You are on page 1of 64

BAB I

PENDAHULUAN
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata. Ukuran pupil normal berbeda-beda antar manusia,
pada anak-anak umumnya lebih besar dan semakin menciut saat bertambah umur.
Fungsi utama dari pupil adalah mengontrol jumlah cahaya yang masuk kedalam
mata untuk mendapatkan fungsi visual terbaik pada berbagai derajat intensitas
cahaya.1,2
Leukokoria atau yang bisa di kenal dengan pupil putih (white pupil)
merupakan kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya warna putih pada pupil
yang pada keadaan normal berwarna hitam. 1 60% dari pasien dengan leukocoria
memiliki katarak kongenital (18% unilateral dan 42% bilateral), retinoblastoma
(11% unilateral dan 7% bilateral), ablasi retina (2,8% unilateral dan 1,4%
bilateral), bilateral persisten primary hiperplastik vitreous (4,2%), dan penyakit
Coats unilateral (4,2%).7
Warna putih pada pupil (leukokoria) harus di bedakan dengan kekeruhan
pada kornea, karena keduanya terlihat mirip namun memiliki penyebab yang
berbeda.

Setiap kelainan yang menghalangi jalan sinar ke retina akan

menimbulkan pantulan berwarna putih. Pada leukokoria, karena sinar yang masuk
terhalang oleh keadaan patologis maka terlihat putih dibelakang pupil.2
Leukokoria bukanlah merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri, tapi
merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya. 3 Diferensial diagnosis dari
leukokoria pada ank-anak diantaranya : Katarak, Persistent hyperplastic primary
vitreous, retinopatgy of prematurity, coats disease, toxocoral granuloma,
congenital Renital Fold, Coats Disease.5

BAB II
PEMBAHASAN
1 ANATOMI MATA
1.1 Anatomi Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang dan orang tua pupil mengecil
akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sclerosis. Pupil waktu tidur
kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur
sesungguhnya.1
Pupil kecil waktu tidur akibat dari :1
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis
Bila subkortek bekerja sempurna maka terjadi miosis. Pad awaktu bangun
korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi kerja subkorteks yang
sempurna yang akan menjadikan miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk
mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus
seperti pada kamera foto yang diafragmanya dikecilkan. 1
Ukuran pupil normal bervariasi sesuai usi, dari orang ke orang, dan sesuai
dengan keadaan emosi, tingkat kesiagaan, derajat akomodasi dan cahaya ruangan.
Diameter pupil normal adalah sekitar 3-4 mm, lebih kecil pada bayi, cenderung
lebih besar pada masa kanak-kanak dan kembali mengecil secara progresif seiring
dengan pertambahan usia. Ukuran pupil berkaitan dengan berbagai interaksi
antara dilator iris, yang dipersyarafi secara parasimpatis, dengan kontrol
supranukleus dari lobus frontalis (kesiagaan) dan oksipitalis (akomodasi). Pupil
secara normal juga berespon terhadap respirasi. Dua puluh sampai 40% pasien
normal memiliki sedikit perbedaan dalam ukuran pupil (anisokoria fisiologik),
biasanya kurang dari 1 mm. Obat-obat midriatik dan siklopiegik bekerja lebih
efektif pada mata yang berwarna biru dibandingkan yang berwarna coklat.3
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata. Ukuran lubang pupil dapat di sesuaikan oleh
2

vasriasi kontraksi otot-otot iris untuk memungkinkan lebih banyak atau sedikit
cahaya masuk sesuai keadaan.4
Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, yang pertama sikuler
(berjalan melingkar di dalam iris) dan yang kedua radial (berjalan keluar dari
batas pupil seperti jari-jari roda sepeda). Pupil mengecil apabila otot sirkuler(atau
konstriktor) berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Refleks
konstriktor terjadi apabila sedang melihat cahaya terang, hal ini untuk mengurangi
cahaya yang masuk ke mata. Sedangkan, apabila otot radialis memendek, ukuran
pupil akan meningkat, hal ini terjadi pada saat

cahaya temaram untuk

meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.4

Otot Sirkuler

Otot Radial

Gambar I. Otot pada pupil


Dikutip dari http://www.dartmouth.edu5
Otot-otot iris di kontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf
parasimpatis mempersarafi otot sirkuler, dan serat-serat saraf simpatis
mempersyarafi otot radial.4
Evaluasi respon pupil penting untuk menentukan lokasi lesi yang
mengenai jaras optik. Pemeriksa harus mengetahui seluk-beluk neuroanatomi
jaras-jaras respons pupil terhadap cahaya dan jaras untuk melihat dekat.3
A. Reflex Cahaya
Respons pupil terhadap cahaya adalah suatu reflex murni yang
keseluruhan jarasnya terletak disubkorteks. Serat pupil aferen termasuk dalam
3

nervus optikus dan jaras penglihatan sampai serat tersebut meninggalkan traktus
optikus tepat sebeluk nukleus genikulatus lateralis. Serat-serat tersebut
berdekusasi di kiasma dengan cara yang sama dengan serat-serat sensorik
penglihatan, lalu masuk ke otak tengah melalui brachium colliculus superioris dan
bersinaps di nukleus pretektalis. Setiap nukleus pretektalis mendekusasi neuronneuron di dorsal aquadectus cerebri ke nukleus Edinger-Westphal ipsilateral dan
kontralateral melalui komisura posterior dan substansia grisea periaquductales.
Kemudian terjadi sinaps dinukleus Edinger Westphal nervus oculomotorius. Jaras
eferen berjalan melalui nervus ketiga ke ganglion ciliare di orbita lateralis. Seratserat pascaganglion berjalan melalui nervus ciliaris brevis untuk mempersyarafi
otot sfingter iris.3
Cahaya yang menyinaru mata kanan menimbulkan respons langsungta
kanan dan suatu respons konsensual tak langsung segera dimata kiri. Intensitas
respons disetiap mata sebanding dengana kemampuan membawa cahaya nervus
optikus yang terstimulasi membawa cahaya nervus optikus yang terstimulasi
secara langsung.3
B. Respons Dekat
Saat mata melihat ke suatu objek dekat, terjadi tiga jenis respons
akomodasi, konvergensi dan konstriksi pupil yang membawa bayangan tajam ke
fokus dititik retina yang sesuai. Jaras lazim akhir diperantai oleh ciliare. Jaras
aferen memasuki otak tengah ventral dari nukleus Edinger Westphal dan
mengirim serat kedua sisi korteks. Walaupun ketiga kmponen berhubungan reflex
murni karena masing masing komponen dapat dinetralisasi sementara kedua
komponen lainnya utuh dengan prisma (menetralkan konvergensi), dengan lensa
(menetralkan akomodasi), dan dengan obat midriatik lemah (menetralkan miosis).
Hal ini bahkan dapat terjadi pada orang buta yang diperitahkan untuk melihat
hidungnya sendiri. Kerja refleks dekat bilateral yang berlebihan adalah spasme
akomodatif. Kelumpuhan akomodatif bilateral terjadi pada keracunan batulisme
dan pada varian Fisher sindrom Guillain Barre.3
2.1

LEUKOKORIA
4

2.1.1

Defenisi
Leukokoria berarti white pupil.6 Tergantung dari letak lesinya, pupil

dapat terlihat normal dalam ruangan terang, tetapi dapat ditemukan tanpa red
reflex pada pemeriksaan oftalmoskopi. Leukokoria lebih sering di sebabkan oleh
katarak, retinopati prematuritas, atau vitreus primer hiperplastik persisten di
banding retinoblastoma.1,3
Enam puluh persen dari pasien dengan leukocoria memiliki katarak
kongenital (18% unilateral dan 42% bilateral). Penyebab lain termasuk
retinoblastoma (11% unilateral dan 7% bilateral), ablasi retina (2,8% unilateral
dan 1,4% bilateral), bilateral persisten primary hiperplastik vitreous (4,2%), dan
penyakit Coats unilateral (4,2%). Leukocoria pada anak-anak menuntut perhatian
segera karena sejumlah besar anak-anak memiliki patologi yang mengancam
kehidupan atau menyebabkan kecacatan visual permanen.7
Gejala leukokoria merupakan suatu keadaan adanya patologi di mata.
Setiap kelainan yang menghalangi jalan sinar ke retina akan menimbulkan
pantulan berwarna putih. Pada leukokoria, karena sinar yang masuk terhalang oleh
keadaan patologis maka terlihat putih dibelakang pupil.2
Keluhan seperti mata kucing merupakan keluhan yang di laporkan oleh
keluarga. Pada penelitian ini dilaporkan diagnosis retinoblastoma ditegakkan
berdasarkan dari anamnesa adanya pupil putih atau seperti mata kucing dan
menonjol.2
2.1.2

Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis dari leukokoria pada ank-anak diantaranya :5
1. Katarak
2. Persistent hyperplastic primary vitreous
3. Retinopatgy of prematurity
4. Coats Disease

5. Retinal dysplasia
6. Toxocoral granuloma
7. Congenital Renital Fold
8. Coats Disease
9. Inkontinensia pigmenti

2.2 RETINOBLASTOMA
2.2.1

Definisi

Retinoblastoma adalah tumor ganas primer intraokuler yang berasal dari lapisan
sensoris retina.6 Didiagnosis biasanya pada usia antara 12-24 bulan. 5
Retinoblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel batang
dan kerucut) atau sel glia yang bersifat ganas. Kelainan ini bersifat kongenital
autosom dominan bila mengenai kedua mata atau bersifat mutasi somatik bila
mengenai satu mata saja. Tumor ini tumbuhnya sangat cepat sehingga
vaskularisasi tumor tidak dapat mengimbangi tumbuhnya tumor sehingga terjadi
degenerasi dan nekrosis yang disertai kalsifikasi.1,3
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai perkembangannya cukup
lanjut sehingga sudah menimbulkan kelainan pada mata berupa pupil putih,
strabismus atau peradangan.Secara umum, semakin dini penemuan tumor dan
semakin dini dilakukannya terapi tumor, semakin besar kemungkinan kita
mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus dan jaringan orbita.3
Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak mendapatkan pengobatan
yang tepat, dapat berakibat fatal karena dalam satu sampai dua tahun setelah
didiagnosis akan bermetastase ke otak atau bermetastase jauh secara hematogen.6
Retinoblastoma adalah tumor primer yang paling sering pada anak, yang
berasal dari neuroblas akibat mutasi kro- mosom 13q14. Sepertiga kasus
retinoblastoma bersifat familial (bilateral) dan duapertiga kasus merupakan
sporadik (unilateral). Gambaran klinis bervariasi sesuai pertumbuhan masa tumor
dan retinoblastoma dapat menyebar ke sistem syaraf pusat. Penyebaran ke syaraf
6

pusat membuat prognosa pasien semakin buruk. Analisa cairan liquor, atau analisa
sumsum tulang dapat membantu untuk menentukan adanya tumor yang
bermetastasis ke system syaraf pusat maupun ke tulang.2
Pemeriksaan USG dan CT-scan dapat terlihat massa dengan kalsifikasi
pada polus posterior. Kalsifikasi dapat dideteksi dengan USG, tetapi alat ini tidak
dapat digunakan untuk menilai penyebaran tumor ke ekstra okuler. Pemeriksaan
CT- scan sangat sensitif untuk mendiagnosis retinoblastoma, serta memiliki
spesifisitas 91 %.2
Pemeriksaan oftalmologis dengan slit lamp dan pemeriksaan USG dan CTscan serta hasil pemeriksaan patologi. Pemeriksaan USG dilakuan pada semua
pasien retinoblastoma dan tampak kalsifikasi pada daerah retina dan vitreus. 2
2.2.2

Epidemiologi
Retinoblastoma

terjadi

dalam

14000-34.000

kelahiran

anak.

