Professional Documents
Culture Documents
Indikasi terapi
1. Pasien dengan ALT normal tidak perlu diterapi antivirus tapi perlu dipantau kadar
ALT setiap 3 bulan.
2. Pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg (+) dan kadar ALT > 2xBANN pengobatan
antivirus boleh segera dimulai.
3. Pasien hepatitis B kronik dengan kadar ALT meningkat > 2 x BANN sedangkan
HBeAg (-) disertai anti HBe (+) dan kadar HBV-DNA (+) > 100.000 kopi/mL diberi
terapi antivirus (PPHI, 2006).
Pasien yang menunjukkan adanya peningkatan ALT (dari normal at< peningkatan
kadar minimal) atau ALT > 5x BANN mungkin diakibatkan karena eksaserbasi, hepatitis
berat atau dekompensasi hati. Oleh sebab itu, mereka perlu diawasi secara ketat, termasuk
pemeriksaan kadar bilirubin dan prothrombin setiap minggu atau 2 mingguan dan
pengobatan dimulai tepat waktu untuk mencegah dekompensasi. Eksaserbasi tersebut
dapat juga mempercepat serokonversi HBeAg secara spontan yang diikuti dengan remisi.
Karena itu, maka masih diperbolehkan untuk menunda pemberian terapi selama 3 bulan
(observasi) jika tidak ada kekhawatiran akan terjadinya dekompensasi hati (PPHI, 2006).
Pada pasien dengan HBV-DNA positif baik HBeAg (+) maupun HBeAg (-), dengan
kadar ALT > 5x BANN, dianjurkan menggunakan analog nukleosida. Lamivudine
digunakan terutama bila didapatkan tanda-tanda dekompensasi hati. Untuk pasien HBeAg
positif dengan kadar ALT antara 2-5x BANN pilihan antara analog nukleosida atau
interferon, sama-sama dapat digunakan. Dalam membuat pilihan antara analog nukleosida
atau interferon (PPHI, 2006).
Pemberian intreferon a-2b konvensional dan khususnya pegylated interferon a-2a
menunjukkan hasil sustained response yang lebih tinggi, namun kedua obat ini
mempunyai efek samping yang lebih banyak dan memerlukan pengawasan yang lebih
ketat dan kontra indikasi pada keadaan dekompensasi hati. Penggunaan kedua obat ini
pada penderita sirosis hati dapat memicu terjadinya dekompensasi hati. Pemberian
kortikosteroid sebelum terapi interferon secara umum tidak dianjurkan. Kalau pemberian
koritikosteroid akan dilakukan, maka harus secara hati-hati dan hanya pada pusat
kesehatan yang berpengalaman. Kombinasi atau strategi lain harus dievaluasi lebih lanjut.
Adefovir dipifoxil dapat dipilih atas dasar resistensinya yang rendah, dan bermanfaat
Dosis
Dosis Anak
Pregnancy
Side effect
Monitoring
Peg-IFN-2a
dewasa
180 g per
1 tahun
catagory
C
Anorexia dan
CBC (setiap
(dewasa)
minggu
Dosis: 6 juta
penurunan
bulan sampai
IU/m2
berat badan
3 bulan)
pada anak,
TSH (setiap
fatigue,
3 bulan)
IFN--2 b
(anak)
gangguan
mood,
gangguan
Lamivudin
100 mg/hari
autoimun
Pancreatitis,
Amylase,
Dosis: 3
laktat
jika simptom
mg/kg/hari
asidosis
peningkatan
2 tahun
Dosis
asam laktat
maksimal
terlihat
100 mg
Telbivudine
600 mg/hari
Peningkatan
Creatinin
kreatinin
kinase
kinase,
Kadar asam
miopathy,
laktat
neuropati
perifer, laktat
Entecavir
0,5 1,0
2 tahun
mg/hari
Dosis: 3
mg/kg/hari
Dosis
asidosis
Laktat
Kadar asam
asidosis
laktat
maksimal
Adefovir
10 mg/hari
100 mg
12 tahun
Gagal ginjal
Kreatinin
Dosis: 10
akut, laktat
clearance
mg/hari
asidosis,
nefrogenic
diabetes
insipidus
(Terrault, 2015)
Interferon a konvensional diberikan selama 4-6 bulan, untuk pasi non responders dan
HBeAg negatif, pengobatan dapat diterusk; selama 12 bulan. Pegylated interferon a-2a,
diberikan selama 6 bulan pada pasi HbeAg positif dan 12 bulan pada pasien HBeAg negal
Dianjurkan juga untuk melakukan pengawasan selama 6-12 bulan setelah berakhirnya terapi
interferon untuk melihat adanya respon lambat atau perlunya terapi yang lain. Pada umumnya
pengobatan analog (PPHI, 2006).
