Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan laporan kumulatif dari seluruh provinsi di Indonesia yang dikeluarkan secara
triwulan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sampai dengan September 2011
terdapat 24.482 kasus AIDS dari 300 kabupaten / kota di 32 provinsi. Cara penularan kasus
AIDS baru yang dilaporkan melalui Heteroseksual 53,1%, IDU 37,9%, Transfusi darah
0,2%, Perinatal 2,6%, LSL 3% dan tidak diketahui 3,2%. Indonesia sudah menjadi Negara
urutan 5 di Asia paling berisiko HIV-AIDS.
Hasil estimasi kasus AIDS yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2009
diperkirakan sebanyak 186.000 kasus, sehingga tidak bisa dihindari lagi bagi Indonesia
untuk menerapkan kesepakatan tingkat Internasional yang diikuti kebijakan nasional. Cara
paling efesian untuk menurunkan penyebaran HIV pada semua populasi adalah mencari
populasi target yang berisiko tinggi terinfeksi HIV, pada kelompok pengguna Napza suntik,
kelompok pekerja seks, kelompok laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta
pasangan seksualnya. Program pengurangan dampak buruk ( harm reduction ) dengan
penggunaan alat suntik steril, serta terapi rumatan terbukti efektif menghambat penularan
HIV diantara pengguna napza suntik
Layanan konseling dan tes HIV merupakan pintu masuk ke semua akses layanan kesehatan
yang diperlukan, termasuk pencegahan penularan. Begitu diagnosis ditegakkan, maka akses
terapi dapat dimulai, karena itu ART harus tersedia di semua Rumah Sakit rujukan tingkat
provinsi dan kabupaten/kota. Layanan konseling dan tes HIV sebagai strategi kesehatan
masyarakat juga merupakan komponen utama dalam program HIV yang bertujuan untuk
mengubah perilaku berisiko dan member informasi tentang pencegahan HIV.
Layanan konseling dan tes HIV saat ini yang dilakukan di Indonesia melalui dua pendekatan
yaitu konseling dan tes yang di inisiasi oleh klien secara sukarela ( Voluntary Counseling
and Testing / VCT-Konseling dan Tes sukarela HIV-KTS ) serta konseling dan tes HIV yang
di inisiasi oleh petugas kesehatan ( KTIPK ) melalui layanan dikenak dengan Provider
Initiative Testing and Counseling ( PITC ). PITC dan VCT adalah satu kesatuan pendekatan
dalan layanan konseling dan tes HIV. Layanan konseling dan res HIV dapat dilakukan di
sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, yang dapat di selenggarakan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat. Pelaksanaan layanan konseling dan tes HIV ini harus
berlandaskan pada pedoman konseling dan tes HIV agar mutu layanan dapat dipertanggung
jawabkan.
B. PENGERTIAN
1. Acquired Immuno Defisiensy Syndrom ( AIDS ) adalah suatu gejala berkurangnya
kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh
seseorang.
2. Ante Natal Care ( ANC ) adalah suatu perawatan perempuan selama kehamilannya.
Biasanya dilalukan di KIA ( Klinik Ibu dan Anak ), dokter kebidanan atau bidan.
3. Anti Retroviral Therapy (ART ) adalah sejenis pengobatan untuk menghambat
kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV.
4. CD4 = Cluster of Differention4 adalah suatu limfosit ( T helper cell ) yang
merupakan bagian penting dari sel system kekebalan/imun.
5. ELISA adalah Enzym Linked Immunosurbent Assay, suatu tes antibody terhadap
HIV.
6. Edukasi Kesehatan untuk HIV-AIDS dalam kelompok adalah diskusi antara konselor
dengan beberapa orang dalam jumlah terbatas, bertujuan untuk menyiapkan mereka
mengikuti tes HIV.
7. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitative yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyrakat.
8. Hasil tes dikordan, istilah laboratoriun yang merujuk kepada hasil tes yang positif
dengan satu tes, namun negative pada tes lainnya.
9. Hasil tes indeterminan, hasit tes HIV yang belum jelas positif dan negative.
10. Human Immuno-deficiency virus ( HIV ) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
11. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani
klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas rujukan jika
diperlukan.
12. Informed consent ( Permenkes No 290/Menkes/per/3/2008 ) adalah persetujuan
tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
13. Informed consent pada HIV adalah persetujuanpemeriksaan labolatorium HIV yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.
14. Jaminan mutu konseling adalah proses memantau dan menguatkan kualitas konseling.
Di dalam konseling, kendali kualitas dilakukan bersamaan dengan supervise dan
dukungan konselor.
15. Jaminan mutu tes hiv adalah proses pemantau dan mningkatkan kualitas pemeriksaan
labolatorium.
16. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan atau
tes HIV
17. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan
konseling HIV-AIDS dan dinyatakan mampu
18. Konseling adalah proses dialog antara konselor yang dengan tulus dan tujuannya jelas
memberikan pertolongan, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahaman masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
19. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual
klien ataupun pasangan tetap klien.
20. Kelompok minor adalah mereka yang belum dewasa, anak dan mereka yang masih
terbatas kemampuan berfikir dan menimbang
21. Kelompok khusus terdiri dari narapidana, pekerja seks, penyalahguna narkoba suntik,
kaum migrant, orang yang mengalami gangguan psikiatrik, dan lelaki yang seks
dengan lelaki.
22. Konseling dan tes HIV adalah layanan konseling dan pemeriksaan darah untuk HIV.
Terdapat dua pendekatan yaitu VCT dan PICT
23. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan
menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes.
24. Konseling pra tes adalah dialog klien dan konselor bertujuan menyiapkan klien untuk
tes darah HIV, perubahan perilaku dan membantu klien memutuskan akan tes atau
tidak, mempersiapkan inform consent dan konseling seks aman.
25. Konseling pra tes kelompok adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien,
biasanya tak lebih dari lima orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk tes
darah HIV.
26. Manajemen kasus adalah pendekatan pelayanan yang melibatkan suatu jejaring
sumber daya dan pelayanan holistic, komprehensif dan luas untuk orang dengan HIVAIDS dan keluarga atau orang dengan HIV ataupun yang memiliki resiko terkait
dengan HIV-AIDS yang memiliki hasil negative dan akan memperthankan perilaku
aman.
27. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah
terinfeksi virus HIV.
28. Pasangan diskordan adalah pasangan seksual, yang hasil tes HIV satu orang negative
sementara pasangannya positif.
29. Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA
dan keluarganya. Termasuk didalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis,
terapi dan pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan
dirumah.
30. Periode jendela adalah suatu periode atau atau masa sejak orang terinfeksi HIV
sampai badan orang tersebut membentuk antibody melawan HIV yang cukup untuk
dapat dideteksi dengan pemeriksaan darah HIV (rapid tes).
31. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara suka rela oleh seseorang
untuk mendapat layanan..
32. Petugas psikososial atau petugas non medis adalah orang yang memberikana
pelayanan di bidang psikologis dan social terkait dengan HIV-AIDS.
33. Petugas manajemen kasus adalah petugas pelayanan lanjutan yang akan membantu
orang yang sudah tes HIV mengenali dan menyelesaikan masalah biopsikososial
termasuk bagi yang HIV negative untuk perubahan perilaku
34. Prevention of Mother_To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak yang akan atau sedang atau sudah di lahirkannya.
Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu kepada anak.
35. Refusal consent adalah penolakan yang dilakukan oleh pasien/klien secara tertulis
untuk tidak dilakukan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medis lainnya) bagi
dirinya atau atas specimen yang bersala dari dirinya. Juga termasuk persetujuan
memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian.