Retinoblastoma paling sering terjadi pada usia sebelum 5 tahun. 6 Retinoblastoma


merupakan tumor pada anak yang jarang namun bersifat fatal. 3
Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga, kasus-kasus yang
jarang dilaporkan pada hampir disegala usia. Tumor bersifat bilateral pada hamil
30% kasus. Umumnya hal ini merupakan suatu tanda dari penyakit herediter,
tetapi lebih dari sepertiga kasus-kasus keturunan terjadi unilateral. Tidak ada
perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan mata
kiri.3
Anakdenganretinoblastomabilateralakanberkembangcepatpadausia
awal dibandingkan dengan retinoblastoma unilateral. Gambaran klinis didapati
proptosis 54,1% pada unilateral dan 11,4% pada bilateral. Tidak ada faktor
predisposisijeniskelaminmaupunrasdansekitar34%kasusterjadibilateral.Di

negaraberkembang,retinoblastomapadaumumnyadidiagnosistelahmenyebarke
ekstraokuler.Padakeadaanekstraokulerdapatdijumpaimasajaringanlunakdi
sekitar mata atau tumor dapat sampai ke daerah nervus optikus, yang akan
berkembangkeotakdanmeningens.12
2.2.3

Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi pada gen Rb1 yaitu gen yang

berfungsi menekan perkembangan retinoblastoma sendiri. Kedua kopi gen Rb1 ini
harus bermutasi supaya dapat terbentuk tumor. Gen Rb1 berlokasi pada lengan
panjang kromosom 13 lokus 14 (13q14). Rb1 yang cacat ini dapat diwariskan dari
salah satu orang tua, biasanya mengenai kedua mata dan cenderung berkembang
pada usia yang muda. Namun pada beberapa kasus lain mutasi baru terjadi pada
tahap awal perkembangan janin berupa kesalahan anak pada tahap awal
perkembangan janin berupa kesalahan pada proses penyalinan ketika sel
membelah.3
Gen retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang adalah suatu
gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan bentuk penyakit yang herediter
memiliki satu alal terganggu disetiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya disel
retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada
bentuk yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal disel retina yang
sedang tumbuh di nonaktifkan oleh mutasi spontan. Pengidap bentuk herediter
yang bertahan hidup (5% dari kasus baru yang orangtuanya sakit atau mereka
yang mengalami mutasi sel germinativum) memiliki kemungkinan hampir 50%
menghasilkan anak sakit.3
2.2.4

Patofisiologi
Awalnya retinoblastoma dianggap sel glia, sehingga disebut pseudoglia,

dan saat ini diterima bahwa tumor ini berasal dari sel neuroblastik pada lapisan
inti retina. Penelitian imunohistokimia membuktikan bahwa retinoblastoma
berasal dari keganasan sel kerucut, diperlihatkan oleh hasil positif tumor untuk
8

neuron spesifik enulase, rod spesifik antigen S-fotoreseptor segmen luar, dan
rodopsin. Tumor sel mensekresikan substansi ekstrasel yang disebut retinoid
interfotoreseptor binding protein, normalnya merupakan produk dari fotoreseptor.3
2.2.5

Klasifikasi dan stadium


Retinoblastoma dapat tumbuh keluar (eksofitik) atau kedalam (endofitik)

atau kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel-sel tumor ke dalam


vitreus. Retinoblastomaendofitik akan meluas ke dalam vitreus. Kedua jenis
retinoblastoma secara bertahap, akan mengisi mata dan akan meluas bersama
nervusoptikus ke otak dan lebih jarag di sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh
emisari di sclera ke jaringan orbita lainnya. Tumor ini terkadang tumbuh secra
difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata depan,
dengan demikian menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai
retinitis, vitritis, uveitis atau endoftalmitis.3
Ada dua bentuk pola retinoblastoma. Pola herediter (germinal) dan
nonheredditer (non germinal). Yang herediter dapat timbul unilateral sekitar atau
bilateral pada mata, dan kebanyakan unilateral pada yang nonherediter, dimana
anak-anak dengan retinoblastoma bilateral lebih cendrung untuk bentuk herediter.
Pada herediter retinoblastoma, tumor terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan dengan yang nonherediter. Untuk bisa melihat hubungan lebih jelas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini ;3

Table I
Klasifikasi Retinoblastoma yang digunakan berdasarkan Reese-Ellsworth6

Tabel II. Klasifikasi Retinoblastoma yang digunakan berdasarkan ReeseEllsworth6


Stadium Retinoblastoma :3
1. Stadium tenang :
Pupil melebar. Di pupil tampak reflek kuning yang disebut amourotic
cats eye. Hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian
berobat. Pada fundoskopi, tampak bercak yang bewarna kuning mengkilap,
dapat menonjol kedalam badan kaca. Dipermukaannya ada neovaskularisasi
dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasi retina.
2. Stadium glaukoma :
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler
meninggi, glaucoma sekunder yang disertai dengan rasa sakit yang sangat.
Media refrakta menjadi keruh, sehingga pada fundoskopi sukar menentukan
besarnya tumor.
3. Stadium ekstra okuler :

10

Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar, menyebabkan eksoftalmus,


kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita, disertai nekrose
diatasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi kebelakang sepanjang N.II dan masuk
keruang tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah bening, juga dapat masuk ke
pembuluh darah, untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
2.2.6

Manifestasi
Gejala subyektif sukar untuk didapatkan karena anak tidak memberikan

keluhan apapun, bila dijumpai pada anak yang lebuh besar, gejala subyektif yang
dikeluhkan umumnya adalah penglihatan yang menurun, sehingga retinoblastoma
biasanya tidak disadari sampai perkembangannya cukup lanjut sampai
menimbulkan gejala obyektif.3
Gejala klinis saat pertama ditemukan adalah leukokoria 4,%, kekeruhan
kornea 1,5%, mata merah 7,7% dan proptosis 2%, hifema 3,1%, massa intraokular
3,1% dan strabismus 1,5%.14
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk
menimbulkan suatu leukokoria, strabismus atau peradangan.3
Umumnya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus
yang diturunkan melalui genetik klinis dapat muncul lebih awal.14
1.

Leukokoria ( Amourotic Cats Eye)

Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma


intraokuler yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut
seperti mata kucing. Hal ini disebabkan oleh refreksi cahaya dari tumor yang
berwarna putih disekitar retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak
melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
2.

Strabismus

Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini
muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata tidak dapat

11

terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar makula
tetapi massa tumor sudah cukup besar.
3.

Mata meraah

Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi
akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi
sudah terjadi invasi tumor ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata
merah ini dapat pula akibat gejala infalasi okuler atau periokuler yang tampak
sebagai selulitis preseptal atau endoftamitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya
tumor yang nekrosis.
4.

Buftalmus

Merupakanbgejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan tekanan


intraokuler akibat tumor yang bertambah besar.
5.

Pupil midriasis

Terjadi karena tumor telah mengganggu sistem syaraf parasimpatik.


6.

Proptosis

Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstraokuler.14
2.2.7

Diagnosis
Pemeriksaan pada retinoblastoma seharusnya menjadi sebagian dari

pemeriksaan pada bayi normal yang baru lahir hingga bayi berumur 3 bulan,
antaranya adalah :14
a) Red reflex : pemeriksaan retina mata dengan menggunakan alat
ophthalmoscope atau retinoscope untuk melihat reflex reddish-orange
yang normal dengan jarak 30 cm / 1 kaki, dilakukan di dalam ruangan
yang kurang cahaya atau rungan gelap.
b) Corneal light reflex : pemeriksaan untuk melihat kesimetrisan reflek
cahaya pada titik yang sama pada tiap mata saat cahaya dipancarkan ke
tiap kornea, untuk membedakan apakah kedua mata bersilangan atau tidak
c) Eye examination : mendeteksi semua kelainan struktur
Temuan klinis seluruh stadium retinoblastoma bervariasi :6

12

1. Leukokoria
Leukokoria (refleks pupil putih atau refleks mata kucing) merupakan
gambaran klinis yang paling sering sekitar 60% kasus, terjadi karena
proses kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor. Leukokoria terjadi
karena ada kandungan masa putih menutupi refleks merah pupil.

Gambar II Leukokoria
2. Strabismus (esotropia 11% dan exotropia 9%)
Strabismus bisa berupa ekstropia maupun esotropia. Terjadi akibat
gangguan fiksasi akibat pertumbuhan tumor di daerah macula. Strabismus
muncul sebagai temuan kedua yang sering didapatkan. Jadi pemeriksaan
fundoskopi melalui pupil yang berdilatasi dengan baik harus dilakukan
pada seluruh kasus strabismus pada anak-anak
3. Retinoblastoma dapat menyebabkan perubahan sekunder di mata termasuk
glaukoma, prptosis, sobekan retina dan inflamasi sekunder karena nekrosis
tumor

Pseudouveitis, dengan mata merah dan nyeri yang berhubungan


dengan hipopion dan hipema merupakan gambaran klinis yang
jarang muncul. Pada pseudouveitis ini sel-sel tumor menginvasi
retina secara difus tanpa membentuk massa tumor yang nyata

13

Inflamasi orbital menyerupai selulitis orbital dapat terjadi pada


mata dengan tumor yang nekrosis.

Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan :13

Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga
dari orang tua untuk analisa DNA : RB gene, serum
carcinoembrionik antigen (CEA), serum alpha fetoprotein.
Ada metode direk dan indirek untuk analisa gen retinoblastoma.
Metode direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang
mempercepat

pertumbuhan

tumor.

Jadi,

pemeriksaan

ini

menentukan apakah mutasi terjadi pada sel benih pasien. Metode


indirek dapat digunakan pada kasus dimana mutasi awal tidak
dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut ada

Assay level Enzyme Humor Aqeous


Dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang berguna pada
pasien dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase
(LDH) adalah enzim glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai
sumber energi. Enzim ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi
dalam

sel

yang

aktif

secara

metabolis.

Secara

normal,

konsentrasinya di dalam serum dan aqeous humor rendah. Pada


pasien dengan retinoblastoma menunjukkan peningkatan aktivitas
LDH

Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran tumor dengan


warna putih atau krem kekuningan, dengan lesi satelit pada retina,
ruang sub retina dan terdapat sel-sel tumor pada korpus vitreus
(vitreus seeding). Untuk mendapatkan pemeriksaan funduskopi
yang lebih detail sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan
midriatil untuk melebarkan pupil. Pada pemeriksaan fluoresen

14

angiografi didapatkan gambaran berupa massa tumor dan


neovaskularisasi

pada

daerah

tumor,

tetapi

tidak

dapat

menampilkan gambaran vitreus seeding. Pemeriksaan dengan


anastesi umum bertujuan untuk melakukan pemeriksaan bola mata
secara

baik,

yaitu

menentuka

diameter

kornea. Tindakan

intraokuler, pemeriksaan funduskopi serta melihat pembuluh darah


atau neovaskularisasi yang terjadi.

