You are on page 1of 21

TUGAS PERIODONSIA 1

BIOFILM

Dosen Pembimbing: drg. Mellani Cindera Negara, MM

Disusun Oleh :
RA SEPTIANA S Z
04031281320010

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
PALEMBANG
2014
1

BIOFILM
I. Konsep Dasar Biofilm
Bakteri yang hidup bebas (planktonik) dalam perairan di alam akan cenderung
untuk melekat (sesil) ke berbagai macam permukaan baik abiotik maupun biotik.
Pelekatan ini didukung berbagai faktor diantaranya oleh matrik ekstrasellular. Di alam,
bakteri yang melekat ini jumlahnya jauh lebih besar dari yang hidup bebas (Costerton,
1995). Walaupun banyak bakteri dapat hidup dengan bebas di alam, yang sering disebut
dengan istilah planktonik, tetapi terdapat pula bakteri melekat pada suatu permukaan
dengan memproduksi substansi ekstraseluler polisakarida (Dearcon, 1997). Bakteri yang
melekat ini akan membentuk mikro koloni, yang akan mengatur perkembangan
membentuk biofilm.
Pada awalnya mungkin hanya tersusun satu tipe bakteri saja, tetapi seiring
perkembangannya akan tersusun beberapa tipe bakteri yang hidup dalam komunitas yang
kompleks. Faktanya hampir pada setiap permukaan yang terpapar cairan dan nutrien
akan ditumbuhi mikroorganisme. Contoh umum dari biofilm adalah pada gigi kita. yang
mengatur perkembangan lubang gigi (dental caries) ketika bakteri seperti Streptococcus
mutans menguraikan senyawa gula menjadi asam-asam organik. Biofilm juga ditemukan
pada zat padat. Biofilm ditemukan pada permukaan tangki air, pipa, alat pembedahan,
dimana bakteri melekat kuat. Disinfektan tidak mampu dengan mudah menembus matriks
polisakarida (Dearcon, 1997).

Gambar 1. Biofilm (secara mikroskopis)


Biofilm adalah lapisan yang merupakan koloni dari konsorsium mikroba yang
menempel dan menutupi suatu permukaan benda padat di lingkungan berair. Para ahli
mikrobiologi memperkirakan bahwa biofilm adalah cara hidup mikroorganisme yang
dominan dibandingkan dengan cara hidup melayang-layang di dalam cairan atau
planktonis (Helianti, 2007). Turner (2006) menjelaskan bahwa biofilm merupakan
2

sebuah struktur komunitas dari bakteri, algae atau jenis sel lainnya yang menghasilkan
matriks polimerik dan melekat pada permukaan. Bakteri kebanyakan hidup sesil (pada
suatu permukaan), membentuk komunitas kehidupan jika memungkinkan, yang dapat
memberikan keuntungan lebih dibanding hidup secara planktonik. Secara fisik,
keberadaan biofilm dapat dicirikan sebagai berikut (Bukhari, 2006).
Jarak ketebalan dari beberapa mikron sampai lebih dari 1000 mikron.
Permukaan tidak rata (kasar)
Spesies heterogen
Tersusun dari dua bagian, yaitu dasar biofilm dan permukaan biofilm.
Jamilah (2003) menjelaskan bahwa biofilm merupakan sebuah kumpulan yang
kompleks dari mikroorganisme (bakteri) yang melekat pada substrat padat. Biofilm
biasanya ditandai dengan struktur yang beranekaragam, keberagaman genetik, interaksi
komunitas yang kompleks, dan matriks ektraselulernya berupa substansi polimerik.
Biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan
sehingga berada dalam keadaan diam (sesil), tidah mudah lepas atau berpindah tempat
(irreversible). Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan
organik yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut. Matrik ini berupa struktur benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat
berupa perekat bagi biofilm.
Biofilm terbentuk khususnya secara cepat dalam sistem yang mengalir dimana
suplai nutrisi tersedia secara teratur bagi bakteri. Pertumbuhan bakteri secara ekstensif
disertai oleh sejumlah besar polimer ekstraseluller, menyebabkan pembentukan lapisan
berlendir (biofilm) yang dapat dilihat dengan kasat mata pada permukaan baik biotik
seperti daun dan batang tumbuhan air, kulit hewan-hewan air maupun abiotik seperti
batu-batuan, bagian bawah galangan kapal serta pada tempat lainnya.
Walaupun banyak bakteri dapat tumbuh pada keadaan bebas (free-living) atau
planktonik, secara umum bakteri melekat ke suatu permukaan dengan menghasilkan
polisakarida

ekstra

seluller

(EPS)

atau

pada

beberapa

kasus

dengan

menggunakanholdfast. Pelekatan ini menghasilkan mikro koloni, sebagai awal


perkembangan biofilm yang dimulai dari satu sel tapi sering berkembang menjadi
beberapa bakteri membentukmultilayers dengan matrik yang hidup pada komunitas
komplek. Dalam kenyataannya, hampir semua permukaan berhubungan dengan cairan
dan nutrisi akan dikoloni oleh mikroorganisme.

Contoh klasik dari biofilm adalah yang terdapat pada gigi, mengawali
pembentukan gigi berlubang (dental caries) bilamana bakteri seperti Streptococcus mutan
memecah gula menjadi asam-asam organik. Untuk dapat melihat biofilm lebih dekat
dapat dilakukan dengan cara tidak membersihkan pipa kamar mandi seminggu atau pada
bebatuan pada aliran sungai di pegunungan. Biofilm juga biasa ditemukan pada badan
kapal, peralatan medis, kontak lensa (contact lenses), pipa pada industri minyak, serta
saluran-saluran yang tersumbat. Selain itu, biofilm juga ditemukan di tempat-tempat
(lingkungan) yang ekstrim, seperti di daerah kutub, lingkungan dengan kadar garam yang
sangat tinggi, daerah beracun atau kotor, sumber air panas serta di daerah dengan kadar
asam yang tinggi.
II. Proses Terbentuknya Biofilm
Bakteri di habitat alamiah umumnya dapat hidup dalam dua lingkungan fisik yang
1.
2.

berbeda:
Keadaan planktonik, berfungsi secara individu dan
Keadaan diam (sesil) dimana dia melekat ke suatu permukaan membentuk biofilm dan
berfungsi sebagai komunitas yang bekerjasama dengan erat.
Kepadatan populasi yang rendah adalah karakteristik umum dari

komunitas

planktonik pada ekosistem mikroba di alam. Keadaan oligotropik dari ekosistem ini
mendapatkan ke tidak cukupan masukan nutrisi untuk mendukung aktivitas mikroba. Jika
kepadatan populasi rendah, kompetisi antara bakteri secara individu untuk tempat,
oksigen, serta faktor-faktor pembatas lainnya hanya sedikit. Pada keadaan planktonik,
kesempatan bagi induvidu untuk terpisah dari komunitas, khususnya oleh arus dalam
medium berair, relatif lebih besar. Hal ini juga dialami oleh bakteri yang motil, termasuk
respon kemotatis yang sesuai dengan gradien nutrisi.
Pada medium air, bakteri oligotropik tumbuh secara aktif walaupun lambat,
sedangkan banyak diantaranya tidak dapat mengambil makanan yang cukup untuk
mendukung pertumbuhan lalu hanya bertahan pada keadaan kekurangan nutrisi. Keadaan
ini memberikan beberapa kesimpulan adanya kemampuan bakteri untuk bertahan (revert)
dalam keadaan diam (sesil). Seringkali kekurangan nutrisi disertai oleh mengecilnya
ukuran dan respirasi endogenous, peningkatan hidrofobisitas permukaan sel dan
meningkatkan pelekatan. Faktor ini membuat bakteri cenderung melekat ke permukaan
padat, dimana kesempatan untuk mendapatkan nutrisi lebih tinggi.

Secara sederhana, siklus hidup bakteri biofilm dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama-tama terjadi penyisipan dari bakteri plaktonik pada suatu permukaan atau dari
perpindahan atau pembelahan sel untuk menutupi suatu permukaan yang kosong.
Selanjutnya bakteri ini akan memproduksi kelompok

senyawa polisakarida yaitu

substansi polimerik ekstraseluler (EPS) untuk perlekatan sel pada permukaan. Tahap
selanjutnya adalah terjadi penambahan secara terus produksi substansi polimertik
estraseluler (EPS). Selanjutnya sel bakteri akan melakukan pembelahan (reproduksi) guna
memperbanyak jumlah dan mempertebal komposisi biofilm. Tahap terakhir adalah
beberapa bakteri akan melakukan perpindahan untuk membentuk biofilm yang baru,
sehingga lama-kelamaan jumlah biofilm akan semakin banyak dan membesar.

Gambar 2. Tahapan pembentukan biofilm


Proses terbentuknya biofilm dibagi menjadi 5 tahap (Maier, 2009) :
1. Tahap pelekatan awal : pada tahap ini mikroba meleket pada permukaan benda padat
dengan perantara fili (rambut halus). Contoh bakteri yang dapat melekat dan
membentuk koloni adalah Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif dengan
molekul sinyal utama homoserin lakton. Pelekatan awal ini disebabkan oleh
hydrophobik (tidak larut air,larut diminyak) dan elektrostatik(medan listrik statik).
2. Tahap pelekatan permanen : mikroba semakin menempel dengan diprakarsai oleh
matriks polimer ekstraseluler dengan bantuan eksopolisakarida (EPS). Contoh : pada
tahap 2 P.aeruginosa akan berubah menjadi fase flagella.
3. Maturasi I : Terjadi penarikan pada bakteri lain membentuk polisakarida ekstraseluler
dan sel bakteri terus tumbuh dan berkembang. Pada tahap ini ketebalan biofilm lebih
dari 10 m. Contoh : pada bakteri P.aeruginosa akan berubah menjadi Type IV pili
flagella.

4. Maturasi II : Pada tahap ini ketebalan biofilm mencapai 100 mm. Bakteri yang
terakumulasi membentuk beberapa lapisan. Bakteri yang ada dilapisan dalam akan
lebih terlebih terlindungi dari pada bakteri yang berada pada lapisan luar. Koloni ini
akan membentuk nutriennya sendiri, karena bakteri yang mati dapat menjadi nutrien
bagi yang hidup.
5. Dispersi : Pada tahap ini biofilm yang sudah terbentuk dapat mengalami pelepasan sel
secara erosi atau sloghing. Erosi terjadi secara berkala karena geseran dari cairan yang
mengalir. Sloughing adalah pelepasan banyak sel yang terjadi secara acak karena
adanya perubahan dalam medium pertumbuhan.
Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri planktonik menempel ke
berbagai macam permukaan. Pada medium cair yang mengalir, bakteri yang melekat
memperoleh akses ke sumber nutrien yang berkelanjutan yang dibawa oleh aliran
medium. Di laboratorium ditemukan bakteri yang kekurangan nutrien, setelah melekat ke
permukaan, tumbuh menjadi ukuran yang normal kemudian memulai reproduksi
sel.Pelekatan kontinyu dan pertumbuhan mendukung pembentukan biofilm.
Biofilm terbentuk ketika mikroba perintis mulai menempel pada suatu permukaan
benda padat (plastik, bebatuan dan lain-lain) di lingkungan berair. Mikroba ini dapat
berupa spesies tunggal atau bermacam spesies yang kemudian menghasilkan zat polimer
yang kental dan lengket-seperti lem- ke luar sel. Inilah yang membuat mereka dapat
menempel kuat pada permukaan benda padat dan saling merekatkan diri satu sama lain.
Polimer yang lengket ini biasanya terdiri dari kelompok senyawa polisakarida.
Polisakarida ini tidak hanya berguna untuk menempel pada suatu permukaan, tetapi juga
dapat menjerat sekaligus mengkonsentrasikan zat makanan yang terkandung dalam air
yang mengelilingi permukaan biofilm. Polisakarida ini juga melindungi sel mikroba dari
toksik yang dapat membunuh mikroba biofilm. Karena itu dengan membuat biofilm,
mikroba menjadi lebih bisa bertahan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan dari
pada hidup secara planktonis. Kumpulan bakteri ini

ibarat membangun masyarakat

sebuah kota yang tangguh dimana kebutuhan hidup mikroba tersebut seperti energi, zat
gizi, dan pertahanan tercukupi dengan saling tergantung satu sama lain. Mereka hidup
saling menempel dengan tingkat kepadatan yang tinggi dan mobilitas individu yang
hampir tidak ada.
Pertumbuhan biofilm ini bergantung pada substansi matriks bahan yang
digunakan. Matriks bahan yang digunakan ini akan menyediakan aseptor elektron bagi
mikroba untuk proses oksidasi dalam upaya menghasilkan energi. Selain itu,
6

pembentukan biofilm ini bergantung pada keragaman/variasi jenis mikroba yang tumbuh.
Biofilm dapat dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua
jenis biofilm terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba. Sebagai contoh fungi, algae,
yeast (ragi), amoeba, bakteri dan jenis mikroba lainnya. Semakin beragam mikroba yang
tumbuh, maka biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif. Bagi bakteri
yang bersifat aerob akan tumbuh di bagian luar, sedangkan bakteri yang bisa tumbuh
secara anaerob akan berada di lapisan bagian dalam. Semakin beragam bakteri, maka
interaksi antara bakteri semakin kompleks. Demikian halnya jenis mikroba yang lain.
Biofilm akan terbentuk pada permukaan yang lembab, hal ini disebabkan mikroba
dapat bertahan hidup jika mikroba tersebut mendapatkan kelembaban yang cukup. Pada
prosesnya biofilm mengekskresikan suatu bahan yang licin (berlendir) pada sebuah
permukaan, kemudian akan menempel dengan baik di permukaan tersebut jika keadaan
minimum bakteri tersebut terpenuhi. Beberapa lokasi yang dapat dijadikan tempat hidup
biofilm meliputi material alami di atas dan di bawah tanah, besi, plastik dan jaringan sel.
Selama kita dapat menemukan kombinasi nutrien, air dan sebuah permukaan yang tidak
mengandung senyawa beracun, disana sangat mungkin bisa temukan biofilm.
Biofilm menjaga kesatuan bentuknya dengan saling berikatan satu sama lain pada
rantai molekul gula yang disebut sebagai EPS atau extracellular polymeri substance, yaitu
terbentuknya polimer antar biofilm, sehingga kemungkinan untuk terlepas menjadi sulit.
Karena dengan mengekskresikan EPS ini, masing-masing biofilm sangat mungkin saling
mendukung untuk berkembang dalam dimensi yang kompleks dan sangat erat (utuh).
Matriks yang terbentuk dengan EPS ini akan melindungi sel dan memudahkan
komunikasi antar sel melalui pertukaran senyawa biokimia. Beberapa biofilm berada
dalam fase cair, dimana keadaan tersebut membantu sel dalam mendistribusikan zat yang
dibutuhkan dan memberi sinyal molekul pada sel. Matriks ini cukup kuat, oleh sebab itu
pada kondisi-kondisi tertentu, biofilm dapat berwujud padat. Masing-masing lapisan
dalam biofilm akan mempunyai ketebalan yang berbeda, hal ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan tumbuhnya.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya dan perkembangan
biofilm adalah terdapat empat faktor penting, yaitu:
1.

Material pada permukaan


Material pada permukaan memiliki efek yang sedikit atau bahkan tidak ada
terhadap perkembangan biofilm. Mikroba akan dapat menempel pada suatu
7

permukaan yang mengandung nutrient. Mikroba dapat menempel pada staenless steel
atau pada permukaan plastik dengan daya yang hampir sama.
2. Areal Permukaan
Areal permukaan

merupakan

satu

faktor

utama

yang

mempengaruhi

perkembangan biofilm.
3. Permukaan yang licin
Walaupun permukaan yang licin dapat menghambat pertumbuhan awal dari
penyisipan bakteri, kelicinan tidak mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap
jumlah total biofilm pada suatu permukaan setelah beberapa hari.
4. Kecepatan aliran
Aliran yang tinggi tidak akan dapat mencegah penyisipan bakteri, tidak akan
mampu menghilangkan biofilm secara keseluruhan, tetapi ketebalan biofilm akan
mengalami keterbatasan.
5. Ketersediaan nutrisi
Sama halnya dengan makhluk hidup yang lainnya, bakteri juga memerlukan
nutrisi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ketersediaan nutrisi merupakan faktor
pembatas dari pertumbuhan bakteri. Biofilm yang terdapat pada daerah yang memiliki
aliran (misalnya sungai atau sistem pipa), nutrisi akan diperoleh dari aliran tersebut.
III.Penyusun Biofilm
Secara kimia, biofilm tersusun atas polimerik ekstra seluler (EPS). EPS ini terdiri
dari sebagian besar hidroksil dan kelompok karboksilat (OH-, COO-). EPS sangat penting
bagi kehidupan biofilm. EPS dapat menyediakan makanan bagi biofilm, terlibat dalam
mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam agregasi dan pelekatan permukaan.
Perlindungan EPS menyebabkan biofilm untuk bertahan pada kondisi dimana sel
planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup.
Biofilm tersusun atas mikroba dan EPS (extracellular polymer substance) yang
terdiri atas 50 90% dari total karbon organik dari biofilm itu sendiri dan dapat
dinyatakan sebagai materi utama dari biofilm. EPS dapat berupa senyawa kimia utamanya
polisakarida. Polisakarida yang ada bersifat netral atau disebut polyanionik khususnya
EPS pada bakteri gram negatif. Kehadiran asam uronat (seperti D-Glukoronat, DGalaktonat, Asam Manuronat) atau keton yang terikat pada piruvat, membentuk bagian
anionik. Bagian ini merupakan bagian yang penting karena merupakan jalur asosiasi dari
ion-ion seperti kalsium, magnesium, yang terlihat melintas berikatan dengan polimer dan
menyediakan ikatan yang kuat yang terbentuk pada biofilm. Pada bakteri gram positif,
seperti staphylococcus, komposisi kimia dari EPS terlihat cukup berbeda utamanya pada
8

ion kation. Hal ini dilihat dari kondisi endapan koagulasi bakteri terdiri dari asam
teichiocyang tercampur pada protein dalam kadar yang rendah.
EPS memiliki daya hidrasi yang tinggi karena dapat mengabsorbsi air dalam
jumlah yang besar kedalam struktur ikatan hidrogen. EPS sebagian besar hidropobik,
meskipun banyak tipe EPS dapat berupa hidropobik dan hidrofilik. EPS juga tergantung
pada kondisi kelarutannya. Ada dua bagian penting dari EPS sebagai efek penanda pada
biofilm. Pertama, komposisi dan struktur dari polisakarida mengindikasikan konformasi
utama mereka. Sebagai contoh, beberapa bakteri EPS memiliki ikatan 1,3--heksosa atau
1,4--heksosa residu dan cenderung untuk lebih kaku, lebih sedikit deformabel, dan pada
kasus-kasus tertentu sulit terlarut atau tidak dapat larut. Molekul EPS lain mungkin lebih
mudah terlarut dalam air. Kedua, EPS dari biofilm secara umum tidak sama tergantung
kondisi dari bakteri itu sendiri. Ikatan khusus dari lektin pada gula sederhana digunakan
untuk menguji perkembangan bakteri biofilm pada organisme berbeda. Penelitian
menunjukan bahwa organisme berbeda menunjukan produksi EPS yang berbeda pula
serta jumlah EPS dapat meningkatkan umur biofilm itu sendiri. EPS dapat berasosiasi
dengan ion metal, kation divalent dan makro melekul yang lain (seperti protein, DNA,
dan lemak). Produksi EPS diketahui berasal dari kondisi nutrient pada medium
pertumbuhan; ditemukannya karbon, nitrogen, potasium atau pospat dapat menghambat
sintesis EPS. Perlambatan pertumbuhan bakteri juga mengubah produksi EPS. Karena
EPS sifatnya yang sangat hidraktif, maka kondisi kekeringan dapat dicegah pada biofilm
alami. EPS juga berkontribusi pada bagian resistensi antimikroba biofilm yang merintangi
tranportasi utama dari antibiotik pada biofilm, biasanya dengan ikatan langsung pada
agen pembawa.

Gambar 3. Struktur Kimia EPS


Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang
ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban
permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer) yang
9

terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan
bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta
pengkondisian permukaan. Artinya terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik
antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan
(matriks eksopolisakarida).
Biofilm adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan sel. Berdasarkan studi invitro,
biofilm dapat menghindari serangan pertahanan inang. Sebagai contoh adalah sel fagosit
sulit untuk menelan bakteri dalam bentuk biofilm. Biofilm juga lebih resisten
dibandingkan dengan sel planktonik terhadap agen antibakteri. Contohnya khlorinasi
biofilm sering tidak berhasil sebab biosidal hanya membunuh bakteri pada lapisan luar
biofilm,

sedangkan

bakteri

bagian

dalam

tetap

hidup

dan

biofilm

dapat

berkembang.Penggunaan ulang agen antibakteri diantara biofilm meningkatkan


resistensinya terhadap biosida.
Sel bakteri pada permukaan biofilm berbeda dari sel dengan matrik biofilm. Sifat
sel yang terselubung dalam matrik dapat berubah sejalan dengan perubahan ketebalannya.
Sel permukaan cenderung untuk sel permulaan biofilm muda yang aktif secara
metabolisme. Sel permukaan membelah dan meningkatkan ketebalan biofilm. Oksigen
yang tersedia bagi sel dalam matrik lebih sedikit oleh sebab itu mereka lebih kecil dan
tumbuh dengan lambat. Bakteri akan menjadi sedikit dorman, dan menjadi aktif bila
lapisan luarnya dibunuh.
Infeksi mikroba dapat terbentuk pada biomaterial yang secara total berada dalam
tubuh manusia atau sebagian terbuka ke luar. Spesies E.coli, Staphylococci
danPseudomonas

diantaranya

adalah

penginvansi

yang

umum.

Banyak

bagiangastrointestinal (rongga pencernaan) manusia dan hewan dikoloni oleh kelompok


spesifik bakteri (mikrobiota normal) memberi kesempatan terhadap biofilm alami yang
memberikan sejumlah proteksi terhadap spesies patogenik. Penggunaan alat-alat prostetik
dengan memasukkan ke tubuh manusia sering menyebabkan pembentukan biofilm pada
permukaan

alat-alat tersebut oleh Stahylococcus epidermidis, Stahylococcikoagulase

negatif yang lain dan bakteri Gram negatif penghuni normal kulit ini memiliki derajat
pelekatan yang tinggi ke alat prostetik. Bakteri dalam biofilm terlindung dari antibiotik
yang memacu biofilm secara kontinyu menyebarkan sumber infeksi ke bagian lain tubuh
dengan terjadinya pelepasan (detachment) sel.
Setelah biomaterial dicangkok, baik jaringan sel atau mikroorganisme akan
mengkoloninya. Jika sel jaringan mengkoloni pertama kali cangkokan kemungkinan besar
10

akan berhasil. Jika bakteri mengkoloni pertama kali, banyak mikroorganisme dapat
melekat ke permukaan cangkokan. Bakteri ini dapat mengkoloni dan memulai
pembentukan biofilm. Karena resisten terhadap agen antibakteri, biofilm sering tidak
dapat ditanggalkan dari peralatan medis, dengan demikian dibutuhkan operasi tambahan.
Komponen biomedis yang rentan terhadap kolonisasi biofilm termasuk jantung buatan,
pengganti sendi,

kontak lensa,

katup jantung, cangkokan gigi,

intravascular

catheter.Dengan kemajuan teknologi modern banyak manusia menjadi inang bagi


biomaterial, dan menjadi beresiko terhadap infeksi biofilm.
IV. Manfaat Biofilm dalam Bidang Bioteknologi
Biofilm ternyata juga bisa memberi keuntungan bagi manusia dan dapat
dimanfaatkan sebagai solusi alternatif untuk stabilisasi bangunan yang berdiri di atas
tekstur tanah yang rentan terhadap bencana gempa bumi. Penelitian ini dilakukan oleh
para peneliti dari Lafayette College, Amerika Serikat. Biofilm yang diaplikasikan ini
adalah koloni dari bakteri Flavobacterium johnsoniae yang secara alami terdapat di tanah.
Bakteri ini dipilih karena bersifat non-patogenik, terdapat secara alami pada aliran
(pembuangan) air tanah, tidak perlu zat nutrien tinggi, bahkan dapat menguraikan
molekul makro yang banyak terdapat dalam limbah seperti kitin, dan membentuk biofilm.
Penggunaan bakteri ini diharapkan dapat secara alami membentuk polimer biofilm pada
lapisan tanah yang rentan terhadap gempa tempat bangunan berdiri lewat aliran air tanah.
Selain itu, manfaat dari biofilm juga dapat diaplikasikan dalam dunia industri, seperti:
1. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan

memanfaatkan

proses

biologi

dalam

mengendalikan

pencemaran.

Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba


telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik
dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri.
Selama beberapa dekade terakhir, perhatian luas telah dibayarkan pada
pengelolaan pencemaran lingkungan disebabkan oleh polutan berbahaya seperti
logam berat dan berbagai senyawa xenobiotik. Biofilm terstruktur komunitas mikroba
di mana sel-sel mikroba ireversibel menempel pada permukaan atau antarmuka dan
menjadi tertanam dalam matriks polimer ekstraseluler zat yang diproduksi oleh sel-sel
ini.
11

Biofilm telah ditemukan untuk menjadi cocok untuk remediasi polutan karena
biomassa mikroba yang tinggi dan kemampuan untuk melumpuhkan polutan.
Penelitian biofilm dalam lingkungan alam tanah, pasir, sedimen dan vegetasi lahan
basah telah mengungkapkan potensi biofilm memiliki kemampuan untuk mengobati
air limbah bantalan beberapa polutan. Sistem biofilm sangat cocok untuk pengobatan
senyawa bandel karena biomassa mikroba yang tinggi dan kemampuan untuk
melumpuhkan senyawa polutan.
Lingkungan darat dan perairan yang terkontaminasi dengan berbagai jenis
polutan . Di antaranya , Jumlah hidrokarbon minyak bumi ( TPHs ) , hidrokarbon
aromatik polisiklik ( PAH ) dan pestisida dari antropogenik sumber menimbulkan
risiko bagi kesehatan manusia. Ada contoh sukses dari penggunaan positif biofilm
yang disebut biofilm menguntungkan yang menawarkan sel anggota mereka beberapa
manfaat , di antaranya perlindungan lingkungan dari efek berbahaya dari polutan
beracun berdiri pertama. Reaktor biofilm berbasis umumnya digunakan untuk
pengobatan volume besar air limbah industri dan kota .
Bakteri

seperti, Pseudomonas

aeruginosa,

Acinetobacter

calcoaceticus,

Arthrobacter sp.,Streptomyces viridans, dan lain-lain menghasilkan senyawa


biosurfaktan / bioemulsi yangdapat menyerap berbagai jenis logam berat seperti Cd,
Cr, Pb, Cu dan Zn dari tanah yang terkontaminasi. Berbagai jenis Baccillus yang
membentuk biofilm pada permukaan perairan dapatmenyerap Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, dan
Zn dari dalam air. Mikroba yang membentuk film dalam ekosistem perairan juga
memiliki peranan yang penting dalam bioremediasi logam seperti Saccharomyces
cerevisiae dan Candida sp dapat mengakumulasi Pb dari dalam perairan, Citrobacter
san Rhizopus arrhizus memiliki memampuan menyerap uranium (Roane, et all. 1998).
Selain itu, biosorpsi kromium heksavalen menggunakan biofilm E. Coli
didukung pada pasir karbon aktif juga dapat menghilangkan ion Cr lingkungan berair.
Ilmuwan telah mengembangkan strain hasil rekayasa genetika, yaitu Escherichia coli
yang bermanfaat untuk pembersihan merkuri dan logam berat lainnya. Beberapa
bakteri hasil rekayasa genetika dapat mengabsorbsi merkuri secara langsung,
sementara yang mengikat merkuri dari suplai air dapat tumbuh pada biofilm. Biofilm
harus diganti secara periodik untuk menghilangkan bakteri yang mengandung
merkuri. Hal yang sama terjadi pada sel tunggal alga yang diubah secara genetik yang
mengandung gen metallothioniein dan bakteri yang disebut Cyanobakteri, yang telah

12

menunjukkan kemampuan untuk mengabsorbsi cadmium, yaitu logam berat lain yang
bersifat toksik yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius pada manusia.
2.

Biofiltrasi
Biofiltrasi adalah sebuah cara pemurnian limbah dengan bantuan bahan
pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan maupun
mencemari perairan. Teknik biofiltrasi merupakan salah satu alternatif yang tepat
untuk dikembangkan dalam upaya penyisihan polutan. Teknik ini memanfaatkan
kemampuan aktifitas mikroba dalam mendegradasi/ mengeliminasi senyawa polutan.
Pengembangan teknik biofiltrasi, memerlukan jenis media serta mikroba yang handal
sehingga pemilihan biofilm tepat untuk digunakan dalam proses biofiltrasi.
Contohnya: proses biofilter untuk menghilangkan senyawa amonia dengan
menggunakan biofilm sebagai media penyangga.
Secara sederhana proses tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4. Ilusi dari mekanisme proses penguraian amoniak di dalam biofilm


Lapisan terluar dari media penyangga adalah lapisan tipis zona aerobik.
Senyawa amonia dioksidasi dan diubah ke dalam bentuk nitrit. Sebagian dari senyawa
nitrit yang ada diubah menjadi gas dinitrogen dioksida (N2O). Proses tersebut disebut
nitrifikasi. Semakin lama lapisan biofilm yang tumbuh dalam media penyangga
semakin tebal sehingga oksigen tidak dapat masuk sehingga terbentuk zona
anaerobik. Pada zona anaerobik senyawa nitrat yang diubah menjadi nitrit kemudian
dilepaskan menjadi gas Nitrogen (N2).
3. Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan
atau sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat
menunjang terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang
13

dikehendaki. Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan


mikroorganisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari
mikroorganisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik. Dengan kata lain,
sebuah bioreaktor adalah tempat berlangsungnya proses kimia yang melibatkan
mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme.

Gambar 5. Bioreaktor untuk skala lab (kiri) dan skala industri (tengah) dan Bagian
Bioreaktor (kanan)
Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan
halus atau baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tangki berfungsi untuk
menampung campuran substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala
laboratorium berkisar antara 1 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai
lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk
memompa udara, dan mencegah pembentukan gelembung oksigen. Impeller berperan
dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat dan sel. Impeller digerakkan oleh
rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek pusaran air akibat agitasi
yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan untuk mengontrol
lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan, agitasi,
foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar
oksigen, dan perubahan komposisi medium.
V. Dampak Negatif Dari Biofilm
1.
Industri Makanan
Biofilm dikhawatirkan dalam industri makanan, dalam hal ini biofilm dapat
muncul dari bahan mentah, permukaan, manusia, hewan, dan udara. Ketika makanan
atau permukaan pada pabrik pemprosesan makanan terkontaminasi, bakteri dapat
14

membentuk koloni, akhirnya membentuk biofilm. Sebagai contoh adalah papan iris
yang digunakan untuk memotong daging dapat terinfeksi dengan mikroorganisme.
Mikroorganisme lain dapat menempel pada mikroorganisme yang duluan melekat dan
biofilm dapat terbentuk. Pembersih yang digunakan untuk mengusap papan iris dapat
membunuh planktonik, bakteri yang hidup lepas, tapi terkadang

tidak mampu

menembus biofilm. Makanan yang bersentuhan dengan papan iris dapat


terkontaminasi.
Biofilm mikroba adalah suatu lapisan tipis yang terbentuk hasil enkapsulasi
mikroorganisme yang dipadatkan (agregat) dalam sebuah matrik cair yang terbentuk
dari campuran protein, asam nukleat dan polisakarida. Di dalam lapisan biofilm,
mikroba cenderung tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni
terutama pada permukaan bahan yang lembab dan kaya akan nutrisi (Tarver, 2009).
Dalam industri makanan, kehadiran biofilm juga menyebabkan masalah yang
potensial. Kekhawatiran terjadi bila bakteri patogen melekat pada alat pemerosesan
makanan. Kalau biofilm tidak dibersihkan, organisme yang melekat dalam
perkembangannya dapat terlepas dari permukaan dan mengkontaminasi produk
sebelum produksi. Masalah yang ditimbulkan oleh adanya kontaminasi ini adalah
terjadinya pembusukan makanan yang akan memperpendek masa simpan (shelf-life)
maupun penyebaran penyakit melalui makanan (foodbom desease).
Lebih dari 60 tahun sejak kasus pertama yang dilaporkan (Zobell, 1943),
biofilm menjadi masalah yang banyak mendapat perhatian industri pangan,
lingkungan maupun biomedis (Sihorkar and Vyas, 2001; Maukonen et al., 2003).
Hingga saat ini, biofilm bahkan merupakan persoalan serius yang ditemukan pada
beberapa sektor industri pangan, seperti pada industri minuman bir, proses
pengolahan susu, produk buah dan sayuran segar, pengolahan produk unggas dan
daging (Jessen and Lammert, 2003; Somers and Wong, 2004; Chen et al., 2007).
Beberapa laporan penelitian menyebutkan biofilm berperan nyata pada munculnya
resistensi terhadap produk anti mikroba (Langsrud et al., 2003; Simoes et al., 2006;
Simoes and Viera, 2009).
Bakteri yang berasal dari golongan Enterobacter, Lactobacillus, Listeria,
Micrococcus, Streptococcus, Bacillus serta Pseudomonas umumnya banyak
ditemukan pada proses pengolahan susu (Wiedmann et al., 2000; Waak et al., 2002;
Salo et al. 2006). Wong (1998) melaporkan adanya mikroba kontaminan seperti:
Lactobacillus curvatus and Lactobacillus fermentum yang tertinggal pada residu susu
15

pada pabrik pembuat keju meskipun telah dilakukan proses pencucian berulang.
Bacillus spp. khususnya Bacillus cereus merupakan bakteri perusak pangan dan
berkontribusi hingga 12% dari total komposisi bakteri penyusun biofilm (Sharma and
Anand, 2002). B. cereus dapat menyebar ke seluruh area selama proses pengolahan
pangan. Oleh karenanya kontaminasi B. Cereus seringkali tidak terlacak, terlebih
spora bakteri tersebut juga tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim dan
bersifat hidrofobik. B. cereus umumnya juga ditemukan pada peralatan pengolahan
pangan (Lindsay et al., 2006).
Golongan bakteri lainnya, yakni : Escherichia colli O157:H7, Salmonella spp.
Dan Listeria monocytogenes termasuk kelompok bakteri penyebab keracunan pangan
yang mampu membentuk biofilm pada produk unggas maupun ternak, serta buah dan
sayuran segar (Dewanti and Wong, 1995; Stepanovic et al., 2003; Mahmoud et al.,
2008.
Salmonella spp. khususnya Salmonella enterica ternyata bisa menyebabkan
terjadinya penyakit Salmonellosis. Gejala umum penyakit ini adalah terjadinya kram
pada dada, diare dan demam selama kurang lebih 4-7 hari (CDC, 2008a). Ternak dan
unggas biasanya mudah terinfeksi S. enterica, namun beberapa binatang lainnya
seperti kucing dan tupai dapat pula menjadi media pembawa penyakit ini. Hal yang
perlu diwaspadai adalah bakteri ini dapat memicu terbentuknya biofilm pada melon
ketika disimpan pada 10-20 C selama 24 jam (Annous et al., 2004; Annous et al.,
2005). Bahan bahan

sanitasi juga tidak efektif ketika digunakan untuk

mengeluarkan atau menginaktivasi biofilm S. Enterica pada melon, khususnya ketika


patogen tersebut telah tersebar pada buah selama lebih dari 24 jam (Ukuku and Sapers
2001). Namun demikian, pola pembentukan biofilm oleh Salmonella spp. dipengaruhi
interaksi dinamis antara faktor pasokan nutrisi dan ketersediaan oksigen (Gerstel and
Romling, 2001).

Gambar 6. Tampilan fisik melon dipenuhi koloni bakteri E.colli (Mahmoud et all, 2008)
16

2.

Sistem Perairan
Dalam suatu survei pada aliran sampah, populasi bakteri sesil (biofilm)
melebihi sel planktonik sebanyak 200 unit logaritma. Kandungan nutrisi yang tinggi
tersedia dalam sistem limbah, merangsang pertumbuhan biofilm. Biofilm yang
melekat pada pipa logam dapat menyebabkan korosi. Potensi korosi dibangun antara
permukaan logam yang tidak dikoloni dan permukaan logam yang dikoloni oleh
biofilm. Perbedaan pH sekitar 1,5 unit dapat terjadi pada zona yang lebih rendah dari
biofilm yang tumbuh pada permukaan metalik.
Di lingkungan laut, suksesi kerusakan secara ekologi pada permukaan
benda/substrat misalnya karet, pastik, kayu, dan besi, diinisiasi oleh perlekatan
secara permanen mikroba laut yang bersifat heterotrofik (Disalvo dan Daniels, dalam
Atlas1975). Selanjutnya, akan diperparah oleh inveretebrata seperti cacing teredo,
molusca, bernacle, polycaheta, brachopoda, sponges, dan bryozoa. Dibawah kondisi
euphotik, mikroalga dan makroalga juga berperan dalam kerusakan tersebut (Sieburth
dalam Atlas, 1993).
Biofilm dapat tumbuh dengan baik pada shower karena didukung oleh
lingkungan yang berubah lembab dan hangat dari air yang mengalir. Biofilm juga
dapat terbentuk pada bagian dalam pipa sehingga mengakibatkan penyumbatan dan
korosi.
Pada sistem pembuangan atau pengolahan limbah, terdapat berbagai macam
organisme termasuk bakteri, protozoa, dan rotifera. Biasanya sistem tersebut
dilengkapai oleh penyaring. Penyaring tersebut seringkali ditutupi oleh biofilm.
Bakteri yang terdapat dalam biofilm berperan dalam menangkap materi organik dan
menguraikannya, sedangkan protozoa dan rotifera berperan dalam menguraikan dan
membuang suspensi padat, termasuk patogen dan mikroba.

Gambar 7. Berbagai dampak Biofilm bagi lingkungan perairan

17

3.

Dampak Bagi Kesehatan


Dalam kehidupan sehari-hari biofilm banyak dijumpai di sekitar kita. Salah
satu contohnya adalah karang gigi. Karang gigi biasanya adalah lapisan biofilm dari
bakteri Streptococcus. Biofilm yang dapat terdiri dari multi lapisan ini menempel
pada permukaan gigi dan dapat menyebabkan caries gigi. Penelitian biofilm pada gigi
ini berdampak luas pada ilmu kedokteran gigi dan kesehatan mulut. Biofilm juga
terdapat pada bagian tubuh manusia lainnya.
Biofilm dalam tubuh manusia biasanya menjadi masalah ketika terjadi
pencangkokan organ buatan. Koloni mikroorganisme patogen dalam bentuk
biofilmlah yang biasanya menyebabkan infeksi dan penolakan penanaman organ baru
tersebut ke tubuh pasien. Mikroba penghuni biofilm yang menutupi permukaan organ
buatan itu sulit dijangkau oleh antibiotik dan dapat menebarkan infeksi yang berujung
pada penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkok. Dalam prespektif industri,
biofilm juga dipandang sebagai gangguan. Sebagai contoh, biofilm yang terdapat pada
pipa-pipa minyak atau saluran air dapat menyebabkan korosi pipa secara pelan tetapi
pasti, sehingga menyebabkan kebocoran pipa.
Biofilm meningkat resitance Antibiotik. Dengan mikroorganisme sangat
resisten terhadap pengobatan antimikroba dan gigih terikat ke permukaan. Bio film
campur dalam Terapi Antibiotik Bakteri yang tumbuh dalam biofilm sangat resisten
terhadap antibiotik, hingga 1.000 kali lebih tahan daripada bakteri yang sama tidak
tumbuh dalam biofilm. Dalam menangani Biofilm dibutuhkan konsentrasi yang lebih
tinggi dari Antibiotik. Biofilm adalah sangat sulit untuk diobati dengan antimikroba .
Antimikroba mungkin mudah dilemahkan atau gagal untuk menembus ke dalam
biofilm . Selain itu, bakteri dalam biofilm telah meningkat ( hingga 1000 kali lipat
lebih tinggi ) resistensi terhadap senyawa antimikroba.
Sekitar 80% dari semua penyakit infeksi mikrobial pada manusia diketahui
berhubungan dengan biofilm. Misalnya, infeksi saluran urin, infeksi catheter, infeksi
telinga tengah, pembentukan dental plaque dan gingivitis (Karatan and Watnick,
2009), terbentuknya lapisan pada lensa kontak (Imamura et al, 2008), endocarditis,
infeksi cystic fibrosis, dan infeksi permanen pada sambungan prostheses dan heart
valves (Lewis, 2001; Parsek and Singh, 2003). Pada hampir 80% dari seluruh pasien
pengidap sinusitis kronis, ditemukan biofilm pada jaringan sampel operasinya yang

18

ditandai dengan cilia dan sel goblet yang tidak normal (cenderung seperti
hilang/lebih pendek) (Sanclement et al, 2005).
Sejumlah besar orang yang terkena infeksi biofilm yang berkembang pada
perangkat medis implan dalam tubuh seperti kateter (tabung yang digunakan untuk
melakukan cairan dalam atau keluar dari tubuh), sendi buatan, dan katup jantung
mekanik.
Mikroorganisme dapat melampirkan dan mengembangkan biofilm pada
komponen katup jantung mekanis dan jaringan sekitar jantung, yang mengarah ke
kondisi yang dikenal sebagai katup prostetik endokarditis. Mikroorganisme yang
bertanggung jawab untuk kondisi ini adalah Sthaphylococcus epidermidis , S. aureus,
Streptococcus spp, Basil gram negatif, diphtheroi, enterococci, dan Candida spp.
Organisme ini mungkin berasal dari kulit , peralatan seperti kateter, vena sentral,atau
perawatan gigi.
Kateter urin adalah lateks atau silikon perangkat tubular , bila dimasukkan
dapat dengan mudah memperoleh biofilm pada permukaan dalam atau luar.
Mikroorganisme yang biasa mencemari perangkat ini dan mengembangkan biofilm
adalah Sthaphylococcus epidermidis , Enterococcus faecalis , E. coli , Proteus
mirabilis , P. aeruginosa , K. pneumoniae , dan organisme gram - negatif lainnya.
Semakin lama kateter kemih tetap di tempat , semakin besar kecenderungan
organisme untuk mengembangkan biofilm dan mengakibatkan infeksi saluran kemih.
Contoh yang paling sering mengemuka mengenai hubungan biofilm dengan
penyakit gigi adalah dental caries. Polimer air ludah dan produk ekstraseluler bakteri
biofilm akan membentuk dental plaque pada gigi semua jenis hewan. Gigi yang
terkena dental plaque dan tidak segera dibersihkan, akan cepat mengalami tooth
decay/ dental caries/ cavity yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dengan cara
merusak bagian gigi yang keras seperti enamel, dentin, dan cementum sehingga
terbentuk lubang pada gigi. Streptococcus mutans dan Lactobacillus merupakan dua
kelompok bakteri yang berperan dalam inisiasi caries. Selain itu dental plaque akan
berakibat pada gum disease yaitu gingivitis atau inflamasi pada gusi, dan periodontitis
atau sakit pada jaringan periodontium yang mengelilingi dan memperkuat gigi.
Neisseria gonorrhoeae

merupakan patogen manusia yg sangat spesifik,

dapat membentuk biofilm pada permukaan gelas dan sel manusia. Bakteri ini.
diketahui sebagai penyebab dermatitis-arthritis syndrome, penyakit conjunctivitis,
pharyngitis, proctitis atau urethritis, prostatitis dan orchitis serta infeksi genital
19

seperti pelvic inflammatory. Gejala infeksinya berbeda-beda tergantung dari bagian


tubuh yang terinfeksi (Apicella et al, 2010).
Legionellosis adalah penyakit yg disebabkan oleh

Legionella, biasa

menginfeksi pekerja pada tower pendingin, orang yang beraktivitas di ruangan berAC, dan pengguna shower yang tidak didesain, dikonstruksi, dan dipelihara dengan
baik sehingga tercemar oleh Legionella (Murga et al, 2001).
Biofilm juga dapat terbentuk pada permukaan dan dalam jaringan tumbuhan
dan mengakibatkan penyakit tumbuhan (http://www.cs.montana. edu.htm). Contoh
penyakit tumbuhan yang berhubungan dengan biofilm antara lain Citrus Canker pada
jeruk, Pierce's Disease pada anggur, dan Bacterial Spot pada banyak tumbuhan
termasuk tomat dan cabai.

Gambar 8. berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh Biofilm

DAFTAR PUSTAKA
Barbara, V., Miao, C., Russell, J., Crawford, dan Elena, P. I..,2009, Bacterial
Extracellular Polysaccharides Involved in Biofilm Formation, Molecules journal, 2535
2554; doi :10.3390 / molecules 14072535.
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga

20

Desouky, A.E.H., Usama, B., Abdu, O. A, Hassan, M. dan Sahar, Z., 2003, Effects of
mixed nitrogen sources on biodegradation of phenol by immobilized Acinetobacter sp.
strain W-17, African Journal of Biotechnology.
Joseph A. Moss, Andreas Nocker, Joe E. Lepo, and Richard A. Snyder*, 2006 ,
Stability and Change in Estuarine Biofilm Bacterial Community Diversity Center for
Environmental Diagnostics and Bioremediation, APPLIED AND ENVIRONMENTAL
MICROBIOLOGY, University of West Florida, Pensacola, Florida 32514, Copyright
2006, American Society for Microbiology. All Rights Reserved.
Pelczar.1988. Microbiology an Introduction. Fourth Ed : The Benjamin Cummings
Publishing Company, Inc.
Ristiati, Ni Putu. 2008. Mikrobiologi Lingkungan. Denpasar : Bagian Ilmu Faal
Fakultas Kedokteran Udayana
Rheinhemer, 1991. Laboratory Experiments in Microbiology. California :
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Suriawira U, 1995. Pangantar Mokrobiologi Umum. Bandung: Angkasa
Tim Perkamusan Ilmiah, 2005. Kamus Pintar Biologi. Surabaya: Citra Wacana

21

You might also like