36. System rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang
memungkinkan petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, member
petunjuk kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien atau mendapatkan layanan
yang lebih memadai.
37. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang keshatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
38. Tes HIV adalah tes terhadap antibody yang terbuka akibat masuknya virus HIV
kedalam tubnuh, atau tes antigen yang mendeteksi adanya virus itu sendiri atau
komponennya.
39. Tes cepat HIV parallel adalah tes HIV yang memberikan hasilnya kurang dari 2 jam.
Parallel berarti ada dua tes dengan reagen yang berbeda yang dikerjakan bersamaan.
40. Tes cepat HIV serial adalah suatu tes HIV dengan hasil kurang dari 2 jam. Serial
artinya dua tes yang berbeda dengan reagen yang berbeda yang dikerjakan
bersamaan.
41. Tes ulang adalah tes HIV pada orang yang pernah melakukan tes dan memperoleh
hasilnya.
42. Tuberklulosa (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB sering kali
merupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV.
43. Wester Blot aatau WB adalah suatu metode tes antibody HIV, hanya digunakan untuk
konfirmasi atau riset.
BAB II
KONSELING DAN TES HIV
A. Definisi konseling dan tes HIV
Konseling dan tes HIV adalah dialog antara klien/pasien dan konselor/petugas
kesehatan dengan tujuan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan
berkaitan dengan tes HIV.
Dalam proses konseling dan Tes HIV dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan konseling dan tes HIV atas Inisiasi klien atau yang disebut konseling
dan tes HIV sukarela/KTS
(konseling dan tes HIV-voluntary Counselling and Testing/ Clien Initiated
counseling and testing = CICT)
Konseling dan tes HIV atas inisiasi klien ini bertujuan untuk:
a. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang perilaku
beresiko (sperti seks aman atau penggunaan jarum bersama) dan membantu
orang dalam mengembangkan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk
perubahan perilaku dan negosiasi praktek lebih aman.
b. Menyediakan dukungan psikologis, misalnya dukukungan yang berkaitan
dengan kesejahteraan emosi, psikologis, social dan spiritual seseorang yang
terinfeksi virus HIV atau virus lainnya.
c. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi dan perawatan melalui
pemecahan masalah kepatuhan berobat.
2. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan / KTIPK
(provider initiated testing and counseling = PITC)
Tes HIV ini dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat ke
fasilitas pelayanan kesehatan dan terindikasi terkait infeksi HIV. Inisiasi tes HIV
oleh petugas kesehatan harus selalu di dasarkan atas kepentingan kesehatan dan
pengobatan pasien. Untuk itu perlu memberikan informasi yang cukup sehingga
pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani tes HIV secara
sukarela, bahwa konfidensialitas terjaga, terhubung dengan rujukan konseling
pascates oleh konselor sesuai dengan kebutuhan klien dan menyediakan
rujukanke pelayanan dukungan dan perwatan yang memadai. Penerpan konseling
dan tes atas inisiasi petugan kesehatan bukan berarti menerapkan tes HIV secara
mandatory atau wajib. Prinsip 3C (informed consent, confidentiality, counseling)
dan 2R(reporting and recording) tetap harus diterpkan dalam pelaksanaannya.
B. PERAN KONSELING, PEMBERIAN INFORMASI DAN TES HIV
1. Peran konseling dalam KTS
Layanan konseling tes HIV dilakukan kebutuhan klien/pasien pada saat mencari
pertolongan medic yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik
kepada mereka yang HIV positif maupun negative. Layanan ini dilanjutkan
dengan dukungan psikologis dan akses untuk terapi. Konseling dan tes HIV harus
dikerjakan secara prifesional dan konsisten untuk memperoleh intervensiyang
efektif. Konselor terlatih membantu klien/pasien dalam menggali dan memahami
diri akan resiko infeksi HIV, mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung
jawab untuk menurunkan perilaku beresiko serta pencegahan penyebaran infeksi
kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
2. Peran pemberian informasi dalam KTIPK
Konseking dan tes atas inisiasi petugas kesehatan (PITC- provider initiated testing
and counseling ) dilakukan ketika pasienHIV-AIDS dengan infeksi oportunitistik
datang berobat di fasilitas kesehatan. Petugas kesehatan akan memberikan
informasi tentang HIV, keuntungan diagnosis dan terapi tepat , serta menawarkan
pemeriksaan tes HIV. Jika pasien setuju maka petugas kesehatan akan
membuatkan informed consent.
Tes HIV dalam PICT ditawarkan pada kondisi seperti ini:
a. Semua pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis yang yang mungkin
mengindikasikan infeksi HIV tanpa memandang tingkat epidemic daerahnya
b. Pada daerah dengan tingkat dengan tingkat epidemic yang meluas, sebagai
bagiandari prosedur perawatan medis pada semua pasien.
c. P[ada daerah dengan tingkat epidemic terkonsentrasi atau rendah , ditawarkan
dengan lebih selektif kepada pasien.
Pasien dapat menolak tes HIV bila mereka tidak bersedia yang disebut option out.
Bagi mereka yang menolak, kemudian dirujuk ke konselor HIV untuk mendapat
dukungan dan memotivasi perubahan perilaku beresikonya. Konselor melakukan
konseling tentang penilaian risiko, keuntungan menjalani tes HIV dan
mengungkapkan hasil tes serta dukungan sosia; yang tersedia.
Pada pendekatan tes dan konseling atas uinisiasi petugas kesehatan, harus tersedia
akses layanan pencegahan, pengobatan, perawatan, dan dukungan yang
diterapkan dalam kerangka rencana strategi nasional untuk mencapai universal
access. Bagi pasien yang setuju untuk dilakukan tes HIV, penyampaian hasil tes
dilakukan dengan rujukan pada konseling dukungan lanjutan yang dibutuhkan
oleh klien.
3. Peran tes HIV dalam KTS dan KTIPK
Tes HIV dilakukan setelah klien/pasien menyetujui pelaksanaan tes melalui
pemberian informed consent. Tes HIV dilakukan pada labolatorium yang tersedia
di fasilitas tersebut, maka tes dapat dilakukan di labolatorium rujukan.
Pengambilan darah dapat dilakukan ditempat layanan pemeriksaan atau
konseling. Metode tes HIV yang digunakan sesuai pedoman pemeriksaan
labolatorium HIV Kementrian Kesehatan 2010.
Peran KTS
Pintu masuk menuju pencegahan , dukungan, perawatan dan pengobatan
Peningkatan kualitas
hidup
Dan pencegahan masa
Depan: pengasuhan
anak
Pendidikan dan
informasi
Masyasrakat: untuk
normalisasi HIV-AIDS
Penerimaan status,
Perawatan diri,
komunikasi
Perubahan perilaku
dan
Pencegahan positif
KT
S/
VC
T
Memfasilitasi informasi
dan
Rujukan terkait
dukungan psikososial
dan akses
ekonomi
Memfasilitasi rujukan
PPIA/PMTCT, akses
Kesehatan reproduksi
dan
Kesehatan seksual
Manajemen dini
Pemeriksaan infeksi
Oprtunistik dan
informasi
Pengobatan HIV: ART
Dukungan dan
perawatan
Di rumah, komunitas
dan masyarakat
3)
kepada klien. Penjelasan rinci seperti ini dilakukan dalam konseling pra tes atau
sebelum saat penandatanganan persetujuan pemeriksaan tes HIV. Berbagai
konfidensialitas artinya rahasia diperluas kepada petugas kesehatan yang akan
membantu memulihkan kesehatan klien. Konfidensialitas juga dapat dibuka jika
diharuskan oleh hokum (statutory) yang jelas. Contoh, ketika kepolisian
membutuhkan pengungkapan status untuk perlindungan kepada korban
pemerkosaan. Korban pemerkosaan dapat segera dirujuk kelayanan pengobatan
untuk mendapatkan ART agar terlindung dariinfeksi HIV.
