You are on page 1of 24

BAB II

PEMBAHASAN
KELAINAN DEGENERATIF TULANG
A. Osteoporosis
1. Definisi
Kata osteoporosis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang dan
porous yang berarti keropos. Penyakit osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat
berkurangnya kepadatan tulang, yang disertai dengan penurunan kualitas jaringan
tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada tulang.
Menurut World Health Organisation (WHO) dan ahli (seperti dikutip Ferdinan
Zaviera, 2007) mengartikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa ulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah
terjadi fraktur. Dapat disimpulkan bahwa osteoporosis adalah penurunan massa tulang
yang membuat tulang menjadi tidak padat dan rawan akan keretakan.
2. Etiologi Osteoporosis
Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan osteoporosis :
Usia. Massa tulang berkurang seiring melewati masa puncak tulang yaitu pada

usia 25 30 tahun.
Keturunan. Bila dari garis keturunan memang ada osteoporosis (misalnya

bungkuk), maka risiko terkena osteoporosis kian besar.


Hormon. Setelah berhentinya haid, perempuan lebih rentan terhadap osteoporosis
karena terjadi perubahan hormonal yang dapat menurunkan drastis kemampuan

tubuh untuk menyerap kalsium.


Jenis kelamin. Wanita berisiko lebih tinggi karena wanita memiliki masa tulang

yang lebih rendah dan mengalami pengeroposan lebih cepat dibandingkan pria.
Perokok. Nikotin dalam rokok menimbulkan masalah pada pembentukan tulang
dengan cara mengganggu peran penting estrogen dan testosteron dalam

perkembangan
Asupan alkohol yang berlebihan. Mengonsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan mengganggu penyerapan kalsium dan aktivitas osteoblas dalam

pembentukan tulang.
Asupan kafein yang berlebihan. Pada penelitian menemukan bahwa risiko fraktur
pada panggul bertambah jika mengkonsumsi lebih dari dua cangkir kopi atau
empat cangkir teh per harinya. Tetapi pada dasarnya asupan kafein (1 2 porsi
minuman berkafein 10 per hari) tidak akan memengaruhi tulang jika diimbangi
dengan asupan kalsium dan vitamin D yang memadai.

Berat badan. Wanita ramping dan bertulang kecil berisiko lebih besar

dibandingkan wanita dengan kelebihan berat badan dan bertulang besar.


Nutrisi buruk. Tidak memadainya asupan kalsium, vitamin D, asam sitrat, dan
fosfor (atau asupan fosfor yang berlebihan) dapat menyebabkan tulang lemah

dengan berkurangnya massa tulang.


Gaya hidup sedentair (kurang gerak). Kurangnya berolahraga, meskipun tidak
memiliki faktor lain apapun. Tetap hal ini dapat mempercepat terkenanya
osteoporosis. Tulang memerlukan tekanan olahraga ataupun gerak tubuh agar
pembentukan tulang sebanding dengan keropos tulang.

3. Patogenesis Osteoporosis
Osteoporosis akan terjadi ketika berlangsungnya proses pengikisan tulang dan
pembentukan tulang menjadi tidak seimbang. Sel sel yang menyebabkan
pengikisan tulang mulai membuat kanal dan lubang dalam tulang lebih cepat
daripada proses pembentukan tulang yang dilakukan oleh sel sel pembentuk
tulang yang membuat tulang baru untuk mengisi lubang tersebut. Tulang menjadi
rapuh dan kemungkinan akan patah.

Gbr 1. Matrix tulang pada orang osteoporosis


Sumber: Barrack, 2006.

4. Manifestasi Klinis Osteoporosis


Osteoporosis merupakan penyakit yang tidak terlihat secara langsung sebelum
ada bagian tulang yang patah. Menurunnya massa tulang tidak menyebabkan rasa sakit
atau gejala lain. Sakit pada punggung bukan berarti menurunnya massa tulang kecuali
bila ada tulang yang patah. Kepadatan tulang berkurang secara perlahan terutama padA
penderitA senilis (ketuaan), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan
gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps dan

hancur, makan akan nyeri dan kelainan bentuk (Rasjad,2007). Dampak osteoporosis
antara lain:

Penurunan kualitas hidup yang disebabkan fraktur pada tulang belakang


Bertambah pendek, dan dalam beberapa kasus, deformitas pada punggung dapat

menimbulkan masalah fisik dan emosi


Depresi dan ketakutan untuk melakukan banyak gerakan
Terganggunya kesehatan secara keseluruhan
Sumber: (Barrack, 2006)

