Professional Documents
Culture Documents
Mitigasi Tsunami
Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu
bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen
situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai aksi yang
mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana
alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda (FEMA, 2000).
Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada
tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat
diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam,
merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya, dan
mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif
dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut: 1) penilaian
bahaya (hazard assessment), 2) peringatan (warning), dan 3)
persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur
kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat
mendukung adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).
Langkah-langkah mitigasinya:
1) Menerbitkan peta wilayah rawan bencana
2) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangandi wilayah rawan
bencana
3) Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana
4) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada masyarakat di
wilayah rawan bencana
5) Mengadaka penyuluhan atas upaya peningkatan kewaspadaan masyarakat
di wilayah rawan bencana
6) Menyiapkan tempat penampungan sementara di jalur-jalur evakuasi jika
terjadi bencana
7) Memindahkan masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana ke
tempat yang aman
8) Membuat banguna untuk mengurangi dampak bencana
9) Membentuk pos-pos siaga bencana
Penerapan teknologi informasi terhadap tanda-tanda bencana alam
1. Radio komunikasi
Radio komunikasi adalah pilihan mutlak untuk komunikasi di tingkat
lokal,terutama bagi satuan tugas pelaksana penaggulangn bencana alam
dan penangana pengungsi. Alat ini minimal telah tersebar di seluruh
wilayah rawan bencana.
2. Telepon
Melalui telepon , semua pihak dapat berbagi informasi dan komunikasi
dengan mudah karena hampir semua masyarakat mempunyai telepon
3. Pengeras suara
Pengeras suara merupakan pilihan untuk mengkomunikasikan kondisi
kerawanan bencana alam dalamcakupan wilayah yang sangat terbatas
4. Kentongan
energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Kalau ditengah laut tingi
gelombang tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka pada saat mencapai pantai tinggi
gelombang dapat mencapai puluhan meter.
B. IDENTIIKASI DAERAH RAWAN TSUNAMI
Analisis Bahaya Tsunami
Analisa bahaya tsunami ditujukan untuk mengidentifikasi daerah yang akan terkena
bahaya tsunami. Daerah bahaya tsunami tersebut dapat diidentifikasi dengan 2 (dua)
metode :
-- Mensimulasikan hubungan antara pembangkit tsunami (gempa bumi, letusan gunung api,
longsoran dasar laut) dengan tinggi gelombang tsunami. Dari hasil simulasi tinggi
gelombang tsunami tersebut kemudian disimulasikan lebih lanjut dengan kondisi tata guna,
topografi, morfologi dasar laut serta bentuk dan struktur geologi lahan pesisir.
-- Memetakan hubungan antara aktivitas gempa bumi, letusan gunung api, longsoran dasar
laut dengan terjadinya elombang tsunami berdasarkan sejarah terjadinya tsunami. Dari hasil
analisa tersebut kemudian diidentifikasi dan dipetakan lokasi yang terkena dampak
gelombang tsunami.
Analisis Tingkat Kerentanan terhadap Tsunami.
Analisa kerentanan ditujukan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya tsunami yang
berupa jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi, baik dalam jangka pendek yang berupa
hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan prasarana serta bangunan lainnya, maupun
jangka panjang yang berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun
kerusakan sumberdaya alam lainnya.
Analisa kerentanan tersebut didasarkan beberapa aspek, antara lain tingkat kepadatan
pemukiman di daerah rawan tsunami, tingkat ketergantungan perekonomian masyarakat
pada sector kelautan, keterbatasan akses transportasi untuk evakuasi maupun
penyelamatan serta keterbatasan akses komunikasi.
Analisis Tingkat Ketahanan Terhadap Tsunami
Analisa tingkat ketahanan ditujukan untuk mengidentifikasi kemampuan pemerintah
serta masyarakat pada umumnya untuk merespn terjadinya bencana tsunami sehingga
mampu mengurangi dampaknya. Analisis tingkat ketahanan tersebut dapat diidentifikasi dari
3 (tiga) aspek, yaitu :
Jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk
Kemampuan mobilias masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan, dan
Ketersedian peralatan yang dapat dipergunakan untuk evakuasi.
C. MITIGASI BENCANA TSUNAMI
Mitigasi adalah segenap usaha untuk meminimalisir kerugian dan resiko akibat
bencana alam. Perlu kita sadari, bahwa gempa sangat jarang sekali membunuh, umumnya
yang membunuh itu adalah reruntuhan bangunan akibat gempa dan si korban tidak
Mitigasi bencana gempa yang dilakukan oleh pemerintah ialah memberi peringatan dini saat
terjadi gempa bumi. Sedangkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya bahaya tsunami,
telah dipasang beberapa alat peringatan tsunami di beberapa perairan Indonesia di antaranya
di Samudra Hindia sepanjang pantai barat Sumatera, Selat Sunda, Utara dan Pulau Komodo.
