You are on page 1of 13

Angina Pectoris Tidak Stabil

Christy Rattekanan
christy.rattekanan@civitas.ukrida.ac.id
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510
Telp. (021) 56942061. Fax (021) 5631731
Pendahuluan
Dewasanya suatu pola hidup yang tidak sehat tentunya akan menimbulkan berbagai
macam permasalahan kesehatan. Utamanya bagi sistem kardiovaskuler. Salah satu jenis
gangguan pada sistem kardiovaskuler yang dibahas dalam makalah ini yakni angina pectoris.
Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu
seperti di tekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada
tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas
dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium
yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu proses tanya jawab antara dokter dan pasien untuk mendapat
informasi atau keterangan sebanyak-banyaknya tentang keluhan yang diderita pasien guna
menunjang diagnosis dokter. Hal utama yang harus diketahui dokter adalah tentang keluhan
utama yaitu keluhan yang mendorong pasien datang ke dokter. Setiap jawaban yang diberikan
pasien harus dicatat dengan lengkap sebagai rekam medis untuk keperluan dokter dan pasien
itu sendiri. Selain itu tujuan melakukan anamnesis juga untuk menentukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang apakah yang harus dilakukan. Selain itu, proses ini juga
memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah
medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas yaitu mencakup nama, jenis kelamin,
tempat dan tanggal lahir, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan terakhir, agama, suku dan
status. Selanjutnya setelah indentitas adalah keluhan utama dan penyerta jika ada, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga.1
1. Keluhan Utama
Yaitu gangguan atau keluhan yang dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk
datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya
keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita merasakan keluhan itu.
Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:
Tempat
Kualitas penyakit
Kuantitas penyakit
Urutan waktu
Situasi

3.

4.

5.

6.

Faktor yang memperberat atau yang mengurangi


Gejala-gejala yang berhubungan
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang mungkin berhubungan
dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
Riwayat Keluarga
Segala hal yang berhubungan dengan peranan heredriter dan kontak antar anggota
keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial
keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.
Riwayat Pribadi
Segala hal yang menyangkut pribadi pasien. Mengenai peristiwa penting pasien
dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran. Riwayat imunisasi, riwayat
makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga.
Riwayat Sosial
Mencangkup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lainlain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.2

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Posisi dan karakteristik denyut jantung harus diperhatikan. Pada pasien dengan bentuk
dada normal dan dalam posisi duduk 45 , denyut apeks jantung biasanya teraba pada ruang
interkostalis ke lima pada garis midklavikula. Denyut apeks jantung yang normal sebaiknya
dirasakan oleh jari.

Palpasi
Gunakan palpasi untuk memastikan karakteristik iktus cordis. Palpasi juga berguna
untuk mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 dan S4. Dengan inspeksi dan palpasi
kita dapat menemukan gerakan ventrikel yang sinkron dengan bunyi jantung ketiga dan
keempat yang patologis. Untuk menemukan impuls ventrikel kiri, raba denyut apeks secara
lembut dengan satu jari tangan. Pasien harus berbaring dengan sebagian tubuh berada dalam
posisi miring pada sisi kiri tubuh nya, mengembuskan napas, dan menghentikan napas nya
sebentar. Dengan membuat tulisan X dengan spidol pada apeks kordis, kita dapat melihat
gerakan ini.
Yang diperiksa adalah :
Pulsasi.
Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. Hal ini dapat teraba karena
adanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik atau uthrill di astolic
tergantung difase mana berada.
Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan ditangan kita. Hal ini karena
overload ventrikel kiri, misalnya pada insufisiensi mitral.