Gbr. 2 deformitas punggung


Sumber: (Barrack, 2006)
5. Penatalaksanaan
a. Bisphosphonates digunakan untuk prevensi atau penanganan osteoporosis. Efek
samping obat ini termasuk refluks asam, dan masalah pada oesofagus; efek
samping yang jarang namun serius adalah kerusakan tulang rahang.
b. Estrogen mengurangi insiden fraktur namun meningkatkan resiko beberapa jenis
kanker, stroke, dan endapan darah.

c. Obat non-estrogen yang berfokus terhadap reseptor estrogen (juga diketahui


sebagai SERM, atau selective estrogen receptor modulator) mencegah fraktur
spinal namun Tidak mengurangi kecendrungan fraktur pinggul. Efek samping
termasuk endapan darah (blood cloth).
d. Kalsitonin
e. Teriparatide
f. Vitamin D dan suplemen kalsium, jika dikonsumsi bersamaan, memiliki efek yang
cukup terhadap fraktur. Tidak jelas seefektif bagaimana jika kombinasi obat
tersebut dikonsumsi sendiri-sendiri.
6. Pencegahan Osteoporosis

Nutrisi yang tepat berfungsi menjaga tulang dan mencegah,beberapa nutrisi yang
berguna bagi tulang :
a. Kalsium
Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup
kita. Pada orang dewasa (sampai awal empat puluh tahun), asupan kalsium yang
cukup dapat membantu mempertahankan kepadatan tulang khususnya di bagian
pinggul, tulang yang rawan terjadi pengeroposan.
b. Vitamin D
Vitamin D berfungsi sebagai penyerap kalsium dan dapat berdampak langsung
pada tulang. Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak sehingga dapat
disimpan lama dalam tubuh.
c. Olahraga
Olahraga berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi tulang. Selain itu olahraga
akan memberikan manfaat jangka panjang jika dilakukan secara berkelanjutan.

B. Osteoartritis
1. Definisi
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan
patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita
OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia.
Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain
usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Barrack, 2006).
Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive,
ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan
sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA
adalah kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral,
pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium,
sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi. Osteoartritis diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut
idiopatik, disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga
mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu
lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan sebagainya (Altmann, 2001).

2. Patogenesis
Tulang rawan sendi Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago.
Berhubungan dengan peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan
mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit.
Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat
rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Sumber: Altman,2001

Gbr 3. Osteoartritis
Sumber:Altman,2001

Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan


matriks. Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks,
kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks,
serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,
mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon
ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon
kondrosit

untuk

menggantikan

atau

mempertahankan

jaringan

mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan diperparah oleh


penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum
diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan,
dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap
sitokin anabolik.
Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang
rawan sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral,
pembentukan rongga-rongga yang menyerupai kista yang mengandung
jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering
pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang
berbentuk bulan sabit (crescent). Peningkatan densitas tulang merupakan
akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya
merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada tulang
subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga-rongga terbentuk sebelum
peningkatan densitas tulang secara keseluruhan.
Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak
seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini
berartikulasi dengan permukaan tulang denuded dari sendi lawan.
Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan

mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan


ketidakstabilan tungkai yang terlibat (Chapman, 2001).
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti
dengan perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan
metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya
muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada
permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi
kapsul sendi (osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang
menonjol dari permukaan sendi yang mengalami degenerasi disebut
osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan
kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat
tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial,
osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan
terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola karakter yang
khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis biasanya
membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur.
Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os
humerus biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit degenartif sendi
glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses degerasi
tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk
pelepasan

sitokin

anabolik

yang

menstimulasi

proliferasi

pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus


Sumber: Chapman, 2001.

Gb 4. Lokasi tersering terjadinya OA Sumber: Chapman, 2001.

dan

Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder
dari synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang
terlibat. Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta
sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi.Semakin
lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan
sendi dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan
sekunder ini sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan
tungkai.

3. Diagnosis
Laju endap darah biasanya normal.
Serum kolesterol sedikit meninggi.
Pemeriksaan faktor reumatoid negatif.
a. Pemeriksaan radiologis.
Foto polos.
Gambaran yang khas pada foto polos adalah:

Densitas tulang normal atau meninngi.


Penympitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan

sendi.
Sklerosis tulang subkondral.
Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral.
Osteofit pada tepi sendi.
b. Radionuklida scanning
Dilakukan dengan menggunakan 99 Tc-HDP dan terlihat
peningkatan aktivitas tulang pada bagian subkondral dari sendi yang
terkena osteoartritis. Dapat pula ditemukan penambahan vaskularisasi
dan pembentukan tulang baru. Juga terlihat daerah perselubungan
sendi vetebra apofisial. Bentuk klasik osteoartritis monokuler berupa
nyeri dan disfungsi dari 1 sendi, terutama pada sendi yang menyokong
beban tubuh yaitu pada sendi pinggul dan lutut. Pada osteoartritis
sekunder mungkin dapat ditemukan penyebab sebelumnya seperti
dysplasia asetabuler, penyakit Legg-Calve-Perthes, pasca trauma, atau
fraktur pada daerah panggul. Osteoartritis poli artikuler ditemukan

pada wanita umur pertengahan dengan keluhan nyeri, kekakuan,


pembengkakan pada sendi tangan yang terutama mengenai sendi
karpometakarpal pertama sendi interfalangeal dan oada tingkat awal
disertai dengan reaksi inflamasi. Mungkin ditemukan adanya
pembengkakan jaringan lunak yang berupa nodus Herbeden dan nodus
Bouchard yang tampak sebagai benjolan.
4. Penatalaksanaan
a. Penanganan umum:
Pemakaian air panas atau air es dapat menghilangkan rasa

nyeri sementara.
Mengurangi BB dengan diet.
Fisioterapi penting untuk

mempertahankan kekuatan otot.


Latihan di rumah berupa latihan statis serta memperkuat otot-

otot.
Istirahat yang teratur untuk mengurangi penggunaan beban

pada sendi.
Pemakaian alat bantu seperti tongkat, penyangga leher.
Dukungan psikososial.
Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan OA di tulang

menghilangkan

nyeri

dan

belakang
b. Medikamentosa.
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomtatik. Obat antiinflamsi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya
sebagai analgetik dan mengurangi peradangan, tidak mampu
menghentikan proses patologis.
Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4 g/
hari atau propksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan juga efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
Jika tidak berpengaruh, atau jika tidak terdapat tanda peradangan,
maka OAINS seperti fenoprofin, biasanya 1/2 -1/3 dosis penuh untuk
RA. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, maka ES

adalah iritasi mukosa lambung. Injeksi kortikosteroid intraartikular


kadang membantu menghilangkan rasa nyeri. Injeksi hyaluronat.
OAINS dosis rendah bila tidak terdapat kontraindikasi. Nyeri progresif
yang tidak responsif perlu OIANS dosis tinggi atau analgesik seperti
dekstropropoksifen atau tramadol. Obat-obat analgetik yang dapat
dibeli bebas, seperti aspirin, asteaminofen, dan ibuprofen mempunyai
kemampuan lebih dalam mengontrol sinovitis.
c. Tindakan operasi:
Untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jaringan
penyokong yang rusak atau untuk menggantikan seluruh sendi. Bedah
artroskopi memungkinkan pelaksanaan berbagai macam prosedur
operasi. Penggantian sendi yang rusak dapat membantu . Tindakan
operasi dilakukan apabila:

Nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan

lokal.
Sendi yang tidak stabil oleh karena adanya sublukasi atau

deformitas pada sendi.


Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut.
Untuk mengoreksi beban pada sendi agar distribusi beban
terbagi sama rata.

Sendi lutut:

Osteotomi tinggi pada tibia untuk mengoreksi kelurusan pada


sendi lutut dimana belum ada kerusakan yang meyolok pada

sendi.
Hermiartroplasti, bila kerusakan satu kompartemen sendi.
Artroplasti total, bila seluruh kpmpartemen rusak.

C. Plantar Fascitis.
1. Definisi

Plantar Fasciitis (Policemans Heel) adalah nyeri tumit


disebabkan oleh peradangan dari Plantar Fascia suatu jaringan
disepanjang bagian bawah kaki yang menghubungkan tulang tumit dengan
ibu jari kaki kita. Berdasarkan kualifikasi penyakit rematik menurut
American Rematism Association, Plantar Fasciitis termasuk golongan
rematism non artikular, dimana akibat keluhan ini dapat mengganggu
mobilitas dan aktifitas kehidupan sehari-hari penderitanya (Singh D,
2007).
2. Faktor resiko
a. Aktivitas fisik yang berlebihan dan pada pekerjaan yang memerlukan
banyak berdiri atau berjalan berlebihan seperti pada pelari jarak
jauh,atlet Jumping sport, Perawat, Guru, Militer ,dll.
b. Sepatu yang tidak Ergonomis. Sepatu yang solnya tipis, longgar atau
tidak ada dukungan untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan
untuk menyerap hentakan akan menyebabkan resiko terkena Plantar
Fasciitis semakin tinggi. Jika anda sering memakai sepatu dengan
tumit tinggi (high heels) maka tendon Achilles yakni tendon yang
melekat pada tumit kita dapat berkontraksi/tegang dan memendek,
menyebabkan strain pada jaringan di sekitar tumit yang juga akan
menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi.
c. Arthritis. Beberapa tipe Arthritis dapat menyebabkan peradangan pada
tendon dari telapak kaki, yang dapat menyebabkan Plantar Fasciitis.
d. Diabetes . Meskipun tidak diketahui mekanismenya, akan tetapi
Plantar Fasciitis terjadi lebih sering pada orang dengan diabetes.
e. Berat badan berlebihan. Berjalan-jalan dengan berat badan yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah
tulang tumit dan menyebabkan nyeri tumit. Orang-orang yang naik
berat badannya dengan cepat dapat menderita Plantar Fasciitis,
walaupun tidak selalu.
f. Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang
dialami pada saat hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan

pengikat) pada tubuh termasuk di kaki untuk mengendur. Ini dapat


menyebabkan permasalahan mekanikal dan peradangan
g. Kelainan anatomis kaki seperti telapak kaki leper/ceper (tanpa
lengkung) , atau sebaliknya, lengkungan berlebihan. Orang-orang
dengan kaki datar mempunyai penyerapan kejutan yang kurang, yang
mana hal ini meningkatkan peregangan dan tegangan pada plantar
fascia. Orang-orang dengan lengkung kaki yang tinggi mempunyai
jaringan plantar yang lebih ketat, yang juga menyebabkan penyerapan
kejutan yang kurang. Sumber: Capt. Danielle, 2009.
h. Pertambahan usia. Saat lengkungan mulai berkurang secara alamiah.
Nyeri tumit cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan
menyebabkan lengkung kaki mulai mendatar, menimbulkan stress pada
plantar fascia.
3. Manifestasi Klinik
Keluhan utama pada kasus ini adalah nyeri pada tumit. Plantar
Fasciitis menyebabkan nyeri seperti ditusuk atau rasa terbakar yang
terutama dirasakan waktu berdiri pada pagi hari, sewaktu penderita mulai
menapakkan kaki beberapa langkah pertama, hal ini disebabkan karena
fascia mengencang (berkontraksi) sepanjang malam. Segera setelah kita
berjalan-jalan beberapa saat, nyeri yang disebabkan oleh Plantar Fasciitis
ini biasanya berkurang, tetapi mungkin akan terasa nyeri kembali setelah
berdiri beberapa lama atau setelah bangun dari posisi duduk (Capt.
Danielle, 2009).
Dalam keadaan normal, Plantar Fascia kita bekerja seperti sebuah
serabut-serabut

penyerap

kejutan

(shock-absorbing

bowstring),

menyangga lengkung dalam kaki kita. Tetapi, jika tegangan pada serabutserabut tersebut terlalu besar, maka dapat terjadi beberapa robekan kecil di
serabut-serabut tersebut. Bila ini terjadi berulang-ulang maka fascia akan
menjadi teriritasi atau meradang.
4. Diagnosis

Pemeriksaan fisik diawali dengan menanyakan mengenai keluhan


yang di derita dan mencari titik-titik nyeri/kaku di kaki pasien. Ini dapat
membantu untuk menyingkirkan penyebab-penyebab lain nyeri tumit kaki,
seperti Tendinitis, Arthritis, iritasi saraf atau adanya suatu kista ataupun
Kalkaneus Spur (Heel Spur) yang pada beberapa dekade terakhir sering
dianggap menjadi penyebab utama nyeri pada tumit kaki. Heel spur
merupakan penonjolan tulang pada plantar kaki/telapak kaki pada tulang
kalkaneus, bentuknya seperti jalu ayam.
Nyeri tumit kaki dapat di hilangkan tanpa melakukan operasi
pengangkatan Spur tersebut. Pembedahan untuk membuang Spur sangat
jarang dilakukan. Selain melakukan pemeriksaan fisik, disarankan juga
untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan Rontgen atau
MRI untuk menyakinkan bahwa pasien tidak mengalami fraktur tekanan
(Stress Fracture) ataupun Arthritis.

5. Penatalaksanaan
Non Operatif.
-Kompres es batu yang dibungkus dengan kain di daerah nyeri atau
bekukan sebotol air dan urutkan di atas daerah yang nyeri selama 20
sampai 30 menit, 3 atau 4 kali sehari atau setelah melaksanakan aktivitas.
-Obat-obatan golongan NSAID.
-Kurangi Aktifitas olah raga. Alihkan aktivitas olah raga dengan
pembebanan pada kaki hingga nyeri mereda. Untuk mempertahankan
kondisi atlet sebaiknya dianjurkan melakukan bentuk-bentuk latihan
alternatif, seperti aktivitas berenang ataupun bersepeda.

