Professional Documents
Culture Documents
NAMA
: Khansa Nabilah
NIM
: 1304015261
KELAS
: 5M
KELOMPOK
:8
DOSEN PEMBIMBING
1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari
langsung.
Pembuatan Ekstrak
1) Buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan
pelarut yang sesuai. Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar
metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak
dinyatakan lain gunakan etanol 70% P.
2) Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan
10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk,
kemudian diamkan selama 18 jam.
3) Pisahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.
Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama.
4) Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau
penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental.
5) Hitung rendemen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b) antara rendemen
dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan dengan penimbangan.
Rendemen harus mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan
pada masing-masing monografi ekstrak. Pembuatan ekstrak bisa dilakukan
dengan cara lain seperti perkolasi, sokletasi atau counter current.
Sumber :
Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Depkes RI : Jakarta.
2. Ekstraksi khususnya maserasi
Penyarian
Penyarian simplisia dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air
mendidih. Cairan penyari yang digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan
air. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau
perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.
Maserasi
Maserasi digunakan untuk simplisia segar, kering atau serbuk yang zat
aktifnya tidak tahan terhadap proses pemanasan. Pelarut yang dipakai adalah air
atau pelarut organik.
Ekstraksi bisa dilakukan baik dari bahan segar maupun bahan yang telah
dikeringkan. Proses penyiapan simplisia segar yang akan dibuat ekstrak meliputi
tahapan sebagai berikut:
1) Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya.
2) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih. Pencucian
bahan simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam air, hendaknya
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pada simplisia akar, batang atau
buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia.
3) Penirisan
Penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah air bilasan yang masih menempel
pada simplisa dan agar pengotor yang masih terdapat dalam air bilasan cucian ikut
terbuang.
4) Perajangan
Perajangan
diperlukan
untuk
memperluas
permukaan
bahan
sehingga
Selain itu, pengeringan di bawah sinar matahari tidak langsung misalnya dengan
menggunakan tenda surya dengan aliran udara yang diatur dan pada area yang
terbebas dari kontaminasi,
6) Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan
simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya. Sortasi kering ini juga dilakukan
untuk memilih simplisia kering yang bermutu baik.
7) Penyerbukan
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering
(penyerbukan). Makin halus serbuk simplisa, proses ekstraksi makin efektif dan
efisien. Namun, makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan
untuk tahapan filtrasi.
Sumber:
Anonim. 2012. Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak
Volume 1. Badan POM RI: Jakarta.
Selain itu, ada hal yang perlu diperhatikan agar memperoleh ekstrak dengan mutu
yang baik, antara lain sebagai berikut:
1) Kesahihan Tanaman
Tanaman obat sangat banyak dan sangat mirip secara morfologi sehingga secara
fundamental perlu dihindari kesalahan dalam pengambilan spesies.
2) Genetik
Bibit unggul tentu saja akan memiliki kadar senyawa alami lebih tinggi ketika
tumbuh optimal. Demikian pula tanaman yang tumbuh liar biasanya variabilitas
kandungan kimianya yang kurang baik namun dengan pembentukan ekstrak dan
dilanjutkan standardisasi, masalah ini bisa ditanggulangi. Tanaman budidaya
cenderung memiliki genetik yang lebih seragam sehingga mudah mengontrol
kandungan senyawanya.
3) Lingkungan Tempat Tumbuh
Pemberian nutrisi artifisial atau alami akan menaikkan kadar metabolit target
dibandingkan tanaman yang dibiarkan tumbuh seadanya. Sehingga kualitas akan
menjadi lebih baik karena metabolisme pembentukan senyawa alami semakin
optimal begitu pula pembentukan organ beserta jaringan pendeposit metabolit
sekunder.
4) Waktu Panen
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat tanaman mengandung kadar metabolit
tertinggi. Oleh karena itu perlu diperhatikan musim panen, kematangan organ
terpilih dan siklus biosintesis harian.
