You are on page 1of 26

I.

HIPERTENSI

Klasifikasi Menurut JNC VII


Kategori
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1

Hipertensi derajat 2

Sistolik (mmHg)
< 120
120-139

Diastolik (mmHg)
dan

< 80

atau 80-89

140-159

atau

90-99

160

atau

100

Rekomendasi 1
Pada populasi umum usia 60 tahun
Terapi farmakologis dimulai : sistolik 150 mm Hg atau diastolik 90 mm Hg
Target TD : sistolik <150 mm Hg dan diastolik <90 mm Hg
(Strong Recommendation Grade A)
Rekomendasi 2
Pada populasi umum <60 tahun
Terapi farmakologis dimulai : diastolik 90 mm Hg
Target TD: diastolik <90 mm Hg.
(Untuk usia 30-59 tahun, Strong Recommendation Grade A; untuk usia
18-29 tahun, Expert Opinion Grade E)
Rekomendasi 3
Pada populasi <60 tahun
Terapi farmakologis dimulai : sistolik 140 mm Hg
Target TD : sistolik <140 mm Hg
(Expert Opinion Grade E)
Rekomendasi 4
ada populasi usia 18 tahun disertai chronic kidney disease (CKD)
Terapi farmakologis dimulai : sistolik 140 mm Hg atau diastolik 90 mm Hg
Target TD : sistolik <140 mm Hg dan diastolik <90 mm Hg
(Expert Opinion Grade E)

Rekomendasi 5
Pada populasi usia 18 tahun disertai diabetes
Terapi farmakologis dimulai : sistolik 140 mm Hg atau diastolik 90 mm Hg
Target TD : sistolik <140 mm Hg dan diastolik <90 mm Hg
(Expert Opinion Grade E)
Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, disertai diabetes
Terapi antihipertensi : thiazide-type diuretic, calcium channel blocker
(CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin
receptor blocker (ARB)
(Moderate Recommendation Grade B)
Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, disertai diabetes
Terapi antihipertensi : thiazide-type diuretic atau CCB.
For general black population: Moderate Recommendation Grade B
For black patients with diabetes: Weak Recommendation Grade C
Rekomendasi 8
Pada populasi usia 18 tahun disertai CKD
Terapi antihipertensi : ACEI atau ARB untuk memperbaiki fungsi ginjal.
Diaplikasikan untuk semua pasien CKD dengan hipertensi tanpa
memandang ras atau status diabetes
(Moderate Recommendation Grade B)
Rekomendasi 9
Jika tekanan darah tidak mencapai target dalam 1 bulan terapi
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat ke-2 dari 4 golongan obat
antihipertensi (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, or ARB).
Jika tekanan darah tidak mencapai target dg 2 jenis obat tambahkan obat
ke 3 dan titrasi
Jika TD belum tercapai jg, maka dapat ditambahkan dari kelas yg lain
(Expert Opinion Grade E)

ALGORITMA TERAPI HIPERTENSI

Dewasa 18 tahun, diawali perubahan


lifestyle

Usia >60 tahun

Usia <60 tahun

Semua usia

diabetes

diabetes

diabetes

GGK
GGK
TD :<140/<90
mmHg

GGK
TD :<150/<90
mmHg

Kulit hitam

Kulit hitam

#diawali perubahan lifestyle

Diuretik Thiazid/CCB/dalam
Kombinasi

Strategi pemberian obat:

Semua usia GGK


dengan/tanpa
diabetes
TD :<140/<90
mmHg
ACEI/ARB/ Kombinasi
dengan golongan lain

Diuretik/ACEI/ARB/CCB/
dalam kombinasi

#diawali perubahan lifestyle

A: maksimalkan dosis obat pertama sebelum dikombinasikan dengan obat ke-2


B: dikombinasikan dengan obat ke-2 sebelum obat pertama mencapai dosis maksimal
C: dimulai dengan obat kombinasi langsung bisa dengan obat terpisah atau menggunakan fixed dose combination

*TD Target

Lanjutkan pengobatan
dan monitoring

C: dimulai dengan obat kombinasi langsung bisa dengan obat terpisah atau menggunakan fixed dose combination

tambahkan diuretik thiazid/ACEI/ARB/CCB gunakan golongan yang


sebelumnya tidak digunakan, hindari kombinasa ACEI dan ARB
*
Lanjutkan pengobatan dan perubahan gaya hidup
A/B: tambahkan diuretik thiazid/ACEI/ARB/CCB gunakan golongan yang sebelumnya
tidak digunakan, hindari kombinasa ACEI dan ARB
C: penambahan initial dose hingga maksimal
*
Tambahkan obat kelas 4 (ex: Betablocker, aldosterone atau rujuk pada dokter yang ahli
dalam manajemen Hipertensi

A. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretik mempunyai 5
golongan, golongan tiazid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium, carbonic
anhidrase inhibitor, dan diuretik osmotik. Penjelasan lebih mengenai 5
golongan ini akan dipelajari pada blok NU. Berikut akan dibahas golongangolongan dari diuretik yang digunakan pada terapi antihipertensi :
1. Tiazid
a. Mekanisme kerja
Menghambat transport NaCl di tubulus distal ginjal meningkatkan
ekskresi Na dan Cl

meningkatkan eksresi air

Volume darah

menurun Cardiac Output menurun Tekanan Darah turun


b. Indikasi
Sampai sekarang masih digunakan sebagai terapi utama dalam
pengobatan hipertensi.
c. ESO
- Hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperkalsemia
- Hambat ekskresi asam urat
- Serangan gout akut (pada pasien hiperurisemia)
- Meningkatkan LDL dan trigliserida
- Hiperglikemi (pada DM)
- Gangguan fungsi seksual
d. Dosis dan contoh obat
Obat

Dosis (mg)

Pemberian

Sediaan (mg)

HCT

12.5-25

1dd

25, 50

Klortalidon

12.5-25

1dd

50

Indapamid

1.25-2.5

1dd

2.5

Bendroflumetiazid

2.5-5

1dd

Metolazon

2.5-5

1dd

2.5, 5, 10

2. Diuretik kuat
a. Mekanisme kerja
Bekerja di di ansa henle asenden bagian epitel yang tebal dengan
menghambat kotranspor Na, K, Cl dan hambat reabsorbsi air dan
elektrolit.
b. Indikasi
Hanya diperlukan pada hipertensi berat, adanya gangguan fungsi
ginjal dan payah jantung.
c. ESO
Hampir sama dengan tiazid, kecuali diuretik kuat menimbulkan
hiperkalsiuria dan menurunkan kadar kalsium darah.
d. Dosis dan contoh obat
Obat

Furosemid

Dosis (mg)

Pemberian

20-80

2-3 dd

Sediaan

Tab 40 mg, amp 20 mg


Tab 5 mg, 10, 20, 100 mg, amp 10
mg/ml
Torsemid

2.5-10

1-2 dd

Tab 0.5 mg, 1 mg, 2 mg


Bumetanid

0.5-4

2-3 dd

As.etakrinat

25-100

2-3dd

Tab 25 dan 50 mg

3. Diuretik Hemat Kalium


a. Mekanisme kerja
Hambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan
antagonis kompetitif (spironolakton) atau secara langsung (triamteren
dan amilorid) di hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah
korteks.
b. Indikasi
Digunakan kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah
hipokalemia

c. ESO
-

Ginekomastia

Mastodinia

Gangguan menstruasi

Penurunan libido pada pria

d. Dosis dan contoh obat

Obat
Amilorid

Dosis (mg)
5-10 mg

Pemberian

Sediaan

1-2 dd
Tab 25 mg,
100 mg

Spironolakton 25-100 mg

1 dd

Tab 50 mg,
100 mg
Triamteren

25-300 mg

1 dd

Mekanisme dan Tempat Kerja Obat Diuretik :

