Professional Documents
Culture Documents
PENGELOLAAN KEUANGAN
NEGARA
Disusun Oleh :
Aditya Yusta Kalpika
(F1314125)
Dias Panggalih
(F1314137)
(F1314161)
1.
2.
3.
4.
5.
dengan peredaran uang dan lalu lintas pembayaran) dan OJK (berkaitan dengan pasar
uang dan pasar modal). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia,
lembaga pengawas jasa keuangan (OJK) tersebut akan dibentuk selambat-lambatnya 31
Desember 2010.
Ada satu unsur lagi dari keuangan negara yang secara implisit merupakan ruang
lingkup keuangan negara berdasarkan Pasal 23 UUD 1945, yaitu kekayaan negara
yang
dipisahkan.
Aspek
pengeluaran
untuk
menjadi kekayaan negara yang
dipisahkan dan aspek penerimaan dari hasil keuntungan dari kekayaan tersebut menjadi
bagian dari APBN. Pengelolaan kekayaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan Lembaga Keuangan Negara.
Dengan demikian, ruang lingkup keuangan negara menurut Pasal 23 UUD 1945
adalah sejalan dengan yang dinyatakan dalam UUKN, yaitu meliputi pengelolaan fiskal,
pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan yang dipisahkan.
Pengelolaan fiskal ditempuh melalui berbagai kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal
adalah
kebijakan
yang
dilakukan
pemerintah
berkaitan
dengan penerimaan
(pendapatan) dan pengeluaran (belanja) pemerintah. Tujuan dari kebijakan fiskal adalah
stabilisasi ekonomi yang lebih mantap. Maksudnya mampu mempertahankan laju
pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran di satu pihak atau adanya
ketidakstabilan harga-harga umum (inflasi yang tinggi) di pihak lain. Ragam pengelolaan
fiskal meliputi fungsi- fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro,
penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan
pengawasan keuangan.
Pengelolaan moneter dilakukan melalui serangkaian kebijakan di bidang moneter.
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan
yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Pemerintah selalu
mengusahakan agar ada keseimbangan dinamis antara jumlah uang yang beredar
dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat.
Kebijakan
moneter
ini
berkaitan dengan kurs, aktivitas perbankan, investasi modal domestik dan modal asing,
dan sebagainya. Tujuan kebijakan moneter secara umum adalah: (1) untuk menyesuaikan
jumlah uang yang beredar di masyarakat; (2) untuk mengarahkan penggunaan uang dan
kredit sedemikian rupa sehingga nilai rupiah dapat dipertahankan kestabilannya; (3)
mendorong produsen untuk meningkatkan kegiatan produksi melalui penyediaan
kredit dengan suku bunga rendah; (4) menyediakan tingkat lapangan kerja
tertentu;
(5)
mengusahakan
agar kebijakan moneter dapat dilaksanakan tanpa
memberatkan beban keuangan negara dan masyarakat.
Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan negara yang
pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Lembaga
Keuangan Negara.
Menurut Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa
ruang lingkup Keuangan Negara meliputi:
1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman,
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga,
3. Penerimaan negara,
4. Pengeluaran negara,
5. Penerimaan daerah,
6. Pengeluaran daerah,
7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan
daerah,
8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum,
9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah, dan
10. Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh
orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di
lingkungan kementerian/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
keppres dan peraturan pemerintah tersebut timbul ketidakselarasan antara UUKN dengan
peraturan-peraturan yang ada berkenaan dengan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan.
Sejak lahirnya teori Keyness, tugas dan fungsi negara menjadi lebih penting karena
tidak sekedar menyelenggarakan pertahanan dan keamanan, menyelenggarakan
peradilan dan menyediakan barang publik semata namun juga menjadi kestabilan
perekonomian
sehingga kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera dapat
terpelihara.
3) Merealokasi sumber-sumber ekonomi
Pendapat Keyness kemudian dikembangkan lagi oleh Richard Musgrave. Dalam
bukunya yang berjudul The Theory of Public Finance, Musgrave menyatakan bahwa
tugas dan fungsi negara meliputi: realokasi sumber-sumber daya ekonomi, redistribusi
pendapatan, dan stabilisasi. Realokasi sumber- sumber ekonomi menurut Musgrave
adalah memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang terbatas secara maksimal. Di
Indonesia, sepanjang tidak ditentukan lain oleh peraturan perundangan berlaku, pada
hakekatnya sumber- sumber daya ekonomi dimiliki masyarakat. Apabila sumber daya yang
ada di masyarakat tersebut tidak terdistribusikan secara maksimal akibatnya akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam perkonomian negara. Oleh karena itu negara,
melalui kebijakan fiskal yang persuasif, dapat mendorong penggunaan sumber daya
ekonomi secara maksimal.
4) Mendorong Redistribusi Pendapatan
Melalui kebijakan fiskal dalam APBN, negara dapat mendorong terjadinya redistribusi
pendapatan agar tidak terjadi senjang antara golongan masyarakat kaya dan golongan
masyarakat miskin secara mencolok. Sumber daya ekonomi berupa faktor-faktor
produksi secara natural tidaklah terdistribusi secara merata di masyarakat. Akibatnya,
sebagian masyarakat yang menguasai lebih banyak faktor produksi akan lebih
diuntungkan
dari
kegiatan perekonomian yang ada. Untuk menciptakan keadilan,
pemerintah dapat mengenakan pajak yang lebih banyak kepada kelompok masyarakat
yang lebih mampu dan mengalokasikannya dalam bentuk pengeluaran/belanja negara
yang berpihak kepada masyarakat yang kurang mampu (pro poor). Oleh karena itu,
pengelolaan APBN tidak hanya menyangkut pada jumlah penerimaan dan jumlah
pengeluaran saja, tetapi harus memperhatikan juga rincian dari penerimaan dan
pengeluaran negara.
Sumber Referensi:
Modul Pengelolaan Keuangan Negara. Sampurna Budi Utama: 2008.