5) Penanganan Pasca Panen
Teknologi pasca panen berupa penggunaan alat, pengeringan yang aman dan baik,
pengepakan dan penyimpanan mempengaruhi mutu ekstrak. Kadar air yang terlalu
tinggi berisiko terhadap tumbuhnya jamur dan bakteri. Pengeringan di tempat
yang terlalu terbuka atau dekat tumpukan sampah bisa memicu kontaminan
Salmonella thyphi. Demikian juga dengan pengeringan menggunakan oven
ataupun sinar matahari langsung harus dikontrol derajat panasnya agar zat-zat
penting tidak rusak.
6) Teknologi Ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi dengan metode perendaman (maserasi), pengaliran
(perkolasi), perkolasi berkesinambungan atau advanced extractor seperti
superkritikal gas menyesuaikan dengan kemampuan industri atau pabrik pembuat.
positif bahkan cukup tinggi hingga ekstrak tidak memenuhi syarat terkait kadar
bakteri Coliform. Penyimpanan ekstrak pada kotak dengan dasar dilapisi kapur
tohor cukup baik mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri.
Sumber :
Saifudin, Aziz, dkk. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
4. Pengujian
Uji Mikroskopik
Kecuali dinyatakan lain, uraian mikroskopik mencakup pengamatan terhadap
penampang melintang simplisia atau bagian simplisia dan terhadap fragmen
pengenal serbuk simplisia. Pada pengujian mikroskopik, digunakan pereaksi air,
fluoroglusin LP dan kloralhidrat LP.
Identifikasi Saponin
Pereaksi penampak
1. Darah LP
Saponin yang bersifat hemolitik dapat diamati sebagai bercak putih pada latar
belakang merah. Hemolisis dapat terjadi segera, atau setelah membiarkan
lempeng KLT beberapa saat, atau setelah mengeringkan lempeng KLT dalam
udara panas.
2. Vanilin-Asam Sulfat LP
Dengan pereaksi ini saponin membentuk bercak biru, violet biru atau kadangkadang kekuningan bila diamati pada sinar biasa.
3. Anisaldehid-Asam Sulfat LP
Warna bercak sama dengan warna yang ditunjukkan pada pereaksi 2.
4. Antimon (III) klorida LP
Menunjukkan bercak berwarna violet kemerahan dalam sinar biasa. Bila
diamati pada sinar UV 365 nm umumnya menunjukkan bercak berpendar violet
merah, biru dan hijau.
5. Vanilin-Asam Fosfat LP
Gensenosida memberikan warna violet kemerahan dalam sinar biasa. Bila
diamati pada sinar UV 365 nm menunjukkan bercak berpendar kuning, biru
pucat dan jingga.
6. Komarowsky LP
Lempeng KLT yang telah disemprot, dipanaskan pada suhu 100
selama 5-10
menit pada lemari pengering, sambil terus menerus diamati. Saponin akan
menunjukkan bercak berwarna biru, kuning dan merah.
Identifikasi Kumarin
Pereaksi Penampak
1. Kalium hidroksida 5% etanol (90%) LP
Bercak berpendar biru, menjadi lebih intensif, jika disemprot dengan larutan
kalium hidroksida 5% etanol (90%) LP.
2. Difenilboriloksietilamina-polietilenglikol LP
Pereaksi ini lebih mengintensifkan dan menstabilkan pendaran bercak kumarin.
3. Antimon (III) klorida LP
Identifikasi Flavonoid
1. Difenilboriloksietilamina-polietilenglikol LP
Pada sinar UV 365 nm tampak bercak berwarna tajam yang khas dan berpendar
yang nampak segera setelah disemprot. Glikosida luteolin berpendar jingga.
Glikosida apigenin berpendar hijau kekuningan. Glikosida kaempferol
berpendar hijau kekuningan.
2. 3,3-dimektoksi bifenil-4-4-bis (diazonium) diklorida LP
Zat warna azo ungu-biru atau biru terbentuk jika terkena sinar matahari. Dalam
beberapa hal warna dapat diintensifkan dengan cara menyemprot larutan NaOH
0,1 M atau larutan KOH 10%.
Sumber
Anonim. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid VII. Depkes RI : Jakarta.