B. Simpatolitik
1. -bloker
a. Mekanisme
Menghambat reseptor beta adrenergik sehingga :
-

Terjadi penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas


miokard menurunkan curah jantung

Hambatan sekresi renin penurunan produksi angiotensi II

Menekan aktivitas saraf simpatis

b. Penggunaan
Terutama pada pasien hipertensi dengan penyakit jantung koroner,
aritmia supraventrikel dan angina pektoris.
c. Kontraindikasi
-

Pasien asma

PPOK

Bradikardi

Blokade AV derajat 2 dan 3

Sick sinus syndrome

Gagal jantung yang belum stabil

DM

d. ESO
-

Bronkospasme

Bradikardi

Menurunkan kekuatan kontraksi miokardium

Hambatan nodus SA

Efek sentral, seperti mimpi buruk, depresi, dan halusinasi

Gangguan fungsi seksual

Mengurangi gejala hipoglikemi

e. Sediaan dan dosis


Dosis awal

Dosis maks
Sediaan

Obat

(mg/hr)

(mg/hr)

1. Kardioselektif
a. Atenolol
b. Metoprolol

25

100

Tab 50 mg, 100 mg

50-100

200

Tab 50 mg, 100 mg

12.5

50

Tab 25 mg

300

Tab 100 mg

2. Kardiononselektif
a. Karvedilol
b. Labetolol

100

2. -blocker
a. Mekanisme kerja
Antagonis reseptor -1 di perifer

vasodilatasi arteri dan vena

menurunkan resistensi perifer


b. Penggunaan
-

Cocok untuk pasien hipertensi dengan dislipidemia dan atau


DM

Digunakan untuk mengurangi hiperplasia prostat

c. ESO
-

Hipertensi ortostatik pada pemberian dosis awal atau


peningkatan dosis

Sakit kepala

Palpitasi

Edema perifer

Hidung tersumbat

Mual

d. Dosis dan sediaan


Obat

Dosis awal

Dosis

(mg/hr)

maksimal

Sediaan

(mg/hr)
Prazosin

0.5

Tab 1 mg, 2 mg

Terazosin

1-2

Tab 1 mg, 2 mg

Bunazosin

1-5

Tab 0.5 mg, 1 mg

Doksazosin 1-2

Tab 1 mg, 2 mg

C. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


1.

Mekanisme kerja
Menghambat reseptor angiontensin I (AT1) dan tipe II (AT2).
Obat golongan ini tidak memiliki efek terhadap metabolism bradikinin
dan memiliki potensi menghamat kerja angiotensin secara lebih
menyeluruh.

Penghambatan

pada

AT1

akan

menyebabkan

pengurangan vasokontriksi dan penurunan pengeluaran aldosteron dan


ADH. Bioavailabilitas obat golongan ini secara umum sangat rendah

off the inactive precursor decapeptide angiotensin I. Angiotensin I is then converted, primarily by endothelial ACE, to the arterial
vasoconstrictor octapeptide angiotensin II (Figure 11! 5), which is in turn converted in the adrenal gland to angiotensin III.

Angiotensin II has vasoconstrictor and sodium-retaining activity. Angiotensin II and III both stimulate aldosterone release. Angiotensin

<50% kecuali irbesartan, namun obat ini tinggi terikat dengan protein

may contribute to maintaining high vascular resistance in hypertensive states associated with high plasma renin activity, such as renal
arterial stenosis, some types of intrinsic renal disease, and malignanthypertension, as well as in essential hypertension after treatment

>90%

with sodium restriction, diuretics, or vasodilators. However, even in low-renin hypertensive states, these drugs can lower blood pressure
(see below).

Figure 11! 5

Sites of action of drugs that interfere with the renin-angiotensin-aldosterone system. ACE, angiotensin-converting enzyme; ARBs, angiotensin
receptor blockers.