Lumbal pungsi pada pemeriksaan patologi anatomi akan terlihat


adanya sel-sel tumor.

b) Pemeriksaan pencitraan
CT-Scan Kranial dan Orbital, merupakan metode yang sensitif untuk
didiagnosis dan deteksi kalsifikasi intraokuler dan menunjukkan perluasan tumor
intraokuler bahkan pada keadaan tidak adanya kalsifikasi.14

Gambar III.
USG berguna dalam membedakan retinoblastoma dari keadaan non
neoplastik. USG pada mata dapat memberikan gambaran heterogenitas dan
ukuran tumor serta

kalsifikasi jaringan yang identik dengan massa pada

retinoblastoma. USG tidak lebih sensitif jika dibandingkan dengan Computed


Tomografi (CT) yang ideal untuk mendeteksi adanya kalsifikasi intraokule ukuran
serta perluasan tumor. Namun, CT dikhawatirkan dapat memperburuk mutasi gen

15

pada penderita retinoblastoma dengan usia di bawah 1 tahun karena adanya radiasi
dari alat tersebut.14

Gambar IV
MRI

dapat

berguna

untuk

memperkirakan

derajat

diferensiasi

retinoblastoma namun tidak spesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas


mendeteksi kalsium. MRI juga berguna dalam mengidentifikasi retinoblastoma
yang berhubungan dengan perdarahan atau ablasio retina eksudatif. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) merupakan alat yang paling sensitif untuk
mengevaluasi retinoblastoma karena memberikan gambaran yang paling baik
yang dapat memantau ada tidaknya metastase pada nervus optikus. MRI baik
untuk meluhat adanya kalsifikasi, ukuran dan perluasan tumor. Pemeriksaan foto
polos diindikasikan bila pada gambaran klinis didapatkan kecurigaan adanya
metastase ke tulang.14
X-Ray pada daerah dimana USG dan CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan Xray dapat merupakan modalitas untuk mengidentifikasi kalsium intraocular pada
pasien dengan media opaq.14
c) Gambaran Histopatologi
Penemuan histologi klasik pada retinoblastoma adalah Flexner-Wintersteiner
Rosettes menandakan adanya diferensiasi fotoreseptor, merupakan sel dengan
susunan kuboid mengelilingi suatu lumen dengan nucleus di daerah basal, inti
besar warna gelap dan sedikit sitoplasma.3

16

Biopsi dengan jarum halus maka tumor dapat ditentukan jenisnya, namun
demikian tindakan ini dapat menyebabkan terjadinta penyebaran sel tumor
sehingga tindakan ini jarang dilakukan oleh dokter spesialis mata.14

2.2.8

Penatalaksanaan
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor,

bilateral, perluasan kejaringan ekstra okuler dan adanya tanda-tanda metastasis


jauh.14
Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium sangat dini.
Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah menuju ke
tumor akan tertutup sehingga sel tumor akan menjadi mati. Keberhasilan cara ini
dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik
korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang diametrnya 4,5 mm dan ketebalan 2,5
mm tanpa adanya vitreus seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon atau
Diode laser yang dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali dengan interval masingmasing 1 bulan.14
Dapat digunakan untuk tumor yang kecil di posterior. Fotokoagulasi dapat
juga digunakan untuk tumor rekuren setelah EBRT. Caranya dengan merusak
pembuluh darah tumor.14
Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreus seeding. Dapat juga digabungkan dengan
foto koagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda
sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali dengan
interval masing-masing 1 bulan.14
Thermoterapi

17

Dengan mempergunakan lase infra red untuk menghancurkan sel-sel


tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.14
Radioterapi
Dapat dipergunakan pada tumor-tumor yang timbul kearah korpus vitreus
dan tumor-tumor yang sudah berinvasi ke nervus optikus yang terlihat setelah
dilakukan enukleasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190200 cCy dengan total dosis 4000-5000 cCy yang diberikan selama 4 sampai 6
minggu.14
Enukleasi bulbi
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata.
Apabila tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka dilakukan
eksenterasi.14
Dilakukan pada tumor endofilik. Enukleasi dilakukan saat tidak ada
kesempatan untuk pertahankan penglihatan pada mata. Biasanya orang yang
memerlukan enukleasi adalah orang dengan sobekan retina total atau segmen
posterior penuh dengan tumor. Enukleasi diikuti dengan Pemotongan N II dan
radioterapi.14
Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang
pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khoroid dan atau
mengenai nervus optiku. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah
dilakukan eksenterassi dan dengan metastase regional atau metastase jauh.
Kemoterapi juga dapat diberikan pada tumor ukuran kecil atau sedang untuk
menghindarkan tindakan radioteraapi. Retinoblastoma study group menganjukan
penggunaan carboplastin vincristine sulfat dan etopozide phosphate. Beberapa
peneliti juga menambahkan cyclosporin atau dikombinasikan dengan regimen
kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide phosphate. Teknik lain yang dapat
digabungkan dengan metode kemoterapi ini adalah :14

18

a.Kemotermoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan


termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan
nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau fotokogulasi laser dapat
berakibat terjadinya penurunan visus.
b. Kemoradioterapi adalah tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata.
Apabila tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka dilakukan
eksenterasi.
Kemoterapi neoadjuvant primer atau kemoreduksi digunakan untuk terapi
retinoblastoma intraokuler group C dan D atau stadium 3. Kemoterapi profilaksis
dianjurkan jika tumor sudah menyokong nervus optikus yang telah melewati
lamina kribosa. 14
Dapat digunakan secara primer untuk tumor yang berukuran kecil yang
berlokasi di anterior berpindah dari diskus dan macula. Dapat digunakan juga
untuk rekuren setelah radioterapi.14
Exenterasi orbita
Dilakukan pada tumor eksofilik tapi tidak memperlihatkan tanda destruksi
pada tulang. Jika satu mata yang terserang, pengobatan bergantung pada
kalsifikasi tumor: Golongan I dan II dengan pengobatan lokal (radiasi,
cryotherapy, fotokoagulasi laser). Kadang-kadang digabung dengan kemoterapi.
Jika tumor besar (golongan IV dan V) mata harus dienukleasi segera. Mata tidak
terkena dilakukan radiasi sinar X dan kemoterapi.14
Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi :14
1. Tumor kecil
Ukuran tumor kecil dari 2 diameter papil nervus optikus tanpa infiltrasi ke korpus
vitreus atau sub retinal. Dapat dilakukan fotokoagulai laser, termoterapi, krioterapi
dan kemoterapi.
2. Tumor median

19

a. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus optikus
terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreus juga dipergunakan untuk
tumor-tumor yang sudah mengalami regresi.
B. Kemoterapi
C. Radioterapi sebaiknya hal ini dihindarkan karena komplikasinya dapat
mengakibatkan katarak , radiasi retinopati.
3. Tumor besar
a. Kemoterapi untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatak lokal seperti
krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan untuk menghindarkan ebukleasi
atau radioterapi. Tindakan ini juga memberikan keuntungan apabila terdapat
tumor yang kecil pada mata sebelahnya.
b. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor yang diffuse pada segmen posterior
bola mata dan yang mempunyai resiko tingi untuk terjadinya rekurensi.
4. Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstraokuler maka dilakukan eksenterasi
dan diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
5. Tumor yang sudah bermetastase jauh hanya diberikan kemoterapi saja.
Tatalaksana RB melibatkan multidisplin ilmu oleh tim yang terdiri dari
ahli onkologi anak, kanker mata, dan ahli radiologi. Hindari enukleasi dan terapi
radiasi eksternal dan cendrung untuk melakukan terapi konservatif. Tujuan utama
pengobatan adalah untuk meningkatkan survival rate dengan memelihara
penglihatan dan tindakan penyelamatan bola mata. Saat ini terapi yang diberikan
menggunakan kombinasi kemoterapi dengan terapi lokal lain.12
2.2.9 Komplikasi
Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.
Contohnya adalah ostoesarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,

20

melanoma maligna, leukemia dan limfoma. Selain itu, kekambuhan semula


retinoblastoma setelah dioperasi.13
2.2.9

Prognosis
Prognosa bergantung dari stadium klinis tumor pada saat didiagnosa.

Apabila ditemukan dalam stadium dini maka prognosisnya akan lebih baik.14
Secara umum, semakin dini penemuan dan terapi tumor, semakin besar
kemugkinan kita mencegah perluasan tumor ke nervus optikus dan jaringan
orbita.3
Retinoblastoma yang tidak diobati akan tumbuh dan menimbulkan
masalahpadamatamenyebabkanlepasnyaretina,nekrosisdanmenginvasimata,
saraf penglihatan dan sistem syaraf pusat. Umumnya metastasis tumor terjadi
dalamwaktu12bulan.12
Jangkawaktudiagnosisadalahwaktusejakpertamakaliditemukangejala
klinis sampai retinoblastoma didiagnosis secara klinis, dapat digunakan untuk
memperkirakanprognosispenyakit.13
Prognosa bergantung dari stadium klinis tumor pada saat didiagnosa. Apabila
ditemukan dalam stadium dini maka prognosisnya akan lebih baik.14
2.3

KATARAK KONGENITAL

2.3.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies dan bahasa Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya.1
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.1 Katarak kongenital adalah
21

katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi yang
berusia kurang dari satu tahun, dapat timbul pada satu atau kedua mata. Sebuah
katarak disebut kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai infantile
cataract jika berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir. 1
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penangannya yang kurang tepat. Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak :1
1. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular
dan katarak polaris.
2. Katarak lenticular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai
korteks atau nucleus lensa saja.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai
kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau
umum. Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagi bentuk
dan gambaran morfologik.1
Katarak kongenital bisa unilateral atau bilateral merupakan penyakit
keturunan yang diwariskan secara genetik atau bisa disebabkan oleh infeksi
kongenital yang didapat dari ibu saat kehamilan atau berhubungan dengan
penyakit metabolik.5
Katarak kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur lensa mata
yang muncul pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak jenis
ini dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah mata bayi
(unilateral). Keruh/buram di lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan
dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Dapat
muncul dengan sporadic, atau dapat juga disebabkan oleh kelainan kromosom,
penyakit metabolis (galaktosemia), infeksi intraurin (rubella) atau gangguan
penyakit maternal selama masa kehamilan.9
Sekitar 0,4 persen dari seluruh kelahiran, katarak kongenital ditemukan.
Tidak semua katarak kongenital membutuhkan pembedahan, tetapi lebih banyak
yang perlu melakukannya. Katarak yang hanya sisi peripheral/pinggir dari lensa

22

dapat tidak membutuhkan pembedahan, karena pengelihatan utama tidak


terhalangi. Begitu pula dengan katarak yang amat kecil tidak membutuhkan
pembedahan.9

2.3.2 Epidemiologi
Frekuensi
Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500 bayi lahir dengan katarak
kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran.
Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak
kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran. Di Indonesia sendiri
belum terdapat data mengenai jumlah kejadian katarak kongenital, tetapi angka
kejadian katarak kongenital pada negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu
sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.2
Mortalitas/Morbiditas
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi,
ambliopia refraksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan), dan
retinal detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60%
pada katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi
mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.4
Umur
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.3
2.2.3

Etiologi
Etiologi dari katarak kongenital sendiri dapat dibagikan berdasarkan jenis

katarak pada seseorang yaitu katarak kongenital unilateral atau bilateral.