8. Koseling pasca tes membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan
hasil tes. Konselor melakukan:
a. Penjelasan hasil tes
b. Pembacaan hasil tes
c. Pemberian informasi selanjutnya
d. Rujukan klien kefasilitas layanan lain jika diperlukan
e. Diskusi strategi untuk menurunkan penularan HIV
Bentuk dari konseling pasca tes tergantung dari hasil tes,
a. Jika hasil tes antibody HIV positif, konselor harus berusaha untuk
menyampaikan hasil sedemikian rupa sehingga klien memahami arti tes.
Selanjutnya memberikan dukungan emosional dan bimbingan klien untuk
mengembangkan strategi-strategi mengatasi masalah.
b. Jika hasil tes negative, konseling tetap diperlukan untuk menekankan dan
menjelaskan isu penting. Konselor dapat membimbing klien untuk
membangun strategi selanjutnya agar tes HIV dipertahankan tetap negative.
c. Jika klien memungkinkan berada di periode jendela, klien perlu diberi tahu
tentang kebutuhan untuk mengikuti tes ulang pada tanggaldan bulan tertentu.
Dasr keberhasilan konseling pasca tes dibangun pada saat konseling pra tes. Bila
konseling pra tes berjalan baik maka dapat terbina hubungan baik antara konselorklien. Dasar hubungan ini akan mempermudah untuk terjadinya perubahan
perilaku di masa datang dan memungkinkan pendalaman akan masalah klien.
Sangatlah diharapkan, konselor yang memberikan konseling pra tes dan konseling
pasca tes adalah orang yang sama.
Kunci utama dalam menyampaikan hasil tes :
a. Periksa ulang seluruh hasil tes klien dalam data klien/ catatan medic. Lakukan
hal ini sebelum bertemu klien untuk memastikan kebenarannya.
b. Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka di runag konseling.
c. Seorang konselor tidak di perkenankan memberikan hasil padaa siapapun
duluar layanan klesehatan yang dibutuhkan klientanpa seijin klien.
d. Hasil tes tertulis tidak diberikan kepada klien/pasien. Jika klien memerlukan
dapat diberikan salinannya dan dikeluarkan dengan tanda tanagan dokter.
Tahapan penatalaksanaan konseling pasca tes
Penerimaan klien:
a. Pastikan klien datang tepat waktu dan usahan tidak menunggu.
b. Panggil klien secara wajar.
c. Ingat akan semua kunci utama dalam menyampaikan hasil tes.
Pedoman penyampaian hasil negative
KOMPONEN PRNTING DALAM KONSELING PRA TES HIV DAN PASCA TES HIV
baku dari petugas kesehatan kepada pasiennya tanpa memandang adanya gejala atau
tanda yang terkait dengan AIDS pada pasien yang berobat di sarana kesehatan. Untuk
mengatasi kendala dalam hal sumber daya maka perlu penyahapan dalam peneraapan
konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan.
Hal berikut perlu dipertimbangkan untuk menentukan urutan prioritas penerapannya:
a. Fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap pasien tuberculosis(TB).
b. Fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
c. Fasilitas pelayanan kesehatan anak (umur<12 tahun)
d. Fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (KB)
e. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan tindak invasive
f. Fasilitas pelayanan kesehatan remaja
g. Fasilitas pelayanan kesehatan bagi kelompok dengan perilaku beresiko tertular HIV
h. Fasilitas pelayanan kesehatan hemodialisa
i. Fasilitas pelayanan kesehatan di lembaga permasyarakatan, rumah tahanan, BAPAS.
2. Proses Pemberian Informasi, Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan dan Konseling Lanjutan
2.1.
Pemberian informasi HIV dan persetujuan pasien
Sesuai dengan kondisi setempat, informasi pra tes dapat diberikan secara
individual, pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV
(informed consent) harus selalu diberikan secara individual, pribadi dan
dihadapan petugas kesehatan.
2.2.
Pemberian informasi HIV sebelum Tes HIV
Informasi minimal yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan ketika
menawarkan tes HIV kepada pasien adalah sebagai berikut:
1) Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes HIV dan potensi resiko
yang akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan atau tindak
kekerasan.
2) Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV positif ataupun
positif termasuk ketersediaan terapi antiretroviral
3) Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak
akan diungkapkan kepada orang lain selain petugas kesehatan terkait langsung
pada perawtan pasien.
4) Informasikan bahwa pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tesHIV
5) Tes akan dilakukan kecuali pasien menggunakan hak untuk menolak tes
tersebut.
6) Informasikan bahwa penolakan untuk menjalani tes HIV tidak akan
mempengaruhi akses pasien terhadap layanan yang tidak tergantung pada
hasil tes HIV.
7) Dalam hal hasil tes HIV positif , maka sangat dianjurkan untuk
mengungkap[kannya kepada orang lain yang beresiko untuk tertular HIV dari
pasien tersebut.
8) Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas kesehatan..
Pada umumnya dengan komunikasi verbas sudah cukup memadai untuk
memberikan informasi dan mendapatkan informed-consent tertulis untuk
melaksanakan tes-HIV. Ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan
terhadap dampak buruk seperti diskriminasi, mengucilkan, tindak kekerasan atau
penahanan. Dalam hal tersebut maka perlu diberika informasi lebih lengkap dan
sesuai kebutuhan untuk meyakinkan informed consentnya.
3. Konseling/pemberian informasi pra tes pada kelompok debfan perhatian khusus
3.1.
Pada perempuan hamil
Informasi pra tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam
kondisi hamil harus meliputi:
a. Resiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya.
b. Cara yang dapat dilakukan guna mengurangi resiko penularan HIV dari ibu
dengan HIV positif kepada janin yang dikandungnya termasuk termasuk
antiretroviral profilaksis dan konseling tentang makanan bayi. Keuntungan
melakukan diagnosis HIV secara dini bagi bayi yang akan diklahirkan.
3.2.
Perhatian khusus bagi bayi , anak dan remaja
Perlu ada pertimbangan khusus bagi anak dan remaja dibawah umur secara
hokum (pada umumnya <18 tahun). Sebagai individu dibawah umur yang
belumpunya hak untuk membuat/memberikan informed-consent, mereka punya
hak untuk terlibat dalam semua keputusan yang menyangkut kehidupanya dan
mengemukakan pandangannya sesuai tingkat perkembangan umrunya. Dalam hal
ini diperlukan informed consent dari orng tua atau wali/pengampu sesuai
peraturan berlaku.
3.3.
3.4.