A parallel system for angiotensin generation exists in several other tissues (eg, heart) and may be responsible for trophic changes such
as cardiac hypertrophy. The converting enzyme involved in tissue angiotensin II synthesis is also inhibited by ACE inhibitors.
Three classes of drugs act specifically on the renin-angiotensin system: ACE inhibitors; the competitive inhibitors of angiotensin at its

2. ESO
a.

Angioedema (insiden angioedema lebih kecil dibandingkan dengan


ACE-inhibitor)

b. Hipotensi
c. Oliguria
d. Progressive azotemia
e. Acute renal failure
3. Contoh obat

a. Kandesartan tablet 4 mg, 8 mg, 16 mg


b. Losartan tablet 50mg
c. Eprosartan tablet 400mg
d. Irbesartan tablet 600mg

D. Angiotensin Converting EnzymeInhibitor (ACE-I)


1.

Mekanisme kerja
Menghambat

converting

enzyme

yang

menghidrolisis

angiotensin I menjadi angiotensin II dan meningkatkan bradikinin


(vasodilator poten). Penghambat angiotensin II menurunkan tekanan
darah terutama dengan mengurangi tahanan vaskuler perifer. Obat-obat
ini tidak mengaktifkan reflex simpatis dan dapat digunakan dengan aman
untuk penderita jantung iskemik.
2.

Indikasi
Hipertensi sedang atau berat, gagal jantung, infark miokard,
penyakit ginjal kronik.

3.

Kontraindikasi
Wanita hamil trimester kedua dan ketiga, insufisiensi ginjal, syok
kardiogenik, hipotensi parah

4.

ESO
Paling sering adalah batuk dan angioedema. Batuk terjadi karena
adanya peningkatan reseptor proinflamasi, yakni bradikinin. ESO
lainnya: hipotensi berat, gagal ginjal akut, hiperkalemia, dll.

5.

Contoh obat
Captopril, enalapril, lisinopril, benazepril, ramipril, dll
Captopril : 2-3 kali sehari 6,25 mg - 12,5 mg 1 jam sebelum makan,
sediaan tablet 12,5 mg , 25 mg, 50 mg
Enalapril : 2 kali sehari 1,25 mg. Sediaan tablet 5 mg dan 10 mg
Lisinopril : 1 kali sehari 2,5 mg. Sediaan tablet 5 , 10, dan 20 mg.
Benazepril : 5 80 mg per hari
Ramipril : 1,25-20 mg per hari (dosis tunggal atau terbagi)

6.

Interaksi obat :
a. Suplemen kalium atau diuretic hemat kalium menyebabkan
hiperkalemia.
b. Antiinflamasi non steroid menyebabkan mengganggu efek hipotensi.

7.

Potensi obat

E. Calcium Channel Bloker (CCB)


1.

Mekanisme kerja
Obat golongan ini berikatan pada kanal Ca di sisi dalam membrane

menghambat Ca masuk ke dalam sel otot polos pembuluh darah atau

jantung relaksasi otot polos pembuluh darah resistensi perifer <<

tekanan darah <<. Obat golongan ini juga mengakibatkan penurunan

kontraktilitas otot jantung dan penurunan kecepatan konduksi jantung.


2.

Farmakokinetik
Sebagian besar memiliki waktu paruh 3-8 jam setelah dosis oral.
Pengobatan memerlukan 3 x sehari untuk mempertahankan konrol
hipertensi yang bagus.

3.

Indikasi
Angina,

hipertensi,

takiaritmia

supraventrikular,

kardiomiopati

hipertrofik.
4.

Kontraindikasi
Hipotensi

5.

Contoh obat
Golongan dihidropiridin (amlodipin, nifedipin, nikardipin, felodipin
dll) : bekerja efektif di pembuluh darah tapi efek depresi jantung
lebih lemah.
Golongan nondihidropiridin (verapamil, diltiazem): bekerja spesifik
di otot jantung.

6.