Kebanyakan dari katarak kongenital unilateral adalah idopatik (tidak diketahui
penyebabnya). Katarak kongenital bilateral biasanya merupakan penyakit
herediter (diwariskan secara autosomal dominan) dan sering bersarna penyakit
sistemik yang lain. 5
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibuibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes

23

melitus, hipoparatiroidsm, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,


dan histoplasmosis, penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia,lensa ektopik, displasia retina dan
megalokornea. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya.1
Katarak yang memperkeruh lensa normal biasanya terkait dengan proses
penuaan. Tetapi katarak kongenital muncul pada bayi baru lahir karena berbagai
alasan seperti keturunan (genetik), infeksi, masalah metabolism, diabetes, trauma
(benturan), inflamasi atau reaksi obat, sebagai contoh, pengggunaan anti biotik
tetracycline yang biasa digunakan pada perawatan infeksi pada ibu hamil telah
menunjukkan menyebabkan katarak pada bayi baru lahir.9
Katarak kongenital juga muncul jika, selama masa kehamilan, ibu bayi
menderita infeksi seperti campak atau rubella (penyebab paling lazim), rubeola,
chicken pox, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis,
influensza, virus Epstein-Barr, sifilis, dan toxoplasmosis.9
Bayi yang telah tumbuh dan anak-anak dapat didiagnosa menderita
katarak, yang dikenal dengan pediatric cataract (katarak pada anak), karena
alasan serupa. Bagaimanapun, trauma terkait dengan kejadian seperti pembesaran
mata merupakan penyebab utama (40% dari kasus katarak pada fase anak-remaja).
Pada 33% dari kasus pediatric cataract , anak-anak dilahirkan dengan katarak
kongenital yang sudah didiagnosa sebelumnya.9
Pada katarak yang diturunkan dan bentuk lain dari katarak kongenital,
ketidaknormalan dapat muncul sebagai pembentukan protein yang penting untuk
transparansi dari lensa natural. Katarak kongenital ini harus diangkat, karena ini
dapat menghalangi pusat pengelihatan.9
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan es. Ada
banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain: 5

24

1. Herediter (isolated tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik)


seperti autosomal dominant inheritance.
2. Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem.
Kelainan ginjal seperti Lowes syndrome.
3. Infeksi seperti toxoplasma, rubella
4. Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5. Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan,
6. Galaktosemia
7. Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.
Lebih dari 200 anak di Inggris lahir dengan katarak kongenital bentuk
yang sama setiap tahun. Sekitar 1 dari 5 anak tersebut mempunyai riwayat katarak
kongenital didalam keluarga. Katarak dapat menurun secara dominan berasal
dari satu atau orang tua yang lain kepada anak karena sebuah kesalahan gen.
Orang tua mungkin tahu bahwa mereka memiliki katarak tapi kadang mereka
mungkin hanya memiliki sebuah katarak berukuran kecil yang tidak berefek pada
penglihatan dan mereka tidak menyadarinya. Inilah sebabnya kenapa pergi ke
dokter mata dapat membantu mengevaluasi mata pada orang tua yang mempunyai
anak katarak, bahkan meskipun mereka tidak menyadari mempunyai masalah
dengan mata meraka.1,3
Banyak anak-anak yang lahir atau perkembangan katarak infantil tidak
mempunyai masalah kesehatan yang lain namun ada beberapa yang mempunyai
masalah kesehatan. Biasanya, hal ini akan terlihat bila spesialis mata merujuk
seorang anak kepada seorang spesialis anak.1

Tabel 1II. Etiologi Katarak

25

26

Gambar 5. Katarak Kongenital

2.2.4 Patogenesis
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir,
dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan
ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada
saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak kongenital yang terjadi
sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai berusia 1
tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan
lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme
oksigen. 9
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nucleus fetal atau nucleus
embrional (tergantung pada waktu stimulus kataraktogenik), atau di kutub anterior
atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Stimulasi faktorfakator kataraktogenik (seperti infeksi intrauterine, trauma, penyakit metabolic) ke
nukleus atau serat lentikuler, dapat menyebabkan kekeruhan pada media lentikuler
yang jernih. 9

27

Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya


seluruh lensa. Letak kekeruhannya tergantung saat terjadinya gangguan pada
kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk katarak
congenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga saat
terjadinya

gangguan

pada

perkembangan

tersebut.

Infeksi

intrauterine

menyebabkan katarak kongenital bilateral. 9


2.2.5 Klasifikasi
Pembentukan katarak yang lazim antara lain seperti:9
Anterior polar katarak terlihat jelas, terletak di bagian depan dari lensa
mata dan biasanya terkait dengan sifat bawaan.
Posterior polar katarak juga terliha jelas, tetapi muncul di bagian
belakang lensa mata.
Nuclear cataract muncul di bagian tengah lensa. Merupakan jenis
katarak yang lazim pada pembentukan katarak kongenital.
Cerulean cataracts biasanya ditemukan di kedua mata bayi dan
dibedakan dengan bintik kecil dan kebiruan pada mata. Cerulean
cataracts terkait dengan keturunan/genetik.
Klasifikasi katarak : 1,3
1. Katarak Lamellar atau Zonular
Merupakan tipe katarak kongenital yang paling umum dijumpai dengan
karakteristik bilateral dan simetris.Pengaruhnya terhadap fungsi visual bervariasi
tergantung ukuran dan densitas kekeruhan. Umumya diturunkan secara genetik
sebagai autosomal dominan atau merupakan hasil dari transient toxic influence
selama perkembangan embrionik lensa.
Katarak ini biasanya berkarakter dengan kekeruhan pada lapisan maupun
zona yang spesifik.Secara klinis tampak sebagai lapisan yang keruh yang

28

mengelilingi daerah yang jernih dan dikelilingi korteks yang jernih juga. Bila
dilihat dari anterior seperti disk shaped configuration.

Gambar IV
2.

Katarak Lamellar / Zonular

Christina Gerth-Kahlert, MD; Rike Michels, MD; Jens Funk, MD; Ursula
Gautschy, OT
Gambar VII Congenital lamellar cataract
Di dalam perkembangan embriologik dimana pada permulaan terdapat
perkembangan serat lensa maka akan terlihat bagian lensa yang sentral yang lebih

29

jernih. Kemudian terdapat serat lensa keruh dalam kapsul lensa. Kekeruhan
berbatas tegas dengan bagian perifer tetap bening. Katarak lamelar ini mempunyai
sifat herediter dan ditransmisi secara dominan. Katarak biasanya bilateral. Terlihat
segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan dapat menutupi seluruh celah pupil,
sehingga bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering dapat mengganggu penglihatan.
Gangguan penglihatan pada katarak Zonullar tergantung pada derajat kekeruhan
lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga fundus tidak dapat terlihat pada
pemeriksaan oftalmoskopi, maka perlu dilakukan aspirasi dan irigasi lensa.

Gambar VIII
2.Katarak Polar
Merupakan kekeruhan lensa yang meliputi korteks subkapsular dan kapsul
anterior atau posterior dari lensa. Katarak polar anterior biasanya kecil, bilateral,
simetris dan tidak progresif serta tidak mengganggu penglihatan. Katarak polar
anterior sering diturunkan secara autosomal dominan. Katarak polar anterior ini
terkadang

dihubungkan

dengan

kelainan

okular

lainnya,

meliputi

mikrophthalmos, persistent pupillary membrane dan lentikonus anterior. Katarak


polar anterior tidak membutuhkan penanganan tetapi sering menyebabkan
anisometropia.
Katarak polar posterior secara umum lebih meyebabkan penurunan fungsi
visual dibandingkan katarak polar anterior karena cenderung lebih besar dan
posisinya lebih mendekati nodal point of eye. Biasanya bersifat stabil, tetapi
kadang-kadang dapat progresif. Dapat bersifat familial (bilateral dan diturunkan
secara autosomal dominant) atau sporadik (unilateral dan berhubungan dengan
sisa tunika vaskulosa lensa atau berhubungan dengan kelainan kapsul posterior
30

seperti lentikonus atau lentiglobus).

Gambar IX. Katarak Polaris Anterior (kiri) dan Katarak Polaris Polaris (kanan)
Katarak Polaris Anterior. Gangguan terjadi pada kornea belum seluruhnya
melepaskan lensa dalam perkembangan embrional. Hal ini yang mengakibatkan
terlambatnya pembentukan bilik mata depan pada perkembangan embrional.
Kadang-kadang didapatkan suatu bentuk kekeruhan yang terdapat di dalam bilik
mata depan yang menuju kornea sehingga memperlihatkan bentuk kekeruhan
seperti piramid. Katarak jenis ini tidak progresif. Pengobatan sangat tergantung
keadaan kelainan. Bila sangat mengganggu tajam penglihatan atau tidak
terlihatnya fundus pada pemeriksaan oftalmoskopi, maka dilakukan pembedahan.

Gambar X
Katarak Polaris Posterior. Disebabkan karena menetanya selubung
vaskuler lensa. Kadang-kadang terdapat arteri hialoid yang menetap, sehingga

31

mengakibatkan kekeruhan pada lensa bagian belakang. Pengobatan dengan


melakukan pembedahan lensa.

Gambar XI
3. Katarak Inti (Nuklear)
Kekeruhan dapat hanya terjadi pada nukleus embrional saja atau pada
nukelus embrional dan fetal nuclei.Biasanya bersifat bilateral dengan spektrum
tingkat keparahan yang luas.Kekeruhan lensa meliputi seluruh nukleus atau
terbatas pada sebagian lapisan saja. Mata dengan katarak nuklear kongenital
cenderung mikrophthalmia.
Jarang ditemukan dan tampak sebagai bunga karang. Kekeruhan terletak di
daerah nukleus lensa. Sering hanya merupakan kekeruhan berbentuk titik-titik.
Gangguan terjadi pada waktu kehamilan 3 bulan pertama. Biasanya bilateral dan
berjalan tidak progresif. Biasanya herediter dan bersifat dominan. Tidak
mengganggu tajam penglihatan. Pengobatan, bila tidak mengganggu tajam
penglihatan maka tidak memerlukan tindakan.

32

Gambar XII
4. Katarak Sutural
Katarak ini merupakan kekeruhan pada bentuk Y-sutures atau inverted-Y
pada nukleus fetal dimana sering terdapat cabang atau knobs.Bilateral dan
simetris, serta diturunkan secara autosomal dominan. Biasanya tidak
menyebabkan gangguan penglihatan.
Y suture merupakan garis pertemuan serat-serat lensa primer dan
membentuk batas depan dan belakang daripada inti lensa. Katarak sutural
merupakan kekeruhan lensa pada daerah sutura fetal, bersifat statis, terjadi
bilateral dan familial. Karena letak kekeruhan ini tidak tepat mengenai media
penglihatan maka ia tidak akan mengganggu penglihatan. Biasanya tidak
dilakukan tindakan.

Gambar XIII
5. Katarak Coronary
Disebut coronary cataract karena terdiri dari sekelompok club-shaped
opacities pada korteks yang tersusun di sekitar ekuator lensa seperti mahkota atau
korona. Hanya terlihat saat pupil dilatasi dan biasanya tidak mempengaruhi
ketajaman penglihatan. Sering diturunkan secara autosomal dominant.
6. Katarak Cerulean
Merupakan kekeruhan yang tipis berwarna kebiruan yang berlokasi di
korteks lensa sehingga disebut blue-dot cataract. Bersifat tidak progresif dan

33

biasanya tidak menimbulkan gangguan penglihatan.


