You are on page 1of 14

Asuhan Keperatawan, asfiksia berat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Asfiksia
2.1.1 Asuhan Keperawatan
Asuhan kebidanan adalah Aktifitas atau intervensi yang dilakukan secara sistematis untuk
menentukan masalah pasien, membuat rencana, melaksanakan rencana, evaluasi terhadap
masalah yang dihadapinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3).
2.1.2 Neonatus
Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono, 2000).
2.1.3 Post Asfiksia
Post Asfiksia adalah masa sesudah bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara sponntan
dan adekuat dengan AS (0-3) (Wirjoatmodjo, 1994).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Post Asfiksia
2.2.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan factor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau
segera lahir (Prawirohardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia akan bertambah buruk jika penangan bayi tidak dilakukan dengan sempurna.
Oleh sebab itu tindakan keperawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul.
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia
2.2.2.1 Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu
dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesia dalam
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena
eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2.2.2.2 Faktor Plasenta
Meliputi solution plasenta, pendarahan pada plasenta privea, plasenta tipis, plasenta kecil,
plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, komprgesi tali pusat antara janin
dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenental dan lain lain.
2.2.2.4 Faktor Persalinan
Meliputi partus lama , partus tindakan dan lain lain (Ilyas Jumiarni, 1995)
2.2.3 Patofiologi
Selama kehidupan dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh
karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada
keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi
darah dalam paru sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir, hal ini disebabkan
konstriksi dan arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah melewati duktus
Arteriosus tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Bayi menarik nafas pertama kali / menangis saat itu paru janin mulai berfungsi untuk

respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada dalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Arteriol paru mengembang dan aliran darah
kedalam paru meningkat secara memadai. Duktus arteriosus mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan
melewati DA masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup
kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extraukterin akan dipertahankan.
Saat lahir alveoli berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu
mengeluarkan cairan tersebut dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Beberapa
tarika nafas diperlukan untuk mengawali dan menamin keberhasilan pernafasan bayi.
Proses persalinan normal berperan penting dalam mempercepat keluarnya cairan yang
ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau
limfe. Gangguan pernafasan pada keadaan ini apabila paru tidak mengembang dengan
sempurna pada saat tarikan nafas pertama. Disebabkan oleh alveoli tidak mampu
mengembang atau masih berisi cairan dengan gerakan pernafasan yang lemah dan
dangkal tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. Terjadi pada bayi kurang
bulan, asfeksia intrauterine, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh
obat anestesi pada operasi sesar.
Sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan vasokonstriksi
pembuluh darah paru yang berakibat menurunya perfusi paru., sehingga oksigen akan
menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteiol akan tetap tertutup dan duktus
arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigen ke jaringan tubuh tidak mungkin
terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
amanya asfeksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap sehingga menyebabkan
timbulnya komplikasi, gejala sisa atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Jika berlangsung terus menerus akan terjadi
metabolisme anaerobic berupa asidosis metaboik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi
organ tubuh sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai
oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa penderita asfeksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu
menurunnya kadar PaO2 tubuh, menurunnya pH darah, dipakainya sumber glikogen
tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan
masalah dan menyebabkan terjadinya gangguaan pada bayi saat lahir atau mungkin
berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan
perfusi paru yang berlanjut dengan asfeksia, awalnya akan terjadi konstriksi arteriol pada
usus, ginjal, otot dan kulit sehingga persdiaan oksigen untuk irgan fital akan meningkat.
Apabila terjadi asfeksia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac
output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan mulai terjadi
suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan
menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi scara cepat dan tepat
(Aliyah Anna, 1997).
2.2.4 Gejala Klinik

Gejala Klini Asfeksia Neonatorum, meliputi :


2.2.4.1 Pernafasan Terganggu
2.2.4.2 Detik jantung berkurang
2.2.4.3 Refleks / Respon Bayi Melemah
2.2.4.4 Tonus otot menurun
2.2.4.5 Warna kulit biru / pucat
2.2.5 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda
gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan.
2.2.5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini
bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keaadaan semula. Kecepatan denyutan
jantung umumnya tidak banyak artinya, tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah
100 / menit, dan lebih lebih tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2.2.5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan jika hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
2.2.5.3 Pemeriksaan PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya
adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila turun sampai dibawah 7,2 hal ini
dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat
asfiksia yaitu :
NO
Hasil skor apgar
Derajat Asfiksia
Nila pH
1.
03
Berat
<> 7,2
2.2.5.4 Dengan menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian apgar.
Apgar mengambil batas waktu 1 menit , karena dari hasil penyelidikan dengan besar bayi
bari lahir mempunyai apgar terendah pada unur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resutasi aktif. Sedangkan nilai apgar 5 menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik
dikemudian hari. Ada 5 tanda yang dinilai Apgar, yaitu :
Tandatanda vital
Nilai = 0
Nilai = 1