Saat ini telah terpasang lebih dari 90 alat pendeteksi tsunami yang dipasang di perairan
Indonesia.
bantuan beberapa unit buoy dari Jerman, Norwegia, dan beberapa negara sahabat. Bahkan
beberapa waktu lalu, Indonesia juga telah menerima satu unit buoy dari Amerika Serikat.
Buoy adalah sebuah alat pendeteksi tsunami (Deep-Ocean Assessment and Reporting of
Tsunami/DART) yang terapung di permukaan laut dan merupakan bagian dari skema
teknologi TEWS yang disandingkan dengan perangkat OBU (Ocean Bottom Unit) yang
terpasang di dasar laut. OBU dipasang bersama seismometer untuk mendeteksi kekuatan
gempa di dasar laut. Ketika terjadi getaran gempa, OBU akan mengirimkan informasi
kekuatan gempa ke buoy yang dilengkapi dengan penerima GPS (Global Positioning System)
untuk memberikan data posisi derajat lintang dan derajat bujur unit yang terapung.
Kemudian, buoy langsung memberikan informasi lewat satelit pemancar untuk diteruskan ke
master station yang ada di daratan. Jika kekuatan gempa mengindikasikan akan ada tsunami,
pihak terkait yang berada di master station segera memberikan informasi ke beberapa
institusi untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat berupa alarm maupun
penyiaran darurat radio dan televisi.
dibuat dengan perencanaan yang matang agar aman dan nyaman untuk
ditempati.
3. Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang
tinggi.
Kegiatan pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, pasar, rumah
sakit, dan yang lainnya juga harus memiliki standar kualitas yang tinggi.
Rumah sakit terutama sebagai fasilitas umum yang sifatnya penting
dalam kondisi darurat saat bencana harus memiliki bangunan yang kuat.
4. Pengaturan daerah pemukiman untuk mengurangi
kepadatan hunian di daerah rawan gempa bumi.
tingkat
Bahan bacaan:
Penulis:
Rudiono, staf pengajar di STKIP PGRI Pontianak, menempuh pascasarjana di Universitas
Gadjah
Mada,
Yogyakarta.
Kontak: onorudyasv(at)yahoo(dot)co(dot)id.
Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsive bersifat transien yaitu
gelombangnya bersifat sesar. Gelombang semacam ini berbeda dengan gelombang laut
lainnya yang bersifat kontinyu, seperti gelmbang laut yang ditimbulkan oleh gaya tarik benda
angkasa. Periode tsunami ini berkisar antara 10-60 menit. Gelombang tsunami mempunyai
panjang gelombang yang besar sampai mencapai 100 km. Kecepatan rambat gelombang
tsunami di laut dalam mencapai 500-1000 km/jam. Kecepatan penjalaran tsunami ini sangat
tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya dapat berlangsung mencapai ribuan
kilometer. Apabila tsunami mencapai pantai, kecepatannya dapat mencapai 50 km/jam dan
energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Kalau ditengah laut tingi gelombang
tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka pada saat mencapai pantai tinggi gelombang dapat
mencapai puluhan meter.
1. IDENTIIKASI DAERAH RAWAN TSUNAMI
1. Analisis Bahaya Tsunami
Analisa bahaya tsunami ditujukan untuk mengidentifikasi daerah yang akan terkena bahaya
tsunami. Daerah bahaya tsunami tersebut dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) metode :
1. Mensimulasikan hubungan antara pembangkit tsunami (gempa bumi,
letusan gunung api, longsoran dasar laut) dengan tinggi gelombang
tsunami. Dari hasil simulasi tinggi gelombang tsunami tersebut kemudian
Analisa kerentanan ditujukan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya tsunami yang berupa
jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi, baik dalam jangka pendek yang berupa hancurnya
pemukiman infrastruktur, sarana dan prasarana serta bangunan lainnya, maupun jangka
panjang yang berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan
sumberdaya alam lainnya.
Analisa kerentanan tersebut didasarkan beberapa aspek, antara lain tingkat kepadatan
pemukiman di daerah rawan tsunami, tingkat ketergantungan perekonomian masyarakat pada
sector kelautan, keterbatasan akses transportasi untuk evakuasi maupun penyelamatan serta
keterbatasan akses komunikasi.
1. Analisis Tingkat Ketahanan Terhadap Tsunami
Upaya structural dalam menangani masalah bencana tsunami adalah upaya teknis yang
bertujuan untuk meredam/mengurangi energy gelombang tsunami yang menjalar ke kawasan
pantai. Berdasarkan pemahaman atas mekanisme terjadinya tsunami, karateristik gelombang
tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusakan struktur bangunan, maka upaya structural
tersebut dapat dibedakan menjadi 2(dua) kelompok, yaitu :
1. Alami, seperti penanaman hutan mangrove/ green belt, disepanjang
kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang.
