You are on page 1of 45

PENGKAJIAN TINJAUAN KASUS

Tanggal masuk : 29-06-2009 jam (09.20)


Tanggal pengkajian : Senin 29-06-2009
Ruang : Cempaka(GIB)
Pengkaji : Mei stiawandana
REVISI
Tanggal pengkajian harus ada waktu / jamnya.
I. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 29 Juni 2009 Jam : 09.20 WIB
Tanggal pengkajian : 29 Juni 2009 Jam : 09.20 WIB
Ruang / kelas : Cempaka ( GIB )
Pengkaji : Mei stiawandana

A. DATA SUBJEKTIF
a. Identitas pasien
Nama : Tn.S
Umur : 72th
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Alamat : Krandegan RT 01/RW 02,Puring,Kebumen
No.RM : -
Diagnosa keperawatan : Asma bronchial
REVISI
Pekerjaan, Jenis kelamin, suku / bangsa, status perkawinan, no.RM seharusnya terkaji
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Umur : 72 th
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Alamat : Krandegan RT 01 RW 02, Puring, Kebumen.
Jenis kelamin : Laki - laki
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Status perkawinan : Sudah kawin
NO RM : 154952
Dx : Asma Bronkhial

b. Penanggung jawab
Nama : Tn.P
Umur : 42
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Krandegan RT 01/RW 02,Puring,Kebumen
Hub.dengan pasien : Anak
REVISI
Jenis kelamin harusnya terkaji
b. Penanggung jawab
Nama : Tn.P
Umur : 42
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki - laki
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Krandegan RT 01/RW 02,Puring,Kebumen
Hub.dengan pasien : Anak

c. Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak nafas

d. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan saat ini/sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 29-06-2009 dengan keluhan sesak nafas yang disertai batuk berdahak, saat di
kaji pasien dalam keadaan sadar (compos mathis) dengan TD:120/80mmHg, N:120x/menit, RR:40x/menit, S:36,5ºC,
pasien mengatakan sesaknya akan bertambah bila beraktifitas berat dan akan berkurang jika beristirahat, sesak yang
dirasakan pasien seperti ditekan sesuatu, sesak di rasakan di bagian dada sebelah atas. Ketika sedang sesak nafas
pasien sangat kesakitan, dengan durasi 15-30 menit.
REVISI
Waktu / jam pasien datang ke IGD seharusnya terkaji.

b) Riwayat kesehatan dahulu


pasien tidak pernah dirawat dan tidak menderita penyakit serupa hanya sakit biasa seperti : demam, batuk, flu.

c) Riwayat kesehatan keluarga


pasien dan keluarga mengatakan tidak memiliki penyakit menular dan keturunan seperti : DM, TBC

e. Pola Pemenuhan kebutuhan dasar Virginia Handerson


1. Pola oksigenasi/nafas
- Sebelum sakit : Nafas pasien normal, tapi terkadang mengalami
sesak nafas.
- Saat Dikaji : Pasien terpasang oksigen 4liter/mnt dengan
RR : 35x/mnt.
REVISI
Frekwensi normal pasien, tidak / menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada / ada nafas cuping hidung bisa
ditambahkan ke dalam pola oksigenasi.

2. Nutrisi
- Makan : - Sebelum sakit : Normal 3xsehari(nasi,lauk,sayur)
- Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
- Minum: - Sebelum sakit : Minum normal 8gelas/hari (2 liter)
- Saat dikaji : Minum perhari 1500ml (1,5 liter)
REVISI
Hanya menghabiskan ½ porsi makanan dari RS / menghabiskan makanan dari RS, berat badan turun / tidak. Bisa
ditambahkan ke dalam pola nutrisi.

3. Eliminasi
- Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB 1kali/hari, konsistensi padat dan warna kuning, BAK normal 3-5x/hari. BAB
dan BAK tidak mengalami gangguan. Pasien dapat melakukan sendiri tanpa bantuan.
- Saat dikaji : BAB dan BAK pasien normal tapi terkadang pasien perlu dibantu kekamar mandi.
REVISI
Bau khas pada BAB bisa ditambahkan.
4. Gerak dan Keseimbangan
-Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan kegiatan sendiri
-Saat dikaji : Pasien mengatakan mengalami kaku/sakit di area
punggung karena banyak tidur.
5. Pola Istirahat dan tidur
-Sebelum sakit : Pasien tidur 6-7jam/hari dan terkadang tidur siang
-Saat dikaji : Selama di Rumah sakit pasien tidak bisa tidur
hanya 6-7 jam.
REVISI
Seharusnya kalau tidak bisa tidur kapasitas tidurnya 2-3 jam bukan 6-7 jam.
6. Berpakaian
- Sebelum sakit : Pasien mampu memakai pakaian sendiri.
- Saat dikaji : Pasien mampu menggunakan pakaian sendiri.
7. Mempertahankan suhu tubuh
- Sebelum sakit : Pasien suhu tubuhnya baik dan tidak panas.
- Saat dikaji : Pasien mengatakan tubuhnya terkadang panas, suhu : 37ºC.
REVISI
- Sebelum sakit : Pada saat udara panas pasien memakai pakaian tipis, bila udara dingin memakai baju tebal /
selimut.
- Saat dikaji : Pada saat udara panas / dingin pasien tetap memakai selimut.

8. Personal Hygiene
Mandi, gosok gigi, dan kramas
- Sebelum sakit : Pasien biasa melakukan sendiri baik mandi, gosok gigi dan karmas, pasien mandi dan gosok gigi
2kali sehari.
- Saat dikaji : Mandi, gosok gigi, dan kramas biasanya sendiri tapi setelah sakit pasien mandi hanya diseka oleh
keluarganya 2 kali sehari.
REVISI
Saat dikaji cukup ditulis pasien mandi hanya diseks oleh keluarganya 2 kali sehari.
9. Bahaya lingkungan dan kecelakaan
- Sebelum sakit : Tidak ada bahaya lingkungan dan kecelakaan.
- Saat dikaji : Resiko terpeleset di kamar mandi karena tubuh pasien lemah dan kadang – kadang tidak mampu
menopang hidupnya.
REVISI
Bahaya lingkungan dan kecelakaan adalah pola fungsional Gordon, maka yang Virginia handerson adalah kebutuhan
aman dan nyaman.
Misalnya : - Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman dirumah bersama keluarga.
- Saat dikaji : Pasien tidak merasa aman dan nyaman karena penyakitnya.
10. Komunikasi
- Sebelum sakit : Tidak ada gangguan komunikasi
- Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam berkomunikasi
REVISI
Bisa ditambahkan bahasa yang digunakan sehari-hari.

11. Spiritual dan Ibadah


- Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan sholat 5 waktu
- Saat dikaji : Pasien dapat melakukan sholat 5 waktu meski sambil tiduran.
12. Kebutuhan bekerja
- Sebelum sakit : Bisa melakukan aktifitas pekerjaan seperti biasa.
- Saat dikaji : Tidak dapat melakukuan aktifitas pekerjaan dikarenakan badan pasien lemah
13. Rekreasi dan bermain
- Sebelum sakit : Pasien terkadang diwaktu luang berkumpul dan berakreasi dengan keluarganya.
- Saat dikaji : Pasien hanya tiduran ditempat tidur.

14. Belajar
- Sebelum sakit : Pasien dapat belajar.
- Saat dikaji : - Pasien tidak bisa belajar karena waktu dihabiskan di tempat tidur.
- Kurang informasi dan berita perkembangan.
- Pasien dapat belajar tentang penyakitnya dan penyebabnya.
REVISI
- Sebelum sakit : Pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya.
- Saat dikaji : Pasien sudah mengetahui tentang penyakitnya dari perawat dan dokter.

B. DATA OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Umum
1.Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Komposmetis ( sadar )
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. Nadi : 90x/menit
5. Suhu : 36,6ºC
6. Respirasi Rate : 40 x/menit
b. Pemeriksaan Fisik ( inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi ) meliputi fungsi bila merupakan organ panca indra.
1. Kepala : Mesosepal.
REVISI
Pada kepala bisa ditambahkan ada / tidak ada benjolan, ada / tidak ada lesi.
2. Rambut : Lurus, bersih, sudah beruban diseluruh rambut.
3. Kulit kepala : Bersih.
REVISI
Pada kulit kepala bisa ditambahkan ada / tidak ada ketombe, ada / tidak ada lesi.
4. Muka : Tampak pucat dan cemas
5. Mata : Simetris, tidak ada gangguan penglihatan , konjungtifa tidak anemis.

REVISI
Pada mata bisa ditambahkan kelopak mata pasien ada / tidak ada lesi, sklera ikterik / tidak ikterik, ada / tidak ada
keluhan pada mata dan menggunakan / tidak menggunakan alat bantu, fungsi penglihatan normal / tidak normal.
6. Hidung : Simetris,tidak ada polip
REVISI
Pada hidung bisa ditambahkan ada / tidak ada secret, ada / tidak ada cuping hidung, fungsi pembau normal / tidak
normal.
7. Telinga : Simetris, bersih,tidak mengalami gangguan pendengaran,tidak ada lesi.
REVISI
Pada telinga bisa ditambahkan daun telinga pasien normal tidak sakit bila digerakan, bersih tidak ada serumen / ada
serumen, dan menggunakan / tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
8. Mulut : Mukosa kering.
REVISI
Pada mulut bisa ditambahkan ada / tidak ada stomatitis, sianosis / tidak.
9. Leher : Tidak terdapat distensi pada vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar thiroid.
10. Dada : Suara paru – paru mengi.
REVISI
Pada dada bisa ditambahkan :
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Tidak ada benjolan.
- Perkusi : tidak terjadi pembesaran jantung.
- Auskultasi : Suara paru-paru wizzing/ mengi, suara jantung normal.
11. Abdomen
- Inspeksi : Datar.
- Perkusi : Thimpani
- Auskultasi : Bunyi peristaltik usus 7-8x/mnt
- Palpasi : Tidak ada benjolan
12. Ekstremitas
Atas : - Dapat digunakan seperti biasa tanpa ada kesulitan
- Terpasang infus pada tangan kanan
Bawah : Dapat digerakan seperti biasa namun pasien mengalami
sedikit kesulitan jalan karena penurunan kekuatan otot.
REVISI
Berarti ada kesulitan di ekstremitas bawah
13. Kulit : Tidak ada edema
14. Punggung : Normal, tidak ada luka / lesi
15. Genetalia : Bersih, tidak ada lesi

c. Pemeriksaan Penunjang
- Infus set Rl 20tpm
- Aminophilin
- Cefotaxim
- Oksigen 4 ltr
- Nebuliser
Laboraturium Batas normal
- Hb : 12gr/dl - 12 - 16
- Leukosit : 9.000/mm3 - 5.000 - 10.000
- Trombosit : 100.000/mm3 - 150.000 - 250.000
- Hematoksit : 37 vol% - 37 - 43
- Gula : 110- 100 - 130

C. ANALISA DATA
Tanggal/jam Data Etiologi Problem
29-06-2009 Ds : pasien mengatakan
Sesak nafas

Do : Respirasi rate 40x/mnt


TD : 120/80mmHg
N : 80x/mnt
S : 36,50C
Terpasang O2 : 2 ltr/mnt Penyempitan jalan nafas
Kebersihan

REVISI
Seharusnya analisa data dikaji satu hari penuh dengan waktu yang runtut. Misal sif pagi berarti pasien kita analisa
datanya dari pagi sampai sore kita pertukaran sif.
ANALISA DATA
No. Tanggal/jam Data Etiologi Problem
1. 29-06-2009
Jam 09.20 WIB Ds : - Pasien mengeluh sesak nafas yang disertai batuk berdahak

Do: - Pasien terlihat batuk.


- Terpasang oksigen 4 ltr.
- Terdapat bunyi mengi.
- TD : 120/80 mmHg
- N : 120x/mnt
- RR : 40x/mnt
- S : 36,5°C Akumulasi sekret berlebih. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas.

NIC NOC Halaman 17


2. 29-06-2009
Jam 12.00 WIB Ds : - Nafsu makan turun.
- Klien hanya menghabiskan 1/2 porsi makan yang disediakan RS.

Do : - Mukosa kering.
- BB turun Intake yang tidak adekuat.

Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

NIC NOC
Halaman 319
3. 29-06-2009
Jam 15.00 WIB Ds : - Pasien mengatakan tidak dapat tidur.
- Hanya tidur 2 – 3 jam.

Do : - Mata pasien terlihat merah.


- Pasien tampak lesu.
- Terlihat lingkaran hitam pada mata pasien
Kegaduhan Ganguan pola tidur

NIC NOC
Halaman 474

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kebersihan jalan nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
REVISI
Analisa Data
- Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d akumulasi sekret berlebih.
- Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat.
- Ganguan pola tidur b/d kegaduhan.

E. INTERVENSI
Tanggal / jam Intervensi Rasional Paraf
29/06/2009 - Anjurkan pasien memakai pakaian longgar.

- Berikan posisi yang nyaman (semi fowler).

- Mengajarkan batuk efektif.

- Pemberian O2.

- Batasi aktivitas.

- Kolaborasi dalam pemberian obat. - Respirasi kulit lancer.

- Pertukaran O2 dan CO2 lebih mudah dan cepat.

- Membantu inspirasi O2 lebih mudah.

- Pernafasan menjadi teratur dan lancar.

- Sesak nafas dapat berkurang dan dapat istirahat.

REVISI
No. Dx Tujuan Intervensi Paraf
1. 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan dengan KH :
- Pasien tidak sesak nafas.
- Batuk dan klien dapat mengeluarkan sputum.
- Bersihan pola nafas kembali efektif.
- Wheezing berkurang/hilang.
- Vital dalam batas normal.
- Keadaan umum baik.

1. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas,


2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran. Peninggian kepala
tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Latih dan ajarkan batuk efektif.
e.Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki
upaya batuk. Berikan air hangat. penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1x1 (inhalasi).Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan
produksi mukosa.

6. IMPLEMENTASI
Tanggal / jam Implementasi Respon Paraf
29/06/2009 - Memakaikan pakaian longgar kepada pasien.

- Mengatur posisi pasien semi fowler.

- Menginstruksikan batuk efektif.

- Memasang O2 : 2ttp.

- Menganjurkan istirahat.

- Memberikan obat :
- Salbotamol 2mg 3x1
- Ekspetoran 3x1 sdm - Keringat pasien agak berkurang dan untuk bernafas tidak mengalami hambatan.

- Sesak nafas berkurang.

- Pasien tampakterlihat mudah dalam bernafas.

- Pasien tidak kesulitan dalam inspirasi.

- Tenang dan irama nafas teratur.

- RR menjadi normal 24x/menit 

7. EVALUASI
Tanggal/jam Evaluasi Paraf
29/06/2009 S : Pasien mengatakan sesaknya berkurang.

O : - RR pasien berkurang 24x / menit.


- Pasien terpasang O2 2ltr / menit.
- Batuk berdahak agar berkurang.
- TD : 120/80 mmHg
N : 80x / menit.
S : 36,5 ºC.

A : - Masalah kebersihan jalan nafas teratasi sebagian.


- Indikator sesak nafas (+).
- Batuk berdahak (+).

P : - Pantau pemberian O2.


- Berikan obat batuk ekspektoran.
- Ajarkan batuk efektif.
- Pantau / monitoring TTV.
- Melakukan pemeriksaan fisik paru 

8. PEMBAHASAN
Berdasarkan tindakan dan praktek yang saya lakukan berdasarkan instruksi pembimbing di bangsal CEMPAKA RSUD
Kebumen saya tambah pengalaman tetapi terdapat kesenjangan antara teori dengan praktek lapangan. Hal ini
dikarenakan :
- Kepraktisan dalam tindakan upaya efektif karena banyaknya pasien yang dirawat.
- Menghemat biaya yang dikeluarkan pasien dalam setiap tindakan keperawatan.
- Mempermudah dan tidak membingungkan perawat dalam setiap tindakan.

A. Pengertian
Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi
peradangan jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible (Crackett,
Antony. 1997).
Asma Bronkhial adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
saluran napas, terhadap bermacam-macam rangsangan yang ditandai dengan penyempitan
saluran napas disertai keluarnya lendir yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar di dinding
saluran napas, sehingga menimbulkan gejala batuk, mengi dan sesak. Penyempitan saluran
napas dapat sembuh dan kembali seperti semula secara spontan dengan atau tanpa obat.
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma dapat didefinisikan sebagai kondisi yang bercirikan penyempitan saluran pernafasan
atau sementara waktu yang biasanya tercermin pada penderita dalam bentuk nafas berbunyi
yang terjadi sewaktu-waktu (Sinclair, Chris. 1995).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The
American Thoracic Society ).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini
bersifat sementara (wikipedia.com).
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang
dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.
B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.  Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi.Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2.  Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3.  asma  gabungan
Bentuk asma yang paling umum. asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
D. Patofisiologi
asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan
dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak,
antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari
F. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
° Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
° Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
° Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
° Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
° Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
° Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
° Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
° Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
° Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
° Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
° Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
° Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
° Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
° Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.
° Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle
branch block).
° Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
H. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
I. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,
baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti
tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
° Memberikan penyuluhan
° Menghindari faktor pencetus
° Pemberian cairan
° Fisiotherapy
° Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
° Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).
° Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak- anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.
° Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara
oral.
J.Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas
Penurunan libido
K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
Intervensi Rasional
Mandiri Beberapa derajat spasme
Auskultasi bunyi nafas, catat bronkus terjadi dengan
adanya bunyi nafas, ex: mengi obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
Kaji / pantau frekuensi Tachipnea biasanya ada pada
pernafasan, catat rasio inspirasi / beberapa derajat dan dapat
ekspirasi. ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.
Catat adanya derajat dispnea, Disfungsi pernafasan adalah
ansietas, distress pernafasan, variable yang tergantung pada
penggunaan obat bantu. tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit.
Tempatkan posisi yang nyaman Peninggian kepala tempat
pada pasien, contoh : tidur memudahkan fungsi
meninggikan kepala tempat tidur, pernafasan dengan
duduk pada sandara tempat tidur menggunakan gravitasi.
Pertahankan polusi lingkungan Pencetus tipe alergi
minimum, contoh: debu, asap dll pernafasan dapat mentriger
episode akut.
Tingkatkan masukan cairan Hidrasi membantu
sampai dengan 3000 ml/ hari menurunkan kekentalan
sesuai toleransi jantung sekret, penggunaan cairan
memberikan air hangat. hangat dapat menurunkan
kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus.
Kolaborasi Merelaksasikan otot halus dan
Berikan obat sesuai dengan menurunkan spasme jalan
indikasi bronkodilator. nafas, mengi, dan produksi
mukosa.
Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Intervensi Rasional
Mandiri Pasien distress pernafasan akut
Kaji kebiasaan diet, masukan sering anoreksia karena
makanan saat ini. Catat derajat dipsnea.
kerusakan makanan.
Sering lakukan perawatan oral, Rasa tak enak, bau menurunkan
buang sekret, berikan wadah nafsu makan dan dapat
khusus untuk sekali pakai. menyebabkan mual/muntah
dengan peningkatan kesulitan
nafas.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan dipsnea dan
selama makan sesuai indikasi. meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen(spasme bronkus)
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
Intervensi Rasional
Mandiri Sianosis mungkin perifer
Kaji/awasi secara rutin kulit atau sentral keabu-abuan
dan membrane mukosa. dan sianosis sentral mengindikasi
kan beratnya
hipoksemia.
Palpasi fremitus Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama Tachicardi, disritmia, dan
jantung perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Kolaborasi Dapat memperbaiki atau
Berikan oksigen tambahan mencegah memburuknya
sesuai dengan indikasi hasil hipoksia
AGDA dan toleransi pasien.
Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi.
- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi Rasional
Mandiri Demam dapat terjadi karena
Awasi suhu. infeksi dan atau dehidrasi.
Diskusikan kebutuhan nutrisi Malnutrisi dapat mempengaruhi
adekuat. kesehatan umum
dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi.
Kolaborasi untuk mengidentifikasi
Dapatkan specimen sputum organisme penyabab dan
dengan batuk atau pengisapan kerentanan terhadap
untuk pewarnaan berbagai anti microbial.
gram,kultur/sensitifitas.
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil yang diharapkan :
• menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi Rasional
Jelaskan tentang penyakit Menurunkan ansietas dan dapat
individu menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan.
Diskusikan obat pernafasan, Penting bagi pasien memahami
efek samping dan reaksi yang perbedaan antara efek samping
tidak diinginkan. mengganggu dan merugikan.
Tunjukkan tehnik penggunaan Pemberian obat yang tepat
inhakler. meningkatkan keefektifanya.

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS

I. PENGERTIAN

Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran


O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri
Rokhaeni, dkk, 2001)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga
menyebabkan PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, C Susane, 2001)

II. ETIOLOGI

a. Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan

 Luka di kepala

 Perdarahan / trombus di serebral

 Obat yang menekan pernafasan

b. Gangguan muskular yang disebabkan


 Tetanus

 Obat-obatan

c. Kelainan neurologis primer

Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan
neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga mempengaruhi ventilasi.

d. Efusi pleura, hemathorak, pneumothorak

Kondisi ini dapat mengganggu dalam ekspansi paru

e. Trauma

Kecelakakan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan hidung,


mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas dan depresi pernafasan

f. Penyakit akut paru

Pneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma bronchiale, atelektasis, embolisme
paru dan edema paru

III. PATHWAYS
IV. TANDA DAN GEJALA

Tanda

a. Gagal nafas total

 Aliran udara di mulut, hidung tidak terdengar / dirasakan

 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak
ada pengemabngan dada pada inspirasi

b. Gagal nafas partial

 Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan wheezing


 Ada retraksi dada

Gejala

 Hiperkapnia yaitu peningkatan kadar CO2 dalam tubuh lebih dari 45 mmHg

 Hipoksemia terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis atau PO2 menurun

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. BGA

Hipopksemia

 Ringan : PaO2 <>

 Sedang : PaO2 <>

 Berat : paO2 <>

b. Pemeriksaan rontgen dada

Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui

c. Hemodinamik: tipe I terjadi peningkatan PCWP

d. EKG

 Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan

 Disritmia

VI. PENGKAJIAN

a. Airway

 Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)

 Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing

b. Breathing

 Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea

 Menggunakan otot asesoris pernafasan


 Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis

 Pernafasan memakai alat Bantu nafas

c. Circulation

 Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi

 Sakit kepala

 Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental (ansietas,


cemas)

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker

b. Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu

c. Inhalasi nebulizer

d. Fisioterapi dada

e. Pemantauan hemodinamik / jantung

f. Pengobatan: bronkodilator, steroid

g. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

Tujuan: jalan nafas efektif

Kriteria hasil:

 Bunyi nafas bersih

 Secret berkurang atau hilang

Intervensi:

 Catat karakteristik bunyi nafas


 Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum

 Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental

 Berikan humidifikasi pada jalan nafas

 Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan

 Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas

 Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang
lengket

 Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh

 Berikan fisioterapi dada

 Berikan bronkodilator

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan

Tujuan; pertukaran gas adekuat

Criteria hasil:

 Perbaikan oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran

 BGA dalam batas normal

 Bebas distres pernafasan

Intervensi:

 Kaji status pernafasan

 Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan ketidaknyaman


dalam pernafasan

 Catat adanya sianosis

 Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia

 Berikan oksigen sesuai kebutuhan

 Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik


 Kaji seri foto dada

 Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)

c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik

Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik

Intervensi:

 Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan

 Observasi tanda dan gejala barotrauma

 Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal

 Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift

 Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi

 Berikan sedasi bila perlu

 Monitor terhadap distensi abdomen

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan


kondisi lemah

Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Intervensi:

 Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan

 Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi

 Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan

 Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam

 Lakukan pembersihan oral tiap shift

 Monitor tanda vital terhadap infeksi

 Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari
jalan nafas dan reservoir humidifier
 Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril

 Pantau keadaan umum

 Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas

 Pantau pemberian antibiotik

e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral

Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh

Intervensi:

 Kaji status gizi klien

 Kaji bising usus

 Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi

 Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai
indikasi

 Periksa laborat darah rutin dan protein

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)

2. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for


planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993

3. Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik


Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty
Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997

4. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.


4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

5. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

6. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi.Jakarta: EGC, 1998
7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga.Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S DENGAN GAGAL NAFAS

DI RUANG ICU RUMAH SAKIT

I. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan pada hari tanggal

A. Identitas Klien

Nama : Tn. S

Umur : 77 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat :

Tanggal Masuk: 14 Juni 2005 jam 14.45 WIB

DX Medis : Gagal Nafas, PSA/SH, Sepsis, MRSA

No Register : 5103659

B. Riwayat Keperawatan

1. Keluhan Utama: klien tidak sadar

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sebelum masuk RS klien terjatuh terpeleset di kamar mandi terus tidak sadar, setelah
beberapa jam klien mengalami demam, nafas sesak kemudian dibawa ke RSDK lewat
IGD. Di IGD diberikan tindakan pasang ET, periksa darah lengkap, pasang infuse,
kemudian dirawat di ICU sampai pengkajian dilakukan

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung sudah 5 tahun

Riwayat Parkinson sudah 2 tahun


Riwayat Hemiparese sudah 2 tahun

C. Pengkajian Primer

1. Airways

Jalan nafas secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap lendir

2. Breathing

Memakai ET no 7,5 dengan ventilator mode CPAP, FiO 2: 30 %, nafas mesin:10,


nafas klien: 28 x/mnt, SaO2: 96, bunyi ronchi kasar seluruh area paru.

3. Circulation

TD: 147/86 mmHg, HR: 100 x/mnt, MAP: 94, suhu: 36,5oC, edema ekstremitas atas
dan bawah, capillary refill <>

D. Pengkajian sekunder

1. Kepala : Mesosefal, tidak ada hematom/luka pada kepala

2. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2 mm, tidak ada
hematom kelopak mata

3. Hidung : Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lendir

4. Telinga : Tampak bersih, tidak ada discharge

5. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, JVP meningkat

6. Thorak :

Paru

Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri

Palpasi : Sterm fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor seluruh lapang pandang paru

Auskultasi : Ronchi terdengar seluruh lapang paru

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tak tampak


Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5, 2 cm LMCS

Perkusi : Suara pekak, konfigurasi dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-)

7. Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus normal, 15 x/menit

Perkusi : Timpani

Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien

8. Ekstremitas : Edema ekstremitas atas dan bawah

9. Data Penunjang:

a. Laboratorium:

Tanggal 21Juni 2005:

 Kultur steril tidak ada kuman

Tanggal 5 Juli 2005:

 Kultur darah: ditemukan kuman Stapilokokus Epidedermis

 Kultur urin: ditemukan kuman Stapilokokus Aeureus

 Kuman resisten terhadap semua Cephalosforin dan Beta Lactam

 MRSA dan MRSE

Tanggal 7 Juli 2005

Darah Urin

 Hb : 8,7 gr%  PH : 6

 Ht : 26,3 %  Prot : 30 mg/dl

 Eritro : 2,67 jt/mmk  Red : negative


 MCH : 32,70 pg Sediment

 MCV : 98,70  Ep cell : 7 – 10 LPK

 Leuko : 11,0 rb/mmk  Leuko : 10 – 15 LPB

 Urea : 104 mg/dl  Eritrosit : 30 – 40 LPB

 Creatin : 0,99 mg/dl  Ca ox : -

 Na : 130 mmol/L  Asam urat : -

 K : 5,0 mmol/L  Triple phosfat: -

 Cl : 106 mmol/L  Amorf : -

 Ca : 2,1 mmol/L  Sel hialin : -

 Mg : 0,91 mmol/L  Sel granula: -

 Bakteri : positif

BGA tanggal 5 Juli 2005 jam 09.45 wib

PH : 7,36

PCO2 : 37,4 mmHg

PO2 : 58,6 mmHg

HCO3 : 24,5

BE : 0,7

BE ecf : - 0,5

AaDO2: 143

SaO2 : 93 %

b. Foto Rontgen

CT Scan tanggal 15 Juni 2005

 Perdarahan intra serebral region transversal kiri dengan edema


 Perdarahan subarachnoid

 Subdural higroma region fronto temporal kanan, temporo parietal kiri dan
interhemisfer serebri

Foto Thorak 15 Juni 2005

 Bronkiektasis kanan dan kiri, gambaran pneumonia

c. Terapi

Program Infus: Oral:

 Comafusin I  Tequien 400 mg tiap 24 jam

 Kalbumin I  Ticlopidin 200 mg / 24 jam

 Fima Hes I  ASA 80 gr / 24 jam

 RL I  CaCO3 500 mg / 8 jam

Injeksi:  Propranolol 10 mg / 8 jam

 Amikin 1 gr/ 24 jam Repirator

 Nootrophyl 3 gram /6 jam CPAP

 Vit C 1 amp / 8 jam FiO2 30 %

 Vit K 1 amp /8 jam

II. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


1 DS: Sumbatan jalan nafas Bersihan jalan
dan kurangnya nafas tidak efektif
DO: ventilasi sekunder
terhadap retensi
 Jalan nafas secret kental produktif lendir

 Ada reflek batuk bila dilakukan isap lendir


2 DS: Akumulasi protein Gangguan
dan cairan dalam pertukaran gas
DO: interstitial / area
alveolar
 Ronchi terdengar seluruh lapang paru

 Bronkiektasis kanan dan kiri, gambaran


pneumonia

 BGA tanggal
3 DS:- Ketidakmampuan Perubahan pola
menelan nutrisi
DO:

 Terpasang NGT

 Klien tidak sadar reflek menelan tidak ada

CT Scan tanggal 15 Juni 2005:

 Perdarahan intra serebral region


transversal kiri dengan edema

 Perdarahan subarachnoid

 Subdural higroma regio fronto temporal


kanan, temporo parietal kiri dan
interhemisfer serebri
4 DS: Penggunaan ventilasi Resiko cidera
mekanik
DO:

 Memakai ventilator mode CPAP, FiO2: 30


%, nafas mesin: 10, nafas klien: 28
x/mnt, SaO2: 96.
5 DS: Pemasangan selang Resiko tinggi
ET dengan kondisi terhadap infeksi
DO: lemah

 Klien tidak sadar

 Klien terpasang DC, NGT, Infus

 Klien terpasang ET dan ventilator

 Leukosit: 11,0 rb/mmk

 Gagal Nafas, PSA/SH,


6 DS: Adanya sumber Resiko terhadap
penularan dari penularan lewat
kuman stapilokokus udara
DO:

 DX Medis: Sepsis, MRSA

Tanggal 5 Juli 2005:

 Kultur darah: ditemukan kuman


Stapilokokus Epidedermis
 Kultur urin: ditemukan kuman
Stapilokokus Aeureus
 Kuman resisten terhadap semua
Cephalosforin dan Beta Lactam
 MRSA dan MRSE

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar

c. Perubahan pola makan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

d. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan


kondisi lemah

f. Resiko terhadap penularan lewat udara berhubungan dengan adanya sumber penularan
dari kuman stapilokokus

IV. RENCANA TINDAKAN

TGL DP TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


9/7/05 1 Setelah dilakukan tindakan  Catat karakteristik bunyi nafas
keperawatan selama jalan nafas
efektif.  Catat refleks batuk dan lendir yang keluar

Kriteria hasil:  Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi


kental
 Bunyi nafas bersih
 Berikan humidifikasi pada jalan nafas
 Secret berkurang atau hilang
 Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan
ventilator sesuai kebutuhan

 Observasi perubahan pola nafas dan upaya


bernafas

 Berikan cairan garam faaal sesuai indiaksi


untuk membuang skresi yang lengket

 Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh

 Berikan fisioterapi dada


9/7/05 2 Setelah dilakukan tindakan  Kaji status pernafasan
keperawatan selama 1x24 jam
pertukaran gas adekuat  Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau
yang menimbulkan ketidaknyaman dalam
Criteria hasil: pernafasan

 Perbaikan oksigenasi  Catat adanya sianosis


adekuat: akral hangat,
peningkatan kesadaran  Observasi kecenderungan hipoksia dan
hiperkapnia
 BGA dalam batas normal
 Berikan bantuan nafas dengan ventilator
 Bebas distres pernafasan mekanik

 Kaji seri foto dada

 Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)


9/7/05 3 Setelah dilakukan tindakan  Kaji status gizi klien
keperawatan selama 1x24 jam
klien mempertahankan  Kaji bising usus
kebutuhan nutrisi
 Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi
Criteria hasil: tim gizi

 Laborat Hb, protein dalam  Pertahankan asupan kalori dengan makan per
batas normal sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi

 Makanan dapat masuk sesuai  Periksa laborat darah rutin dan protein
dietnya
9/7/05 4 Setelah dilakukan tindakan  Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam
keperawatan selama 1x24 jam pada ukuran tekanan
klien bebas dari cidera selama
ventilasi mekanik
Criteria hasil:  Observasi tanda dan gejala barotrauma

 Tidak ada cidera pada  Posisikan selang ventilator untuk mencegah


pernafasan penarikan selang endotrakeal

 Pernafasan klien terkendali  Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap
normal shift

 Berikan antasida dan beta bloker lambung


sesuai indikasi

 Monitor terhadap distensi abdomen


9/7/05 5 Setelah dilakukan tindakan  Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum
keperawatan selama 1x24 jam tiap penghisapan
infeksi nosokomial dapat
terkendali  Tampung specimen untuk kultur dan
sensitivitas sesuai indikasi
Criteria hasil:
 Pertahankan teknik steril bila melakukan
 Tidak ada tanda-tanda infeksi penghisapan (pakai sarung tangan steril)

 Leukosit dalam batas normal  Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam

 Lakukan pembersihan oral tiap shift

 Monitor tanda vital terhadap infeksi

 Pantau keadaan umum

 Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur


dan sensitivitas

 Berikan antibiotic amikin 1 gram/ 24 jam


9/7/05 6 Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan klien di ruang isolasi
keperawatan selama 3x24 jam
penularan tidak terjadi  Lakukan pemantauan alat dan bahan yang
digunakan klien
Criteria hasil:
 Tempatkan tersendiri baju dan alat lain yang
 Klien berada di kamar isolasi sudah dipakai klien

 Semua bahan dan alat yang  Hindari kontak secara langsung dengan klien
dipakai klien ditempatkan dan alat serta bahan yang dipakai klien
tersendiri
 Berikan penkes terhadap keluarga maupun
 Tersedianya baju khusus pengunjung
untuk perawat maupun
pengunjung  Pantau hasil laborat kultur dan sensitivitas, baik
darah maupun urin

 Pakai sarung tangan, masker, dan jas yang


tersedia setiap melakukan tindakan
keperawatan

V. IMPLEMENTASI & EVALUASI TANGGAL 9 JULI 2005

TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
9/7/05 1  Mencatat karakteristik bunyi nafas 10/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri
S: -
24.00  Mencatat karakteristik batuk, dan lendir
O:
05.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir keluar
 Ronchi (+)
07.00  Memberikan cairan garam faal sesuai indiaksi
untuk membuang sekresi yang lengket  Lendir keluar
lebih encer
R: lendir dapat keluar lebih encer
 Posisi elevasi 300
 Memberikan humidifikasi pada jalan nafas
A:
R: aguades masuk kedalam penampung
sesuai level  Masalah teratasi
sebagian
 Mempertahankan posisi tubuh/kepala dan
gunakan ventilator sesuai kebutuhan P:

R: posisi kepala tempat tidur tetap elevasi  Lanjutkan


300 intervensi
sebelumnya
 Mengobservasi perubahan pola nafas dan
upaya bernafas

R: pola nafas memakai mode CPAP, F: 12,


klien 14 x/mnt, FiO230%
 Memberikan fisioterapi dada

R: fisioterapi dada sudah dilakukan klien


batuk-batuk

 Memonitor status hidrasi untuk mencegah


sekresi kental

R: BC + 107, turgor baik


9/7/05 2  Mengkaji status pernafasan 10/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: memakai mode CPAP, F: 12, klien 14
x/mnt, FiO230% S: -
24.00
 Mengkaji penyebab adanya penurunan PaO2 O:
05.00
R: adanya gangguan ventilasi dan perfusi  Respirasi dengan
07.00 paru vent.mode
CPAP, FiO2 30
 Mencatat adanya sianosis %

R: tidak ada sianosis  Tidak ada sianosis

 Mengobservasi kecenderungan hipoksia dan A:


hiperkapnia
 Masalah teratasi
R: SaO2 96%, BGA: dalam batas normal sebagian

 Mempertahankan bantuan nafas dengan P:


ventilator mekanik
 Lanjutkan
R: ventilator terpasang sesuai kebutuhan klien intervensi
sebelumnya
9/7/05 3  Mengkaji kebutuhan gizi klien 10/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: 1400 kkal, 60 gr protein
S: -
24.00  Mengkaji bising usus klien
O:
05.00 R: BU normal, 20 x/mnt, residu negatif
 Diit masuk
07.00  Mempertahankan asupan kalori dengan makan
per sonde atau nutrisi perenteral sesuai  Tidak ada muntah
indikasi
R: diet masuk, residu negative, tidak ada  Residu negative
muntah
 BU 20 x/mnt
 Memantau hasil darah rutin dan protein
A:Masalah teratasi
R: Hb 10,3 gr%, Albumin: 2,8 mg/dl sebagian

P:Lanjutkan
intervensi
sebelumnya
9/7/05 4  Memonitor ventilator terhadap peningkatan 10/7/05 jam 07.00
tajam pada ukuran tekanan WIB
21.00
R: tidak ada peningkatan tekanan yang tajam S: -
24.00
 Mengobservasi tanda dan gejala barotrauma O:
05.00
R: tidak ada tanda dan gejala barotrauma  Tidak ada
07.00 peningkatan
 Memposisikan selang ventilator untuk tekanan yang
mencegah penarikan selang endotrakeal tajam

R: sirkuit letak lebih rendah dari ET, plester  Tidak ada


terpasang kuat, balon ET terisi cukup barotrauma

 Mengkaji panjang selang ET dan catat  ET terpasang tetap


panjang
A:
R: ET posisi tetap pada angka 21, paru
kanan dankiri terdengar sama  Masalah teratasi
sebagian
 Memberikan antasida dan beta bloker
lambung sesuai indikasi P:

R: sukralfat 500 mg sudah masuk  Lanjutkan


intervensi
 Memonitor terhadap distensi abdomen sebelumnya

R: tidak ada distensi abdomen


9/7/05 5  Mengevaluasi warna, jumlah, konsistensi 10/7/05 jam 07.00
sputum tiap penghisapan WIB
21.00
R: warna putih, lendir keluar 5 cc an S: -
24.00
 Menampung specimen untuk kultur dan
05.00 sensitivitas sesuai indikasi O:

07.00  Mempertahanakan teknik steril bila  Lendir dapat


melakukan penghisapan (pakai sarung keluar
tangan steril)
 Teknik steril
R: sudah memakai sarung tangan dan masker dilakukan
tiap melakukan tindakan
 Tanda vital dalam
 Memberikan injeksi antibiotic Amikin 1 gr batas normal

R: obat masuk tidak ada alergi  Kultur MRSA &


MRSE
 Melakukan pembersihan oral
A:
R: mulut klien tampak bersih
 Masalah teratasi
 Memantau keadaan umum sebagian

R: KU lemah, kesadaran sopor P:

 Memantau hasil pemeriksaan laborat untuk  Lanjutkan


kultur dan sensitivitas intervensi
sebelumnya
R: kultur ada kuman stapilokokus (MRSA &
MRSE)

 Memonitor tanda vital terhadap infeksi

R: TD: 112/63 mmHg, MAP: 75, HR: 83


x/mnt, suhu: 36,8 0C
9/7/05 6  Mempertahankan klien di ruang isolasi 10/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: klien tetap di ruang tersendiri dan kamar
tertutup S: -
24.00
 Melakukan pemantauan alat dan bahan yang O:
07.00 digunakan klien
 Klien dirawat di
R: tempat yang tersedia sudah digunakan ruang isolasi

 Menempatkan tersendiri baju dan alat lain  Bahan dan alat


yang sudah dipakai klien disendirikan

R: alat dan bahan dimasukkan dalam bak  Masker, jas,


khusus sarung tangn
dipakai setiap
 Menghindari kontak secara langsung dengan tindakan
klien dan alat serta bahan yang dipakai klien
 Keluarga dapat
R: sudah memakai masker, sarung tangan mengerti dan
dan jas setiap melakukan tindakan mengangguk

 Memberikan penkes terhadap keluarga  Kultur MRSA &


maupun pengunjung MRSE

R: keluarga dapat memahami dan setuju. A:

 Memantau hasil laborat kultur dan  Masalah teratasi


sensitivitas, baik darah maupun urin sebagian

R: kultur ditemukan adanya kuman P:


stapilokokus (MRSA & MRSE)
 Lanjutkan
 Memakai sarung tangan, masker, dan jas yang intervensi
tersedia setiap melakukan tindakan sebelumnya
keperawatan

R: sudah dilakukan perawat jaga ruang


isolasi

VII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TANGGAL 10 JULI 2005

TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
10/7/05 1  Mencatat karakteristik bunyi nafas 11/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri
S: -
24.00  Mencatat karakteristik batuk, dan lendir
O:
05.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir keluar
 Ronchi (+)
07.00  Memberikan cairan garam faal sesuai indiaksi
untuk membuang skresi yang lengket  Lendir keluar
lebih encer
R: lendir dapat keluar lebih encer
 Posisi elevasi 300
 Memberikan humidifikasi pada jalan nafas A:

R: aguades masuk kedalam penampung  Masalah teratasi


sesuai level sebagian

 Mempertahankan posisi tubuh/kepala dan P:


gunakan ventilator sesuai kebutuhan
 Lanjutkan
R: posisi kepala tempat tidur tetap elevasi intervensi
300 sebelumnya

 Mengobservasi perubahan pola nafas dan


upaya bernafas

R: pola nafas memakai mode CPAP, F: 12,


klien 14 x/mnt, FiO2 30%

 Memberikan fisioterapi dada

R: fisioterapi dada sudah dilakukan klien


batuk-batuk

 Memonitor status hidrasi untuk mencegah


sekresi kental

R: BC + 107, turgor baik


10/7/05 2  Mengkaji status pernafasan 11/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: memakai mode CPAP, F: 12, klien 14
x/mnt, FiO2 30% S: -
24.00
 Mengkaji penyebab adanya penurunan PaO2 O:
05.00
R: adanya gangguan ventilasi dan perfusi  Respirasi dengan
07.00 paru vent.mode
CPAP, FiO2 30
 Mencatat adanya sianosis %

R: tidak ada sianosis  Tidak ada sianosis

 Mengobservasi kecenderungan hipoksia dan A: Masalah teratasi


hiperkapnia sebagian

R: SaO2 96%, BGA: dalam batas normal P: Lanjutkan


intervensi
 Mempertahankan bantuan nafas dengan sebelumnya
ventilator mekanik

R: ventilator terpasang sesuai kebutuhan klien


10/7/05 3  Mengkaji kebutuhan gizi klien 11/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: 1400 kkal, 60 gr protein
S: -
24.00  Mengkaji bising usus klien
O:
05.00 R: BU normal, 20 x/mnt, residu negatif
 Diit masuk
07.00  Mempertahankan asupan kalori dengan
makan per sonde atau nutrisi perenteral  Tidak ada muntah
sesuai indikasi
 Residu negative
R: diet masuk, residu negative, tidak ada
muntah  BU 20 x/mnt

 Memantau hasil darah rutin dan protein A: Masalah teratasi


sebagian
R: Hb 10,3 gr%, Albumin: 2,8 mg/dl
P: Lanjutkan
intervensi
sebelumnya
10/7/05 4  Memonitor ventilator terhadap peningkatan 11/7/05 jam 07.00
tajam pada ukuran tekanan WIB
21.00
R: tidak ada peningkatan tekanan yang tajam S: -
24.00
 Mengobservasi tanda dan gejala barotrauma O:
05.00
R: tidak ada tanda dan gejala barotrauma  Tidak ada
07.00 peningkatan
 Memposisikan selang ventilator untuk tekanan yang
mencegah penarikan selang endotrakeal tajam

R: sirkuit letak lebih rendah dari ET, plester  Tidak ada


terpasang kuat, balon ET terisi cukup barotrauma

 Mengkaji panjang selang ET dan catat  ET terpasang tetap


panjang
A:
R: ET posisi tetap pada angka 21, paru
kanan dankiri terdengar sama  Masalah teratasi
 Memberikan antasida dan beta bloker sebagian
lambung sesuai indikasi
P:
R: sukralfat 500 mg sudah masuk
 Lanjutkan
 Memonitor terhadap distensi abdomen intervensi
sebelumnya
R: tidak ada distensi abdomen
10/7/05 5  Mengevaluasi warna, jumlah, konsistensi 11/7/05 jam 07.00
sputum tiap penghisapan WIB
21.00
R: warna putih, lendir keluar 5 cc an S: -
24.00
 Menampung specimen untuk kultur dan O:
05.00 sensitivitas sesuai indikasi
 Lendir dapat
07.00  Mempertahanakan teknik steril bila keluar
melakukan penghisapan (pakai sarung
tangan steril)  Teknik steril
dilakukan
R: sudah memakai sarung tangan dan
masker tiap melakukan tindakan  Tanda vital dalam
batas normal
 Memberikan injeksi antibiotic Amikin 1 gr
 Kultur MRSA &
R: obat masuk tidak ada alergi MRSE

 Melakukan pembersihan oral A:

R: mulut klien tampak bersih  Masalah teratasi


sebagian
 Memantau keadaan umum
P:
R: KU lemah, kesadaran sopor
 Lanjutkan
 Memantau hasil pemeriksaan laborat untuk intervensi
kultur dan sensitivitas sebelumnya

R: kultur ada kuman stapilokokus (MRSA &


MRSE)

 Memonitor tanda vital terhadap infeksi

R: TD: 112/63 mmHg, MAP: 75, HR: 83


x/mnt, suhu: 36,8 0C
10/7/05 6  Mempertahankan klien di ruang isolasi 11/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: klien tetap di ruang tersendiri dan kamar
tertutup S: -
24.00
 Melakukan pemantauan alat dan bahan yang O:
07.00 digunakan klien
 Klien dirawat di
R: tempat yang tersedia sudah digunakan ruang isolasi

 Menempatkan tersendiri baju dan alat lain  Bahan dan alat


yang sudah dipakai klien disendirikan

R: alat dan bahan dimasukkan dalam bak  Masker, jas,


khusus sarung tangn
dipakai setiap
 Menghindari kontak secara langsung dengan tindakan
klien dan alat serta bahan yang dipakai klien
 Keluarga dapat
R: sudah memakai masker, sarung tangan mengerti dan
dan jas setiap melakukan tindakan mengangguk

 Memberikan penkes terhadap keluarga  Kultur MRSA &


maupun pengunjung MRSE

R: keluarga dapat memahami dan setuju. A:

 Memantau hasil laborat kultur dan  Masalah teratasi


sensitivitas, baik darah maupun urin sebagian

R: kultur ditemukan adanya kuman P:


stapilokokus (MRSA & MRSE)
 Lanjutkan
 Memakai sarung tangan, masker, dan jas yang intervensi
tersedia setiap melakukan tindakan sebelumnya
keperawatan

R: sudah dilakukan perawat jaga ruang


isolasi
Gagal Nafas - Presentation Transcript

1. GagalNafas
2. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997).
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001).
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg / hiperkapnia (Brunner & Sudarth, 2001)
3. Jenis
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul. 
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).
4. Etiologi
Depresi sistem saraf pusatMengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak
dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
Kelainan neurologis primerAkan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang
membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis,
otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraksMerupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
5. 4. TraumaDisebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal
nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paruPnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang
mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain
yang menyababkan gagal nafas
6. Patofisiologi
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. 
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Kapasitasvital adalah ukuran
ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
7. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). 
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. 
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. 
8. Pathway
9. TandadanGejala
Gagal nafas total• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi• Adanya kesulitasn inflasi paru
10. Gagal nafas parsial• Terdenganr suara nafas tambahan sepertisnoringdan whizing.• Ada retraksi dada
Hiperkapniatauhipoksemia• Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)• Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis
(PO2 menurun)
11. PemeriksaanPenunjang
• Pemerikasan gas-gas darah arteriHipoksemiaRingan : PaO2 &lt; 80 mmHgSedang : PaO2 &lt; 60 mmHgBerat : PaO2 &lt; 40 mmHg
• Pemeriksaan rontgen dadaMelihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
• Hemodinamik
• EKGMungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kananDisritmia
12. PENATALAKSANAAN 
SUPLEMEN OKSIGEN 

o Merupakantindakantemporersambildicari diagnosis etiologidanterapinya.

o Pemberian O2peningkatanGradienTekananO2Alveolus dgnkapilerDifusilebihbanyakpeningkatan PaO2

13. OBAT DAN PENATALAKSANAAN LAINNYA


·       Mukolitik 
·       Postural orainase
·       Chest physical therapy 
·       Nasotracheal suctioning 
·       Cough/deep Breathing Exercise 
14. Pengkajian
Airway• Peningkatan sekresi pernapasan• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
Breathing• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.• Menggunakan otot aksesori pernapasan• Kesulitan
bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
Circulation• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia• Sakit kepala• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk• Papiledema• Penurunan haluaran urine
15. DiagnosaKeperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :Pasien menunjukkan :• Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal• Adanya penurunan dispneu• Analisagas darah dalam
batas normal
16. Intervensi :• Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.• Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap
jam dan prn• Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2&lt; 60 mmHg• Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan
humidifier sesuai dengan pesanan• Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan
penurunan PaO2• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam• Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan• Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk
mebebat dada selama batuk• Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir• Berikan bantuan ventilasi mekanik bila
PaCO &gt; 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih,
atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
17. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan :• Bunyi paru bersih• Warna kulit normal• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang
diperkirakan
18. Intervensi :• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn,
laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi
nafas setiap jam• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan• Pantau irama jantung• Berikan
cairan parenteral sesuai pesanan• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
19. 3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan:• TTV normal• Balance cairan dalam batas normal• Tidak terjadi edema
Intervensi :• Timbang BB tiap hari• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung • Kaji tanda-tanda
kelebihan volume : edema, BB , CVP • Monitor parameter hemodinamik• Kolaborasi untuk pemberian cairandan elektrolit
20. 4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan• Status hemodinamik dalam bata normal• TTV normal
Intervensi :• Kaji tingkat kesadaran• Kaji penurunan perfusi jaringan• Kaji status hemodinamik• Kaji irama EKG• Kaji sistem gastrointestinal
21. DaftarPustaka
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia

You might also like