7. Katarak Kapsular
Merupakan kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior lensa.
Secara umum tidak menyebabkan gangguan penglihatan.
8. Katarak Total / Complete
Kekeruhan pada seluruh serabut lensa.Pemeriksaan menggunakan
funduskopi tidak tampak red reflex dan retina tidak terevaluasi. Beberapa katarak
dapat subtotal saat lahir dan progresif dengan cepat menjadi katarak komplit.
Dapat terjadi unilateral maupun bilateral, dan menimbulkan gangguan
penglihatan.
9. Katarak Membranosa
Suatu kondisi dimana terjadi absorbsi protein lensa yang utuh maupun
tidak, menyebabkan kapsul anterior dan posterior menyatu menjadi dense white
membrane. Katarak dengan bentuk ini menimbulkan gangguan penglihatan yang
signifikan.
10. Katarak Rubella
Infeksi maternal virus rubella dapat menyebabkan fetal damage, terutama
jika infeksi terjadi pada trimester 1 kehamilan.Bentuk katarak akibat sindroma
rubella kongenital mempunyai bentuk yang khas berupa pearly white nuclear
opacification.Kadang-kadang melibatkan seluruh lensa (katarak total/komplit) dan
korteks mencair. Virus bisa tetap terdapat di lensa sampai 3 tahun setelah pasien
lahir sehingga pengangkatan katarak dapat menimbulkan komplikasi berupa
inflamasi yang hebat setelah operasi.
Walaupun sindrom kongenital rubella dapat menyebabkan katarak dan
glaukoma, kondisi tersebut biasanya tidak terjadi bersamaan pada mata yang
sama.
2.3.5 Manifestasi Klinis
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak congenital, akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Leukokoria dapat terjadi parsial maupun total,
34

dan bisa terjadi pada satu mata (unilateral) atau pada kedua mata (bilateral). Pada
setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan
diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan
pupil. Selain itu, bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
sekitarnya.1
Pada katarak kongenital total, penyulit yang dapat terjadi adalah macula
lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Macula ini tidak akan berkembang
sempurna sehingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak, maka visus biasanya
tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strabismus. 1
Apabila kekeruhan cukup kecil sehingga tidak menutupi pupil, ketajaman
penglihatan dicapai dengan memfokuskan bayangan di sekitar kekeruhan. Namun
apabila seluruh pupil tertutup, penglihatan normal tidak terbentuk dan terjadi
gangguan visual serta adanya fiksasi yang buruk menyebabkan timbulnya
nistagmus dan ambliopia.1
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila
pupil atau bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu.Hal ini
disebut dengan leukoria, pada setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang teliti
untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya.Walaupun 60 % pasien dengan
leukoria adalah katarak congenital. Leukoria juga terdapat pada retiboblastoma,
ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.1,3
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada
saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila
terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf
mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka
biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris.3
Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus,
strabismus dan fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan mencari-cari

35

sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerakgerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan.3
Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan okular atau
kelainan sistemik lainnya.Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okular yang dapat ditemukan antara
lain mikroptalmos, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi
retina dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okular yang didapati antara lain :
retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies
mongoloid dan sebagainya.3

2.2.6 Diagnosis
Seharusnya dilakukan pemeriksaan mata pada seluruh bayi baru lahir sebagai
skrinning, yaitu :3

Pemeriksaan red reflex pada ruang gelap menggunakan oftalmoskop secara


simultan pada kedua mata. Pemeriksaan ini disebut juga illumination test, red
reflex test atau Brckner test.

Retinoskop melalui pupil yang tidak berdilatasi. Dapat memprediksikan katarak


aksial pada anak-anak preverbal.

a. Anamnesa
Diperlukan anamnesa yang detail tentang hambatan tumbuh kembang
anak, pola makan anak, lesi-lesi kulit, kelainan-kelainan perkembangan yang lain
serta riwayat keluarga di dalam mendiagnosa katarak kongenital. Pemeriksaan
menggunakan slit lamp segera terhadap anggota keluarga untuk melihat faktorfaktor inherited.3
b. Fungsi Visual
Penilaian fungsi visual dapat digunakan untuk menentukan penanganan
terhadap katarak.Kekeruhan kapsul anterior tidak signifikan secara visual.
Kekeruhan sentral/posterior yang cukup densitasnya, diameter >3 mm, biasanya
36

cukup bermakna mempengaruhi visual.3


c. Pemeriksaan Okular

Slit lamp (dengan kedua mata sudah didilatasikan terlebih dahulu) dapat
membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat abnormalitas pada
kornea, iris dan bilik mata depan.3

Funduskopi untuk menilai segmen posterior. Diamati diskus, retina dan makula.23
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat
riwayat kejang, tetani, ikterus atau hepatosplenomegai. Bila katarak disertai
dengan uji reduksi pada urin positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Seiring katark kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.1
2.2.7 Penatalaksanaan
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau
serat lensa masih muda dan berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah
dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya
dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eksanopsia. Pasca bedah
pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi
afakia.3
a. Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti atropine ED 1%, midriasil ED
1%, dan homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena jika
kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat, maka harus
dilakukan operasi. Oleh karena itu, katarak congenital dengan kekeruhan sedikit
atau parsial perlu dilakukan follow-up yang teratur dan pemantauan yang cermat
terhadap visusnya.3
b. Operatif
37

Pada beberapa kasus, katarak congenital dapat ringan dan tidak


menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini
tidak memerlukan tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat yang
menyebabkan gangguan penglihatan, operasi katarak merupakan terapi pilihan.
Operasi katarak congenital dilakukan bila reflex fundus tidak tampak. Biasanya
bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada pasien 2 bulan atau lebih
muda bila telah dapat dilakukan pembiusan. Tindakan bedah pada katarak
congenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi linear, dan ekstraksi
dengan aspirasi. 1
Pengobatan katarak congenital bergantung pada:1
1. Katarak total bilateral, sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera
setelah katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadinya juling; Pada katarak congenital total unilateral,
mudah sekali terjadi ambliopia. Karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata.
3. Katarak total atau kongenital unilateral mempunyai prognosis yang buruk, karena
mudah sekali terjadinya ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin dan diberikan kacamata segera dengan latihan
bebat mata.
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif, sehingga
sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika. Bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan
ambliopia, maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis
yang lebih baik.
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK) merupakan terapi operasi
pilihan. Berbeda dengan ekstraksi lensa dewasa, sebagian besar ahli bedah
mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreum anterior dengan menggunakan
alat mekanis dan pemotong korpus vitreum. Hal ini untuk mencegah pembentukan

38

kekeruhan kapsul sekunder, atau katarak ikutan, oleh karena pada mata yang
muda kekeruhan lensa terjadi sangat cepat. 3,15
Tindakan bedah pada disisio lentis adalah dengan menusuk atau merobek
kapsul anterior lensa dengan harapan badan lensa yang cair keluar. Badan lensa
yang keluar akan mengalir bersama cairan mata (aquos humor), atau difagositosis
oleh makrofag. Setelah terjadi absorbsi sempurna, maka mata menjadi afakia atau
tidak mempunyai lensa lagi. 3,15
Disisio lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea sentralisnya
harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan. Kemungkinan
perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk perkembangan
ini fovea sentralis harus mendapatkaan rangsangan cahaya yang cukup. Jika
katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya fovea
sentralisnya tidak dapat berkembang 100%, visusnya tidak akan mencapai 5/5
walaupun dioperasi. Operasi dilakukan pada satu mata dahulu. Bila mata ini sudah
tenang, mata sebelahnya dapat dioperasi pula.3,15
Koreksi optis sangat penting bagi bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan implantasi lensa buatan (IOL)
setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian kacamata atau lensa kontak.
Implantasi lensa buatan pada bayi masih controversial. Alasannya antara lain
karena kesulitan dalam menentukan kekuatan lensa yang harus diberikan, terutam
pada mata yang masih dalam pertumbuhan. Selain itu lensa buatan tidak dapat
berakomodasi. Oleh karena itu, beberapa pakar lebih menganjurkan penggunaan
lensa kontak dan kacamata sebagai koreksi optis pada anak dan bayi setelah bedah
katarak.3,15
Penanganan pada katarak kongenital sangat tergantung pada jenis katarak,
bilateral atau unilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya
katarak.Kekeruhan lensa kongenital sering ditemui dan sering secara visual tidak
bermakna. Kekeruhan parsial atau kekeruhan diluar sumbu penglihatan atau
kekeruhan yang tidak cukup padat untuk mengganggu transmisi cahaya tidak
memerlukan terapi selain pengamatan untuk menilai perkembangan.3
39

Katararak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan yang


bermakna harus dideteksi secara dini.Karena prognosisnya dapat kurang
memuaskan dan mungkin sekali pada mata telah terjadi ambliopia. Bila terdapat
nistagmus, maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak
kongenital.3
Tindakan

bedah

diindikasikan

apabila

reflek

fundus

tidak

tampak.Tindakan bedah yang dikenal adalah iridektomi optis, disisio lensa,


ekstraksi linier dan ekstraksi dengan aspirasi. 3
Pada katarak kongenital jenis katarak zonularis, apabila visus sudah sangat
terganggu, dapat dilakukan iridektomi optis, bila setelah pemberian midriatika
visus dapat menjadi lebih baik. Bila tidak dapat dilakukan iridektomi optik,
karena lensa sangat keruh maka pada anak dibawah 1 tahun dikakukan disisi
lensa, sedang pada anak yang lebih besar dilakukan ekstraksi linier. Koreksi visus
pada

anak

dapat

berarti,

bila

anak

itu

sudah

dapat

diperiksa

tes

visualnya.Iridektomi optis mempunyai keuntungan bahwa lensa dan akomodasi


dapat dipertahankan dan penderita tidak usah menggunakan kacamata tebal sferis
+ 10 dioptri. 3
Pada disisio lensa, kapsul anterior dirobek dengan jarum, masa lensa
diaduk, masa lensa yang masih cair akan mengalir ke bilik mata depan.
Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau dilakukan evakuasi massa. Lebih
jelasnya dengan suatu pisau atau jarum disisi daerah limbus dibawah konjungtiva
ditembus ke kamera okuli anterior dan merobek kapsula lensa anterior dengan
ujungnya sebesar 3-4 mm, jangan lebih besar atau lebih kecil. Maksudnya agar
melalui robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluar sedikit demi sedikit
masuk ke COA yang kemudian akan diresorbsi. Oleh karena masa lensa pada bayi
masih cair maka resorbsinya seringkali sempurna. Kalau sayatan terlalu kecil,
sekitar 0,5-1 mm, robekan dapat menutup kembali dengan sendirinya dan harus
dioperasi lagi, sedang bila luka terlalu besar, isi lensa keluar mendadak seluruhnya
kedalam COA, kemudian dapat terjadi reaksi jaringan mata yang terlalu hebat
untuk bayi, sehingga mudah terjadi penyulit.3,15
Indikasi dilakukan disisio lensa ialah umur kurang dari 1 tahun dan pada
pemeriksaan opthalmoskop, fundus tidak terlihat. Penyulit disisi lensa yang

40

ditakutkan adalah:3

Uveitis fakoanalitik, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk
jaringan sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap massa lensa tubuh sendiri.

