You are on page 1of 18

1.

10 Penyebab Sesak Nafas

Sumbatan jalan nafas bias disebabkan oleh obstruksi akibat bronkospasme,


edema, mucus, dan makanan.
Gangguan Parenkim Paru terjadi pada kondisi kontusio paru, pneumonia, dan
atelektasi yang menyebabkan gangguan pertukaran udara.
Peningkatan

tekanan

intrapleura

terjadi

pada

kondisi

pneumotoraks,

hematotoraks, dan efusi pleura


Gangguan dinding thoraks terjadi pada kondisi fraktur costae
Penurunan hemoglobin terjadi pada saat syok hemoragik
Gangguan pengikatan oksigen terjadi pada saturasi O2 yang menurun
Peningkatan kebutuhan oksigen
Penurunan PaO2 pada kondisi PaO2 < 50 maka oksigen tidak bias masuk
sehingga pasien membutuhkan intubasi dan ventilator.
Gangguan Neurologis
Gangguan pompa jantung seperti pada kondisi cardiac tamponade, contusion
jantung, dan kardiomiopati

2.

Chylothoraks

DEFINISI
Suatu keadaan terdapatnya chyle dalam pleural space akibat pecahnya ductus
thoracicus. Chyle merupakan cairan putih (milky fluid) yang terdiri atas cairan
limph dan lemak atau asam lemak bebas (FFA).
Berdasarkan anatominya,

aliran chyle

dari ductus thoracicus

menembus

hemidiafragma kanan anterior kolumna vertebralis dekat vertebra torakalis IX, di


mana saluran ini berbelok ke kiri. Bila terdapat obstruksi ductus thoracicus di bawah
vertebra torakalis V, akan terjadi chylothorax kanan, sedangkan gangguan di atasnya
akan menimbulkan chylothorax kiri.
ETIOLOGI

Non-trauma
o

Keganasan adalah penyebab chylothoraks lebih dari 50%. Keganasan dipisahkan


menjadi lymphomatous dan nonlymphomatous. Lymphoma adalah penyebab

tersering, sekitar 60% dari semua kasus, dengan non-Hodgkin lymphoma lebih
sering dari Hodgkin lymphoma untuk menyebabkan chylothorax.
o

Penyebab Nonmalignant dipisahkan menjadi idiopathic, congenital, dan lain-lain.

Klinisi harus menyingkirkan semua kemungkinan keganasa sebeleum menyebut


penyebab chylothorax sebagai idiopathic.

Congenital chylothorax adalah penyebab utama pleural effusion pada neonatus.

Penyebab lainnya seperti cirrhosis, tuberculosis, sarcoidosis, amyloidosis, dan


filariasis.

Traumatic
o

Penyebab tersering adalah trauma surgikal pada ductus thoracicus, paling sering
pada prosedur yang meliputi diseksi di sekitar aorta thoracicus descendens bagian
proximal dan arteri subklavia kiri, meskipun dapat pula pula akibat komplikasi
prosedur lainnya. penyebab yang lebih jarang adalah trauma noniatrogenik,
misalnya penetrasi dada dan leher, pukulan pada dada, hiperekstensi spinal yang
menyebabkan peregangan dan ruptur ductus tltor aci cus.

MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesa Pasien mengeluh dyspneu, takipneu.
2. Pemeriksaan fisik
- Respiratory rate meningkat
- Bentuk dan gerak dinding dada asimetris. Gerakan hemithorax yang terkena
tamak tertinggal
- VBS menurun
- Pada perkusi ditemukan dull.
3. Rontgen thorax : gambaran efusi pleura yang luas.
4. Torakosentesis :keluarnya cairan putih (milky fluid). Pada analisis cairan pleura,
jika kadar trigliserida lebih besar dari 110 mg/dL maka 99% cairan itu adalah
cairan limfe.
5. CT scan mediastinal dibutuhkan terutama pada pasien nontaumatik untuk melihat
adanya keganasan di mediastinum.
Pseudochylothoraks
Chylothoraks

harus

dapat

dibedakan

dari

pseudochylothoraks,

yang

merupakan kumpulan dari kristal kolesterol pada efusi pleura yang kronis. Penyebab
tersering pseudochylothoraks adalah rheumatoid pleura yang kronik. TBC dan