15. Seingkali keterbatasan daya tangkap pasien membuat mereka tidak perlu mengambil
keputusan bagi dirinya. Karena itu merupakan tugas konselor untuk berlaku jujur dan
obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan
dapat menyatakan persetujuannya.
a. Persetujuan untuk mengungkapkan status HIV seorang individu kepada pihak ketiga
seperti institusi rujukan, harus senantiasa diperhatikan. Persetujuan ini di tuliskan dan
dicantumkan dalam catatan medic. Konfidensialitas selalu harus dijaga dan semua
materi dalam proses konseling tidak boleh di dengar ataupun diketahui orang lain
dantidak disampaikan kepada siapapun tanpa izin klien. Hasil tes bersifat rahasia dan
hanya dibuka untuk keperluan layanan kesehatan klien/pasien dan hukum. Konselor
bertanggung jawab mengkomunikasikan secara jelan konfidensialitas yang
ditawarkan kepada klien. Dalam keadaan mormal, penjelasan rinci seperti ini
dilakukan dalamkonseling pra tes atau saat pemnandatanganan informed consent.
b. Jika konfidensial terbuka, terjadi dampak psikologoik dan hukum kepada klien dan
konselor. Stigma dan diskriminasi merupakan masalah besar dan dapat
mengakibatkan individu menolak datang ke pelayanan medic, merusak hubungan
dalam keluarga dan individu dan mungkin membuat orang kehilangan pekerjaannya.
c. Kadang kala di pelayanan gawat darurat, persetujuan dailangga dan petugas
kesehatan memeriksa status HIV pasien dalam upaya melindungi dirinya sebagai
petugas kesehatan. Tes HIV dengan cara paksaan atau wajib tidak bermanfaat
dilakukan karena:
1) Risiko penularan sangat kecil jika universal precautions diterapkan dengan baik.
2) Tidak cukup waktu menanti hasil jika pasien akan dioperasi segera dikamar
gawat darurat.
3) Selama masa jendela tes HIV seseorang tidak dapat dikenali mengidap HIV,
sementara orang tersebut sudah dapat menularkan, sehingga pemeriksaan
labolatorium tidak menjadi patokan bahwa penularan tidak terjadi ketika hasil tes
non reaktif.
4) Rasa aman terselubung, yaitu merasa aman namun sebenarnya dapat terinfeksi.
Karena itu kewaspadaan umum (universal precaution) harus diterapkan pada
pasien.
16. Tes wajib seperti sebelum mnikah, pada pekerja seksual, penasun, rekrutmen pegawai,
asuransi kesehatan juga tidak direkomendasikan. Beberapa kerugian tes wajib:
a. Tes wajib tanpa informed consent atau konseling tidak aka mengubah perilaku kllien
untuk menurunkan penularan HIV dan orang lain.
b. Tes tanpa konseling akan menghancurkan kehidupan odha dan dapat menimbulkan
kekerasan terhadap dirinya dan orang lain.
c. Memaksa tes HIV pada rekrutmen pegawai tak membuat tempat kerja terbebas HIV
sebab penularan HIV terjadi sebelum dan sesuda seseorang menjadi pegawai.
d. Walaupun hasil hasil tes disimpan secara rahasia tetapi ada sua6tu saat dimana hasil
tes dapat diungkapkan pada pihak ketiga tanpa izin. Oleh karena itu proses dalam
konseling. Konselor harus sudah membicarakan alasan pengungkapan status dengan
jelas.
I. ISU GENDER
Istilah gender secara umum sering digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laku dan
perempuan dari segi social budaya, psikologis dan aspek non biologis lainnya. Istilah seks
secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
anatomi biologi dan juga jenis kelamin. Aspek biologis meliputi perbedaan anatomi fisiologi
tubuh termasuk system reproduksi dan karakteristik lainnya.
Dalam konseling dan tes HIV maka konselor perlu memperhatikan seks dan gender untuk
merespon hal-hal sebagai berikut:
A1 + A2
(pemeriksaan II)
A1+ A2+
A1+ A2+
A1+ A2-
A3
(pemeriksaan III)
A1+ A2+
A3+
A1+ A2+
A3-
A1+ A2A3+
A1- A2Laporkan
negatif
A1+ A2A3-
Laporkan
positif
Indetermina
te
Resiko tinggi/
Indeterminate
Resiko rendah/
Dianggap
negatif
Keterangan :
1. A1, A2, dan A3 merupakan tiga jenis pemeriksaan antibody HIV yang berbeda.
2. Specimen darah yang tidak reaktif sesudah tes cepat pertama dikatakan sebagai sero
negative dan kepada klien disampaikan bahwa hsilnya negative. Tidak dibutuhkan tes
ulang
3. Spesimen darah yang sero-reaktif pada tes cepat pertama membutuhkan tes ulang dengan
tes kedua mempunyai prinsip dan metode reagen berbeda.
4. Apabila hasil tes pertama reaktoif dan hasil tes kedua reaktif maka dikatakan hasilnya
positif dan perlu dilanjutkan dengan tes ketiga.
5. Apabila ketiga reaktif maka dikatakan positif (terinfeksi HIV)
6. Apabila dari ketiga tes cepat salah satu hasilnya non reaktif maka dikatakan tidak dapat
ditentukan/indeterminate
7. Apabila tes kedua salah satunya non reaktif dan dilanjutkan dengan tes ketiga hasilnya
juga non reaktif maka pertimbangkan tingkat resiko. Jika risiko tinggi daianggap
indeterminate. Namun jika resiko rendah dianggap negative.
8. Hasil yang dikatakan positif tidak diperlukan teskonfirmasi pada labolatorium rujukan.
9. Hasil yang indeterminate perlu dilakukan konfirmasi dengan WB ( Wastern Blot).
10. Bila masih meragukan, ulangi tes dua minggu setelah pengambilan specimen pertama.
11. Bila masih meragukan, maka specimen dirujuk ke labolatorium rujukan misalnya dengan
pemeriksaan Wastern Blot. Bila dengan tes konfirmasi ini masih meragukan, tes lanjutan
harus di jalankan sesudah empat minggu, tiga bulan, enam bulan, dan dua belas bulan.
12. Bila tetap indeterminate setelah dua belas bulan maka boleh dikatakan negative.
Berikut adalah bagan Model Standar Emas Konseling dan Tes HIV dalam VCT, sebagai ilustrasi
proses konseling dan tes HIV
BAGAN STANDAR LAYANAN KONSELING DAN TES HIV
Gejala fisik, gejala psikologis atau aspek lainnya yang membawa
seseorang memutuskan untuk tes
Konseling pra tes dalam konteks VCT atau pemberian
informasi factual HIV dalam konteks PITC
Beri waktu untuk pengambilan
keputusan melakukan tes
Menolak tes, tidak dilanjutkan
pemeriksaan darah
Sampaikan hasil tes dengan hati-hati, nilai kemampuan mengelolah perasaan terhadap hasil
tes, sediakan waktu untuk diskusi, bantu agar adaptasi dengan situasi dan buatr rencana tepat
dan rasional.
HIV negative
Konseling perubahan
perilaku
Berikan materi KIE
Sarankan periksa ulang
HIV positif
Konseling penerimaan status
Informasi pemeriksaan kesehatan terkait IO,ART, dukungan
pelayanan manajemen kasus dan informasi kelompok
dukungan sebaya.
Konseling peningkatan kualitas hidup termasuk pencegahan
positif, konseling pasangan.
Rujukan ke layanan perawatan, dukungan dan pengobatan.
Konseling lanjutan.
BAB III
SARANA, PRASARANA
DAN SUMBER DAYA MANUSIA
A. SARANA
1. Papan nama/petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses ke layanan
konseling dan tes HIV. Demikian juga di depan ruang konseling dipasang papan
bertuliskan pelayanan konseling dan tes HI dan jadwal layanan.
2. Ruang tunggu
Ruang ttunggu yang nyaman hendaknya di depan ruangan konseling atau disamping
tempat pengambilan sampel darah.