Glaukoma sekunder, timbul karena massa lensa menyumbat sudut bilik mata,
sehingga aliran cairan bilik mata depan.

Katarak sekunder, dapat terjadi bila massa lensa tidak dapat diserap secara
sempurna dan menimbulkan jaringan fibrosis yang dapat menutupi pupil sehingga
mengganggu penglihatan dikemudian hari sehingga harus dilakukan disisi katarak
sekunderia untuk memperbaiki visusnya.
Disisio lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea sentralis
harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan.Kemungkinan
perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan.Syarat untuk perkembangan
ini fovea sentralis harus mendapat rangsangan cahaya yang cukup. Jika katarak
dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya fovea sentralis tak
dapat berkembang 100%, visusnya tidak akan mencapai 5/5 walaupun dioperasi.
Hal ini disebut ambliopia sensoris. Jika katarak ini dibiarkan sampai umur 2-3
tahun, fovea sentralis tidak akan berkembang lagi, sehingga kemampuan fiksasi
dari fovea sentralis tidak akan tercapai dan mata menjadi goyang (nistagmus),
bahkan dapat pula terjadi strabismus sebagai penyulit. Jadi sebaiknya operasi
dilakukan sedini mungkin, bila tidak didapat kontraindikasi untuk pembiusan
umum. Operasi dilakukan pada satu mata dulu, bila mata ini sudah tenang, mata
sebelahnya dioperasi pula, jika kedua mata sudah tenang , penderita dapat
dipulangkan.3,15
Terapi bedah untuk katarak infantil dan katarak pada masa anak-anak
adalah dengan ekstraksi lensa melalui insisi limbus dengan menggunakan
keratom, dengan ujung keratom dibuat luka pada kapsul lensa anterior selebarlebarnya, kemudian ujung keratom digerakan ke kanan dan ke kiri sejauh
mungkin, sehingga terdapat luka selebar-lebarnya pada kapsul lensa. Kemudian
keratom ditarik keluar.Perlu dijaga kapsul posterior jangan sampai terluka
sehingga tak ada bahaya keluarnya badan kaca.Melalui luka kapsul lensa anterior,
41

isi lensa mengalir keluar, terutama bila tekanan rendah sekali.Kemudian isi lensa
dikeluarkan dari COA dengan sendok Daviel sebanyak-banyaknya. Bila yakin
kapsul posterior utuh, tindakan ini dapat disusul dengan pembilasan memakai
garam fisiologis, sehingga COA menjadi bersih.3,15
Intra ocular lenses (IOLs)
Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi afakia sesegera
mungkin setelah pembedahan.Salah satu pilihan adalah untuk menanam sebuah
IOL ketika katarak di ekstraksi.Sayangnya hal tersebut bukanlah hal yang
sederhana.Saat lahir lensa manusia lebih sferis dibanding orang dewasa.Lensa
tersebut mempunyai kekuatan sekitar 30D, dimana mengkompensasi untuk jarak
axial lebih dekat dari mata bayi. Hal ini turun sekitar 20-22D setiap 5 tahun.
Artinya bahwa sebuah IOL yang memberikan penglihatan normal pada seorang
bayi akan membuat miopia yang signifikan saat dia lebih tua. Hal tersebut
merupakan

komplikasi

lanjut

karena

perubahan

kekuatan

kornea

dan

perpanjangan axial dari bola mata. Perubahan-perubahan ini paling cepat terjadi
pada beberapa tahun pertama kehidupan dan hal ini hampir tidak mungkin untuk
memprediksi kekuatan lensa untuk bayi.3,15
Penanaman IOL implantation hampir menjadi hal yang rutin untuk anak
yang lebih besar, Koreksi penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi.
Tanpa IOL, bayi akan membutuhkan lensa kontak. Beberapa sumber mengatakan
dilakukan pemasangan IOL saat memasuki usia masuk sekolah, ada juga yang
mengatakan bahwa IOL dipasang segera setelah operasi dan saat hendak
memasuki usia sekolah dilakukan koreksi kembali.3,15
Jika tidak dihendaki pemasangan IOL dapat dipertimbangkan pula optical
devices lainnya seperti kacamata maupun lensa kontak untuk melakukan koreksi
pada kondisi afakia. 3

42

Gambar XIV. Setelah Operasi Katarak

2.2.8 Komplikasi
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula ini tidak akan berkembang
sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka visus biasnya tidak
akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambyopia ex anopsia).
Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan
strabismus. 3
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi
ambliopia. Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak, penglihatan tidak
berkembang sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap sensitivitas
informasi dari mata. Ekstraksi katarak dan koreksi apakia, akan mengembalikan
kejernihan gambar tetapi otak masih butuh pembelajaran untuk melihat, dan hal
ini membutuhkan waktu. Jika mata tidak pernah memiliki penglihatan yang jernih,
mereka tidak akan pernah melihat atau memandang secara benar dan dapat
menyebabkan nistagmus. Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus sering berubah,
jadi nistagmus pada anak-anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan.3
Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini
akan menjadi mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi amblopia.
Satu-satunya cara untuk mendeteksi hal ini adalah pengukuran visus secara
43

reguler pada setiap mata. Jika satu mata memiliki satu atau dua derajat lebih buruk
dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas, hal tersebut mungkin merupakan
amblopia dan anak tersebut membutuhkan pengobatan untuk mata yang dominan.
Risiko amblopia merupak risiko terbesar selama tahun pertama kehidupan dan
menurun secara signifikan setelah tahun kelima.3
Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi
pada minggu pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan
frekuensi nya mengarah ke kebutaan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4
bulan membuat visus mata tidak sampai 6/6 namun dapat menurunkan risiko
glaukoma.3
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital. Sering
timbul sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika beberapa pasien
mengeluh tiba-tiba kehilangan penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun
setelah operasi katarak kongenital, hal tersebut dianggap sebagai akibat dari
ablasio retina sampai dibuktikan terdapat penyebab yang lain.1
2.2.9 Prognosis
Prognosis penglihatan pasien dengan katarak congenital yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali syaraf optikus atau retina, membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada pasien. 1,3
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak kongenital yang memperlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian penglihatan pada kelompok ini.1,3
Penglihatan yang baik setelah operasi katarak tergantung pada banyak
faktor, meliputi age of onset, tipe katarak, waktu dilakukan pembedahan, koreksi
optikal dan penanganan ambliopia.Secara umum, aphakia bilateral mempunyai
kemampuan visual yang lebih baik dibandingkan aphakia monokular.1,3
2.4 RETINOPATHY OF PREMATURITY
2.4.1

Definisi
44

Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati vasoprolifertif yang


mengenai bayi prematur dan bayi berat lahir rendah. Retinopati yang berat
ditandai dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan parut dan
pelepasan retina. 7
Retinopati prematuritas merupakan suatu keadaan dimana terjadi
gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur. Pada
prinsipnya menunjuk kepada adanya penyakit dengan proliferasi retina akibat
terganggunya pembuluh darah retina yang belum terbentuk sempurna.10
Retinopati pada prematuritas merupakan suatu retinopati proliferatif pada
bayi prematur sebagai akibat terpapar pada oksigen konsentrasi tinggi.10
2.4.2

Etiologi
Retinopati prematuritas terjadi pada anak prematur akibat kepekaan

pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi


(akibat ketidakmatangan paru). Faktor resiko terutama pada usia kehamilan
kurang dari 32 minggu, berat lahir kurang dari 1250- 1500 gram. Serta terapi
suplentasi oksigen,hypoxemia dan hypercarbia. 5
Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya
tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah
retina (vaskulogeuesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina. 5
Retinopati pada prematuritas merupakan penyebab kebutaan terbesar pada
neoratus diseluruh dunia. Angka kejadian kelahiran prematur pada bayi lahir
hidup di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2007 adalah 20,22%, dan 71% dari bayi
lahir premature mengalami retinopati pada prematuritas. Faktor resiko retinopati
pada prematuritas adalah multifaktorial, antara lain faktor usia kehamilan, berat
badan lahir yang sangat rendah, kecil masa kehamilan, sepsis, distress pernafasan,
apneu, asfiksia, tranfusi darah, terapi oksigen berkepanjangan, saturasi oksigen
tidak stabil, defisiensi vitamin E, paparan sinar pada mata bayi dan sebagainya.19

45

ROP terjadi bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh
retina, jaringan lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan
bisa bocor, jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini
menyebabkan ablasi retina. Detasemen retina adalah penyebab utama gangguan
penglihatan dan kebutaan pada ROP.5

2.4.3

Patofisiologi
Pada kondisi normal, pembuluh darah mulai tumbuh saat usia 16 minggu

masa gestasi. Pembuluh darah berkembang dari diskus optikus menuju ora serata.
Pembuluh darah akan mencapai daerah nasal pada usia 8 bulan kehamilan dan
daerah temporal setelah bayi lahir, jadi pada bayi yang lahir prematur, pembuluh
darah retina sudah komplit.19
Bila bayi lahir secara prematur sebelum pertumbuhan pembuluh darah ini
mencapai tepi retina, maka pertumbuhan pembuluh darah (yang normal akan
terhenti sehingga bagian tepi retina yang tidak ditumbuhi pembuluh darah) tidak
mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Hal ini menyebabkan bagian tepi
retina akan mengirimkan sinyal ke daerah retina yang lain untuk mecukupi
kebutuhan oksigen dan nutrisinya. Sebagai akibatnya maka pembuluh darah
abnormal mulai tumbuh dimana pembuluh darah (neovaskularisasi) ini sangat
lemah dan mudah pecah/berdarah serta menyebabkan pertumbuhan jaringan perut
pada retina yang dapat menyebabkan tarikan pada retina sampai terlepasnya retina
dari tempelanny/ablasio retina.

19

ROP merupakan kelainan vaskular retina imatur. Pembuluh darah retina


belum berkembang penuh sampai sekitar kehamilan 34-36 minggu. Semakin bayi
kurang bulan, semakin besar resiko menglami ROP. Vasokontriksi arteri retina
46

terjadi sebagai respon terhadap peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2),


vasokontriksi ini merupakan respon protektif dan tidak membahayakan bagi retina
yang sudah berkembang penuh, tetapi hipoperfusi dan hipoksemia setempat pada
retina dengan vaskularisasi tidak lengkap merangsang proliferasi pembentukan
pembuluh darah baru (neovaskularisasi) sebagai upaya mensuplai daerah yang
kurang mendapat perfusi. Perdarahan selanjutnya ke dalam badan kaca dan retina
menyebabkan proliferasi fibrosa, retraksi parut dan pada kasus terburuk lepasnya
retina dan kebutaan.19
Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya
tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah
retina (vaskulogenesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina. Pada
kondisi normal, retina mempunyai kepekaan terhadap kerusakan oksidatif yang
disebahkan tiga hal, yaitu :19
1. Berlimpahnya substrat untuk reaksi oksidatif dalam bentuk asam
lemah tak jenuh ganda
2. Retina memproses cahaya sedangkan cahaya merupakan inisiator
pembentukan oksigen radikal bebas
3. Adanya aliran oksigen lintas membran yang relatif tinggi.