Lift yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya
peningkatan tekanan di ventrikel, misalnya pada stenosis mitral.
Perkusi
Perkusi jantung jarang memberikan informasi yang bermanfaat. Kadang-kadang efusi
perikardial yang besar atau atrium kiri yang besar, dapat diperkusi (pada stenosis mitral yang
lama dan berat). Pemeriksaan perkusi jantung dilakukan secara sistematis yaitu untu
menentukkan batas jantung kanan, batas jantung kiri, batas atas jantung, pinggang jantung
dan batas bawah jantung

Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi jantung sangat penting di klinik, terutama untuk menentukkan
berbagai diagnosis dari kelainan jantung. Sebaiknya pemeriksaan auskultasi jantung
dilakukan di dalam ruangan yang sunyi, sehingga bunyi jantung terdengar dengan jelas.
Dengan menggunakan stetoskop terdengar bunyi jantung 1 (BJ 1) dan bunyi jantung 2 (BJ 2).
Bunyi jantung dapat didengar pada tempat tempat berikut :3
Katup mitral : lokasi di apex cordis, yaitu linea mid clavicularis sinistra sela iga 4
5. BJ 1 lebih terdengar daripada BJ 2.
Katup triskupidal : lokasi linea sternalis dextra sela iga 4 5. BJ 1 lebih terdengar
daripada BJ 2.
Katup aorta : lokasi linea sternalis dextra sela iga 2. BJ 2 lebih terdengar daripada BJ
1.
Katup pulmonal : lokasi linea sternalis kiri sela iga 2. BJ 2 lebih terdengar daripada
BJ 1.
Bunyi jantung normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik bilik jantung
pada penutupan katup. Bunyi jantung pertama perkaitan dengan penutupan katup
arterioventrikularis (AV), sedangkan Bunyi jantung kedua berkaitan dengan penutupan katup
semilunaris. Oleh karena itu BJ I lebih terdengar pada permukaan sistole ventrikel, pada saat
ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan atrium dan menutup katup mitralis dan
trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis terdengar BJ I yang abnormal dan lebih keras
akibat kekakuan daun daun katup. BJ II terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel
karena tekanan ventrikel turun sampai dibawah tekanan arteri pulmonalis dan aorta, sehingga
katup pulmonalis dan aorta menutup.
Terdapat dua bunyi jantung yang lain yang kadang kadang dapat terdengar selama
diastolik ventrikel. BJ III dan BJ IV dapat menjadi manifestasi fisiologis tetapi biasanya
berkaitan dengan penyakit jantung tertentu; tampilan patologis BJ III dan BJ IV disebut
sebagai irama gallop. Istilah ini digunakan karena bunyi jantung lain merangsang timbulnya
irama seperti derap lari kuda.
BJ III terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut gallop
ventrikuler apabila abnormal. Bunyi ini biasanya temuan patologis yang dihasilkan oleh
disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel. BJ IV timbul pada sistolik atrium dan
disebut sebagai gallop atrium. BJ IV biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali,
bunyi ini timbul sesaat sebelum BJ I. Gallop atrium terdengar bila resistensi ventrikel

terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya peregangan dinding ventrikel atau
peningkatan volume ventrikel.
Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung.
Aliran turbulen ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan lubang katup,
insufisiensi katup, atau dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah yang cepat sekali
melalui struktur yang normal.
Bising jantung digambarkan menurut waktu relatifnya terhadap siklus jantung,
intensitasnya, lokasi atau daerah tempat bunyi itu terdengar paling keras dan sifat sifatnya.
Bising diastolik terjadi sesudah BJ II saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis mitralis dan
infuesiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu
bising yang terjadi selama mid diastolik sesudah fase awal kontraksi isovolusimetrik, atau
bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang
terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik. Bising stenosis aorta
merupakan bising ejeksi yang khas; sedangkan insufisiensi mitralis akan menghasilkan bising
pansistolik.1
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih
normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard
di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien
hipertensi dan angina, dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang
tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan
gelombang T dapat menjadi negatif.