Dalam ruang tunggu tersedia:
a. Materi KIE : poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV-AIDS,
IMS, KB, ANC, TB, hepatitis, penyalahgunaan napza, perilaku sehat, pencegaha
penularan dan seks yang aman.
b. Informasi prodedur konseling dan tes
c. Kotak saran
d. Tempat sampah, kertas tisu dan persediaan air minum\
e. Bila mungkin disediakan TV, video dan mainan anak.
f. Buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien, kalu mungkin computer untuk
mencatat data.
g. Meja dan kursi yang cukup nyaman.
Sesudah jam layanan selesai, ruangan ini dapat di pakai untuk dinamika kelompok,
diskusi, proses edukasi, pertemuan para konselor serta pengelola layanan konseling dan
jejaringnya.
3. Jam kerja layanan
Jam kerja layanan konseling dan tes terintegrasi dalam jam kerja fasilitas pelayanan
kesehatan di tempatnya. Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat
dilakukan untuk menghindari masa tunggu yang panjang. Layanan konseling
penjangkauan dilakukan atas kesanggupan jam para penjangkau dan ketersediaan waktu
klien. Sebaiknya tesedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari sehingga
mempermudah akses klien yang bekerja maupun bersekolah. Di fasilitas pelayanan
kesehatan dengan keternatasan sumber daya, maka konselinh dan tes dapat dilakukan
setiap hari kerja. Oleh karena itu jam kerja konselingh dan tes HIV disesuaikakn dengan
jam kerja pelayanan kesehatan lainnya.
4. Ruang konseling
Ruang konseling harus nyaman untukproses konseling. Terjaga kkonfidensialitasnya dan
terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Hindari saat klien keluar ari
ruangan konseling akan bertemu dengan klien/pengunjung lainnya. Artinya ada satu pintu
untuk klien masuk dan satu pintu untuk klien keluar bagi klien yang letaknya sedemikian
rupa sehingga klien yang selesai konseling dank lien berikutnya yang akan konseling
tidak saling bertemu. Ruang konseling dilengkapi dengan:
a. Tenpat duduk bagi klien dan konselor.
b. Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent, catatan
medis klien, formulir pra dan pasca tes, buku rujukan, kalender dan alat tulis.
c. Kondom dan alat peraga penis, jika mungkin alat peraga alat reproduksi perempuan.
d. Alat peraga lain misalnya gambar penyakit oportunistik dan alat peraga menyuntik
yang aman.
e. Buku resep gizi seimbang
f. Tisu
g. Air minum
h. Kartu rujukan
i. Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.
Ruang konseling hendaknya cukup luas untuk 2-3 orng, dengan penerangan yang cukup
untuk membaca dan menullis, ventilasi lancer dan sushu yang nyaman untuk kebanyakan
orang.
5. Ruang pengambilan darah
Lokasi pengambilan darah harus dekat dengan konseling, jadi dapat terpisah dari
labolatorium.
Peralayan yang harus ada dalam ruang pengambilan darah adalah:
a. Jarum dan semprit steril
b. Stiker kode
c. Kapas alcohol
d. Cairan desinfektan
e. Sarung tangan karet
f. Apron plastic
g. Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir
h. Tempat sampah barang terinfeksi, barang yang tidak terinfeksi dan barang tajam
(sesuai petunjuk kewaspadaan universal kementrian kesehatan).
i. Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca pajanan.
6. Ruang petugas kesehatandan non kesehatan
Ruang yang berisi:
a. Meja dan kursi
b. Tempat pemeriksaan fisik
c. Stetoskop dan tensimeter
d. Kondom dan alat peraga penggunaannya
e. KIE HIV-AIDS dan infeksi oportunistik
f. Alat timbang badan
7. Ruang labolatorium
Ruamng labolatorium merupakan sarana penting yangharus tersedia pada pelayanan
VCT. Ruang labolatorium letaknya ada dibagian patologi klinik atau pelayanan konseling
dan tes HIV sendiri.
Materi nyang harus tersedia dalam labolatorium adalah:
a. Reagen untuk yes dan peralatannya
b. Sarung tangan karet
c. Jas labolatorium
d. Lemari pendingin
e. Alat sentrifusi
f. Ruang penyimpanan testing-kit, barang habis pakai
g. Buku-buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil tes,
penyimpanan sampel, kecelakaa okupasional) atau computer pencatat.
h.
i.
j.
k.
l.
Ruang
konseling II
Ruang
pengambilan
darah dan
labolatorium
Ruang
Staff VCT
Toilet
Ruang
konseling I
Ruang
administrasi
Ruang/tempa
t
Tunggu klien
Pintu
masuk/keluar
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan konseling dan tes HIV sukarela adalah:
1. Memiliki akses dengan unit rawat jalan.
2. Letak ruang konseling, tempat pengambilan darah dan staff medic hendaknya berada
di tempat yang sling berdekatan.
3. Pemeriksaan darah dilakukan dilabolatoriun patologi/mikrobiologi yang tidak jauh
dari tempat pelayanan konseling dan tes HIV, sedangkan pengambilan darah
dilakkukan di tempat pelayanan konseling.
Untuk sarana kesehatan lainnya yang mengembangkan pelayanan konseling dan tes HIV
mengacu pada denah sarana kesehatan.
B. PRASARANA
Prasarana yang diperlukan untuk menunjang layanan konseling dan tes HIV berjalan dengan
baik antara lain:
1. Aliran listrik
Dibutuhkan aliran listrik untuk penerangan yang cukup baik untuk mebaca dan menulis
serta untuk alat pendingin ruangan.
2. Air
Diperlukan air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan
serta membersihkan alat-alat.
3. Sambungan telepon
Diperlukan sambungan telepon terutama untuk berkomunikasi dengan layanan lain yang
terkait.
4. Pembuangan limbah padat dan limbah cair
5. Mengacu kepada pedoman pelaksanaan kewaspadaan baku dan kewaspadaan transmisi
pelayanan kesehatan tentang pengelolaan limbah yang memadai.
C. SUMBER DAYA MANUSIA
Layanan konseling dan tes HIV harus mempunyai sumber daya manusia yang sudah terlatih
kompeten. Petugas layanan konseling dan tes HIV terdiri dari:
1. Kepala klinik konseling dan tes HIV
2. Dua orang konselor konbseling dan tes HIV atau lebih, sesuai dengan kebutuhan.
3. Petugas manajemen kasus
4. Seorang petugas labolatorium dan atau seorang pertugas pengambil darah yang berlatar
belakang perawat.
5. Seorang dokter yang bertanggung jawab cecara medis dalam penyelenggaraan layanan
konseling dan tes HIV
6. Petugas administrasi untu data entry yang sudah mengenal ruangan pelayanan konseling
dan tes HIV
7. Petugas jasa kantor atau pekarya kantor
8. Petugas keamanan yang sudah mengenal ruang lingkup pelayanan konseling dan tes HIV
9. Tenaga lain sesuai kebutuhan, misalnya petugas penjangkau.
Semua petugas layanan konseling dan tes HIV bertanggung jawab atas konfidensialitas
klien. Klien akan menandatngani dokumen konfidensialitas terlebih dahulu yang memuat
perlindungan dan kerahasiaan kllien. Pendokumentasian data harus dipersiapkan secara tepat
dan tepat agar memudahkandalam pelayanan dan rujukan.
