You are on page 1of 4

Pendahuluan

Asma merupakan penyakit


inflamasi respiratorik kronik yang saat
ini masih menjadi masalah kesehatan
yang perlu mendapatkan perhatian,
khususnya pada anak. Dalam dua tahun
terakhir
angka
kejadian
asma
cenderung meningkat baik di negara
maju maupun negara berkembang.
Prevalensi asma di dunia diperkirakan
7,2% (6% pada penderita dewasa dan
10% pada anak). Prevalensi tersebut
sangat bervariasi di berbagai tempat.
Dalam tatalaksana serangan
asma pada umumnya dan penanganan
serangang asma berat khususnya,
masih ada beberapa hal yang masih
diperdebatkan.
Tujuan
daripada
tatalaksana serangan asma adalah
untuk melebarkan jalan napas secepat
mungkin, mengurangi hipoksemia, dan
mengembalikan fungis paru ke
keadaan normal secepatnya, serta
mencegah terjadinya kekambuhan.
Laporan Kasus
Seorang anak laki-laki, usia 6
tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan sesak napas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak
napas diawali dengan batuk berdahak.
Pasien memiliki riwayat alergi yang
tidak jelas penyebabnya. Menurut
ibunya pasien alergi terhadap debu,
cokelat, dan panas. 2 tahun yang lalu,
pasien mengeluhkan asmanya kambuh
satu kali dalam sebulan. Menurut
pengakuan pasien keluhan asma
terkahir kambuh pada tahun 2014.
Untuk mengurangi keluhan tersebut
pasien
di
inhalasi
dengan
menggunakan ventolin.
Pada anamnesa didapatkan
pasien tidak mengkonsumsi obat
minum yang rutin di minum setiap
hari, riwayat demam tidak ada, dan
tidak ada masalah pada makan dan
minumnya. 1 hari yang lalu pasien
sudah dibawa ke IGD RS. Siloam,
diberikan terapi inhalasi dan loading

dengan aminophylline lalu keluhan


sesak berkurang. Pasien dirujuk ke RS
lain untuk monitoring sesak.
Dari
pemeriksaan
fisik
didapatkan keadaan hemodinamik
normal, tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 96 x/menit (kuat angkat dan
teratur) dan respirasi 52 x/menit. Tidak
didapatkan anemia, ikterik dan
pernapasan cuping hidung positif. Pada
pemeriksaan
thoraks
didapatkan
retraksi subcostal dan intercostal
positif, faring hiperemis, bunyi napas
dasar ekspirasi memanjang, ronkhi dan
wheezing pada kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan jantung dan
abdomen tidak didapatkan adanya
kelainan.
Oleh karena didapatkan hasil
pemeriksaan fisik di atas maka
dibuatlah diagnosis klinik asma
serangan berat episodik sering. Pasien
dirawat di unit direncanakan untuk
perawatan ICU anak. Pasien diberikan
terapi inhalasi ventolin dan combivent
dua kali sehari, terapi oksigen 4
liter/menit (nasal) dan diberikan cairan
intravena aminophylline inisial 240 mg
dalam NS 500 mL diberikan selama 24
jam. Metil prednisolone 3 x 12,5 mg
intravena. Hasil analisa gas darah
sebelum perawatan ICU menunjukkan
pH 7,330, PO2 65,0 mmHg, PCO2 34,9
mmHg, HCO3- 17,8 mmol/L, total CO2
18,9 mmol/L, base excess (BE) -7,1
mmol/L, 02 Saturasi 91,6 %. Pada
perawatan hari ke-2, sesak mulai
berkurang dengan frekuensi napas 48 54 kali per menit, suhu (aksila) 36,5
37,2 0C, retraksi suprasternal dan
epigastrium berkurang. Pasien dicoba
untuk minum obat peroral, toleransi
baik: 02 diturunkan menjadi 2
liter/menit (nasal), dan inhalasi
ventolin dan combivent dilanjutkan
dua kali sehari.