ESO
Konstipasi, pusing, sakit kelapa, lesu, edema perifer, depresi jantung
berat (henti jantung, bradikardia dll).

F. Vasodilator
1. Mekanisme kerja secara umum : vasodilator menimbulkan efek
relaksasi pada otot polos arteriol atau vena-vena
vascular sistemik

mengurangi tahanan

stimulasi respon kompensasi (baroreseptor, saraf

simpatis, dan sistem RAA).


2. Indikasi : gagal jantung, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral
atau aorta, kardiomiopati, hipertensi
3. Kontraindikasi : Hipotensi

4. Contoh obat :
a.

Hidralazin
Menimbulkan efek relaksasi arteriol,

tetapi vena tidak.

Hidralazin digunakan sebagai terapi kombinasi untuk terapi


hipertensi berat.
Indikasi : gagal jantung kongestif, penanganan kedaruratan
hipertensi pada wanita hamil
Kontraindikasi : digunakan dengan sangat hati-hati pada pasien
berusia tua dan pasien hipertensi yang juga menderita penyakit
arteri koroner karena kemungkinan dapat memicu iskemia
miokardial akibat takikardia refleks.
b.

Minoksidil
Efek vasodilator arteriol dihasilkan oleh pembukaan kanal
kalium pada membrane otot polos oleh metabolit aktifnya.
Indikasi : hipertensi parah dan resisten terhadap obat

c.

Natrium nitroprussid
Vasodilator kuat yang diberikan secara parenteral untuk
hipertensi emergency dan gagal jantung berat. Nitroprussid
dapat melebarkan pembuluh darah arteri dan vena
vascular perifer dan << venous return.

<< tahanan

II.

GAGAL JANTUNG

A. Klasifikasi CHF menurut NYHA:


I : telah terjadi disfungsi namun tidak ada tanda dan gejala meskipun
beraktivitas
II : adanya tanda dan gejala ketika melakukan aktivitas moderate, ex:
menaiki tangga
III : terdapat gangguan ketika melakukan aktivitas ringan sekalipun,
berkurang ketika istirahat
IV : istirahat total

B. Patofisiologi dan tempat kerja obat secara garis besar

NYHA class I

Nonmedikamentosa:

ACEI

Disease spesific treatment:

Perubahan gaya hidup

Beta blocker

-CHD: aspirin, beta-blocker,


statin
-HT: obat gol.II jika diperlukan

NYHA class II-III

Pencegaha serangan akut,


ex: iskemik/infark

farmakologi

Cairan berlebih

Diuretic* + ACEI**

Oedem

Perubahan gaya hidup

membaik

ACEI **

+Beta-Blocker***

Spironolakton
(classIII)
Beta-Blocker***
+/- digoxin
+/-antagonis reseptor
angiotensin II

*loop diuretic paling sering digunakan seperti furosemide, meskipun belum ada bukti
bawa loop diuretic lebih efektif dan lebih aman ketimbang tiazid
** jika alergi terhadap ACEI gunakan antagonis reseptor angiotensin II
*** jika pasien telah stabil berikan beta-blocker

Obat Gagal Jantung

ACE-I
Angiotensin
Receptor Blocker
Diuretik
Obat Gagal
Jantung
Beta Blocker

Digitalis

Antagonis
Aldosteron
A. ACE-I
a. Mekanisme Kerja
Secara klinis, bila digunakan untuk pasien gagal jantung maka
ACEI akan bekerja dengan (Klabunde, 2010):
1) Mengurangi afterload, yang meningkatkan stroke volume ventrikel
dan meningkatkan fraksi ejeksi.
2) Mengurangi preload, yang menurunkan kongesti paru dan sistemik
dan mengurangi edema.
3) Menurunkan aktivasi simpatik, yang telah terbukti merugikan pada
gagal jantung.
4) Meningkatkan rasio suplai oksigen dengan permintaan dengan
menurunkan permintaan melalui pengurangan afterload dan
preload.
5) Mencegah angiotensin II dari memicu remodeling jantung yang
merugikan.

B. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


a. Mekanisme Kerja
ARB merupakan antagonis reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1)
reseptor pada pembuluh darah dan jaringan lainnya seperti jantung.
Reseptor ini digabungkan ke Gq - protein dan sinyal IP3 jalur
transduksi yang merangsang kontraksi otot polos pembuluh darah.
Karena ARB tidak menghambat ACE, mereka tidak menyebabkan
peningkatan

bradikinin

yang

menyebabkan

vasodilatasi

yang

dihasilkan oleh inhibitor ACE dan juga beberapa efek samping dari
ACE inhibitor (batuk dan angioedema) (Klabunde, 2007).
b. ESO
Efek samping dari ARB relatif rendah dan dapat ditoleransi
dengan baik. Obat ini tidak meningkatkan kadar bradikinin seperti
ACE inhibitor, sehingga tidak timbul efek samping seperti batuk
kering dan angioedema. ARB merupakan kontraindikasi pada
kehamilan. Pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral mungkin
mengalami gagal ginjal jika ARB diberikan. Alasannya adalah bahwa
peningkatan sirkulasi dan angiotensin II intrarenal dalam kondisi ini
akan menyempitkan arteriol eferen lebih dari arteriol aferen dalam
ginjal, yang membantu untuk menjaga tekanan kapiler glomerulus dan
filtrasi (Klabunde, 2007).
Menghilangkan penyempitan ini dengan memblokir reseptor
angiotensin II pada arteriol eferen dapat menyebabkan penurunan
mendadak dalam laju filtrasi glomerulus. Namun tidak menjadi
masalah dengan stenosis arteri ginjal unilateral karena ginjal yang
tidak terpengaruh biasanya dapat mempertahankan filtrasi yang cukup
setelah At1 reseptor diblokir (Klabunde, 2007).
C. Diuretik
a. Loop Diuretic
1) Farmakokinetik
Loop diuretic diabsorbsi secara cepat. Mereka dieliminasi
oleh ginjal melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular. Obat ini
bekerja di sisi luminal tubulus, aktivitas diuretik mereka berkorelasi
dengan sekresi mereka ditubulus proksimal. Pengurangan sekresi
diuretik loop dapat terjadi karena adanya pemberian obat seperti

NSAID atau probenesid, yang bersaing untuk disekresi di tubulus


proksimal.
b. Tiazid
1) Farmakokinetik
Biasanya

semua

Tiazid

diberikan

peroral.

Klortiazid

merupakan obat yang kurang larut dalam lemak sehingga harus


diberikan dalam jumlah yang cukup besar.Klortalidon diabsorbsi
perlahan dan masa kerjanya panjang.Pada indapamid, betuk
ekskresinya dapat menimbulkan efek diuretik pada tubulus kontortus
distal. Semua Tiazid diekskresikan oleh sistem asam organik dan
bersaing pada eksresi asam urat. Maka dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak kadar Tiazid dalam darah, semakin tinggi kadar
asam urat darah karena ekskresinya yang bersaing dengan asam urat.
2) ESO
a) Alkalosis metabolik hipokalemia dan hiperurisemia
b) Toleransi gangguan karbohidrat
c) Hiperlipidemia
d) Hiponatremia
e) Reaksi alergi
D. Beta Blocker
a. Farmakokinetik
Golongan ini mudah diserap secara oral. Kadar puncak di plasma sekitar
1-3 jam pasca menelan obat. Bioavaibilitas obat ini tergolong rendah
karena melewati metabolisme lintas pertama di hepar. Beta blocker
didistribusikan dalam jumlah besar, dengan waktu paruh rata-rata 3-10
jam.
b. Mekanisme Kerja
Secara farmakodinamik, obat golongan ini bersaing dalam menempati
reseptor beta adrenergik. Pada pasien dengan hipertensi, beta blocker
bekerja menurunkan tekanan darah. Selain itu, pada organ jantung, obat
golongan ini juga memiliki efek penurunan kecepatan denyut
jantung