Struktur organisasi pelayanan ini terdiri dari:
1. Kepala klinik konseling dan tes HIV
Kepala klinik konseling dan tes HIV adalah seseorang yang memiliki keahlian menajerial
dan program terkait dengan pemngembangan layanan konseling dan tes HIV dan
penanganan program perawtan, dukungan dan pengobatan HIV. Kepala klinik konseling
dan tes HIV bertanggung jawab terhadap direktur utama dandirektur pelayanan medic
institusi pelayanan kesehatan. Kepala klinik konseling dan tes HIV meneglolah seluruh
pelaksanaan kegiatan di dalam/diluar unit, serta bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan yang berhuibuingan dengan institusi pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.
Tugas kepala klinik yaitu:
a. Menyusun rencana kebutuhan operasional
b. Mengawasi pelaksanaan kegiatan
c. Mengevaluasi kegiatan
d. Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa layanan secara keseluruhan berkualitas
sesuai dengan pedoman konseling dan tes HIV kementrian kesehatan RI
e. Mengkordinir pertemuan berkala deang seluruh staff layanan konseling dan tes HIV,
minimal satu bulan sekali.
f. Melakukan jejaring kerja dengan ruamh sakit , lembaga lemabaga yang bergerak
dalam bidang konseling dan tes HIV untuk memfasilitasi pengobatan, perawata dan
dukungan
g. Berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat dan kementrian kesehatan RI serta
pihak terkait lainnya.
h. Melakukan monitoring internal dan penilaian berkala kinerja sekuru petugas layanan
konseling dan tes HIV termasuk konselor konseling dan tes HIV
i. Mengembangkan standar prosedur operasional pelayanan konseling dan tes HIV
j. Memantapkan system atau mekanisme monitoring dan evaluasi layanan yang tepat
k. Menyusun dan melaporkan laporan bulanan dan laporan tahunan kepada dinas
kesehatan setempat
l. Memastikan logistic terkait dengan KIE dan bahan lainnya yamg dibutuhkan untuk
pelayanan dan konseling dan tes HIV
menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat pribadi dan
rahasia. Selama konseling pasca tes konselor harus memberikan informasi lebih lanjut
seperti dukungan psikososial dan rujukan.Informasi ini di berikan kepada klien dengan
HIV positif maupun negatif.
f. pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan mereka yang dipinggirkan,
sebab mereka sangat rawan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor dan tes HIV:
a.
b.
c.
d.
Jika konselor bukan seorang dokter, tidak diperbolehkan melakukan tindakan medik
Tidak melalukan tugas sebagai pengambil darah klien
Tidak memaksa klien melakukan tes HIV
Jika konselor berhalangan melakukan pasca konseling dapat dilimpahkan ke konselor lain
dengan persetujuan klien
6. Petugas Labolatorium
Petugas l;abolatorium minimal seorang petugas pengambil darah yang berlatar belakang
perawat. Petugas labolatorium atau teknisi telah mengikuti pelatihan tentang tehnik
memproses tes HIV dengan car cepat, ELISA dan mengikuti algoritma tes yang diadopsi dari
WHO
Tugas petugas labolatorium adalah:
BAB IV
PENGEMBANGAN LAYANAN KONSELING DAN TES HIV
A. PROMOSI PELAYANAN KONSLEING DAN TES HIV
1. Promosi pelayanan konseling dan tes HIV
Promosi pelayanan konseling dan Tes HIV dilaksanakan berdasarkan sasaran, tempat,
waktu dan metode yang digunakan bertujuan mengubah perilaku masyarakat agar
mau memanfaatkan pudat pelayanan konseling dan tes HIV tersebut.
Untuk dapatmenjangkau masyarakat yang membutuhkan pelayanan konseling dan tes
HIV perlu di bangun, dikembangkan dan dimantapkan pusat pelayanan konseling dan
tes HIVdengan cara:
a. Mempertimbangkan kebutuhan dan daya beli dalam berbagai lapisan masyarakat
antara lain pengembangan sistem pendanaan subsidi silang.
b. Dibuat supaya bersahabat untuk generasi muda, waria, lelaki berhubungan seks
dengan lelaki, ibu hamil, wanita penjaja seks. Pengguna narkotika suntik dan para
orang dewasa/tua.
c. Tempat layanan konseling dan tess HIV henadknya mudah di jangkau namun
tetap terjaga kerahasiaannya.
d. Promosi pemanfaatan konseling dan tes HIV hendaknya dapat dilakukan secara
edukatif peka budaya melalui berbagai media.
e. Para promotor perlu melakukan pemasaran sosial dan membuat publik
tersensitisasi terhadap layanan konseling dan tes HIV.
2. Layanan konseling dan tes HIV
a. Dua pendekatan yakni konseling dan tess HIV
1) Pendekatan inisisasi klien (voluntary counseling and testing , VCT). Klien
atas motivasi dan kemauan sendiri datang ke layanan konseling dan tes HIV
secara suka rela. Tess HIV harus selalu keputusan klien.
2) Inisiasi petugas kesehatan (profider initiative testing and counseling/ PITC).
Petugas kesehatan menginisiasi klien untuk melakukan tes HIV sebagai
bagian dari pemeeriksaan kesehatan umum.
b. Dua model yakni mandiri dan terintegrasi
1) Mandiri
Layanan mandiri menawarkan konseling dan tes HIV begi kelompok beresiko
dan masyarakat umum yang jauh dari fasilitas kesehatan.Banyak pelayanan
mandiri yang di kelolah oleh LSM lokan atau internasional dan menjadikan
konseling dan tes HIV sebagai kegiatan utamanya.
2) Terintegrasi
Layanan konseling dan tes HIV dapat terintegrasi pada layanan kesehatan
yang telah ada (RS, Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat).Dalam
pendekatan ini pasien yang mengunjungi KIA, KB, TB, IMS dapat melakukan
konseling dan tes HIV.
c. Dua kegiatan yakni menetap dan bergerak, kegiatan layanan bergerak (mobile)
dilakukan oleh layanan kesehatan dengan maksud mendekatkan akses layanan
kepada mereka yang membutuhkan sehingga jangkauan layanan di perluas.
Kegiatan layanan dilakukan dengan cara:
1) Menetap
orang tua. Dalam melaksanakan tes HIV, pastikan informed consent dilakukan
dengan persetujuan orang tua atau walinya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Masalah psikososial apada anak dan remaja yang dapat mempengaruhi pelayanan
konseling dan tes HIV, antara lain:
1) Persepsi yang mereka yakini bahwa mereka tidak akan tertular atau tidak
akan beresiko
2) Minimnya kemampuan negosiasi seks aman.
3) Kesulitan mengungkapkan status kepada orang tua, pasangan dan teman dan
lain-lain
4) Disalah gunakan oleh petugas kesehatan.
5) Besarnya pengaruh kawan sebaya
6) Kesadaran akan citra diri.
Beberapa pertimbangan untuk menyampaikannya:
1) Kematangan dan kesehatan anak remaja
2) Anak dan remaja masih sangat muda tak tahu akan arti stigma dan
diskriminasi disebabkan oleh HIV-AIDS\
3) Anak dapat beradaptasi dengan kenyataan melalui diskusi atas situasi yang
sesuai fakta dan sesuai kognisinya.
4) Remaja berumur sekitar 13-18 tahun, secara seksual sudah aktif. Mereka
memerlukan pengetahuian dan kleterampilan untuk bertanggung jawab akan
seks aman.
Ketika menyampaikan informasi kepada anak dan remaja:
1) Gunakan bahasa dan konsep yang sesuai dengan pemahaman setara dengan
usianya.
