You are on page 1of 6

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA


DEFINISI
BPH (Benign Hyperplasia Prostat) adalah pembesaran abnormal yang ditandai
dengan peningkatan jumlah sel normal (hyperplasia) pada prostat. (Black, 2005)
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab
kedua yang sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun ( brunner
suddart, 2001)
ETIOLOGI (Price & Wilson, 2006)
Penyebab dari BPH tidak diketahui karena BPH adalah gangguan yang umum
terjadi pada pria usia lanjut. Perubahan hormone androgen testikuler (testosterone
menurun dan estrogen meningkat) juga dapat dikatakan sebagai penyebab dari
BPH. Pria yang sudah disterilkan atau yang sudah mengalami perkembangan
hipogonadisme secara permanen sebelum pubertas atau masa dewasa awal jarang
mengalami BPH.
FAKTOR RISIKO (Black, 2005)
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya BPH, antara lain:
1

Diet diet tinggi sayuran berwarna kuning dan bahan lain dengan diet ala
Jepang dapat memberikan proteksi terhadap BPH.

Efek inflamasi kronik terhadap BPH.

Sosioekonomi.

Herediter.

Ras insiden meningkat pada pria kulit hitam daripada orang Asia.

Proses menua 80% pria > 80 tahun mengalami BPH.

Obat-obatan yang menimbulkan retensi (dekongestan, antikolinergik,


antidepresan).

Adanya pembesaran prostat, berkembang menjadi lebih berbahaya seperti


complete urinary obstruction dan retensi urin dapat disebabkan oleh:

Demam

Minuman beralkohol

Infeksi

Penundaan dalam pengosongan bladder

Bed rest

MANIFESTASI KLINIS (Brunner & Suddart, 2002)


Perkembangan penyakit BPH lambat dan menetap dalam jangka waktu yang lama
tanpa menimbulkan gejala yang berarti. Penurunan ukuran dan kekuatan aliran
urin adalah abnormal dan harus dikaji lebih lanjut.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang timbul jika terjadi BPH, antara lain:
1

Arus aliran urin menurun, lemah dan menetes.

Tegangan pada bladder meningkat dan lebih sering.

Ketidakmampuan untuk melakukan pengosongan bladder (hesitansi)

BAK sering dan urin yang terakhir menetes (terminal dribling).

Ada darah dalam urin (gejala yang paling sering terjadi pada BPH
daripada Ca Prostate).

Inkontinensia urin (frekuensi, urgensi, nokturia, dan urge).

KOMPLIKASI (Brunner & Suddart, 2002)


Komplikasi yang dapat timbul akibat adanya BPH adalah:
1

Retensi urin akut.

Hidroureter bisa terjadi akibat penekanan di ureter oleh urin yang sudah
tidak mampu ditampung lagi oleh bladder.

Hidronefrosis terjadi akibat penumpukan cairan urin di ginjal akibat


refluks urin dari bladder.

Insufisiensi ginjal, jika tingkatan meningkat akan berakibat menjadi lebih


buruk, seperti gagal ginjal.

Infeksi saluran kemih.

Kanker prostat.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mengetahui adanya BPH:
1

Pemeriksaan fisik umum termasuk pemeriksaan rektal.

Pemeriksaan laboratorium darah, urin, dan fungsi ginjal.

Pemeriksaaan x-ray termasuk intravena pyelogram dan cystography.

Pemeriksaan instrumental termasuh kateterisasi dan cystoskophy. Untuk


melihat adanya keganasan (malignancy) pada prostat menggunakan
Prostate Specific Antigen (PSA) test dan Transrectal Ultra Sound.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (Doenges, 2000)


1

Urinalisa
Warna kulit, cokelat gelap, merah gelap atau terang (berdarah);
penampilan keruh; pH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi); bacteria,
SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.

Kultur urin
Dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella,
Pseudomonas, atau Escherichia coli.

Sitologi urin
Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.

BUN/Kreatinin
Meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.

Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik


Peningkatan karena pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada
kanker prostat (dapat mengindikasikan metastase tulang).

SDP
Mungkin > 11.000, mengindikasikan infeksi bila pasien tidak
imunosupresi.

Penentuan kecepatan aliran urine


Mengkaji derajat obstruksi kandung kemih.

IVP dengan film pasca berkemih

Menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih, membedakan


derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
9

Sistouretrografi berkemih
Digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan
uretra ini menggunakan bahan kontras lokal.

10 Sistogram
Mengukur tekanan dan volume dalam kandungan kemih untuk
mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan BPH.
11 Sistouretroskopi
Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan dinding
kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut berhubungan dengan risiko
sepsis gram negatif).
12 Sistometri
Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
13 Ultrasound transrektal
Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urin; melokalisasi lesi yang tidak
berhubungan dengan BPH.
MEKANISME KERJA OBAT TRANSAMIN (Ganiswarna, 1995)
Tranexamic acid merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, tranexamic acid 10x lebih
paten dari asam amino kaproat. Tranexamic acid merupakan competitive inhibitor
dari activator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan
menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena
itu tranexamic acid dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan
akibat fibrinolisis yang berlebihan.
DISCHARGE LEARNING UNTUK PASIEN BPH
1

Hubungan seksual setelah 2-3 bulan post op.


Untuk menghindari perdarahan akibat penekanan dan gerakan seks.

Hidrasi/banyak minum.
Untuk membuang sisa-sisa debris (sisa-sisa jaringan waktu operasi).

Latihan Kegel.
Untuk melatih otot-otot detrusor di kandung kemih, supaya klien dapat
BAK secara normal.

Makan makanan seperti jengkol dan pete.


Mempengaruhi konstriksi uretra dan kepekatan urin.

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks., J. H. (2005). Medical-surgical nursing: Clinical


management for positive outcomes. (7th Ed). St. Louis: Elsevier Inc.
Doenges, M. E., Moorhouse, M., F., & Geissler, A., C. (2000). Nursing care
plans: Guidelines for planning & documentation patient care. (3rd Ed).
(Kariasa, M., & Sumawarti, N., M., Penerjemah). Philadelphia: F. A. Davis
Company. (Buku asli diterbitkan 1993)
Ganiswarna, S. G., (1995). Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Price, S. A., & Wilson, L. M. ( 2006). Pathophysiology: Clinical concepts of
disease processes vol.2. (6th Ed). (Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, P.,
& Mahanani, D. A., Penerjemah). St. Louis: Elsevier Science. (Buku asli
diterbitkan 2002)
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarths textbook of medicalsurgical nursing vol.2. (8th Ed). (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara,
A., & Asih, Y., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
(Buku asli diterbitkan 1996)

You might also like