-Latihan peregangan berkala. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur.


Sebelum anda turun dari tempat tidur di pagi hari, regangkan otot-otot
betis, lengkung kaki dan tendon Achilles dengan cara menyentuh ujung
kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki anda. Jenis peregangan
yang sering dilakukan untuk Plantar Fasciitis adalah dengan melakukan
Calf stretch dan Plantar fascia stretch . Calf stretch Plantar fascia-specific
stretching
-Ortosis. Koreksi sepatu atau sandal membantu mengurangi rasa nyeri
pada tumit sewaktu menapak atau berjalan. Penyangga lengkungan kaki
(Arch Support), yang bisa dipakai/ diletakkan dalam sepatu, ataupun bidai
yang digunakan pada malam hari yang disebut Night Splint, karena di
gunakan saat tidur malam hari. Soft heel pads can provide extra support.
Night Splint
-Ultrasound Diathermy (US) Untuk mengurangi nyeri pada Plantaris
Fasciitis terapi Non Invasif yang sering digunakan adalah dengan
modalitas Ultrasound Diathermy (US). US adalah diatermi berdasarkan
konversi energi suara frekensi tinggi , dengan daya tembus paling dalam
(3-5 cm) diantara diatermi lainnya, gelombang suara ini selain
memberikan efek panas/termal, juga ada efek non termal/mekanik yaitu
Micromassage. Terapi ultrasound digunakan untuk kasus plantar fasciitis
karena efek panas dan efek mekanik pada gelombang ultrasound
menyebabkan peningkatan sirkulasi darah ke jaringan setempat. Radang
pada plantar fascia ini terjadi karena adanya trauma atau strain, sehingga
terjadi perubahan pembuluh darah dan perubahan sel leukosit. Pengaruh
panas ultrasound juga dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada
plantar fasciitis karena gelombang pulsed yang rendah intensitasnya dapat
memberikan efek sedative dan analgesik pada ujung-ujung saraf sensorik.
US efektif dalam mempercepat proses pembuangan infiltrat hasil inflamasi
dan mengurangi perlengketan yang terjadi.

-Extracorporeal shockwave therapy (ESWT) / terapi gelombang kejut.


Gelombang kejut yang dihasilkan mesin ini mampu merangsang perbaikan
aliran darah ke daerah persendian yang mengalami peradangan, sehingga
membantu menghilangkan rasa sakit sendi. Selain itu, gelombang kejut
juga berfungsi menipiskan perkapuran yang menyebabkan rasa nyeri.
Dengan ESWT, pasien tidak perlu rawat inap. Ia juga bisa beraktivitas
seusai terapi tanpa gangguan. Terapi ini dimulai dengan intensitas paling
rendah dan meningkat bertahap sampai tahapan yang ditargetkan. Waktu
terapi hanya sekitar 15-30 menit. Jumlah energi tergantung pada berat
ringannya penyakit pasien serta lokasi dari nyeri. rasa sakit yang dialami
pasien berkurang dalam 3 bulan setelah menjalani 3 kali ESWT dan
perbaikan selanjutnya terus berlangsung. Kekurangan alat ini hanyalah
belum banyak ditemui di Rumah sakit.
Tindakan Operatif.
Jenis Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi plantar
fasciitis adalah dengan melakukan Gastrocnemius recession atau plantar
fascia release. Komplikasi lainnya adalah terjadinya kerusakan pada
syaraf dan terjadinya infeksi.
6. Pencegahan
-Menjaga berat badan sehat ideal. Ini akan meminimalkan beban pada
Plantar Fascia.
-Memilih sepatu yang Ergonomis. Hindari sepatu dengan tumit yang
terlalu rendah.
-Mulailah aktivitas olahraga secara perlahan. Pemanasan sebelum memulai
aktivitas atletik atau olahraga apapun, dan mulailah suatu program latihan
baru secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
-Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda turun dari
tempat tidur di pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan

tendon Achilles dengan cara menyentuh ujung kaki anda dan secara
perlahan-lahan melipat kaki anda. Ini dapat menolong untuk membalikkan
kekencangan dari Plantar Fascia yang terjadi sepanjang malam.
D. Frozen shoulder

Definisi

Penyakit kronis dengan gejala khas berupa keterbatasan lingkup gerak


sendi bahu ke segala arah, baik secara aktif maupun pasif oleh karena rasa
nyeri yang dapat mengakibatkan gangguan aktifitas kerja sehari-hari.
Frozen shoulder merupakan penyakit dengan karakteristik nyeri dan
keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh
orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan.