empiema

yang

penanganannya

buruk juga

dapat

menyebabkan

terjadinya

pseudochylothoraks.
Chylothoraks dapat dibedakan dari pseudochylothoraks dengan pemeriksaan
analisis cairan pleura. Dalam pseudochylothoraks nilai kolesterol lebih dari 200
md/dL, tidak terdapat chylomicrons, dan kristal kolesterol terlihat di bawah
mikroskop.
PEMERIKSAAN UNTUK CHYLOTHORAKS
Untuk menentukan chylothoraks dapat dengan torakocentesis dan analisis cairan
pleura. Pada analisis cairan pleura untuk chylothoraks yang dilihat adalah kadar
trigliserida. Jika kadar trigliserida lebih besar dari 110 mg/dL maka 99% cairan itu
adalah cairan limfe. Jika kurang dari 50 mg/dL maka 5% cairan itu adalah cairan
limfe. Jika kadarnya antara 50 110 mg/dL dapat digunakan analisis lipoprotein
untuk memeriksa kadar chylomicrons atau kristal kolesterol pada cairan pleura.
PENATALAKSANAAN
Tube thoracostomy untuk melonggarkan rongga pleura.
Mengurangi produksi cairan limfe dengan memakan makanan yang rendah lemak.
Kemoradiasi dapat menghasilkan resolusi dari chylothoraks dan dapat digunakan
pada pasien dengan malignant chylothoraks yang tidak masuk dalam kriteria
operasi.
Somatostatin dapat digunakan pada anak-anak yang postoperasi dan pada
iatrogenik chylothoraks. Dosis : 3,5 12 mikrogram/kb BB/ jam. Perlu
diperhatikan efek samping somatostatin yang berupa diare, hipoglikemia, dan
hipotensi.
Operasi
Indikasi:
Kebocoran cairan limfe lebih besar dari 1L/ hari selama 5 hari atau kebocoran
cairan limfe yang persisten selama 2 minggu selama terapi konservatif.
Komplikasi nutrisi atau metabolik, termasuk kehilangan elektrolit dan
imunosupresi.
Loculated chylothorax, fibrin clots, atau trapped lung.
Post esophagectomy chylothorax
Macam-macam operasi:

Ligasi duktus thorakikus. Biasanya duktus diligasi antara vertabra VII dan XII,
di atas hiatus aorta.
Pleuroperitoneal shunt. Digunakan untuk refractory chylothorax tapi dapat
menyebabkan infeksi dan obstruksi.
Pleurodesis. Digunakan pada malignant chylothorax. Tidak efektif untuk
loculated chylothorax atau trapped lung.
Pleurectomy.

3.

SHOCK

Shock adalah suatu sindroma klinis dari adanya perfusi jaringan yang tidak adekuat.
Hipoperfusi jaringan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan akan
oksigen dan zat-zat lainnya disfungsi seluler dikeluarkannya mediatormediator inflamasi mengganggu perfusi melalui perubahan fungsional dan
struktural dari mikrovaskular tidak ditangani secara tepat multiple organ
failure - kematian.
Manifestasi klinis dari shock dapat berupa respon simpatik atau tanda-tanda
disfungsi organ dan biasanya terdapat hipotensi (mean arterial pressure < 60 mmHg)
KLASIFIKASI SHOCK
Hypovolemia

Septik

Traumatik

Hiperdinamik

Kardiogenik

Hipodinamik

Intrinsik

Neurogenik

Kompresif

Hipoadrenal

PATOGENESIS DAN RESPON ORGAN


Mikrosirkulasi
Normalnya ketika cardiac output turun, resistensi vascular sistemik naik untuk
menjaga perfusi ke jantung dan otak cukup melebihi perfusi ke organ lain yang
tidak terlalu penting. Autoregulasi merupakan mekanisme yang penting dalam
memelihara tekanan perfusi koroner dan dan otak selama terjadinya hipotensi.
Namun ketika mean arterial pressure turun sampai < 60 mmHg mekanisme
autoregulasi ini tidak berfungsi.