Nilai = 2
1. Appearance (warna kulit)
2. Pulse (bunyi jantung)
3. Grimance (Refleks)
4. Activity (Tonus otot)
5. Respirotary
Seluruh tubuh biru / putih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Badan merah, kaki biru
Kurang dari 100 X / menit.
Menyeringai
Lambat / tdk ada
Seluruh tubuh ke merah merahan
Lebih dari 150 x / menit
Batuk dan bersin
Fleksi kuat, gerak aktif
Menangis kuat
Peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan
memburuk bila frekuensi tidak bertambah walaupun paru paru telah berkembang.
Dalam hal ini pijatan harus diakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea lama
dan fentilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang
diikuti asidosis metabolic yang hebat. Sedangkan ketiga tanda lain tergantung dan dua
tanda penting tersebut.
a. Nilai Apgar 7 10, Vigorous baby / asfiksia ringan
Bayi dalam keadaan baik sekali, tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah merahan. Bayi
sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Nilai Apgar 4 6 , Mild Moderat / asfiksia sedang
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali per menit, tonus
otot kurang baik, siagnosis, refleks iritabilitas tidak ada.
c. Nilai Apgar 0 -3 , asfiksia berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit, tonus otot
buruk , sianosis berat dan kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
2.2.6 Pelaksanaan Resusitasi
Bayi baru lahir segera diedentifikasi segera. Dibedakan antara bayi yang perlu di

resusitasi dengan yang tidak. Tujuannya agar intervensi yang dilakukan bisa dilaksanakan
secara tepat dan cepat.
2.2.6.1 Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nifas
2. Metode :
(1) Meletakkan bayi pada posisi yang benar
a. Letakkan bayi terlentang, miring dengan leher agak eksentensi / tengadah.
b. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan yang akan
menyebabkan udara yang masuk paru-paru terhalangi.
c. Letakkan handuk yang digulung dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas
matras.
d. Bila lender terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lender
berkumpul di mulut sehingga mudah dibersihkan.
(2) Membersihkan jalan nifas
a. Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut dan hidung,
mulut dulu kemudian hidung.
b. Jika air ketuban campur dengan mekonium, hisap cairan dari trakea, sebaiknya
menggunakan pipa endotrakel.
Urutan kedua metode membuka jalan nifas tersebut bisa dibalik, penghisapan terlebih
dahulu baru meletakkan bayi pada posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada bayi
yang sudah mengekuarkan mekonium, segera setelah lahir dilakukan dengan
menggunakan kateter penghisap no 10 F atau lebih. Caranya dengan menghisap mulut,
farings dan hidung.
2.2.6.2 Mencwgah Kehilangan suhu tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas
2. Metode :
a. Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (infra warmer) dengan
temperature aterm 34 0 C, bayi preterm 35 0 C.
b. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat
sehingga bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi
serta dapat sebagai pemberian ransangan taktik yang dapat menimbulkan atau
mempertahankan pernafasan.
c. Untuk bayi sangat kecil BB kurang 1500 gram, dianjurkan menutup bayi dengan
sehelai plastic tipis yang tembus pandang.
2.2.6.3 Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Pisitif)
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas
2. Metode :
a. Pastikan bayi diletakkan pada posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif dengan kecepatan pompa harus sesuai yaitu 40-60 kali/menit.
c. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan :
(1) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan : 30-40 cm H2O
(2) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O
(3) Bayi dengan penyakit paru-paru akibat dari turunnya compliance membutuhkan 20-40
cm H2O.
(4) Tekakanan ventilasi diukur dengan menggunakan balon yang mempunyai pengukur

tekanan.
d. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan
baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru
terlalu mengembang, artinya tekanan yang diberikan terlalu tinggi, yang dapat
mengakibatkan pnemotorax.
e. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi efektif. Gerak perut dapat
disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
f. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas dapat didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara di kedua paruparu merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
g. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon.
Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh :
(1) Perlekatan sungkup kurang sempurna.
(2) Arus udara terlambat
(3) Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000 : 351-254).
2.2.6.4 Pemberian Obat-obatan Penunjang
Obat obatan diperlukan bila frekuensi jantung bayi tetap 80 kali per menit. Walaupun
telah dilakukan ventilasi adekuat (Oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit
30 detik atau frekuensi janting nol.
Obat-obatan untuk bayi asfiksia :
1. Adrenalin
Beri adrenalin (larutan 1:10.000) dengan dosis 0,1 0,3 ml/kg berat badan, apabila bayi
mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau intravena, sementara NaHCO2
tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.
2. Natrium Bicarbonat (NaHCO3 )
Diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan 7,5 %) dilarutkan dengan dextrose 10
% dalam perbandinga 1:1 disuntikkan perlahan kedalam vena umbikulus dalam waktu 5
menit.
3. Infus
Infus NaCL 0,9 % atau ringer laktat 10 ml / kg berat badan.
2.2.6.5 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian apgar
1. Apgar skor menit I : 1-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan agar terhindar dari hipotermis. Jangan diberikan
rangsangan tartil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.Lakukan segera
intubasi dan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Jika intubasi tidak bisa
lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan pemeriksaan blood gas, dikoreksi dengan natrium bicarbonate. Jika vasilitas
blood gas tidak ada berikan natrium bicarbonate pada asfeksia berat dengan dosis 2-4
mcg/kg BB, maksimun 8 meg/kg BB/24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detak
jantung kurang dari 100 / menit lakukan pijat jantung 120 / menit, ventilasi diteruskan 4 x
menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusl 1 x ventilasi (Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,
1994 : 167)