Uji latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medika mentosa dan menunjukkan tanda resiko
tinggi perlu pemerikasaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka
prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen
ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai
keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG)
karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara
langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufesiensi mitral
dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stres
juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia miokardium.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pektoris.
Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan
pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada

infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemerikasaan troponin T
dan CKMB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis ACS.
Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap mionekrosis bila
troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko
kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CKMB kurang spesifik untuk
diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan
akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Pemeriksaan lipid
darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan
untuk mencari faktor risiko seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.1,3
Diagnosis Kerja
Angina pektoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas,
yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. Hal ini
bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang saat aktivitas dihentikan.
Diagnosis angina pectoris dapat dilakukan dengan anamnesis yang baik dan cermat.
Adanya faktor resiko koroner seperti hipertensi, merokok, diabetes melitus, riwayat keluaga
menderita PJK, dislipidemia dan umur lanjut, sangat menyokong diagnosis angina tersebut
disebabkan oleh iskemia miokard. Harus diingat bahwa keadaan iskemik pada penderita
penyakit jantung koroner ini kerapkali tidak menunjukkan adanya gejala angina. Dari
skenario diagnosis sementara adalah angina pectoris tidak stabil.4
Diagnosis Banding
NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung.
Mempunyai gambaran depresi segmen ST atau inversi gelombang T pada EKG dan
juga ada kenaikan enzim troponin atau CK-MB. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien
dengan manifestasi klinis UA menunjukan bukti adanya nekrosis miokard berupa bimarker
jantung. Disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obtruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner.
Gejala yang paling sering yaitu nyeri dada. Nyeri dada dengan lokasi khas yaitu
substernal atau epigastrium dengan ciri seperto diperas, perasaan seperti diikat, perasaan
terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat dan ditekan. Gejala yang paling sering dikeluhkan
adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien
yang datang ke IGD.
Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki
gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa
tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas

seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau
leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65
tahun.
Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa
deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada
Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak
0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan
resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen
ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. Troponin T atau Troponin I
merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada
enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan
awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi
awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup
yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan
sebaiknya terkait pada faktor resikonya.
Menurut pedoman American Collage of cardiology (ACC) dan America Heart
association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan imfark tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI= non ST elevation myocardial infarction) ialah apakah iskemi yang timbul cukup
berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai
keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, denagn ataupun tanpa
perubahan ECG untuk iskemia seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang
sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam
waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan
dari NSTEMI.1

Hipertensi Sekunder
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi merupakan masalah kesehatan
yang umum dijumpai dengan konsekuensi yang terkadang sangat merugikan, dan sering
asimtomatik sampai perkembangan tahap lanjut. Hipertensi adalah salah satu faktor resiko
terpenting untuk penyakit arteri koronaria dan cerebrovascular accidents. Penyebab hipertensi
tidak diketahui pada sekitar 95% kasus. Bentuk hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer
atau esensial. Telah diketahui secara luas, hipertensi adalah penyakit multifaktor kompleks
yang mempunyai penentu genetik maupun linngkungan.
Sekitar 5%-10% pasien hipertensi diketahui penyebabnya. Bergantung pada tingginya
tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Gejala seperti sakit kepala (biasanya
oksipital), epistaksis, pusing dan migren. Pada survey hipertensi di Indonesia, tercatat
berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah, dan
telinga berdenging merupakan gejala yang sering dijumpai, selain gejala seperti mimisan,
sukar tidur, dan sesak napas. Rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, palpitasi, dan