Otot polos pada arterial memiliki alpha dan beta adrenergik resptor. Reseptor
alpha1 menyebabkan vasokonstriksi sedangkan reseptor beta2 menyebabkan
vasodilatasi. Epinephrine dan norepinephrine yang dilepaskan dari medulla
adrenal konsentrasinya meningkat di dalam darah. Demikian pula vasokonstriktor
lainnya seperti angiotensin II,vasopresin,endhotelin-1 dan Tromboksan A2.
Sedangkan

yang

merupakan

vasodilator

adalah

prostasiklin(PGI2),nitric

oxide(NO) dan produk metabolisme local seperti adenosin.


Respon seluler
Terdapat akumulasi produk dari metabolime anaerob seperti ion hydrogen dan
laktat yang bersifat sebagai vasodilator menyebabkan tekanan darah dan perfusi
semakin turun.Potensial membran sel turun,konsentrasi sodium dan air intrasel
meningkat yang akan semakin mempengaruhi perfusi mikrovaskular.
Respon neuroendokrin
Hipovolemia,hipotensi dan hipoksia direspon oleh baroresptor dan khemoreseptor
dengan peningkatan respon autonom dalam uasahanya untuk meningkatkan
volume

darah,memelihara

perfusi

sentral

dan

mobilisasi

substrat

metabolic.Hipotensi menyebabkan gangguan pada pusat vasomotor yang


mengakibatkan peningkatan output adrenergik dan menurunkan aktivitas
vagal.Pelepasan norepinephrine akan menyebabkan terpeliharanya perfusi organ
penting sementara penurunan aktivitas vagal akan meningkatkan heart rate dan
cardiac output.Efek dari epinephrine sebagian besar bersifat metabolic dimana
terjadi peningkatan glycogenolisis dan gluconeogenesis serta penurunan sekresi
insulin pancreas.Nyeri hebat dan stress berat lainnya menyebabkan pelepepasan
adrenocorticotropic dari hipotalamus.Hal ini menyebabkan seresi cortisol yang
akan menurunkan uptake glukosa dan asam amino di perifer,meningkatkan
lipolisis dan meningkatkan glukoneogenesis.Peningkatan sekresi pancreas berupa
glucagons selama stress akan meningkatkan glukoneogenesis dan konsentrasi gula
darah. Pelepasan renin akan menyebabkan pembentukan angiotensin II ,aldosteron
dan vasopresin.
Respon kardiovaskular
Peningkatan heart rate merupakan mekanisme yang sangat berguna namun sangat
terbatas dalam memelihara cardiac output.Kontraktilitas miokard dan resistensi

vascular sistemik juga memegang peranan penting dalam memelihara cardiac


output.
Venokonstriksi akibat aktivitas alpha adrenergik akan menyebabkan peningkatan
venour

return

jadi

juga

meningkatkan

pengisian

ventrikel

selama

shock.Venodilatasi yang timbul pada neurogenik shock akan menurunkan


pengisian ventrikel dan stroke volume.
Respon pulmoner
Shock akan menyebabkan takipnoe,penurunan tidal volume,peningkatan dead
space dan ventilasi semenit.Shock sering menyebabkan ARDS.
Respon renal
Acute Renal Failure (ARF) merupakan komplikasi serius dari shock.Acute
Tubular Necrosis(ATN) yang terjadi akibat shock,sepsis,agen nefrotoksik dan
rhabdomiolisis sering terjadi pada trauma tulang yang berat.
Gangguan metabolic
Selama shock akan terjadi gangguan pada metabolisme karbohidrat,lemak dan
protein.Peningkatan rasio laktat/piruvat akibat metabolisme anaerob sering
terjadi.Peningkatan lipogenesis akan menyebabkan peningkatan trigliserida
sedangkan katabolisme protein akan menyebabkan balans nitrogen yang negatif.
Respon inflamasi
Aktivasi dari jaringan system mediator proinflamasi memainkan peranan penting
dalam progresivitas shock dan menyebbkan cedera organ dan sel.Mediator
humoral diaktivasi selama shock dan cedera jaringan.Aktivasi kaskade
komplemen akan menyebabkan kerusakan sel lebih lanjut demikian pula kaskade
koagulasi akan menyebabkan cedera mikrovaskuler.
Tromboxan A2 adalah vasokonstriktor yang akan menyebabkan hipertensi
pulmoner dan ATN.PGI2 dan Prostaglandin E2 adalah vasodilator yang akan
mengakibatkan edema.Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha menghasilakan
berbagai komponen yang mengakibatkan hipotensi,asidosis laktat dan gagal nafas.
PENDEKATAN TERHADAP PASIEN
Monitoring

