You are on page 1of 4

Apa itu Kejang Demam ?

Penelitian mengungkapkan bahwa kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara usia 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Sekitar 3 - 5% anak
pernah mengalami kejang demam sebelum mencapai usia 5 tahun. Kejang demam lebih
sering dijumpai pada anak laki-laki daripada perempuan. Hal penting lain yang perlu
diketahui adalah anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam dan bayi yang
berusia kurang dari 4 minggu, tidak digolongkan sebagai penderita kejang demam.
Selama satu episode demam, serangan kejang dapat terjadi satu kali, dua kali, tiga kali,
atau lebih. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa selama anak masih mengalami
demam, kemungkinan kambuhnya kejang demam ada dan cukup tinggi. Berulangnya
kejang demam ini disebabkan oleh pasien tidak segera diberikan pengobatan dan setelah
mengalami serangan kejang, tidak dibawa ke rumah sakit.
Untuk faktor risiko, demam adalah yang utama. Sekitar 25% penderita kejang demam
mempunyai keluarga dekat (orang tua atau saudara kandung) yang pernah juga menderita
kejang demam. Selain itu, faktor risiko lainnya adalah faktor riwayat kejang demam pada
keluarga, perkembangan terlambat, problema pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah.
Pada

umumnya,

kejang

yang

disertai

demam

disebabkan

oleh:

1.Kejang demam
2.Radang selaput otak / radang otak
3.Epilepsi yang dicetuskan oleh demam
Untuk setiap pasien kejang demam, harus disingkirkan dahulu adanya kemungkinan
meningitis (radang selaput otak) atau ensefalitis (radang otak), atau proses intrakranial

lainnya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik serta aloanamnese yang seksama dan
pemeriksaan laboratorium yang diperlukan tergantung dari indikasi. Pemeriksaan darah
terhadap glukosa, kalsium, fosfor, natrium, klorida, CT scan, EEG, dan pungsi lumbal
juga dilakukan berdasarkan indikasi.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, kejang demam adalah kejang yang terjadi pada
suhu badan yang tinggi. Kebanyakan penelitian menggunakan batas tinggi suhu badan
38 C (pengambilan suhu badan melalui rectum) agar dapat disebut kejang demam. Suhu
yang dapat mencetuskan serangan kejang adalah suhu sebelum terjadinya serangan
kejang. Namun demikian, kita tidak tahu atau sulit meramalkan anak demam mana yang
akan mengalami serangan kejang.
Pada umumnya, kejang demam berlangsung singkat, yang berupa serangan kejang
tonik (kaku), klonik (kejet-kejet) ataupun tonik-klonik (kedua-duanya) bilateral. Selain
itu, bentuk kejang lain yang dapat terjadi adalah mata terbalik ke atas yang disertai
dengan kekauan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan,
atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan seringkali berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa gejala sisa.
Kejang dapat diikuti lumpuh separuh badan sementara yang berlangsung beberapa hari.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
Biasanya orang tua yang menyaksikan anaknya sedang mengalami serangan kejang
akan merasa takut, bingung, dan sedih. Bahkan diantara mereka ada yang mengira bahwa

anaknya akan meninggal sewaktu mengalami kejang demam. Apabila kejang demam
sudah berlalu, mereka bertanyatanya: "Apakah akibat kejang demam ini pada anak
saya?", "Apakah anak saya akan menjadi bodoh?", dan sebagainya. Jawaban atas
pertanyaan ini masih kontroversial atau belum tuntas diperdebatkan sampai dengan
sekarang. Berikut ini adalah beberapa penelitian dengan hasil yang berbeda:
Kejang demam tidak berakibat buruk. Hasil yang didapatkan oleh The National Child
Development Study di Inggris, anak yang pernah mengalami kejang demam kinerjanya
tidak berbeda dengan populasi umum pada saat test yang dilakukan pada usia 7 dan 11
tahun. Beberapa penelitian juga mendapatkan hasil serupa.
Kejang demam dapat berakibat buruk. Sementara itu, beberapa penelitian juga
menyimpulkan bahwa mereka yang sebelum kejang demam adalah normal, setelah
kejang demam menderita kelainan neurologis. Menurut penelitian ini, kemungkinan
terjadinya kerusakan akibat kejang demam lebih besar apabila kejang demam yang
pertama terjadi pada usia yang lebih muda dan kejang demam berlangsung lebih lama
dari 30 menit, dibandingkan dengan yang berlangsung singkat dan bilateral.
Secepatnya mendapatkan terapi dengan cepat dan efektif adalah jalan terbaik bagi
pasien apapun hasil penelitian yang telah dilakukan. Tentang masalah apakah kejang
demam dapat merusak otak, didapat kesan bahwa sebagian besar kejang demam adalah
benigna (bersifat jinak), berlangsung singkat, dan tidak menyebabkan gejala kerusakan
sel-sel otak setelahnya. Namun begitu, kita dianjurkan untuk tetap berupaya
menghentikan kejang secepat mungkin.

Penting juga untuk diketahui, bahwa semakin banyak pasien memiliki gambaran klinis
pada kejang demam yang sederhana, maka semakin sedikit kemungkinan terjadi
gangguan syaraf setelah kejang demam.
Sekitar sepertiga pasien kejang demam akan mengalami kekambuhan satu kali atau
lebih. Biasanya kekambuhan akan dialami 2-3 kali, dan hanya sedikit yang mengalami
lebih dari 3 kali. Kemungkinan kambuh tersebut lebih besar, apabila kejang demam yang
pertama kali dialami terjadi pada saat usia pasien kurang dari satu tahun. Dalam hal ini,
yang paling penting adalah pengobatan segera atau terapi. Jika tidak dilakukan, akibatnya
adalah tingkat kambuhnya kejang demam akan semakin tinggi. Sebesar 44% pada para
pasien yang tidak diobati, 21% pada pasien yang mendapat terapi fenobarbital, dan 21%
pada pasien yang diberi terapi dengan diazepam per rectal.

You might also like