Professional Documents
Culture Documents
DI SUNGAI SURABAYA
sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi (Rochayatun.,dkk. 2003:51-71).
Menurut Palar (2004) pada konsentrasi 0,01 ppm fitoplankton akan mati
karena Cu menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.
Konsentrasi Cu dalam kisaran 2,5-3,0 ppm dalam badan perairan akan membunuh
ikan-ikan.
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami
pengendapan, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut.
Logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap
di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam
sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Mengendapnya logam berat
bersama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di
dasar perairan dan juga perairan sekitarnya.
Sungai Surabaya merupakan sungai utama DAS Brantas bagian hilir yang
merupakan sumber kebutuhan air utama sekaligus sebagai tempat pembuangan
limbah domestik dan industri di wilayah Surabaya (Utomo dkk., 2008). Pada DAS
Brantas terdapat sekitar 650 industri pada tahun 2006. Sungai Surabaya
merupakan bagian dari sungai Brantas yang mengalir mulai dari Bendungan
Lengkong Baru dan bermuara di pintu air Jagir Surabaya. Menurut PP Nomor 82
Tahun 2001 dan Perda Jatim Nomor 2 Tahun 2008 tentang pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air di Provinsi Jawa Timur Sungai Surabaya
termasuk sungai kelas I, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum, sehingga senantiasa di kontrol kualitas airnya. Kadar tembaga
maksimum yang di perbolehkan
Rochayatun, dkk (2006) pada penelitian distribusi logam berat dalam air
dan sedimen di perairan muara Sungai Cisadane, diperoleh data bahwa kadar
logam berat (Pb,Cd,Cu,Zn,Ni) dalam sedimen lebih tinggi daripada di perairan,
berperan penting di
dalam penentuan kualitas air, karena sedimen sebagai tujuan akhir tempat
3
penampungan dari logam-logam berat, sampai saat ini analisis logam berat
terbatas pada sampel air dan belum menjawab wilayah sedimen. Untuk
mengevaluasi tingkat pencemaran yang terjadi, maka upaya analisis kandungan
tembaga dalam sedimen dipandang sangat penting. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui kualitas air serta kandungan logam berat tembaga (Cu) dalam
sedimen dan perairan di Sungai Surabaya.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian bersifat survey lapangan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 dan dilakukan pengambilan
sampel sebanyak tiga kali. Lokasi penelitian adalah sungai Surabaya diambil 5
titik sampling yaitu: Jembatan Canggu, Tambangan Cangkir, Tambangan Bambe,
Karang Pilang dan Jagir. Kemudian analisis sampel dilakukan di Laboratorium
penelitian kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Sampel air diambil dan disimpan dalam botol polietilen. Di lapangan
dilakukan uji parameter kualitas air yaitu: Suhu, pH, Kekeruhan, oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen) dengan menggunakan alat WQC (Water Quality Checker).
Sampel air kemudian dibawa ke laboratorium Kimia UM. Di laboratorium,
sampel air (50 mL) ditambahkan HNO
3
kemudian dilakukan penetapan kadar Cu
dengan AAS.
Sampel sedimen diambil dengan menggunakan Grab yang terbuat dari
kisaran temperatur 20-30C. Perubahan suhu di bawah 20C atau di atas 30C
menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya
cerna, ikan air tawar yang dapat hidup pada kisaran temperatur 20-30C
yang
biasa terdapat di Sungai Surabaya yaitu Ikan Tawes, Ikan Bader, Ikan Gabus dan
Ikan Sapu-Sapu, berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa kondisi temperatur
4
masih memenuhi standar baku mutu air kelas I (deviasi 3) menurut Perda Jawa
Timur No.2 Tahun 2008.
Tabel .1 Kualitas Air di Sungai Surabaya
Parameter Satuan Lokasi Perda Jatim
No.2 Tahun
2008
Canggu Cangkir Bambe Karang
Pilang
Jagir
Temperatur
C
29,9 28,5 29,2 29,2 30 Deviasi 3
pH
TDS yang tinggi di semua lokasi disebabkan oleh limbah buangan industri di
sekitar Sungai Surabaya, nilai TDS tertinggi pada Tambangan Bambe, hal ini
dimungkinkan karena pada daerah Bambe banyak terdapat industri-industri yang
sedang beraktifitas yang membuang limbahnya melalui anak sungai yang
kemudian mengalir ke Sungai Surabaya, sehingga menyebabkan nilai TDS tinggi.