2. Buatan,
3. Pembangunan breakwater, seawall, pemecah gelombang sejajar pantai
untuk menahan tsunami,
4. Memperkuat desain bangunan serta infrastruktur lainnya dengan kaidah
teknik bangunan tahan bencana tsunami dan tata ruang akrab bencana,
dengan mengembangkan beberapa insentif anatara lain Retrofitting dan
Relokasi.
1. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Non Struktural
Upaya Non structural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan
pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi structural
maupun upaya lainnya. Upaya non structural tersebut meliputi antara lain :
1. Kebijakan tentang tata guna lahan/ tata ruang/ zonasi kawasan pantai
yang aman bencana,
2. Kebijakan tentang standarisasi bangunan (pemukiman maupun bangunan
lainnya) serta infrastruktur sarana dan prasarana,
3. Mikrozonasi daerah rawan bencana dalam skala local,
4. Pembuatan peta potensi bencana tsunami, peta tingkat kerentanan dan
peta tingkat ketahanan, sehingga dapat didesain komplek pemukiman
akrab bencana yang memperhaikan berbagai aspek,
5. Kebijakan tentang eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat
kawasan pantai,
6. Pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami,
7. Penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana tsunami dan,
8. Pengembangan system peringatan dini adanya bahaya tsunami.
Ancaman tsunami dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu ancaman tsunami jarak dekat
(local) dan ancaman tsunami jarak jauh. Kejadian tsunami di Indonesia pada umumnya
adalah tsunami local yang terjadi sekitar 10-20 ment setelah terjadinya gempa bumi dirasakan
oleh masyarakat setempat. Sedangkan tsunami jarak jauh terjadi 1-8 jam setelah gempa dan
masyarakat setempat tidak merasakan gempa buminya.
Sumber : Buku Pedoman Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulau2 Kecil, Tahun
2009. Direktorak Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Kerusakan Bangunan
Kerusakan Bangunan adalah akibat langsung yang bisa dirasakan ketika terjadi gempa bumi.
Kerusakan bangunan bisa berupa kerusakan rumah, gedung-gedung perkantoran, jalan raya,
rel kereta api dan lain-lain. Seringkali kerusakan ini disertai timbulnya korban jiwa akibat
banyaknya orang-orang yang terperangkap di dalamnya. Kerusakan bangunan terbagi
menjadi tiga kategori, yaitu roboh, rusak berat, dan rusak sedang atau ringan.
Timbulnya penyakit
Rusaknya sanitasi akibat gempa bumi, dapat menyebabkan penyakit menular mudah
menyebar. Jenis penyakit yang biasanya muncul antara lain infeksi, campak, diare dan ISPA.
Munculnya trauma
Tidak jarang gempa bumi (terutama berkekuatan besar) dapat menimbulkan trauma, terutama
pada anak-anak. Setelah terjadinya gempa bumi, biasanya anak-anak merasakan tekanan
psikologis, seperti perasaan takut berpisah, tacit pada orang lain, takut pada hewan-hewan
tertentu, sulit tidur, tidak ada nafsu makan, perut merasa mual, ngompol, menghisap jari dan
sering menangis. Hal tersebut merupakan gejala-gejala trauma pada anak akibat tsunami.
metroactive.com
Tsunami (bahasa Jepang: ??; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara
harafiah berarti ombak besar di pelabuhan
air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tibatiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang
berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut,
atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke
segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap
terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami
dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan
kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1
meter.
Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di
tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun
hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga
mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga
puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi
karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang
terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang
dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa
manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian,
tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang
mengaitkan tsunami dengan gempa bawah lain. Namun hingga abad ke-20,
pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian
masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.
Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami
sebagai gelombang laut seismik.
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan
gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya
beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai
daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami.
Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah
menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre
(PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada
wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian
Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.
Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi,
yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam.
Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami
telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang.
Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi,
terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada
hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan
tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan
gelombang merusak ini. Aazhi Peralai dalam Bahasa Tamil, i beuna atau aln
buluk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh adalah contohnya. Sebagai catatan,
dalam bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon berarti
gelombang. Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam
Bahasa Defayan, smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai,
emong berarti tsunami.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau
turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang
berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang
ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan
terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana
gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per
jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50
km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses
terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari
sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat
dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa
besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan
waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh
rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor
alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya
corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu
kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa
dimodelkan secara akurat.
Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah
mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami
Early Warning System InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG
mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi
mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan.
Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai
dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision
Support System DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak,
baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional,
lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian
Negara Riset dan Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan
bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI
adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain
untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit
setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya
dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan
permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem
kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional,
nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat
Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu
kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan
mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara
simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah
gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan
berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu.