Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit scabies merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal yang bernama
Sarcoptes Scabei, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok. Laporan kasus skabies sering ditemukan pada keadaan
lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan
kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung buruk. Rasa gatal yang
ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu
kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga
kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan
berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitaskerja menjadi menurun yang akhirnya
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia
pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit
kulit tersering. Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus
skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi
skabies adalah 6 % dan 3,9 % .
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
klienScabies dengan menggunakan metode proses keperawatan.
Kelompok 5 (A2) |Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Skabies
2. Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORI
Kelompok 5 (A2) |Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Skabies
2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the
itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Scabies ialah penyakit yang disebabkan zoonosis yang
menyerang kulit. Merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite)
yang bernama Sarcoptes Scabiei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamily
Sarcoptes. Pada manusia oleh Sarcoptes Scabiei Var. Hominis, pada babi oleh Sarcoptes Scabiei
Var. Suis, pada kambing oleh Sarcoptes Scabiei Var. Caprae, pada biri-biri oleh Sarcoptes Scabiei
Var. Ovis.
Di Indonesia penyakit skabies sering disebut kudis, penyakit gudik wesi (jawa timur,
jawa tengah), budug (jawa barat), katala kubusu (sulawesi selatan). Disebut juga agogo atau
disko, hal ini kemungkinan karena penderita menggaruk badanya yang gatal menyerupai orang
menari.
2.2 Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sarcoptes Scabei Varian Hominis.
Sarcoptes Scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili
Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei Var.Hominis. Kecuali itu terdapat Sercoptes
Scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna
putih kotor,dan tidak bermata.
a. Klasifikasi Sarcoptes
Scabies Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, OrdoAkrarina,
super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabies VarHominis. Selain Sarcoptes
Scabies, misalnya pada kambing dan sapi.b.
b. Kebiasaan Hidup
Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan, bahu dan daerah kemaluan. Pada
Kelompok 5 (A2) |Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Skabies
bayi yang memeliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang
kutu tersebut.
c. Siklus Hidup
Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati setelah
membuai tungau betina. Tungau betina yang telah dibuai menggali terowongan dalam startum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari
mencapai 40-50. Bentuk betina yang dibuhai dapat hidup selamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan dan dapat juga diluar. Setelah 2-3 larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan
sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina terakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar antara 330-450 mikron kali 250-350 mikro.
Ukuran jantan lebih kecil 200-240 mikro kali 150-200 mikro. Seluruh siklusnya mulai dari telur
sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Kurang lebih 10% telur yang dapat
menjadi bentuk dewasa, yang dapatmenularkan penyakitnya.
Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu
b.
c.
keluarga.
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
menjadi polimorfi (pustul, ekskoriasi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum
korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia
eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan
telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul
pada kulit kepala dan wajah.
Kelompok 5 (A2) |Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Skabies
d.
Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemukan satu atau lebih
stadium hidup tungau ini. Pada pasien yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya
sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama,
dapat timbul likenifikasi , impetigo, dan furunkulosis.
2.5 Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah. Jenis obat topical :
a.
Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim.Pada bayi dan
orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangataman dan efektif. Kekurangannya
adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3hari karena tidak efektif terhadap stadium telur,
b.
c.
d.
Krokamiton 10% dalam krim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan
e.
f.
2.6 Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis
akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, dan furunkel . Infeksi bakteri
pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal yaitu
glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan
konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus selama beberapa
hari pada kulit yang tipis. Benzil benzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali
sehari selama beberapa hari, terutama di sekitar genetalia pria. Gamma benzena heksaklorida
sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama
pada malam hari.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena
garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien pernah masuk Rumah Sakit karena alergi
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap,
kudis.
b.
1) Pola Persepsi Terhadap Kesehatan : Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat
atau apabilatidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
2) Pola Aktivitas LatihanAktivitas latihan selama sakit
3) Pola Istirahat Tidur : Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat
pada malam hari.
4). Pola Nutrisi Metabolik : Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
5). Pola Eliminasi : Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, warna kuning bau khas dan
BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
6). Pola Kognitif Perseptual : Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas,
pendengaran dan penglihatan normal.
7). Pola Peran Hubungan
8). Pola Konep Diri
9). Pola Seksual Reproduksi : Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual
reproduksinya.
10). Pola Koping
a) Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan pasien
menjadi malas untuk bekerja.
b) Kehilangan atau perubahan yang terjadi perubahan yang terjadi klien malas untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
c) Takut terhadap kekerasan : tidak
d) Pandangan terhadap masa depan klien optimis untuk sembuh
b.
c.
d.
e.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada BAB sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa scabies adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh tungau
Sarcoptes Scabei. Penyakit scabies dapat menular dan kulit menjadi gatal. Penularan dapat
terjadi melalui kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan
seksual, serta dapat juga melalui pakaian dalam, handuk, dan tempat tidur.
10
Pengobatan
scabies
dapat
dilakukan
dengan
cara
memberikan
obat-obatan
untuk menghilangkan kutu penyebab scabies dan pemberian antibiotika jika scabiester infeksi.
4.2 Saran
1. Sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien
skabies sesuai dengan indikasi penyakit
2. Sebaiknya seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien skabies
dengan baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Brooker Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan , Edisi 31. Jakarta: EGC
Klaus Wolf, dkk. 2009. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
New York: Mc Graw Hill Medical.
Lippincott Williams & Wilkins. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta : Jurnal Nursing.
11
Ramali, Ahmad dkk. 2003. Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta:
Djambatan
12