Etiologi

Tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh trauma,


mobilisasi yang lama sehingga terbentuk jaringan fibrous yang memicu
terjadinya perlengketan pada daerah bahu.

Patofisiologi

Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan


respon auto immobization terhadap hasil hasil rusaknya jaringan lokal.
Meskipun

penyebab

utamanya

idiopatik,

banyak

yang

menjadi

predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto


immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi
lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus,
kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan infark miokardia, dari
dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff,
fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina
pectoris). Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul
artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian

anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral,


dan penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi
bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligament inferior
glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan pada
kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus
ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling
terbatas atau biasa disebut pola kapsuler.
Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya
jaringan local berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi
glenohumeral yang membuat formasi adhesive, sehingga menyebabkan
perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan
sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya sebesar 510ml, yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30ml, dan selanjutnya
kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak
pasif ditemukan keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan
inilah yang disebut frozen shoulder. Histologis frozen shoulder yang
terjadi pada sendi glenohumeral seperti telah dijelaskan di atas adalah
kehilangan ekstensibilitas dan termasuk abnormal cross-bridging diantara
serabut collagen yang baru disintesa dengan serabut collagen yang telah
ada dan menurunkan jarak antar serabut yang akhirnya mengakubatkan
penurunan kandungan air dan asam hyaluronik secara nyata. Pada pasca
immobilisasi perlekatan jaringan fibrous menyebabkan perlekatan atau
adhesi intra artikular dalam sendi sinovial dan mengakibatkan nyeri serta
penurunan mobilitas.

Manifestasi Klinis

Reserve scapulohumeral rhytm yang terjadi pada penderita frozen


shoulder menyebabkan kompensasi skapulothorakal, kompensasi tersebut
menyebabkan overstretch karena penurunan lingkup gerak sendi
skapulothoracik, hal tersebut juga membuat sendi acromioclavicular

menjadi hipermobile. Keterbatasan gerak yang ditimbulkan oleh frozen


shoulder dapat mengakibatkan hipomobile pada facet sendi intervertebral
lower cervical dan upper thoracal. Pada tahap kronis frozen shoulder
dapat menyebabkan antero position head posture karena hipomobile dari
struktur cervico thoracal. Hipomobile facet lower cervical dan upper
thoracal juga dapat menyebabkan kontraktur pada ligamen supraspinosus,
ligamentum nuchae dan spasme pada otototot cervicothoracal , spasme
tersebut bila berkelanjutan dapat menyebabkan nyeri pada otototot
cervicothoracal. Nyeri yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme
cervico thoracal akibat frozen shoulder dapat menyebabkan terbentuknya
vicious circle of reflexes yang mengakibatkan medulla spinalis
membangkitkan aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat
menyebabkan spasme pada pembuluh darah kapiler akan kekurangan
cairan sehingga jaringan otot dan kulit menjadi kurang nutrisi. Pengaruh
refleks sistem simpatik pada otot pada tahap awal menunjukkan adanya
peningkatan suhu, aliran darah, gangguan metabolisme energi phospat
tinggi dan pengurangan konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit
nonspesifik dan abnormalitas histology dapat terjadi. Hal tersebut jika
tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-otot bahu menjadi lemah
dan dystrophy. Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh sistem
muskulotendinogen , maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan
menyebabkan nyeri, menurunnya mobilitas, sehingga mengakibatkan
keterbatasan LGS bahu.

Penatalaksanaan

-Terapi ultrasound
Dengan pemberian modalitas ultra sonic dapat terjadi iritan jaringan yang
menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan, hal ini
disebabkan oleh efek mekanik dan thermal ultra sonik. Pengaruh mekanik
tersebut juga dengan terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan

ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi P subtance untuk


selanjutnya

terjadi

inflamasi

sekunder

atau

dikenal

neurogeic

inflammation. Namun dengan terangsangnya P substance tersebut


mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga
mempercepat

terjadinya

penyembuhan

jaringan

yang

mengalami

kerusakan. Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu dengan


adanya

pengaruh

gosokan

membantu

venous

dan

lymphatic,

peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga menurunnya nyeri regang


dan proses percepatan regenerasi jaringan.
-Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
Cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui
permukaan kulit

dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe

nyeri. Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara


peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut , maupun
melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supra spinal, sehingga
dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan yang lebih
ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi
spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran
viscous circle of reflex yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar
dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi
sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui
sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif
bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin
yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah
-.Contrax Relax and Stretching
Teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot yang spasme,
tegang/memendek untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan
otot.Pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang leher

terjadi gerakan abduksi dan rotasi eksternal mencapai pembatasan, posisi


kapsul sendi mengarah ke inferior, terjadi peregangan pada kapsul anterior
dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul posterior.
Sedangakan pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang
punggung terjadi gerakan rotasi internal mencapai pembatasan, posisi
kaopsul sendi mengarah ke anterior, terjadi terjadi peregangan pada kapsul
anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul
posterior.
E. De Quervains tenosynovitis
1. Definisi
De Quervains syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada
daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon
otot abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis setinggi radius
distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. De Quervains syndrome
atau tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis kronik yang
disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan
tendon.

2. Etiologi
Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi
terhadap perkembangan penyakit de Quervains syndrome. Aktivitasaktivitas yang mungkin menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan
tangan termasuk faktor pekerjaan, tugastugas sekretaris, olahraga golf,
atau permainan olahraga yang menggunakan raket. Faktor-faktor lain yang
mungkin dapat memberikan kontribusi terjadinya de Quervains syndrome
antara lain : penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi inflamasi tendon
yang

terjadi

berhubungan

dengan

gesekan

yang

berlebihan

berkepanjangan antara tendon dan pembungkusnya, terjadi misalnya pada

wanita yang pekerjaannya memeras kain. De Quervains syndrome adalah


stenosis pada tendon sheath kompartemen dorsal pertama pergelangan
tangan. Kompartemen ini terdiri dari tendon otot abduktor polisis longus
dan otot ekstensor polisis brevis.
3. Patofisiologi
Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih
pada jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon
sheath. Tendon sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun
produksi dan kualitas cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari
selanjutnya terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena cairan
sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi
proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon
sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas
karena jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath.
Terjadilah stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal
ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus
lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan
otototot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga
terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering
merupakan keluhan utama pada penderita penyakit ini. Pembungkus
fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis
menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius.
4. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan
menggerakkan kedua otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari,
khususnya tendon otot abduktor polisis longus dan otot ekstensor polisis
brevis.
5. Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus


stiloideus radius, kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul
akibat penebalan pembungkus fibrosa pada sedikit proksimal prosesus
stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari pergelangan
tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi
ulnar, penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan
disebut uji Finkelstein positif. Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de
Quervains syndrome adalah tes Finkelstein positif. Cara melakukannya
adalah dengan menyuruh pasien untuk mengepalkan tanganya dimana ibu
jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya. Pemeriksa kemudian
melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan tangan si pasien yang
dicurigai di mana dapat menimbulkan keluhan utama berupa nyeri
pergelangan tangan daerah dorsolateral. Lakukan tes Finskelstein secara
bilateral untuk membandingkan dengan bagian yang tidak terkena. Hatihati memeriksa the first carpometacarpal (CMC) joint sebab bagian ini
dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu. Selain dengan tes
Finkelstein harus diperhatikan pula sensorik dari ibu jari, refleks otot-otot,
dan epikondilitis lateral pada tennis elbow untuk melihat sensasi nyeri
apakah primer atau merupakan referred pain. Pemeriksaan laboratorium
tidak ada yang spesifik untuk menunjang diagnosis penyakit ini. Kadang
dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat adanya faktor rheumatoid
untuk mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi hal ini juga tidak spesifik
karena beberapa penyakit lain juga menghasilkan faktor rheumatoid di
dalam darahnya. Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang
secara spesifik menunjang untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi,
penemuan terbaru dalam delapan orang pasien yang dilakukan
ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil potongan
aksial dan koronal didapatkan adanya penebalan dan edema pada tendon
sheath. Pada pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada
tendon sheath tendon otot ekstensor polisis brevis dan otot abduktor
polisis longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai untuk kasus-

kasus trauma akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau
osteonekrosis.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif
dan intervensi bedah. Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya
penderita menghindari pekerjaan yang menggunakan jari-jari mereka. Hal
ini dapat membantu penderita dengan mengistirahatkan (immobilisasi)
kompartemen dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar edema lebih
lanjut dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6
minggu.

Kompres

dingin

pada daerah

edema

dapat

membantu

menurunkan edema (cryotherapy). Jika gejala terus berlanjut dapat


diberikan obat-obat anti inflamasi baik oral maupun injeksi. Beberapa
obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut :

1.