2) Percakapan awal tentang pikiran dan perasaan mereka tentang HIV-AIDS
3) Gunakan kata-kata dan gambar untuk menjelaskannya
4) Bicarakan langsung dan jangan menggunakan bahasa yang sulit dipahami.
5) Tanyakan apakah masih ada hal-hal yang belum jelas atau belum dimengerti
atau merka ingin mengajukan pertanyaan
6) Minta mereka menggambarkan tentang diri dan perasaannya, melalui kegiatan
menggambar.. Gambar akan membantu terapis untuk memperoleh kerangka
pikiran reaksi mereka.
7) Bicarakan perasaan ank kepada ke;luarga sehingga keluarga dapat mendukung
dan memahami apa yang terjadi.
g. Konseling dan tes HIV untuk mereka yang tidak dapat memberikan persetujuan
karena keterbatasan fisik dan mental
Orang yang mempunyai keterbatasan kemampuan dalam menerima informasi,
sperti mereka yang buta, bisu, tuli dan retardasi mental tidak dapat memberikan
persetujuan untuk dilakukan tes. Gangguan penglihatan, pendendengaran, bicara
dan kognisi akan sulit di konseling atau sulit untuk sepenuhnya membaca tulisan
tentang persetujuan pemeriksaan. Mereka memerlukan persetujuan orang tua/wali
atau pengampu.
h. Konseling dan tes HIV di dalam pengembangan pelayanan klinik TB
TB merupakan infeksi opotunistik pada Odha, diperkirakan 50-75% Odha di
Indonesia menderita TB dalam hidupnya
Dampak TB pada HIV:
1) Infeksi TB dengan HIV mempercepat kondisi buruk pada diri seseorang dan
menurunkan angka harapan hidup pasien dengan infeksi HIV.
reaktif, akan ditujuk ke layanan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP). Nantinya
secara berkelanjuutan individu terinveksi HIV akan menjalani berbagai proses konseling
sesuai kebutuhan seperti konseling pencegahan positif, konseling pasangan, konseling
pengobatan, konseling kepatuhan berobat, konseling gizi dan lainnya.
C. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Sitem pelaporan layanan konseling dan tes (VCT) dibuat agar dapat melaporkan hasil
dari kegiatan konseling di layanan VCT. Terdapat sebelas indicator yang wajib dilaporkan
layanan VCT yang ada di Indonesia. Laporan layanan VCT menbatu kementrian
kesehatan dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap layanan VCT yang ada.
Selain itu data yang dilaporkan juga dapat dijadikan bahan perencanaan berbasis data
dalam merencanakan program penanggulangan HIV dimasa yang akan datang. Pelaoran
layan VCT dimulai dari laporan bulanan dari setiap layanan VCT yang ada di dinas
kesehatan di kabupaten/kota tempat layanan tersebut berada. Selanjutnya setiap bulan
laporan laporan tersebut dilaporkan kembali ke level provinsi dan pusat ( Subdit AIDS
dan PMS) kementrian kesehatan, setiap bulan laporan tersebut diberi umpan balik untuk
memantau kualitas pelaporan. Dari sebelas indicator yang ada terdapat satu indicator
kunci yang dijadikan indicator MDG yaitu jumlah klien yang tes dan menerima hasil tes.
1. Validasi laporan
Validasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk meyakinkan data yang
digunakan benar sesuai dengan kondoisi yang sebenarnyatujuannya adalah agar data
yang ada dapat menghasilkan analisa yang tepat dan akurat sehingga keputusan yang
diambil menjadi sangat efektif.
2. Validasi data pasien
Validasi ini dilakukan dalam rangka meyakinkan apakah informasi tentang klien
dalam catatan medis benar benar sudah tepat. Validasi ini dilakukan sejak klien daftar
di loket pendaftaran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai data
perklien, yaitu:
Kesesuaian informasi dasar dengan sumber informasi yang sah. Jika klien
menyatakan tidak memiliki kartu identitas apapun maka dalam catatan medis pasien
tersebut dituliskan keterangan identitas tidak valid
3. Validasi sitem informasi
System informasi dibuat sedemikian rupa untuk meminimalkan kesalahan dalam
memasukkan data. SI konseling dan tes HIV dilengkapi dengan menu yang di desain
sedemikian rupa untuk menghindari kesalahan tersebut. Namun dalam sistim ini
masih terdapat berbagai kelemahan yang dapat di minimalkan dengan keakuratan
informasi dari data yang ada di catatan medis klien. Maksudnya semua data yang
dimasukkan kualitasnya sangat tergantung kepada keakuratan dan catatan medisnya.
Petugas admin memiliki tugas untuk menginput data ke dalam SI konseling dan tes
HIV, apabila dalam proses entry petugas adminmenemukan kejanggalan data klien
maka proses entry terhadap klien tersebut hendaknya di tunda hingga datanya benarbenar valid.
4. Validasi laporan
Format pelaporan yang di buatkan oleh aplikasi ini sudah sesuai selesai dengan
format pelaporan layanan konseling dan tes HIV. Petugas admin masihj memiliki
tugas untuk meyakinkan informasi yang dihasilkan dalam laporan bulanan layanan
yang sudah sesuai dengan data yang ada. Hal ini dilakukan dengan menyamakan
angka dalam laporan dengan angka dalam buku registrasi selama bulan pelaporan.
Apabila jumlah klien dalam buku registrasi tidak sama dengan jumlah pasien yang
berknjung dalam laporan hendaknya petugas adin memeriksa kembali rekam medis
yang ada untuk memastikan semua pasien benar-benar sudah dimasukkan datanya
kedalam SI dan tentu saja menunda pelaporan hingga data tersebut benar-benar
sama. Setiap langkah diatas hendaknya menjadi pedoman bagi petugas administrasi
dalam layanan konseling dan tes HIV. Untuk menyempurnakan hasil validasi tersebut
petugas admin perlu memberikan penjelasan yang singkat mengenai kondisi layanan.
Contohnya dalam laporan tertera informasi jumlah orang yang datang bulan ini untuk
tes angkanya lebih tinggi dari jumla orangyang tes pra konseling. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa kunjungan bulan ini banyak pasien yang datang hanya untuk tes
sementara kegiatan pra tes-nya tinggi dapat dijelaskan bahwa sebagian besar dari
klien datang hanya untuk pra tes dan kemungkinan tes di lakukan di bulan berikutnya.
5. Alur Pelaporan
Alur pelaporan berguna untuk memantau jelannya proses pelaporan. Alur ini didesain
dnegan konsep berjenjang agar setiap level dapat merespon data yang masuk dan
memberikan feed back sebagai bagian dari system pelaporan . Dalam modul ini akan
di bahas alur pelaporan mulai dari level layanan hingga ke tingkat pusat.