Pada bayi prematur, kepekaan retina terhadap stres oksidatif disebabkan


oleh :19
(1) Retina mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap reaksi kimia yang
mampu merambatkan kerusakan oksidatif sesuai jaringan yang diturunkan,
(2) Bayi prematur mengalami hiperoksia tidak hanya diakibatkan oleh
penambahan konsentrasi oksigen ke udara bebas, tetapi juga akibat peningkatan
oksigen inspirasi, dan

47

(3) Bayi prematur tidak mempunyai pengganti komponen antioksidan


retina. Retinopati prematur merupakan manifestasi alamiah akibat toksisitas
pemherian oksigen pada bayi prematur.
Prematuritas mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh
retina normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel
spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap
junction. Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang
normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh
Kretzer dan Hittner menjelaskan akan adanya dua fase pada proses terjadinya
ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel. Keadaan
hyperoxia-vasocessation

ini

dikenal

sebagai

stadium

dari

retinopati

prematuritas.19

Gambar XV. ROP Stadium I


Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel
mesenkimal dan retina yang iskemik untuk membuat vaskularisasi yang
baru. Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak berespon terhadap
regulasi yang normal.19

48

Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina


melalui difusi dari kapiler-kapiler yang berada pada lapisan choroid.
Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya melebihi area yang dapat
disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia retina yang
pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah
yang berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai
ROP stadium II.19

Gambar XVI ROP Stadium II


Pembagian Retinopati pada Prematuritas :10
Lokasi :Zone
I. Retina posterior dalam area 60 lingkarandengan titik pusat N. optikus.
II. Dari cincin posterior (zone I) ke arah oraserata nasalIII.
III Temporal perifer
Sisa daerah retina temporal.
Luas: Luas daerah yang terlibat berdasarkan pembagian zone jam.
Beratnya penyakit :
Tingkat

49

I. Adanya garis batas antara daerah vaskularisasi dan non-vaskularisasi di retina


(garis demarkasi)
II. Garis batas meninggi / melebar (rigi intraretina).
III. Ridge diikuti proliferasi fibrovaskular di luar retina (rigi dengan proliferasi
fibrovaskular ekstraretina).
IV.Lepasnya retina sub-total (ablasio retina subtotal))
V.Lepasnya retina total disertai funnel (ablasio retina total).
Penyakit dengan tanda (+) :Apabila di sekeliling ridge ditemukan pembuluh darah
yang melebar dan berkelok-kelok.
Classification of Retinopathy of Prematurity yang dicanangkan pada tahun 1984.
Terdapat empat parameter klasifikasi retinopati pada prematuritas, yaitu :19
1. Zona retinopati pada prematuritas merupakan lokasi antara anterior dan
posterior retina yang terbagi atas tiga zona, yaitu :
Zona I adalah area yang mengelilingi optic nerve dan macula dengan jarak dua
kali dengan pusat optic nerve (retina posterior dalam area 60 cc lingkaran dengan
titik pusat nervuss optikus).
Zona II berbentuk donat yang merupakan perluasan dari batas zona I yang
menyentuh oraserata daerah nasal. (Dari cincin posterior (zona I) kearah oraserata
nasal).
Zona III adalah sisa zona yang berbentuk seperti bulan sabit (sisa daerah retina
temporal).
2. Retinopathy of prematurity stage (tingkat keparahan atau beratnya retinopati
pada prematuritas terbagi menjadi 5 stadium.
Stadium I, ditemukan demarcation line (yaitu adanya garis batas antara daerah
vaskularisasi dan non vaskularisasi di retina).

50

Stadium II, ditemukan ridge (garis batas meninggi/melebar dan berisi (ridge).
Stadium III, ditemukan proliferasi pembuluh darah retina. (ridge diikuti
proliferasi fibrovaskuler).
Stadium IV, terjadi partial retinal detachment (lepasnya retina subtotal).
Stadium V, terjadi toal retinal detachment.
3. Retinopathy of prematurity extent (perluasan retinopathy prematurity).
Perluasan retinopati pada prematuritas memperhitungkan keadaan pembuluh
darahnya. Disini derajat beratnya penyakit ditentukan dengan menghitung atau
menganggap mata sebagai sebuah jam yang terbagi atas 12 area dan setiap area
adalah 30

o.19

4. Plus disease.Kita harus memperhatikan apakah Retinopati pada Prematuritas


disertai dengan plus disease atau tidak yaitu dengan adanya pembuluh darah yang
berotasi dan berkelok-kelok plus disease dapat muncul pada stadium manapun.
Plus disease menunjukkan tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskuler dan
urtuosity yang ada dipembuluh darah retina belakang. Adanya plus disease
menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina.19
2.4.4 Manifestasi Klinis
Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada
retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan
tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi
prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :5

Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari
1250 gr

51

Faktor risiko lainnya yang mungkin ( misalnya terapi oksigen,


hipoksemia, hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya)

2.4.5 Diagnosis
Pemeriksaan fisik ROP dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan
stadium yang menggambarkan tingkat keparahan penyakit. Semakin kecil dan
semakin muda usia bayi saat lahir, semakin besar kemungkinan penyakit ini
mengenai zona sentral dengan stadium lanjut.10 .
Diagnosis RPP dibuat atas dasar pemeriksaan optalmoskopi oleh seorang
ahli mata yang berpengalaman.10 Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah
pemeriksaan retinal dengan menggunakan oftalmoskopi binokular indirek.
Dibutuhkan pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi skleral. Instrumen
yang digunakan adalah: 19
1) spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan
terbuka),
2) depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata),
3) lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat).
Bagian pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan eksternal,
identifikasi rubeosis retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan pada
kutub posterior, untuk mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan
untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh
nasal tidak terletak pada nasal ora serrata, temuan ini dinyatakan masih berada
pada zona 2. Apabila pembuluh nasal telah mencapai nasal ora serrata, maka mata
berada pada zona 3.19
2.4.7

Penatalaksanaan

Penyakit stadium 1 dan 2 memerlukan observasi selama 1-2 minggu


sampai vaskularisasi retina selesai. Bayi yang menderita penyakit ambang stadium
3 ROP dizona I atau II dengan lesi seluas % jam yang menyatu atau 8 jam tidak
menyatu, memerlukan terapi. Penyakit ambang mengakibatkan visus sama atau

52

kurang dari 20/200 pada 50 % kasus. Terapi laser argon dengan bakaran konfuen
menurunkan

risikoprogresivitas

penyakit.

Bedah

vitroretina

mungkin

diindikasikan pada mata dengan stadium penyakit 4 atau 5. Pembedahan hanya


disarankan pada keadaan mata yang lebih baik karena prognosis penglihatannya
akan terus memburuk.3
Terapi Medis
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening
oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Terapi lainnya yang
pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level insulin like growth factor
(IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar normal
pada retina yang sedang berkembang. 19
Terapi Bedah
a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)

Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan

Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk
menghancurkan area retina yang avaskular

Biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu

Apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu


tindakan19

b. Krioterapi
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini
dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress
prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah
prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan
intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia. 19
c. Terapi Bedah Laser

53

Saat

ini,

terapi

laser

lebih

disukai

daripada

krioterapi

karena

dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga
menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser
tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi
dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai
ketajaman

visus

dan

kelainan

refraksi,

terapi

laser

tampaknya

lebih

menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi


laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.19
Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan
setiap 1-2 minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien
yang dimonitor ini harus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina
matur. Pada pasien yang tidak ditatalaksana, ablasio retina biasanya terjadi pada
usia postmensrual 38-42 minggu.19
Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan
refraksi, karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6
bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi prematur juga dapat
menderita galukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus
dilakukan setiap tahun.19
d. .Skleral buckle
Terapi ini merupakan terapi bedah yang digunakan bila terapi lerio laser
gagal dalam mencegah terjadinya retinopati pada prematuritas stadium IV dan V.
Pitasilikon diletakkan disekitar ekuator dan dikencangkan untuk mengurangi
traksi dari cairan vitreous pada jaringan parut fibrous dan retina sehingga
menyebabkan retina kembali ke permukaan dinding bola mata.19
e. Vitrektomi
Vitrektomi diindikasikan pada retinopati pada prematuritas stadium V,
namun pada stadium ini kemampuan untuk dapat melihat lagi juga rendah. Terapi
untuk Retinopati pada Prematuritas harus dilakukan sedini mungkin agar dapat

54

menyelamatkan penglihatan bayi.19


Agar dapat melakukan terapi sedini mungkin untuk retinopati pada
prematuritas ini perlu deteksi dini dan skrining pad bayi dengan resiko tinggi
terkena retinopati pada prematuritas. Terapi yang dilakukkan disaat pernyakitnya
belum terlalu parah merusak retina, akan mempunyai tingkat ke19berhasilan yang tinggi
dan menyelamatkan bayi dari kebutaan permanen.
2.7.8 Prognosis
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.
Semakin tinggi stadiumnya maka prognosisnya semakin buruk dan dapat
menyebabkan komplikasi berupa myopia, strabismus, anisometropia dan
amblyopia yang berkaitan dengan kondisi ROP akut. Kehadiran temuan ini
menyebabkan peningkatan risiko ablasi retina.19

2.5 COAST DISEASE


2.5.1

Definisi
Merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya perubahan pada

pembuluh darah retina dan subretina eksudat.5


2.5.2

Etiologi
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki. Penyakit ini biasanya

berkembang selama dekade kedua atau beberapa kasus terjadi pada dekade
pertama kehidupan.Tidak ada predileksi pada ras dan genetikTerjadi penebalan
pada endotel

membrane basal pada pembuluh darah telangiectasia karena

penumpukan PAS (positive acid Schiff) material.5


2.5.3

Manifestasi klinis

Gejala klinis :20


-

Bervariasi tapi progresif

Tidak nyeri
55

2.5.4

Penglihatan yang buruk

Leukokoria

Strabismus

Visusnya 20/200 sampai 1/ presentasi cahaya

Tatalaksana
Tujuan utama terapinya adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan

visus atau jika masih memungkinkan untuk mempertahankan integritas dari mata.
Pilihan terapi untuk kasus ringan sampai sedang adalah laser fotokoagulasi.
Cryoterapi digunakan pada ablasi pembuluh darah retina.20

2.6

TOXOCARIASIS OCULAR

2.6.1 Definisi
Toxocariasis okuli disebabkan oleh larva nematode dari parasit intestinal
anjing. (Toxocara canis).3 Penyakit ini banyak terjadi pada anak-anak.
Peningakatan granuloma pada retina atau dffuse endophtalmitis. Infamasi
terlokalisasi pada struktur okular juga bisa terlihat. 5
2.6.2 Etiologi
Disebabkan infeksi toxocara cati (parasit diusus kucing) atau toxocara
canis (parasit diusus anjing).3 Peningkatan serum ELISA test untuk organisme
toxocara positif. Pasien mungkin mempunyai riwayat kontak dengan anjing atau
mekanan kotoran. Jarang bilateral dan biasanya didiagnosis pada usia 6 bulan
sampai 10 tahun. Toxocariasis okuli biasanya unilateral dan tidak berkaitan
dengan penyakit sistemik atau peningkatan eusinofil. Onset kejadian rata-rata
pada umur 7,5 tahun.Pada pemeriksaan retina ditemukan posterior pole
granuloma, peripheral granuloma dengan traksi macular, dan endoftalmitis.5