Pada perawatan hari ke-3,


keadaan umum pasien semakin baik,
tidak
tampak
sesak.
Pasien
dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
Jalur intravena dihentikan, terapi
inhalasi masih diberikan dua kali
sehari,
obat
peroral
yaitu
methylprednisolone 4 x 12,5 mg,
ulceranin 2 x 25 mg, dan teofilin 3 x
100 mg dan latihan pernapasan. Pasien
dipulang pada hari ke-5 perawatan
dengan anjuran untuk berobat kembali
dua minggu kemudian.
Diskusi

Berdasarkan revisi program Global


Initiative for Asthma (GINA) yang
kerjasama dengan WHO dan Heart
Blood Institute (NHLBI), asma
didefinisikan
sebagai
gangguan
inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan
peran
banyak
sel,
khususnya sel mast, eosinophil, dan
limfosit T. Inflamsi kronik ini akan
menyebabkan
peningkatan
hiperaktivitas jalan napas yang memicu
terjadinya episode mengi berulang,
sesak napas, rasa dada tertekan dan
batuk terutama pada malam atau dini
hari. Gejala ini biasanya berhubungan

dengan penyempitan jalan napas yang


luas namun bervariasi; dapat bersifat
reversible baik secara spontan maupun
dengan pengobatan.1 Berdasarkan
Konsensus Nasional Asma Anak
(KNAA), tatalaksana asma dibagi
menjadi dua, yaitu tatalaksana jangaka
panjang dan penanganan serangan
asma. Batasan asma yang digunakan
adalah mengi berulang dan atau batuk
persisten.2 Derajat penyakit asma
ditentukan
berdasarkan penilitian
gambaran klinis, jumlah pemakaian b2-

diketahui secara pasti. Diagnosis pada


pasien ini semakin jelas karena sering
timbul (setiap bulan). Riwayat atopi
juga ditemukan pada ibu pasien.
Keadaan pasien sesuai dengan
serangan berat yang terjadi pada pasien
asma episodik sering.
Serangan akut biasanya terjadi
akibat terpajan faktor pencetus,
tersering adalah allergen. Serangan
perburukan terjadi secara bertahap
merupakan
cermin
kegagalan
pengelolaan jangka panjang dari

agonis untuk mengatasi gejala dan uji


fungsi paru pada penilaian awal.
kelompok yang patut diduga asma
adalah anak-anak yang menunjukkan
batuk dan atau mengi yang timbul
secara episodik, cendrung pada malam
atau dini hari, musiman, setelah
aktivitas fisik, serta adanya riwayat
asma dan atopi pada pasien atau
keluarganya. 3, 4 Pada kasus ini, faktor
penyebab terjadinya asma tidak

penyakit asma. Penilaian asma dapat


dilihat pada Tabel 1. 1
Tujuan tatalaksana serangan
asma adalah untuk
meredakan
penyempitan jalan napas secepat
mungkin, mengurangi hipoksemia,
mengembalikan fungsi paru secepatnya
dan rencana mencegah kekambuhan.
Bagan 1

Pemberian
kortikosteroid
secara
sistemik
mempercepat
perbaikan dari serangan asma.
Kortikosteroid sistemik diberikan jika
pada terapi awal serangan gagal
mencapai
perbaikan.
Metil
prednisolone merupakan pilihan utama
dengan dosis 1 mg/kgBB kemudian
dilanjut dengan deksametason. 0,5 1
mg/kgBB.
Indikasi rawat diruang rawat intensif :1,

Institute
2002
(revisi).
Diperbaharui dari: NHLBI/WHO
workshop report: global strategy
for asthma management and prevention issued January 1995; NIH
publ. no.02-3659.
2. Unit
Kerja
Koordinasi
Pulmonologi, Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Konsensus Nasional
Asma Anak. Sari Pediatri 2000;
2:50-66.

1. Tidak ada respon sama sekali


terhadap
tatalaksana
awal
dan/atau perburukan asma yang
cepat.
2. Adanya kegelisahan, nyeri
kepa;a, dan tanda lain yang
mengancam henti napas, atau
hilangnya kesadaran.
3. Tidak ada perbaikan dengan
pengobatan baku di ruang rawat
inap.
4. Ancaman henti napas yang
ditandai dengan hipoksemia
yang menetap walaupun sudah
diberikan oksigen (kadar paO2
<60 mmHG, dan/atau paCO2
>45 mmHg, walaupun begitu
gagal napasa dapat terjadi pada
kadar paCO2 yang lebih tinggi
atau lebih rendah)
Daftar pustaka
1. Global Initiative for Asthma.
Global strategy for asthma
management
and
prevention.
National Institute of Health.
National Heart, Lung, and Blood

3. Cockroft DW, Swystun VA.


Asthma control versus asthma
severity. J Allergy Clin Immunol
1996; 98:1016-8.
4. Unit
Kerja
Koordinasi
Pulmonologi, Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Konsensus Nasional
Asma Anak. Sari Pediatri 2000;
2:50-66.

You might also like