2. Apgar skor menit L : 4-6


Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki maksimum 15-30 detik. Bila
belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detak jantung kurang dari 100 kali per menit lakukan bag mask
ventilation dan pijat jantung.
4. Apgar skor menit L : 7-10
a. Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung karena bayi bernafas dengan
hidung sambil melihat apakah ada atresiachoane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam
hanya sampai pada fasofaring. Kecuali bayi asfiksia dengan ketuban mengandung
mekonium, suction dilakukan dari mulut lalu hidung menghindari aspirasi paru.
b. Bayi dimandikan kemudian dikeringkan termasuk rambut kepala karena kehilangan
panas terbesar adalah daerah kepala.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Sembab otak
2.2.7.2 Pendarahan Otak
2.2.7.3 Anuria atau Oliguria
2.2.7.4 Hyperbilirubinemia
2.2.7.5 Obstruksi usus funsional
2.2.7.6 Kejang sampai koma
2.2.7.7 Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : pnemonthhorax (Wryoatmodjo, 1994 :
168).
2.2.8 Prognosa
2.2.8.1 Asfiksia ringan / normal : baik
2.2.8.2 Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan , jika cepat prognosa baik.
2.2.8.3 Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
kelainan saraf permanent. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai
koma dan kelainan neorologis yang permanent , misalnya cerebal, mental rectadation
(Wiryoatmodjo, 1994 : 68).
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk
menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan
rencana itu, evaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya
(Effendi Nasrul, 1995 : 3 ).
2.3.1 Tahapan Pengkajian
Pengkajian adalah konsepsi pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat menidentifikasi ,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien , baik (Effendi Nasrul,
1995 : 3).
2.3.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah presepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan ( Allen Carol,
1993 : 28).
a. Biodata
Bayi : Nama bayi, tempat tanggal lahir bayi, jenis kelamin bayi.
Orang tua : Nama ayah/ibu, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan dan
alamat.

b. Riwayat Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah : Riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
(1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok,
ketergantungan obat-obatan , diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
(2) Kehamilan dengan resiko praterm misalnya kelahiran multiple, inkopensia serviks,
hidramion, kelainan congenital, riwayat persalinan preterm.
(3) Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur atau periksa kepada yang bukan petugas
kesehatan.
(4) Gerakan janin selama kehamilan, aktif atau tidak.
(5) Hari pertama dengan hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
c. Riwayat natal komplikasi persalinan juga ada kaitannya dengan masalah bayi baru
lahir, yang perlu dikaji adalah :
(1) Kala I : ketuban keruh, bau, mekoneal, antepartum baik sulusio plasenta maupun
plasenta privea.
(2) Kala II : Persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan
tindakan (vakum ekstraksi, forcep ekstraksi).
(3) Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu system pernafasan.
d. Riwayat Post Natal
Yang perlu dikaji adalah :
(1) Agar score bayi lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS
(4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
(2) BB : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram)
(3) Preterm / BBLR <>2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36
cm).
d. Pola Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah :
Kebutuhan Parenatal
(1) Bayi BBLR <> 1500 gram menggunakan D10 %.
Kebutuhan nutrisi internal
(1) BB < gram =" 24" gram =" 12"> 2000 gram = 8 kali per 24 jam.
Kebutuhan minum pada neonatus
(1) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB per hari
(2) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB per hari
(3) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB per hari
(4) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB per hari
e. Pola Eleminasi
Yang dikaji adalah :
BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi.
BAK : Frekuensi, jumlah.
f. Latar Belakang Sosbud.
(1) Ibu merokok
(2) Ketergantungan obat terutama psikotropika.
(3) Minum alcohol
(4) Diet ketat atau pantang makanan tertentu
g. Hubungan Psikologis