Selain limbah industri, limbah domestik dari rumah tangga juga mempunyai
potensi yang sama menyebabkan tingginya nilai TDS.
Hasil penelitian menunujukkan nilai kekeruhan di Sungai Surabaya
berkisar antara 106-199 NTU, nilai ini melebihi ambang baku mutu yang telah
ditetapkan yaitu sebesar 50 NTU. Kekeruhan dapat mengurangi intensitas cahaya
matahari yang masuk ke badan perairan sehingga dapat menghalangi proses
fotosintesis (Achmad, 2004:32).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah oksigen terlarut dalam
air yang berasal dari fotosintesis dan atmosfer/udara. Hasil penelitian
menunjukkan nilai DO telah melebihi ambang baku mutu yang telah di tetapkan
pemerintah (6 mg/L) untuk badan air kelas I.
Biologycal Oxygen Demand (BOD) dapat menggambarkan jumlah bahan
organik yang dapat diuraikan secara biologis, yaitu jumlah oksigen terlarut yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan
organik menjadi karbondioksida dan air. Berdasarkan Hasil penelitian nilai BOD
di Sungai Surabaya telah melebihi standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu
2 mg/L, banyak industri di sekitar Sungai Surabaya yang berpotensi menyumbang
limbah organik ke perairan, seperti perusahaan MSG dan pabrik pulp dan kertas
yang mengandung senyawa organik koloid terlarut yaitu serat hemisellulosa, gula,
lignin, alkohol, terpentin, zat pengurai serat, perekat pati dan zat sintetis yang
mudah di degradasi oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan BOD tinggi.
Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H
2
O.
Dari hasil analisis di Sungai Surabaya nilai COD yang diperoleh pada rentangan
20-260 mg/L melebihi ambang baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
5
yaitu 10 mg/L, maka perairan Sungai Surabaya telah mengalami pencemaran oleh
bahan organik sulit terurai. Beberapa industri yang berpotensi dapat meningkatkan
nilai COD Sungai Surabaya yaitu industri keramik, industri sabun dan detergen
yang menghasilkan limbah anorganik sulit terurai.
Kandungan Logam Berat Cu dalam Air dan Sedimen
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang dapat ditemukan
pada lingkungan perairan maupun dalam sedimen (Anazawa et al., 2004). Logam
berat secara alami memiliki konsentrasi yang rendah pada perairan. Tinggi
rendahnya konsentrasi logam berat disebabkan oleh jumlah maksimum limbah
logam berat ke perairan. Logam Berat yang masuk perairan akan mengalami
pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang
hidup diperairan. Menurut Gibs (1973) mekanisme utama logam berat dapat
terakumulasi dalam sedimen karena dapat terikat oleh senyawa atau terabsorpsi
melalui tahapan yang dikenal sebagai faktor geokimia, yang meliputi 5 fase; 1)
fase terikat secara absorpsi dan pertukaran ion, 2) fase terikat karbonat, 3) fase
terikat oleh oksida Fe/Mn, 4) fase terikat pada zat organik dan sulfida, dan 5) fase
terikat kisi-kisi logam (Horsfall dan Spiff, 2002; Tsail et al., 2003). Menurut
Morel & Hering (1996) Cu dominan pada sistem perairan (solid) yaitu CuS
(s)
,
CuFeS2(s)
, Cu2CO3
(OH)
2(s)
, Cu
3(CO
3
)
2
(OH)
2(s), Cu(OH)
2(s), CuO
(s)
.
Tabel.2 Kandungan Logam Berat Cu dalam Air dan Sedimen
Logam Berat Lokasi Baku mutu
Canggu Cangkir Bambe Karang
Pilang
Jagir
[Cu] air
(mg/L)
0,49
0,49
0,81
0,43
0,7
0,71
0,43
0,67
0,66
0,37
0,75
0,56
0,78
0,61
0,54
PPRI No. 82 Tahun 2001
(0,02 mg/L)
Perda Jatim No.2 Tahun
2008 (0,02 mg/L)
[Cu] sedimen
(mg/kg)
27,58
36,36
36,29
44,11
42,89
56,55
34,73
76,61
46,74
42,97
77,29
50,51
34,85
41,45
49,40
ANZECC ISQG (65
mg/kg)
Dari Tabel 2, dapat diketahui bahwa kandungan tembaga0,37-0,81 mg/L
(Gambar 1) sudah melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah
yaitu 0,02 mg/L. Tingginya kadar Cu karena adanya pencemaran limbah industri,
di sekitar Sungai Surabaya banyak terdapat industri yang menggunakan logam
berat Cu sebagai bahan baku maupun bahan penolong untuk keperluan produksi,
diantaranya industri pelapisan logam, kawat baja, sepeda, dan mur baut,
sedangkan pada sedimen berkisar antara 27,58 77,29 mg/kg massa kering pada
kelima lokasi pengambilan sampel selama tiga kali periode pengambilan sampel
(Gambar 2) melebihi ambang baku mutu menurut ANZECC ISQG-Low (65
mg/kg).