mudah lelah juga banyak dijumpai. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi
seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal
tidak jarang dijumpai. Selain itu juga dapat ditemukan gejala penyakit yang mendasarinya
(misalnya sakit kepala, palpitasi, diaforesis, dan pusing postural pada feokromositoma).
Penyakit parenkim ginjal. Penyebab hipertensi yang disebabkan penyakit parenkim
ginjal adalah yang terbanyak. Penyakit ini berasal dari penyakit-penyakit glomerular,
tubulointersisial, dan penyakit ginjal polikistik. Banyak kasus yang terjadi adalah karena
retensi air dan garam tapi sekresi renin dan angiotensin juga ikut berperan. Hipertensi yang
terjadi akan menyebabkan fungsi ginjal menurun.
Penyakit renovaskular. Lebih banyak pada usia muda dan penyebabnya adalah
fibromuskular hyperplasia. Penyebab lain adalah aterosklerosis yang menyebabkan stenosis
arteri renalis proksimal. Mekanismenya adalah produksi renin yang meningkat karena aliran
darah ke ginjal yang berkurang dan akhirnya retensi garam dan air. Penyakit renovaskular
harus dipikirkan bila : 1) usia dibawah 20 tahun, 2) terdengar bruits pada auskultasi
epigastrium, 3) jika terdapat aterosklerotik di ekstremitas didapatkan stenosis arteri renalis, 4)
jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang cepat setelah pemberian ACE inhibitor, ) hipertensi
resisten dengan 2 atau lebih obat, 6) cenderung hipertensi maligna, 7) riwayat merokok, 8)
edema paru berulang, 9) ukuran ginjal yang tidak sama > 1,5 cm dan 10) hipokalemi dan
alkalosis.5
Etiologi
Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah timbunan lemak di dalam lubang pembuluh darah, kalau
semakin banyak disebut plak. Aterosklerosis ini sebenarnya berlangsung sejak lahir secara
alami menimbulkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah (arteri) koroner yang
berakibat rusaknya dinding arteri. Bila arteri menyempit akan mengganggu jalannya aliran
darah/oksigen ke otot jantung.
Spasme arteri koroner
Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi
dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner
menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksida
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini
dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasme koroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini
belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila
penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke
koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang
menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri.6

Epidemiologi
Di negara-negara barat, misalnya, di Amerika Serikat, diperkirakan 15.800.000 orang
Amerika memiliki penyakit jantung koroner, 7900000 merupakan infark miokard (MI), dan
8.900.000 angina pektoris (AP). Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang
frekuensinya meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan
serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina
pektoris tak stabil atau Unstabil angina pectoris (UAP) lebih serius dari pada AP stabil, yang
dapat menyebabkan serangan jantung dan kegawatdaruratan. Banyak penelitian melaporkan
bahwa UAP merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian
retrospektif menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak
pada riwayat penyakitnya mengalami gejala prodroma UAP. Sedangkan penelitian jangka
panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita UAP dengan tingkat kematian 1480%.
Di Amerika Serikat setiap tahun ada sebanyak 1 juta pasien yang dirawat di rumah
sakit karena angina pectoris tak stabil; dimana 6-8 % kemudian mendapat serangan infark
jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. Hasil
dari Jakarta cardiovaskuler study pada tahun 2008 mencatat prevalensi infark miokard pada
wanita mencapai 4,12% dan 7,6% pada pria, atau 5,29 secara keseluruhan. Angka ini jauh di
atas prevalensi infark miokard pada tahun 2000, yakni hanya 1,2% saja. Hal ini mendukung
hasil survei Departemen Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa prevalensi Penyakit Jantung
Koroner (PJK) di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.7
Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakseimbangan suplai
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada factor tunggal yang bertanggungjawab atas
perkembangan ateriosklerosis.
Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan.
Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat.
Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner
mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai
respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan
suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (NitratOksid)
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini
dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini
belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila
penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke
koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energy mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang
menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel

jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan
hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pectoris mereda. Dengan demikian,
angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.8
Gejala Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin.
Rasa nyeri dada terletak pada bagian tengah dada, bersifat seperti diikat, terasa berat,
seperti ditekan. Rasa nyeri dapat menjalar ke lengan, epigastrium, rahang, atau punggung.
Nyeri dipicu oleh aktivitas atau emosi, khususnya setelah makan atau pada udara dingin dan
berkurang dalam waktu beberapa menit setelah istirahat atau pemberian gliseril trinitrat
sublingual dan bukal. Pada angina tidak stabil, nyeri terasa bahkan pada saat istirahat.Pada
pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pada angina tak stabil biasanya nyeri
berkurang dengan beristirahat.9
Komplikasi
Infark miokardium
Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20
menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.

Aritmia
Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat
berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak,
berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.

Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi
diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi sistolik
sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark
miokard.1,8
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
1. Obat anti-iskemia

Nitrat :
dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek
mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan
oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatsai
pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin
atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian
intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
- Nitrogliserin :Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
- Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
-blocker
dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung
dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol,
metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma
bronkial, bradiaritmia.
Antagonis kalsium :
dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan
besar pada antagonis kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan
nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik negatif juga kecil. Contoh:
nifedipin.
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal.
Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung normal. Contoh :
verapamil dan diltiazem.
2. Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti
bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a. Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada
pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur
hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b. Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian
tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.

c. Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat
agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat
mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300
mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada
proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan
platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada
3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk obata tambahan
dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak stabil.
3. Obat anti-trombin
a. Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III,
bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin
juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada
penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein
plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena cara
pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan
pemeriksaan laboratorium.
c. Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun
platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi
komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin
pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat
menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
4. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat dan
refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau
penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan
faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua

pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walaupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada
kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan
gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas. Pembedahan
lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise pada angina sedang
sampai berat. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat
kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 12
tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian
kolesterol dan diabetes.

Percutaneous transluminal Coronary Angioplasaty (PTCA)


Pada bebrapa negara 30% penderita dilakukan dilatasi stenosis koroner dengan balon.
Mula-mula indikasinya terbatas pada lesi koroner yang tunggal akan tetapi sekarang juga
dilakukan pada penyakit pembuluh darah multipel. Tekhnik ini dilakukan dengan anestesi
lokal dan biasanya perawatan di rumah sakit tidak lebih dari 3 hari. Risiko oklusi pembuluh
darah dan infark miokard didapatkan 5%. 25% stenosis kembali dalam waktu 6 bulan dan
perlu diulang kembali, sedangkan 75% berhasil untuk waktu yang lama. Pemilihan penderita
yang tepat untuk dilakukan PTCA memberi hasil yang aman dan sangat efektif untuk
memperbaiki angina stabil dan angina tak stabil walaupun belum ada percobaan kontrol yang
membandingkan dengan bedah koroner.1
Non Medika Mentosa
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan mengontrol emosi, mengurangi kerja
yang berat dimana membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya, mengurangi konsumsi
makanan berlemak, dan istirahat yang cukup. Disarankan untuk mengubah gaya hidup antara
lain menghentikan konsumsi rokok, menjaga berat badan ideal, mengatur pola makan,
melakukan olah raga ringan secara teratur, jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan
pengobatan diabetes secara teratur, dan melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid.
Prognosis
Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta
memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis yang
baik. Namun bila tidak dapat menimbulkan kematian.
Kesimpulan
Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu gejala atau sindrom yang menandakan
adanya iskemi pada sel-sel otot jantung. Iskemi tersebut timbul akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen pada jantung yang biasanya terjadi karena
arterosklerosis. Sindrom tersebut timbul dengan rasa nyeri pada kiri dan dapat menyebar ke
lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen. Angina tidak stabil dapat terjadi

pada saat istirahat atau saat melakukan kerja dan dapat disertai dengan keluhan seperti mual,
muntah,sesak napas, dan keringat dingin.
Daftar Pustaka
1. Suyodo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal.2196-206
2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosik. Jakarta: bidang penerbitan yayasan diabetes
indonesia; 2004. Hal.2-14
3. Patel PR. Lecturn notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : 2006
4. Mansjoer A. Etal. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius, FKUI; 2001, hal 440.
5. Robbins, Cotran. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2010.
6. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08NyeriDadadanMaknaKlinisnya116.pdf/08Ny
eriDadadanMaknaKlinisnya116.html, 23 September 2014
7. Oktarina R., Karani Y., Edward Z. Hubungan Kadar Glukosa Darah Saat Masuk
Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Jurnal Kesehatan Andalas. 2013. Hal.94-7.
8. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. Hal.492-504.
9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran klinis. Cetakan ke-10.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.

You might also like