Sebaiknya setelah bayi lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu. Dimana bayi akan
mendapatkan kasih sayang ibunya.
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan
dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995).
a. Keadaan Umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik jika menunjukkan gerakan aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari respon terhadap rangsangan. Adanya BB stabil, panjang badan sesuai usia ,
tidak ada pembesaran lingkar kepala , dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
Neonatus post asfiksia berat akan baik kondisinya jika penanganannya benar, tepat dan
cepat. Bayi preterm beresiko terjadi hipothermi bila suhu tubuh < 36 0 C dan hipertermi
jika suhu tubuh < 370 C, norma : 36,5-37,50 C . Nadi norma : 120-140 kali per menit,
respirasi norma : 40-60 kali per menit, bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur
( Potter Patricia A, 1996 : 87).
b. Pemeriksaan Fisik
(1) Kulit
Warna kulit tubuh : merah, ekstremitas berwarna : biru, pada bayi preterm terdapat
lanogo dan verniks.
(2) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intracranial.
(3) Mata
Warna konjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna slera
tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
(4) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan penumpukan lender.
(5) Mulut
Bibir warna pucat atau merah, ada lender atau tidak.
(6) Telingga
Perhatikan kebersihan dan adanya kelainan.
(7) thorax
Bentuk semetris, ada tarikan intercostals, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekuensi bunyi jantung lebih dari 1000 kali per menit.
(8) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costae pada garis papilla
mammae. Lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi,
sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
(9) Umbikulus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada
tali pusat.
(10) Genetalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat ada kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang pendarahan.

(11) Anus
Perhatikan adanya adarah dalam tinja, frekuensi buang air besar, warna dari feces.
(12) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
(13) Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat refleks moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat (Iskandar Wahidiyat,
1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
3. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa
atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
a. Darah
Nlilai Darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
(1) Hb (normal 15-19 gr %) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderungturun
karena O2 dalam darah sedikit.
(2) Leukositnya lebih dari 10,3 x gr/ct (normal 4,3-10,3 10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resikonya tinggi.
(3) Trombosit (normal 350 X 10 gr/ct) , distrosfiks pada bayi preterm dengan post
asfiksia cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksia terdiri dari :
(1) pH (Normal 7,36 7,44) , kadar pH censerung turun karena terjadi asidosis metaboik.
(2) PCO2 (normal : 35-45 mm Hg), kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik,
dan sering terjadi hiperapnea.
(3) PO2 (normal : 75-100 mmHg) , Kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
(4) HCO3 (normal : 24-28 mEq/L)
(5) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
o Natrium (normal : 134 - 150 mEq/L)
o Kalium (normal : 3,6 - 5,8 mEq/L)
o Kalsium (normal : 8,1 10,4 mEq/L)
(6) Photo torax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
2.3.1.2 Analisa Data dan Perumusan Masalah
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data, menghubungkan data didalam sebuah
konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul, 1995 : 23).
Tabel Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / Symtorn
Kemungkinan Penyebab
Masalah
1. Pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lender pada hidung
dan mulut, tarikan inter costal, abnormalitas gas darah arteri.
1. Riwayat partus lama

2. Pendarahan pengobatan
3. Obstruksi pulmonsry
4. Prematuris
v
Gangguan pemenuhan kebutuhan O2

2. Akral dingin, cyanosis pada ektremitas, keadaan umum lemah, suhu tubuh dibawah
normal.
Lapisan lemak dalam kulit tipis
vs
Resiko terjadinya hipotermia
3. Keadaan umum lemah, reflek menghisap lemah, masih terdapat retensi pada sonde.
Refleks menghisap lemah
v Aaaaaaaa
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Suhu tubuh diatas normal, tali pusat layu ada tanda-tanda infeksi, abnormal.
1. Sistem iminitas belum sempurna
2. Ketuban mekancol
3. Tindakan yang tidak asaeptik.
ssssss
5. akral dingin Ekstremitas pucat, cyanosis, hipotermi, distrostik rendah atau dibawah
normal.
Metabolisme meningkta.
Intake yang kurang.
Obstruksi pulmonary.
v O Resiko terjadinya hipoglekemia.
6. Bayi dirawat dalam inkubatir diruang intensif, belum ada kontak antara ibu dan anak.
Perawatan intensif
v Ccccc Gangguan hubungan inter personal antara ibu dan anak.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau
potensial (Allen Carol Vestal, 1998 : 67).

Gangguan yang sering timbul dalam pasien post asfiksia berat , yaitu :
2.2.2.1 Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan asfiksia berat.
2.2.2.2 Resiko terjadinya hipotermia
2.2.2.3 Resiko terjadinya hipoglikemia
2.2.2.4 Resiko terjadinya infeksi
2.2.2.5 Gangguan pemenuhan nutrisi sehubungan dengan refleks menghisap lemah
2.2.2.6 Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dengan ibu, sehubungan dengan
perawatan intensif

You might also like