56

2.6.3 Patofisilogi
Visceral Larva Migran (VLM) adalah sebuah infeksi sistemik akut yang
diproduksi oleh organisme ini dan umumnya terjadi pada anak

kecil. Larva

migrans viseral jarang mengenai mata. Toxokariasis okular dapat terjadi tanpa
manifestasi sistemik. Anak-anak bis aterkena penyakit ini karena berhubungan
erat dengan binatang peliharaan dan karena memakan tanah (pica) yang
terkontaminasi dengan ovum toxocara. Telur yang termakan akan membentuk
larva yang menembus mukosa usus dn masuk ke dalam sirkulasi sistemik, dan
akhirnya sampai dimata. Parasit ini tidak menginfeksi saluran cerna manusia.
Larva toxocara tinggal di retina dan mati, menimbulkan reaksi radang hebat dan
pembentukan antibodi toxocara setempat.3
2.6.4

Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya unilateral. Umumnya anak-anak dibawa ke dokter

karena mata merah, penglihatan kabur atau leukokoria. Manifestasinya terkait


demam, batuk, ruam, malaise, anorexia. Pada pemerikaan darah rutin ditemukan
eusinofilia. VLM dan toxocariasis okuli jarang terjadi pada pasien yang sama, hal
ini belum diketahui penyebabnya.3
2.6.5 Diagnosis
Terdapat tiga gambaran klinis : granuloma posterior setempat, biasanya
didekat caput nervi optici atau fovea, granuloma perifer yang mengenai pars plana
sering sekali menimbulkan massa yang menonjol yang menyerupai gundukan
salju uveitis intermediet, endoftalmitis kronik.3
Pemeriksaan titer ELISA untuk Toxocara mempunyai sensitivitas dan
spesifitas yang tinggi dan bermakna dalam penegakan diagnosis penyakit ini.
Temuan klinis yang khas dan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
yang positif terhadap antibodi antitoxocara, walaupun deengan titer yang rendah,
memastikan diagnosis toksokariasis okular. Hasil ELISA yang negatif sering
ditemukan, tetapi hal ii tidak menyingkirkan kemunginan adanya infeksi okular.
Pasien dugaan toksokariasis okular dengan ELISA yang negatif dapat menunjukan

57

titer antibodi yang positif pada cairan okularnya, tetapi pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan dan jarang dibutuhkan pada beberapa kasus.3

Gambar XVII
2.6.6 Tatalaksana
Suntikan kortikosteroid secara sistemik atau periokular hendaknya
diberikan bila terdapat tanda-tanda peradangan intraokular yang nyata. Vitrektomi
harus di pertimbangkan pada pasien dengan kekeruhan vitreus yang padat atau
traksi praretinal yang nyata. Terapi anthelmintik sistemik tidak diindikasikan pada
penyakit yang terbatas dimata, bahkan terapi ini bisa memperparah peradangan
karena mematkan parasit intraokular lebih cepat.3
Pengobatan terdiri dari observasi lesi perifer. Pemberian steroid periokular
atau sistemik untuk lesi posterior dan endofthalmitis, atau intervensi bedah untuk
mengatasi traksi retina, katarak, atau glaucoma. Pemberian antihelmintes tidak
bermanfaat dalam terapi toxocariasis okuler, karena organism penghasil inflamasi
telah mati.3

2.7 Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)


2.7.1 Definisi
Persistent hiperplastik primary vitreous (PHPV) adalah kelainan
kongenital pada mata dikarenakan kegagalan vitreus primer pada waktu

58

embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk beregresi. Penyakit ini


dikelompokkan menjadi tiga ; anterior, posterior dan kombinasi anterior dan
posterior. Yang paling sering terlihat adalah jenis campuran.11
Selama perkembangan mata dalam kandungan, ada pembuluh darah yang
membentang antara saraf optik dan belakang lensa. Pembuluh darah ini membawa
nutrisi dan oksigen ke bagian depan mata.17
PHPV adalah kelainan kongenital pada mata dikarenakan kegagalan
vitreus primer pada waktu embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk
beregresi. Hal ini ditandai dengan persisten dari berbagai bagian vitreous primer
(embrionik sistem vaskular hyaloid termasuk tunika vaskulosa lentis posterior)
dengan hiperplasia dari jaringan ikat pada waktu embrio dan terkait dengan
mikroftalmia, katarak, dan glaukoma.11
Kondisi terjadi sejak lahir namun mungkin tidak terdeteksi sampai nanti
anak-anak. Ini jarang terjadi bilateral dan tidak ada riwayat pada keluaraga.5
2.7.2 Maninfestasi Klinis
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hifema, dan uveitis.
Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna
dan mungkin ada traksi pada jaringan dibelakang iris (proses silia).17
2.7.3 Diagnosis
Diagnosis PHPV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang
komprehensif dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic
resonance imaging (MRI).17
2.7.4 Penatalaksanaan
Tujuan dalam pengobatan PHPV adalah menyelamatkan mata dari
komplikasi apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi),
mempertahankan ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang
dapat diterima.17
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps
ruang anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada
vitreous, dan ablasio retina.17

59

Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous


(jelly bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi
mikro yang dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau
umum. Untuk prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga
sayatan tipis pada sklera akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat
diselipkan ke mata seperti lampu fibreoptik, pemotong vitreous, gunting halus
intraokular, dan alat laser pada bagian pars plana. Cairan vitreous akan digantikan
bahan lain seperti larutan garam yang mirip dengan cairan tubuh, udara, atau gas.
Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata dapat berfungsi tanpa vitreous.
Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan sembuh perlahanlahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan mengupas jaringan parut
dari permukaan retina. Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini dilakukan bila
penglihatan terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang sehat.17
Gangguan pada segmen posterior bisa juga terlihat dengan menggunakan
instrumen ini. Tindakan bedah pada kasus PHPV posterior jarang dilakukan
apabila tidak terdapat traksi pada retina dan kapsul lensa.Visual rehabilitasi (lensa
afakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk memperoleh visual yang bagus.
dalam kasus kelainan berbagai segmen di posterior, rehabilitasi visual tidak
memungkinkan untuk dilakukan.17
2.8.5 Prognosis
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi.
Namun tindakan intervensi bedah yang adekuat sering dapat menyelamatkan mata
dan menstabilkan ketajaman visual.3
BAB III
KESIMPULAN

60

Leukokoria, yang disebut juga white pupil atau pupil putih, merupakan
suatu penanda penting dari berbagai kelainan yang terjadi pada cairan vitreous
dan retina mata. Pada kebanyakan pasien, penyebab atau etiologi leukokoria ini
bisa berbagai macam. Diantaranya retinoblastoma, katarak congenital, prematur
retinopati, persistent fetal vasculature, coast disease serta toxocariasis.
Setiap kelainan yang menghalangi jalan sinar ke retina akan menimbulkan
pantulan benrwarna putih. Leukokoria lebih sering di sebabkan oleh katarak,
retinopati prematuritas, atau vitreus primer hiperplastik persisten di banding
retinoblastoma.
Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokuler yang berasal
dari lapisan sensoris retina. Gejala klinis yang paling sering didapatkan berupa
leukokoria, strabismus, gloukoma dan proptosis bulbi. Tujuan pengobatan adalah
untuk mempertahankan bola mata dan bila perlu menjaga supaya tajam
penglihatan dan kosmetiknya tettap baik. Pengobatan dapat berupa fotokoagulasi,
krioterapi, radioterapi dan kemoterapi serta tindakan bedah. Leukokoria yang
terjadi merupakan gambaran klinis yang paling sering sekitar 56,1% kasus.
Leukokoria terjadi karena ada proses kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan
tumor.
Katarak kongenital merupakan kekeruhan pada lensa mata yang mulai
terjadi segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penanganan yang kurang tepat. Pada pupil mata bayi yang menderita
katarak congenital, akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Leukokoria
dapat terjadi parsial maupun total, dan bisa terjadi pada satu mata (unilateral) atau
pada kedua mata (bilateral).
Retinopati prematuritas adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan
pada pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur akibat terpajan
oksigen tinggi dan lama.

61

Coast Disease merupakan penyakit idiopatik yang ditandai dengan adanya


perubahan pada pembuluh darah retina. Penyakit ini terjadi penebalan pada
endotel membrane basal pada pembuluh darah telangiectasiakarena penumpukan
PAS (positive acid Schiff) material. Tampilannya dapat terlihat leukokoria.
Persistent hiperplastik primary vitreous (PHPV) adalah kelainan
kongenital pada mata dikarenakan kegagalan vitreus primer pada waktu
embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk beregresi. Tanda yang aling sering
didapat adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Toxocariasis okuli disebabkan oleh larva nematode dari parasit intestinal
anjing. (Toxocara canis).Penyakit ini banyak terjadi pada anak-anak. Umumnya
anak-anak dibawa ke dokter karena penglihatan kabur dan leukokoria.
Penanganan leukokoria bergantung pada penyakit penyebabnya. Etiologi
dan faktor resiko harus di cari untuk mengetahui penyebab terjadinya leukokoria.
Prognosis leukokoria yang disebabkan oleh katarak kongenital lebih baik di
banding penyakit lainnya. Prognosis leukokoria akibat retinoblastoma lebih baik
jika tumor cepat di identifikasi dan belum menyebar luas, begitu juga dengan
ROP, prognosis semakin buruk apabila zona dan stadium penyakit makin tinggi.
Sedangkan prognosis PHPV bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA ANGKA

62

1. Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. merah
2. Sayuti K, 2014. Profil Leukokoria Pada Anak. Di unduh tanggal 25 November
2015. Tersedia dari mka.fk.unand.ac.id 1382641PROFILLEUKORIAPADAANAK
3. Vaughan & Asburys. 2012. Oftalmologi umum. Edisi 18. Buku kedokteran EGC :
Jakarta.
4. Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi kedelapan.
Jakarta: EGC
5. Kertas besar pink
6. Kertas kecil ijo terang
7. 18524199jurnalleukokoriapadaanak
8. 25032728-1 pdf gambar katarak lamelar
9. 259654404katarakkongenitalcoklat
10. 3-3-8 faktor resiko untuk terjadinya retinopati pada prematuritas
11. 5000114628-1 primary hyperplastic persistant vitreus oren
12. 1256 GAMBARAN KLINIS DAN LAB RETINOBALSTOMASari
Pediatri,Vol.12,No.5,Februari2011UNGU
13. DOWNLOADFULLPAPERSJOIVOL73JUNI2010RETINOBLASTOMA
14. Deteksidinidanpenatalaksanaanretinoblastomapink
15. Khurana AK. Disease of the Orbit. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition,
page : 280-283 (katarak 4)

16. Regillo C. 2008. Disease of Vitreous dalam: Retina and Vitreous. Singapore:
American Academy of Ophthalmology Ltd. (nomor 12)

63

17. Alex V. 2012. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh tanggal 1


Desember 2015. Tersedia dari: http://www.pgcfa.org/ (nomor 13)
18. Ellen M. 2011. Pediatric Orbit Tumors and Tumor like Lesions: Neuroepithelial
Lesions of the Ocular Globe and Optic Nerve. RadioGraphics
2007; 27:1159-11(nomor 15)
19. 3508 retinopati prematuritas
20. 25 coats diease

64

You might also like