(kronotropik

negatif)

dan

memperkuat

kontraktilitas

(inotropik positif).
c. Indikasi
Efektif digunakan sebagai obat hipertensi dan gagal jantung.

d. Kontraindikasi
Pasien asma dikontraindikasikan dengan obat ini. Dahulu beta blocker
dilarang pada kasus gagal jantung, namun sekarang digunakan secara
hati-hati pada pasien gagal jantung kronis, namun tidak pada gagal
jantung akut.
e. Efek samping
Hipotensi, Bradikardi, Rasa lelah, Retensi urin.
f. Contoh dan Bentuk Sediaan Obat
Esmolol
Parenteral: 10 mg/mL for IV injection; 250 mg/ mL for IV infusion
Labetalol
Oral: 100, 200, 300 mg tablets Parenteral:
5 mg/mL for injection Metoprolol
(generic, Lopressor, Toprol)
Oral: 50, 100 mg tabletsOral sustained-release: 25, 50, 100, 200 mg
tablets Parenteral: 1 mg/mL for injection
Nadolol
Oral: 20, 40, 80, 120, 160 mg tablets
Nebivolol
Oral: 2.5, 5, 10 mg tablets
Penbutolol
Oral: 20 mg tablets
Pindolol
Oral: 5, 10 mg tablets
Propranolol
Oral: 10, 20, 40, 60, 80, 90 mg tablets; 4, 8, 80 mg/mL solutions
Parenteral: 1 mg/mL for injection
E. Kardiotonik/Digitalis/Glikosida Jantung
a. Farmakokinetik
65-80% diabsorbsi pada pemberian oral.Saat berada di dalam peredaran
darah, seluruh glikosida jantung didistribusikan ke banyak jaringan,
termasuk sistem saraf pusat.Digoksin tidak dimetabolisme secara luas
oleh manusia.Sebagian besar diekskresikan tanpa perubahan oleh ginjal.
b. Mekanisme Kerja
Digitalis memiliki dua efek besar, yaitu

1) Meningkatkan curah jantung dengan efek inotropik positif.


2) Menurunkan kecepatan konduksi melalui nodus AV dan nodus SA
pada jantung.
c. Indikasi
Gagal jantung dan atrial fibrilasi.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, AV blok.
e. Efek Samping
Nyeri kepala, kelemahan, gangguan penglihatan, mual, anoreksia, aritmia.
f. Contoh dan Bentuk Sediaan Obat
Digoxin
Oral: 0.125, 0.25 mg tablets; 0.05, 0.1, 0.2 mg capsules*; 0.05 mg/mL
elixir
Parenteral: 0.1, 0.f 25 mg/mL for injection
F. Antagonis aldosteron
a. Farmakokinetik
Sebagian besar diinaktivasi di hepar. Onsetnya cenderung lambat,
membutuhkan beberapa hari sampai efek penuh tercapai.
b. Mekanisme kerja
Obat yang juga tergolong diuretik ini menurunkan absorbs Na+ di tubulus
dan ductus colligentes, sehingga menahan retensi Na+, air dan beberapa
zat lainnya.
c. Indikasi
Gagal jantung, hipertensi dan beberapa penyakit ginjal.
d. Kontraindikasi
Pasien dengan insufisiensi ginjal, dan keadaan hiperkalemia.
e. Efek samping
Ginekomastia, hiperkalemia, asidosis metabolik, gagal ginjal akut, batu
ginjal.

III.