6. Proses pelaporan
Tiap layanan konseling dan tes wajib melaporkan hasil kegiatannya sesuai format
pelaporan sesuai format pelaporan yang tersedia setiap bulan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota. Laporan yang dikirimkan tertlebih dahulu di tandatangani oleh
penanggung jawab unit pelayanan serta dan bubuhi stempel dan nama jelas. Data
yang di terima dinas kesehatan kabupaten/kota dari unit pelayanan akan di lakukan
tabulasi dan kajian tentang capaian/kendala/masalah/solusi untuk dilporkan ke level
kementrian kesehatan khususnya Subdit AIDS dan PMS setiap bulan, yang sudah di
tanda tangani oleh kepala dinas kesehatan provinsi serta di bubuhi stempel dan nama
jelas. Data yamg di terima Subdit AIDS dan PMS akan dilakukan tabulasi dan kajian
tentang capaian/kendala/masalah/solusi untuk dilaporkan ke Dirjen PP&PL
BAB V
BIMBINGAN TEKHNIS, PENINGKATAN MUTU DAN JAMINAN MUTU
LAYANAN KONSELING DAN TES HIV
A. BIMBINGAN TEKHNIS
Salah satu prinsip yang menggarisbawahi implementasi layanan konseling dan tes HIV
adalah layanan berkualitas guna memastikan kien mendapatkan layanan tepat dan
menarik orang untuk menggunakan layanan. Melalui bimbingan tekhnis supervisor dari
Kementrian Kesehatan akan membimbing pemberi layanan Konseling dan Tes untuk
memnuhi kinerja sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan berdasarkan indicator dalam
petunjuk teknis bimbingan Teknis, Peningkatan mutu dan Jaminan Mutu Layanan
Konseling dan Tes yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan 2010. Bimbingan,
Pengawasan dan Peningkatan Mutu Konseling dan Tes HIV bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan menjamin keberlangsungan standar pelayanan konseling dan
test di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Tersedianya data dan informasi secara cepat,
tepat, akurat dan terkini melalui proses penyelenggaraan layanan konseling dan tes
sehingga dapat digunakan untuk menentukan kebijakan serta pengelolaan konseling dan
test di tingkat nasional dan daerah
C.
D. BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Kualifikasi Sumber Daya Manusia
NO
JABATAN
PENDIDIKAN
KETERANGAN
Konsulen
Dokter Spesialis
Penyakit Dalam
Telah memperoleh
pelatihan CST/PDP
Koordinator Konselor
Dokter umum
Telah memperoleh
pelatihan Konselor
/CST
Petugas Laboratorium
Dokter Spesialis
Pathologi
Klinis/DIII.Analis
Telah memperoleh
pelatihan
Konselor
DIII Keperawatan
Telah memperoleh
pelatihan
Konselor/CST
Petugas Farmasi
Asisten Apoteker
Petugas Administrasi
SMU/Sederajat
Telah memperoleh
pelatihan RR
A. Distribusi Ketenagaan
Sumber daya manusia dan distribusi di klinik VCT :
NO
JENIS KETENAGAAN
PENDIDIKAN
JUMLAH
Konsulen CST/PDP
Dokter Spsialis
Penyakit Dalam
Koordinator Konselor
Dokter Umum
Petugas Laboratorium
Dokter Spesialis
Pathologi Klinik dan
DIII.Analis
Konselor
DIII.Keperawatan
Petugas Farmasi
Petugas Administrasi
SMU
JUMLAH
B. Pengaturan Dinas
Layanan klinik VCT tidak mempunyai pengaturan jadwal dinas, namun system pelayanan
melalui on call.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Letak Ruang
Poli VCT RSUD.dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan berada pada lantai dua instalasi
rawat jalan
B. Standar Fasilitas
Ruang klinik dipergunakan untuk dua kegiatan satu untuk administrasi dan ruang untuk
konseling klien /pasien, didalam terdapat perlengkapan meja petugas, meja administrasi,
computer, sambungan telepon dan wastafel.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Klinik VCT buka tiap hari kerja senin jumat jam 08.00-15.00, Layanan klinik VCT dapat di
akses oleh klien/pasien yang datang baik atas keinginan sendiri atau inisiasi petugas
kesehatan dari rawat jalan maupun rawat inap.
Berikut ini adalah alur kedatangan klien/pasien :
1.Klien /Pasien Rawat Jalan
Klien/Pasie
n
Registrasi/
Pendaftara
n
Konselin
g dasar
PULANG
LABORATORIUM
NON REAKTIF
WINDO
PERIODE
KONSELING PASCA
TES
REAKTIF
MANAGER
KASUS
CST/PDP
SUSPEK HIVAIDS
SEKRINING TB
1 BLN.KMD
PERIKS.ULG
SEKRINING
PRE OP
DENGAN
RESTI
YA
VCT
KONSELING
DASAR
INFOM CONSENT
DAN RUJUK
LABORATORIUM
SEKERINING
HD PASIEN
BARU
LABORATORIUM
WINDOW
PERIODE
KONSELING
PASCA TES
Tidak
PULANG
Reaktif
MANAGER
KASUS
CST/PDP
Pemeriksaan fisik
dan laboratorium
untuk
mengidetifikasi IO
Penentuan
stadium klinis
Sekerining TB
Sekerining IMS
untuk BUMIL
Pemeriksaan CD4
untuk memulai
PPK dan ART
Pemberian PPK
bila tudak tersedia
CD4
Identifikasi terkait
Adherens
Konseling KB jika
Memenuhi syarat
ARV
Tidak
ada IO
Mulai
Terapi ARV
ODHA ada
kendala
Kepatuhan
(ADHERENCE )
Belum
memenuhi
syarat ARV
Ada IO
Terapi IO 2Minggu
selanjutnya Mulai
ARV
BERIKAN
RENCANA
PENGOBATAN
DAN
PEMBERIAN
ARV
VAKSINASI BILA
PASIEN MAMPU
MULAI ARV
BILA
MEMENUHI
SYARAT
CARI
SOLUSI
TERKAIT
KEPATUHA
N SECARA
TIM
SEHINGGA
ODHA
DAPAT
PATUH
DAN
MENDAPAT
KAN
AKSES
TERAPI
ARV
2. BAGAN DIAGNOSIS HIV PADA BAYI DAN ANAK < 18 BULAN DAN
MENDAPAT ASI
Ya
Tidak
diketahui
Uji Virologi
Uji Antibodi
HIV
Positif
HIV Positif
Prosedur
penilaian tindak
lanjut dan
tatalaksana
setelah
konfirmasi
diagnosis HIV
( Prosedur V )
HIV
Negatif
Positif
Negatif,
Hentikan ASI
Lihat
prosedur
VII.2
3. BAGAB DIAGNOSIS HIV PADA BAYI DAN ANAK < 18 BULAN, STATUS IBU
HIV POSITIF, DENGAN HASIL NEGATIF UJI VIROLOGI AWAL DAN
TERDPAT TANDA/GEJALA HIV PADA KUNJUNGAN BERIKUTNYA
Anak usia <18 bulan dengan hasil negative uji virology awal
dan mendapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut
Negatif
Ulangi uji virology
HIV
Positif
Tidak
Apakah
mendapat ASI
Ya
HIV
Positif
HIV negatif
BAB V
LOGISTIK
A. Pengadaan Reagen dan obat ARV
1. Pengadaan reagen semua dilakukan di labolatorium dan disedakan oleh rumah
sakit, sebagian mendapatkan bantuan dari dinas kesehatan kota.
2. Pengadaan obat ARV berasal dari kementrian kesehatan RI melalui dinas
kesehatan provinsi berdasarkan laporan jumlah kasus HIV/AIDS setiap bulan.
B. Penyimpanan reagen dan obat ARV
1. Penyimpanan reagen dilakukan oleh labolatorium
2. Penyimpanan obat ARV di gudang farmasi dan pendistribusian obat ARV dari
pihak farmasi ke pasien secara langsung.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Suatu system yang menjamin pasien aman dalam mendapatkan pelayanan VCT,
Pelayanan dukungan dan pengobatan di rumah sakit berdasarkan SPO .
B. Tujuan
1. Tersedianya reagen yang berkualitas
2. Tersedianya obat ARV
C.