode pengeringan merupakan kunci penting mutu suatu ekstrak. Pengeringan
bisa dilakukan dengan pemanasan. Pemanasan dengan suhu yang cukup tinggi
berisiko terhadap terjadinya kerusakan zat aktif.
Pengentalan umumnya menggunakan tangas air, vacuum oven, freeze bulk dryer.
Pengeringan dengan tangas air tidaklah menjadi masalah jika zat khasiat
merupakan komponen tidak menguap atau terdegradasi.
8) Cara Menyimpan Ekstrak
Penyimpanan yang baik adalah penyimpanan yang menghindarkan dari
kontaminasi dan menjaga stabilitas ekstrak serta metabolit yang dikandung.
Keberadaan lembab menyebabkan uap air terabsorpsi ke dalam ekstrak sehingga
kadar air meningkat. Penyimpanan ekstrak di dalam pendingin atau freezer
bersuhu 0

tidak direkomendasikan karena menyebabkan pembacaan Coliform

positif bahkan cukup tinggi hingga ekstrak tidak memenuhi syarat terkait kadar
bakteri Coliform. Penyimpanan ekstrak pada kotak dengan dasar dilapisi kapur
tohor cukup baik mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri.
Sumber :
Saifudin, Aziz, dkk. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
4. Pengujian
Uji Mikroskopik
Kecuali dinyatakan lain, uraian mikroskopik mencakup pengamatan terhadap
penampang melintang simplisia atau bagian simplisia dan terhadap fragmen
pengenal serbuk simplisia. Pada pengujian mikroskopik, digunakan pereaksi air,
fluoroglusin LP dan kloralhidrat LP.
Identifikasi Saponin
Pereaksi penampak
1. Darah LP
Saponin yang bersifat hemolitik dapat diamati sebagai bercak putih pada latar
belakang merah. Hemolisis dapat terjadi segera, atau setelah membiarkan

lempeng KLT beberapa saat, atau setelah mengeringkan lempeng KLT dalam
udara panas.
2. Vanilin-Asam Sulfat LP
Dengan pereaksi ini saponin membentuk bercak biru, violet biru atau kadangkadang kekuningan bila diamati pada sinar biasa.
3. Anisaldehid-Asam Sulfat LP
Warna bercak sama dengan warna yang ditunjukkan pada pereaksi 2.
4. Antimon (III) klorida LP
Menunjukkan bercak berwarna violet kemerahan dalam sinar biasa. Bila
diamati pada sinar UV 365 nm umumnya menunjukkan bercak berpendar violet
merah, biru dan hijau.
5. Vanilin-Asam Fosfat LP
Gensenosida memberikan warna violet kemerahan dalam sinar biasa. Bila
diamati pada sinar UV 365 nm menunjukkan bercak berpendar kuning, biru
pucat dan jingga.
6. Komarowsky LP
Lempeng KLT yang telah disemprot, dipanaskan pada suhu 100

selama 5-10

menit pada lemari pengering, sambil terus menerus diamati. Saponin akan
menunjukkan bercak berwarna biru, kuning dan merah.
Identifikasi Kumarin
Pereaksi Penampak
1. Kalium hidroksida 5% etanol (90%) LP
Bercak berpendar biru, menjadi lebih intensif, jika disemprot dengan larutan
kalium hidroksida 5% etanol (90%) LP.
2. Difenilboriloksietilamina-polietilenglikol LP
Pereaksi ini lebih mengintensifkan dan menstabilkan pendaran bercak kumarin.
3. Antimon (III) klorida LP
Identifikasi Flavonoid
1. Difenilboriloksietilamina-polietilenglikol LP
Pada sinar UV 365 nm tampak bercak berwarna tajam yang khas dan berpendar
yang nampak segera setelah disemprot. Glikosida luteolin berpendar jingga.
Glikosida apigenin berpendar hijau kekuningan. Glikosida kaempferol
berpendar hijau kekuningan.
2. 3,3-dimektoksi bifenil-4-4-bis (diazonium) diklorida LP
Zat warna azo ungu-biru atau biru terbentuk jika terkena sinar matahari. Dalam
beberapa hal warna dapat diintensifkan dengan cara menyemprot larutan NaOH
0,1 M atau larutan KOH 10%.
Sumber
Anonim. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid VII. Depkes RI : Jakarta.

Anonim. 1987. Analisis Obat Tradisional Jilid I. Depkes RI : Jakarta.

You might also like