OBAT ANTIARITMIA

Aritmia adalah gangguan irama jantung, suatu kondisi dimana jantung


berdenyut tidak menentu, baik kecepatan, irama, maupun tempat asal
impuls dan gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan aktivasi
atrium dan ventrikel. Kelainan yang terjadi adalah pembentukan impuls,
konduksi impuls, atau pembentukan dan konduksi impuls. Obat
antiaritmia dapat digolongkan kedalam beberapa kelas berdasarkan efek
obatnya, yaitu:
a. Golongan 1
- Penghambat kanal natrium
- Golongan 1A : kuinidin, prokainamid, disopiramid
- Golongan 1B : lidokain, fenitoin, tokainid,
meksiletin
- Golongan 1C : flekainid, enkainid, propafenon
b. Golongan 2
- Mengurangi aktivitas adrenergik-
- Propanolol, asebutolol, esmolol
c. Golongan 3
- Blokade kanal kalium
- Bretilium, amoidaron, sotalol
d. Golongan 4
- Blokade kanal kalsium
- Verapamil, diltiazem

IV.

OBAT ANTIANGINA

Angina pectoris merupakan kondisi iskemia jaringan yang ditandai


dengan nyeri dada hebat yang disebabkan karena ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokard dengan pasokan oksigen melalui
pembuluh darah koroner. Obat antiangina berperan dalam mengurangi
kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan faktor-faktor penentu
kebutuhan oksigen (frekuensi jantung, volume ventricular, tekanan darah
dan kontraktilitas). Kelompok obat yang digunakan untuk terapi angina
adalah:
A. Nitrat organik
Nitrogliserin merupakan terapi utama yang berefek cepat
untuk angina. Nitrogliserin menyebabkan aktivasi guanilil siklase
dan peningkatan cGMP yang memicu relaksasi semua jenis otot
polos. Efek langsung nitrogliserin adalah relaksasi vena dan >>
kapasitas vena

<< aliran balik vena dan << proload ventrikel.

selain itu relaksasi arteri akan menyebabkan << vasokonstriksi


dan spasme koroner

>> perfusi ke miokard. Contoh obat:

nitrogliserin dan Isosorbid Dinitrat (ISDN).


B. Calcium Channel Blocker (CCB)
[lihat materi sebelumnya]
C. - blocker
Menghambat reseptor adrenergic secara kompetitif

penurunan denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas


jantung

menurunkan kebutuhan oksigen jantung saat istirahat

maupun aktivitas fisik.


D. Obat antiangina baru

modulator metabolic (ranolazin,

trimetazidin). Menghambat jalur oksidasi asam lemak di miokard

kebutuhan oksigen << .

Cara Kerja Praktikum

A. Capaian pembelajaran
1.

Umum
Mahasiswa dapat

menjelaskan perubahan jantung katak setelah

pemberian sulfas atropin


2. Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh kelistrikan jantung
b. Mahasiswa mampu menjelasakan peran syaraf autonom dalam
mengatur jantung
c. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme sulfas atropin terhadap
perubahan fisiologis jantung

B. Alat dan Bahan


1.

Alat
a. Beaker Glass
b. Spuit Tuberculin
c. Pinset
d. Gunting
e. Perusak SSP Katak
f. Isolasi
g. Papan
h. Penggantung Katak

2.

Bahan
a. Sulfas Atropin 0,5 cc
b. Ringer Laktat

3.

Binatang percobaan
a. 2 Ekor Katak

C. Rencana Kerja
1.

Rusak SSP masing masing katak.

2.

Terlentangkan masing masing katak di atas papan.

3.

Gunting kulit bagian ventral katak untuk membuka abdomen sampai


thoraks dari katak

4.

Buka selaput perikardium katak

5.

Jaga jantung katak agar tetap basah dengan diteteskan larutan ringer
laktat secukupnya

6.

Katak pertama berikan 1 tetes larutan ringer laktat tiap 1 menit,


sedangkan katak kedua berikan sulfas atropin 1 tetes.

7. Catat denyut, ukuran, warna, irama atrium dan ventrikel selama 5 menit
selama 15 menit.

D. Buka selaput perikardium dari katak.

E. Jaga agar jantung katak tetap basah dengan diberikan larutan ringer laktat.

F. Pada

G. Catat

You might also like