6
Gambar 1. Grafik Kandungan Tembaga di perairan Sungai Surabaya pada Tiga
Kali Periode Pengambilan Sampel
Gambar 2. Grafik Kandungan Tembaga dalam sedimen di Sungai Surabaya pada
Tiga kali Periode Pengambilan Sampel
Kandungan logam berat di sedimen selalu jauh lebih tinggi di bandingkan
di perairan, hal ini terjadi akibat proses akumulasi logam pada sedimen, yang
dapat di sebabkan karena logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat
bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen,
selain itu dimungkinkan logam berat yang terdapat dalam sedimen sudah
terakumulasi dalam waktu yang lama sebelum pengambilan sampel, sehingga
pada saat dilakukan analisis kandungan tembaga dalam sedimen menunjukkan
(s) + 2CO2
(g)
Cu(OH)2 dapat membentuk CuO(s), pada pH sangat basa membentuk
larutan senyawa kompleks [Cu(OH)
3
]
-, sedangkan kompleks [Cu(H
2
O)6
]
2+
(aq)
diperairan juga dapat membentuk endapan [Cu(H
2
O)4
(OH)
2
].
Cu(OH)2
(s) + OH
-(aq) [Cu(OH)
3
]
-(aq)
Cu(OH)2
(s) CuO(s)+ H2O(l)
[Cu(H
2
O)6
]
2+
(aq) + 2OH
-(aq) [Cu(H
2
O)4 (OH)
2
](s) + 2H2O(l)
Salah satu faktor geokimia yang dapat mengikat logam berat terbentuk
endapan adalah oksida Fe atau sebagai ion Fe
3+
(Tsail et al., 2003), ion Fe
3+
pada
suasana basa mudah membentuk endapan Fe(OH)3.
Cu
2+
(aq) + 2OH
-(aq) Cu(OH)2
(s) Ksp= 2 x 10
-19
Fe
3+
(aq) + 3OH
-(aq) Fe(OH)3
logam berat dalam sedimen secara berkala, mengingat logam berat dalam sedimen
dapat terakumulasi dalam tubuh biota air.
DAFTAR RUJUKAN
Anazawa, K., Kaida, Y., Shinomura, Y. Tomiyasu,T., and Sakamoto, H. 2004.
Heavy-Metal Distribution in River Waters and Sediments Around
aFirefly Village, Shihoku, Japan: Application of Multivariate Analysis.
Analytical Sciences, Januari Vol. 20: 79-84.
Australian and New Zealand Environment and Conservation Council (ANZECC),
2000, ANZECC interim sediment quality guidlines. Report for the
Environmental Research Institute of the Supervising Scientist, Sydney,
Australia.
Edward, Ahmad, F. & Taufik. 2006 .Pemantauan Kadar Logam Berat dalam air
Laut dan sedimen di Perairan P.Halmahera, Maluku Utara. Jurnal
Kimia Indonesia, (Online), 1 (2): 47-53, diakses 3 Desember 2012.
8
Hidayah, M. A, Purwanto. & Soeprobowati, T. R. 2012. Kandungan Logam
Berat Pada Air, Sedimen dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn) di
Karamba Danau Rawapening. Makalah disajikan dalam Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2012,
Semarang, 11 September 2012.
Horsfall Jr, M.and Spiff, A.I. 2002. Distribution and Partitioning of Trace Metals
in Sediment of The Lower Reaches of The New Calabar River, Port
Harcourt, Nigeria. J.Environmental Monitoring and Assessment 78: 309-326.
Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat.. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Prawita, A., Murnitasari, D & Darmawati, A. April 2008. Kandungan Logam
Berat Timbal (Pb), Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air Kali