Terapi Sirosis hepatis
Penatalaksanaan hipertensi portal pada sirosis hati
Pencegahar perdarahan pertama (=profilaksis primer)
1. Umum: hindari alkohol dan tidak boleh mengkonsumsi aspirin serta obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
2. Propanolol, suatu penghambat beta nonkardioselektif dapat diberikan dengan tujuan
menurunkan tekanan v. Portal melalui mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah
splanknik. Dosis propanolol sangat individual, namun target yang harus dicapai
adalah penurunan nadi 25% dari nadi awal atau mencapai sekitar 55-60x/menit
3. Nadolol atau isosorbid 5 mononitrat dapat diberikan sebagain pengganti propanolol
(bila ada kontraindikasi atau efek samping obat)
4. Skleroterapi atauligasi varises endoskopi pada beberapa kasus tertentu, teteapi secara
cost effective, ternyata propanolol lebih unggul (Setiawan et al, 2007).
Penatalaksanaan pendarahan akut varises secara garis besar penatalaksanaan terdiri dari:
1. Penatalaksanaan umum dan resusitasi
a. Penderita harus mendapatkan pertolongan untuk menstabilkan hemodinamis,
pilihan cairan resusitasi adalah cairan kristaloid.
b. Bila transfusi diperlukan, berikan jangan terlalu cepat dan cukup sampai
dengan PCV/Het sekitar 0,27-0,30
c. Hindari ensefalopati dengan cara pemberian laktulosa dan klisma tinggi
d. Pemasangannasogastric tube berguna untuk memonitor adanya perdarahan
baru atau untuk ]ersiapan endoskopi. Lakukan lavas lambung
e. Pemberian antibiotik jangka pendek (misalnya siprofloksasin) terbukti dapat
mencegah terjadinya peritonitis bakterial spontasn
f. Vitamin K diberikan bila ada gangguan faal koagulasi (Setiawan et al, 2007).
2. Usaha penghentian perdarahan varises
a. Pemberian obat-obatan vasoaktif (Misalnya vasopressin, somatostatin atau
b.
c.
d.
e.
f.
octreotide)
Pemasangan sengstaken blakemore tube (= SB-tube)
Skleroterapi endoskopi (STE)
Ligasi varises esofagus
TIPS (transjuguler intrahepatic porto systemic shunt)
Bedah darurat (Setiawan et al, 2007).
fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten (Oesman, 2009).
Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun
1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran
empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket
kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran
empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh
sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut. Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila
simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau
berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan
kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi
laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung
empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi
luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal (Oesman,
2009).
Daftar Pustaka
Setiawan B, et al. Sirosis hati. Dalam: Tjokroprawiro A, Penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Surabaya: Airlangga University Press; 2007. h. 129-136.
PPHI. Panduan tata laksana infeksi hepatitis B kronik. Jakarta; Konsensus Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia. 26 agustus 2006.
Terrault N. A, AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. American
Assosiation for the Study of Liver Disease 2015, 1(1). h. 1-19
Oesman N. Kolitis Infeksi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, penyunting. Ilmu
penyakit dalam. Jakarta: interna publishing; 2009. h. 560-566.
Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada pasien ikterus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, penyunting. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing; 2009. h. 634-639.