Nonsteroid anti-inflammatory drug misalnya ibuprofen yang

merupakan drug of choice untuk pasien dengan nyeri sedang. Bekerja


sebagai penghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan jalan menghambat
sintesa prostaglandin. Dosis dewasa
200-800 mg, sedang dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 4-10
mg/kgBB/hari. Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa. Adapun
kontra indikasi pemberian obat ini adalah adanya riwayat hipersensitif,
ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal atau perforasi, insufisiensi
ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi obat dengan
aspirin dapat meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi
dengan probenesid dapat meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah.
Pada pasien- pasien dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara
obat ini dengan obat anti hipertensi seperti captopril, beta blocker,
furosemid, dan thiazid. Obat ini tidak aman diberikan untuk wanita hamil

terutama kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi untuk menyebabkan


menutupnya duktus arteriosus).
2.

Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena

dapat mensupresi migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah


peningkatan permeabilitas kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan
dosis 20-40 mg metilprednisolon atau dapat juga diberikan hidrokortison
yang dicampur dengan sedikit obat anestesi lokal misalnya lidokain.
Campuran obat ini disuntikkan pada tendon sheath dari kompartemen
dorsal pertama yang terkena.

You might also like

  • KATARAK
    KATARAK
    Document81 pages
    KATARAK
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Proposal KWU
    Proposal KWU
    Document10 pages
    Proposal KWU
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Konsep Pendirian Klinik Bakti Ummi
    Konsep Pendirian Klinik Bakti Ummi
    Document2 pages
    Konsep Pendirian Klinik Bakti Ummi
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Definisi
    Definisi
    Document3 pages
    Definisi
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Proses Pengambilan Keputusan
    Proses Pengambilan Keputusan
    Document11 pages
    Proses Pengambilan Keputusan
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Home Care
    Home Care
    Document4 pages
    Home Care
    Aina Inayah
    No ratings yet
  • Konsep Pendirian Klinik Bakti Ummi
    Konsep Pendirian Klinik Bakti Ummi
    Document2 pages
    Konsep Pendirian Klinik Bakti Ummi
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Makalah Diare Akut
    Makalah Diare Akut
    Document23 pages
    Makalah Diare Akut
    warbid
    100% (1)
  • SKENARIO
    SKENARIO
    Document6 pages
    SKENARIO
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • SKENARIO
    SKENARIO
    Document6 pages
    SKENARIO
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Kata Kunci
    Kata Kunci
    Document11 pages
    Kata Kunci
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Gangguan Kegawat Daruratan II
    Gangguan Kegawat Daruratan II
    Document24 pages
    Gangguan Kegawat Daruratan II
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Bab 1 2 3 Fix KDK
    Bab 1 2 3 Fix KDK
    Document14 pages
    Bab 1 2 3 Fix KDK
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Askep Herpes Simpleks
    Askep Herpes Simpleks
    Document9 pages
    Askep Herpes Simpleks
    Gustadino
    No ratings yet
  • Tinjauan Teori
    Tinjauan Teori
    Document3 pages
    Tinjauan Teori
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document9 pages
    Bab Ii
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Document4 pages
    Kelompok 5
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Diagnosa Intervensi Herpes Simplek
    Diagnosa Intervensi Herpes Simplek
    Document5 pages
    Diagnosa Intervensi Herpes Simplek
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Pathway
    Pathway
    Document1 page
    Pathway
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Document5 pages
    Analisa Data
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Makalah Kelompok 4 PDF
    Makalah Kelompok 4 PDF
    Document19 pages
    Makalah Kelompok 4 PDF
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Dengue Syok Sindrom
    Dengue Syok Sindrom
    Document1 page
    Dengue Syok Sindrom
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Makalah Kuku
    Makalah Kuku
    Document10 pages
    Makalah Kuku
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    100% (1)
  • BAB I, II, III Fix, Fix
    BAB I, II, III Fix, Fix
    Document20 pages
    BAB I, II, III Fix, Fix
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Fisiologi
    Fisiologi
    Document9 pages
    Fisiologi
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Pathway
    Pathway
    Document1 page
    Pathway
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Makalah Katarak
    Makalah Katarak
    Document46 pages
    Makalah Katarak
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Bab I, II, III
    Bab I, II, III
    Document61 pages
    Bab I, II, III
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet
  • Alat Bantu Jalan Tripod: Kelompok 3
    Alat Bantu Jalan Tripod: Kelompok 3
    Document9 pages
    Alat Bantu Jalan Tripod: Kelompok 3
    Enikka Nurrulizzatilkaromah
    No ratings yet