Tekanan darah,nadi dan respirasi harus dimonitor terus. Kateter arteri


pulmoner sebaiknya dipasang untuk monitor profil hemodinamik.
Resusitasi pada shock sangat penting dengan tujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan dan hantaran oksigen.Tujuan terapi adalah mencapai nilai normal
saturasi oksigen vena dan oksigen arteri venosa.Untuk meningkatkan hantaran
oksigen,sel darah merah,saturasi oksigen dan cardiac output harus ditambahkan terus
menerus.
BENTUK SPESIFIK SHOCK
SHOCK HIPOVOLEMIK
Shock yang disebabkan kehilangan sel darah merah dan plasma karena
perdarahan atau sekuesterisasi cairan ekstravaskular atau gastrointestinal,urine dan
insensible loss.Tanda dan gejala shock non hemoragik dengan hemoragik sama berupa
peningkatan aktivitas simpatik,hiperventilasi,kolaps vena,pelepasana hormon stress
dan ekspansi volume intravaskular melalui pengambilan cairan intraseluler dan
interstitial serta takikardi ringan.
Hipovolemi ringan (<20%) ditandai dengan takikardi ringan.Hipovolemi sedang
(20-40%) ditandai dengan cemas ,takikardi dan hipotensi postural.Hipovolemi berat
(>40 %) tanda klasik shock akan terlihat,penurunan tekanan darah yang cepat dan
tidak stabil,takikardi,oliguri and agitasi ataupun bingung
Diagnosis
Mudah didiagnosa jika tanda instabilitas hemodinamika dan sumber hilangnya
cairan nyata.,diagnosa menjadi sulit jika sumbernya tersembunyi Nilai Hb dan Ht
belum berubah sampai kompensasi cairan terjadi atau penambahan cairan
diberikan.Kehilangan plasma menyebabkan hemokonsentrasi dan kehilangan air
menyebabkan hipernatremia.
Terapi
Resusitasi awal dengan infus garam isotonis atau Ringer Laktat sebanyak 2-3
liter dalam 10-30 menit.Instabilitas hemodinamik yang berlanjut berarti shock belum
teratasi. Hb < 10 g/dL memerlukan transfusi darah,inotropik diperlukan pada shock
yang berat. Oksigen dan intubasi endotrakeal diperlukan agar oksigenasi arteri baik.

SHOCK TRAUMATIK
Shock ini menyebabkan cedera mikrosirkulasi sekunder dan maldistribusi
aliran darah sehingga dapat menyebabkan kegagalan system organ.Sebagai contoh
tamponade pericardium,tension pneumothorax atau kontusio miokard.
Terapi berupa penanganan ABC ( airway,breathing,circulation ) mutlak
diperlukan.Stabilisasi fraktur,debridement dan evakuasi hematom dapat mengurangi
respon inflamasi.
SHOCK KARDIOGENIK
SHOCK KARDIOGENIK INTRINSIK
Paling sering sebagai komplikasi AMI tetapi dapat juga terjadi pada bradikardi
atau takikardi berat,penyakit katup jantung atau stadium akhir CHF.Ditandai dengan
cardiac output yang rendah,perfusi perifer berkurang,kongesti paru,elevasi resistensi
vascular sistemik dan tekanan vascular paru.Shock kardiogenik dengan gagal jantung
kiri menyebabkan akumulasi darah di dalam sirkulasi vena,cairan paru meningkat
yang menyebabkan edema interstitial atau alveolar.
Dalam menegakkan diagnosis adanya penyakit jantung atau AMI,pemeriksaan
fisik dan EKG memegang peranan penting.Foto thorax,ekokardiogram berguna untuk
menegakkan diagnosis abnormalitas structural atau gangguan kontraktilitas.
Terapi
Dopamin dan norepinephrine digunakan untuk mengatasi hipotensi.Dobutamin
suatu inotropik positif dengan efek vasodilatasi dapat diberikan bila tekanan darah
arteri telah membaik.Furosemide iv dapat diberikan bila ada kongesti paru.Bila tidak
berhasil dapat digunakan pompa intraaorta untuk memperbaiki fungsi miokard.
SHOCK KOMPRESIF KARDIOGENIK
Darah atau cairan dalam perikard dapat menyebabkan tamponade,peningkatan
intra torax seperti pneumothorax,herniasi intra abdomen dan tekan ventilasi positif
yang berlebih semuanya dapat menyebabkan shock jenis ini.
Diagnosis
Didasarkan pada penemuan klinis,foto thorax dan ekokardiogram.Diagnosis lebih
sulit bila hipovolemi dan kompresi jantung terjadi bersamaan.Tanda klasik berupa
trias hipotensi,distensi vena leher dan bunyi jantung muffled dapat ditemukan.Pulsus
paradoksus juga dapat terjadi.

Terapi
Perikardiosentesis
SHOCK SEPTIK
Disebabkan oleh respon sistemik terhadap infeksi yang berat yang berasal dari
paru,abdomen dan saluran kencing.Tanda klinisnya adalah hasil gabungan perubahan
metabolic dan sirkulasi serta akibat pelepasan komponen toxic organisme.Perubahan
hemodinamik mengikuti dua pola khas yaitu pola hiperdinamik pada awalnya dan
pola hipodinamik pada akhirnya.
Respon hiperdinamik berupa takikardi,cardiac output normal,tahanan vascular
sistemik menurun sedangkan tahanan vascular paru meningkat.Kontraktilitas miokard
menurun.
Respon hipodinamik berupa vasokonstriksi dan cardiac output menurun.Pasien
biasanya takipnoe,demam,diaforesis,dingin dan sianosis.Oliguria,gagal ginjal dan
hipotermi mungkin mengakibatkan peningkatan serum laktat.
SHOCK NEUROGENIK
Cedera korda spinalis,anestesi spinal atau cedera kepala berat dapat
menyebabkan shock jenis ini.Dilatasi alveolar dan vasodilatasi dapat menyebabkan
pengumpulan darah dalam vena dengan akibat penurunan venous return dan cardiac
output.Berbeda dengan shock hipovolemi,pada shock jenis ini extremitas menjadi
hangat.Terapi meliputi koreksi hipovolemi relatif dan hilangnya tonus vasomotor
yang terjadai.Volume dalam jumlah besar serta norepinephrine mungkin diperlukan.
SHOCK HIPOADRENAL
Insufisiensi adrenal dapat terjadi akibar stress,pemberian steroid dosis tinggi atau
keadaan lain seperti atrofi idiopatik,TBC dan lain-lain.Diagnosis ditegakkan dengan
test stimulasi ACTH.Terapinya adalah dexametason 4 mg iv .resusitasi cairan dan
dengan bantuan vasopressor.
TERAPI TAMBAHAN
Posisi
Posisi Trendelenburg atau dengan mengangkat kaki dapat berguna tetapi hati-hati
bahaya aspirasi.
Pneumatic Antishock Garment (PASG)

Biasanya digunakan untuk evakuasi sebelum dibawa ke rumah sakit untuk bantuan
hemodinamik sentral.PASG akan meningkatkan tahanan vascular sistemik dan
tekanan darah tanpa merubah cardiac output.
Pemanasan
Pemanasan yang cepat dapat menurunkan kebutuhan akan darah dan memperbaiki
fungsi jantung.Metode yang paling efektif adalah pemanasan ekstrakorporal arteri
femoral dan kanulasi vena.Dapat menaikkan suhu dari 30 derajat sampai 36 derajat
dalam waktu kurang dari 30 menit.

4.

EMPIEMA TORAKS

DEFINISI
Kondisi terkumpulnya pus dalam rongga toraks atau lebih tepatnya rongga pleura.
ETIOLOGI
-

Pneumonia, trauma, ekstensi infeksi subdiafragma misalnya abses hepar

PAT-PAT
Terbagi menjadi 3 fase, yakni :
-

Fase I (eksudat)

Pada fase ini cairan pleura masih jernih namun disertai peningkatan viskositas
dibandingkan transudat. Pada pemeriksaan kimia darah akan terlihat peningkatan
protein dan LDH serta kadar glukosa yang rendah. Mikroskopis dapat ditemukan
banyak leukosit. Pada tuberculosis terdapat lebih banyak limfosit daripada neutrofil.
-

Fase II (fibropurulen)

Didapatkan pus kental dan mengandung fibrin sehingga pengeluaran pus dengan
pungsi atau water sealed drainage (WSD) menjadi sulit dilakukan.
-

Fase III (organisasi)

Organisasi pus menyebabkan pus akan bersepta atau mengalami lokulasi, dan
penebalan pleura visceral yang hambat pengembangan paru.
DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS
-

PE : demam, takipnea, kesulitan bernafas

(inspeksi dan palpasi) pergerakan dinding dada yang tertinggal, fremitus melemah
(perkusi) daerah yang lebih redup, (auskultasi) penurunan suara nafas dan ronki.
Pungsi Pleura ditemukan adanya pus
TATA LAKSANA

Pengeluaran nanah sebanyak-banyaknya


Antibiotik untuk infeksi
Fase I : drainase tetutup dengan WSD
Fase II : WSD, drainase terbuka, dekortikasi
Fase III : operasi hilangkan jaringan ikat rongga empiema
Pasien empiema perlu dirawat untuk dapatkan antibiotik adekuat, drainase
rongga pleura, dan terapi bedah hingga kondisi paru dapat mengembang
sempurna dan infeksi berat ditangani

5.

Lymphatic Drainage
The lymphatics of the parietal pleura contain stomata that are in direct
communication with the pleural space and subsequently drain into lymphatic
lacunae, lympathic ducts, and lympathic channels;
o From costal pleura drain ventrally into nodes along internal thoracic artery
and dorsally to the internal intercostal LN.
o From mediastinal pleura drain into tracheobronchial and mediastinal LN.
o From diaphragmatic pleura drain into parasternal, middle phrenic, and

posterior mediastinal nodes.


Lymphatic drainage in the lungs divided into :
o Superficial (subpleural) lymphatic plexus, lies deep to the visceral pleura and
drains the lung parenchyma and visceral pleura. This will drain into
bronchopulmonary (hilar) LN
o Deep lymphatic plexus, located in the submucosa of bronchi and in the
peribronchial connective tissue. From this drain into intrinsic pulmonary LN
bronchopulmonary LN superior and inferior tracheobronchial LN
right and left brochomediastinal lymph trunks right lymphatic duct and
thoracic duct.
*right lung and inferior lobes of left lung drains primarily through the nodes
on the right side, while superior lobes of left lung drains primarily through

the nodes on the left side


While according to te tumor, node, and metastasis (TNM) staging system for lung
cancer, the LN that drain the lungs are divided into 2 groups :
o Pulmonary Lymph Nodes, consists of :
Intrapulmonary of segmental nodes ( at segmental bronchi)
Lobar nodes ( along upper, middle, ad lower lobe bronchi)
Interlobar nodes ( at angles formed by the bifurcation of main bronchi
into lobar bronchi)
Hilar / bronchopulmonary nodes (along main bronchi)
o Mediastinal Nodes, consists of

6.

Anterior mediastinal
Posterior mediastinal
Tracheobronchial
Paratracheal

Mean arterial pressure (MAP)

The mean arterial pressure (MAP) is a term used in medicine to describe an


average blood pressure in an individual. It is defined as the average arterial
pressure during a single cardiac cycle.
Total Peripheral Resistance (TPR) is represented mathematically by the
formula: R = P/Q, where :
R is TPR,
P is the change in pressure across the systemic circulation from its
beginning to its end,
Q is the flow through the vasculature (equal to cardiac output)
Total Peripheral Resistance = (Mean Arterial Pressure - Mean Venous
Pressure) / Cardiac Output
Therefore, mean arterial pressure can be determined from:
where:

is cardiac output

is systemic vascular resistance

is central venous pressure and usually small enough to be neglected in


this formula.

At normal resting heart rates

can be approximated using the more

easily measured systolic and diastolic pressures,

and

is considered to be the perfusion pressure seen by organs in the body.


It is believed that a

that is greater than 60 mmHg is enough to sustain

the organs of the average person.

is normally between 65 and 110 mmHg.


If the
falls below this number for an appreciable time, vital organs
will not get enough oxygen perfusion, and will become hypoxic, a condition
called ischemia.

7. Fungal ball
An aspergilloma, also known as a mycetoma or fungus ball, is a
clump of mold which exists in a body cavity such as a paranasal

sinus or an organ such as the lung. By definition, it is caused by fungi of the genus
Aspergillus. Aspergilloma (fungal ball) occurs in up to 20% of residual pulmonary
cavities 2.5cm in diameter. Signs and symptoms associated with single (simple)
aspergillomas are minor, including a cough (sometimes productive), hemoptysis,
wheezing, and mild fatigue. More significant sign and symptoms are associated with
chronic cavitary pulmonary aspergillosis and should be treated as such. The vast
majority of fungal balls are caused by A. fumigates, but A. niger has been implicated,
particularly in diabetic patients; aspergillomas due to A. niger can lead to oxalosis
with renal dysfunction. The most significant complication of aspergilloma is lifethreatening hempotysis, which may be the presenting manifestation. Some fungal
balls resolve spontaneously, but the cavity may still be infected.

8. MECHANISM OF PLEURAL EFFUSION IN MALIGNANCY


An important feature of the parietal pleura is lymphatic stomata, i.e. openings between
parietal pleural mesothelial cells. The stomata and their associated lymphatic channels
form lymphatic lacunae immediately beneath the mesothelial layer. The lacunae
coalesce into collecting lymphatics, which join the intercostal trunk vessels, with flow
directed mainly toward the mediastinal lymph nodes. The lymphatic system of the
parietal pleura plays a major role in the resorption of pleural liquid and proteins.
Interference with the integrity of the lymphatic system anywhere between the parietal
pleura and the mediastinal lymph nodes can result in a pleural effusion.
Autopsies have indicated that impaired lymphatic drainage from the pleural space is
the predominant mechanism for the accumulation of fluid associated with
malignancy: a strong relationship was found between carcinomatous infiltration of the
mediastinal lymph nodes and the occurrence of pleural effusion; in contrast, no
relationship was found between the extent of pleural involvement by metastasis and
the occurrence of pleural effusion.
Further support for this mechanism is provided by the observation that pleural
effusions do not generally develop when the pleura is involved by sarcoma because of
the characteristic absence of lymphatic metastases. A bloody, malignant pleural
effusion can result either from direct invasion of blood vessels, occlusion of venules,
tumour-induced angiogenesis, or increased capillary permeability due to vasoactive
substances.

Parietal pleural involvement in lung cancer results either from neoplastic spread
across the pleural cavity from visceral pleural sites along pleural adhesions that are
either preformed or secondary to the malignant process, or from the attachment of
exfoliated cells from the visceral pleura. The pathogenesis of visceral pleural
metastasis in lung cancer appears to be through pulmonary artery invasion and
embolization.
Adenocarcinoma of the lung is the most common cell type to involve the pleura
because of its peripheral location and spread by contiguity, and its propensity to
invade the vasculature. Bilateral pleural metastases in lung cancer are usually
associated with hepatic involvement, with haematogenous spread to the contralateral
lung. Pleural metastases from primary sites below the diaphragm are generally a
manifestation of a tertiary spread from established liver metastases.
At diagnosis, pleural effusions are rare in Hodgkin's disease but not infrequent in nonHodgkin's lymphoma. Lymphomatous invasion of the pleura appears to be an
uncommon and late finding in Hodgkin's disease, but is commonly seen in nonHodgkin's lymphoma. Whilst pleural effusion in lymphoma can be due either to
impaired lymphatic drainage due to mediastinal adenopathy, pleural or pulmonary
infiltration, or to thoracic duct obstruction, impaired lymphatic drainage appears to be
the primary mechanism in Hodgkin's disease and direct pleural infiltration the
predominant cause in non-Hodgkin's lymphoma.

9. EFUSI PLEURA
Kelebihan cairan pada rongga pleura
Rongga pleura
1. Pleura parietalis : membungkus rongga dada dan diaphragm
2. Pleura visceralis : membungkus paru
Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis, terdapat rongga pleura yang berisi
cairan pleura (Normalnya < 20 mL, fungsinya sebagai lubrikasi untuk pergerakan
paru, dan pembentukan cairan pleura 0,01 mL/kg/jam)

Cairan pleura berasal dari tekanan hidrostatik kapiler sistemik pada pleura parietalis
dan kapiler pulmo pada pleura visceralis. Selain itu, cairan pleura juga berasal dari
-

rongga peritoneum yang masuk melalui lubang kecil pada diaphragm.


Absorpsi cairan pleura : (0,25 mL/kg/jam)
Cairan pleura di absorpsi oleh pembuluh limfe pada pleura parietalis melalui bukaan
yang disebut stoma
Klasifikasi cairan pleura
Warna
pH
Bau
Protein
Glukosa
LDH
Leukosit
Bakteri
Tes Rivalta
Mekanisme

Etiologi

Transudat
Jernih, encer
Basa
< 3gr/dL
= plasma
< 200 IU/L
<1000/mm3
- Peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler
- Penurunan tekanan
osmotik kapiler
- Penurunan tekanan
intrapleura
Penyakit selain paru

Eksudat
Keruh, kental
Asam
+
> 3gr/dL
< plasma
> 200 IU/L
> 1000/mm3
+
+
Peningkatan permeabilitas
vaskuler

Penyakit paru

Patofisiologi
1. Pembentukan cairan pleura meningkat
- Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
Contoh : gagal jantung peningkatan cairan di interstitial paru
- Penurunan tekanan osmotik kapiler
Contoh : sindroma nefrotik celah podosit lebih lebar albumin keluar
hipoalbuminemia

Sirosis hati produksi albumin terhambat hipoalbuminemia dan


hiponatremia
- Peningkatan cairan di interstitial paru
Contoh : edema paru
- Peningkatan cairan di peritoneum
Contoh : ascites
- Penurunan tekanan intrapleura
Contoh : atelektasis
- Peningkatan permeabilitas vaskuler
Contoh : tumor/keganasan/infeksi TB dan non-TB inflamasi
- Trauma
Rupture vaskuler (hemothorax)
Rupture ductus thoracicus (chylothorax)
2. Penurunan absorpsi cairan pleura
- Obstruksi sistem pembuluh limfe
Contoh : penekanan oleh tumor
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
T-N-R-S
Inspeksi : ekspansi dada asimetris (bagian sakit tertinggal)
Palpasi : vokal fremitus < pada bagian yang sakit
Perkusi : < pada bagian yang sakit
Auscultasi : VBS < pada bagian yang sakit dan terdapat egophony
3. Pemeriksaan penunjang
- Foto Thorax : tegak PA dan decubitus lateral
Interpretasi efusi pleura :
- visualisasi jumlah cairan
- mediastinum terdorong ke arah yang sehat
- etiologi dapat terlihat seperti jantung membesar, tumor, dll
- USG
Dilakukan apabila efusi pleura tidak terlihat jelas dengan foto thorax,
seperti efusi pleura kecil
- CT-Scan
Dilakukan hanya jika terdapat indikasi seperti : jika etiologi nya suspek
tumor, maka CT-Scan dilakukan untuk melihat penyebaran tumor nya
4. Thoracocentesis
dapat dijadikan sebagai sarana diagnostik dan terapeutik
Analisis cairan pleura : makroskopis dan mikroskopis
Tidak boleh melebihi 1000cc pada setiap kali aspirasi karena dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau paru-paru dapat mengembang
terlalu cepat sehingga menyebabkan permeabilitas kapiler menjadi abnormal
5. Sitologi
Treatment
1. Obati penyakit dasar
- Gagal jantung diuretik. Apabila tidak berhasil thoracocentesis

- Empiema thoracocentesis, antibiotik, drainase


- Chylothorax CTT dan pemberian oktreotida
- Hemothorax CTT
- Keganasan Biopsi
2. CTT (Chest Tube Thoracostomy)
Indikasi :
- Membahayakan hemodinamik
- Empiema
- Efusi parapneumonia dengan komplikasi
- Efusi pleura ganas
Pelepasan CTT dilakukan apabila :
- Drainase < 150 mL/24 jam
- Undulasi dan air bubble negatif
3. Pleurodesis
penyatuan pleura parietalis dan pleura visceralis
Fungsi : untuk mencegah akumulasi cairan atau udara pada rongga pleura
Indikasi : efusi pleura ganas dan pneumothorax spontan
Kontraindikasi : yang dapat membaik dengan terapi sistemik dan reekpansi
paru yang tidak sempurna setelah pengeluaran semua cairan pleura.

You might also like