Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Artritis berarti terjadinya suatu peradangan pada sendi. Pengetahuan
tentang asuhan keperawatan muskuloskeletal makin dibutuhkan mahasiswa
ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat
pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi
menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan
asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari
bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia
sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
keadaan masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli urut tulang
(khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut
tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan
umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah
dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi
dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna
mencegah/ menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan dengan Artritis rheumatoid. Dengan harapan sebagai perawat kita
mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan Rheumatoid
Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat
dan kontrahensif.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka didapatkanlah rumusan masalah sebagai
berikut.
Bagaimanakah
konsep
penyakit
Artritis
rematoid
serta
perjalanan
penyakitnya?
Bagaimanakah asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien Artritis
Reumatoid?
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a Mengetahui bagaimana konsep penyakit Artritis.
b Mengetahui bagaimana perjalannan penyakit Artritis Reumatoid
c Mengetahui asuhan keperawatan seperti apa yang dilakukan terhadap pasien
dengan Artritis Reumatoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rematoid terjadi setelah penyakit
ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat
pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah
atau gangguan nonartikular lain.
Artritis rematoid adalah penyakit inflamasi nonbacterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang berbagai sistem organ.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik autoimun yang
disebabkan oleh inflamasi koneksi jaringan pada synovial.
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis,
dan deformitas.
2.2 Etiologi
Penyakit arthritis rematoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetic. Namun, berbagai
factor (termasuk kecenderungan genetic) bisa memengaruhi reaksi autoimun.
Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi,
keturunan, dan lingkungan. Artritis rematoid dapat terjadi akibat rantai
peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetic. Terdapat kaitannya dengan
pertanda genetic seperti HLA-Dw4, dan HLA-DR5 pada orang kulit putih.
Namun pada orang Amerika berkulit hitam, Jepang dan India Chippewa, hanya
ditemukan kaitannya dengan HLA-Dw4.
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis
reumatoid, yaitu:
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
6
b.
c.
d.
e.
Endokrin
Autoimmun
Metabolik
Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau
grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang
rawan sendi penderita.
2.3 Patofisiologi
Pada arthritis rematoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzimenzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membrane synovial dan akhirnya akan membentuk panus. Panus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot aakan mengalami perubahan generative
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
2.4 WOC
(terlampir)
2.5 Manifestasi Klinis
Kriteria dari American Rheumatism Association(ARA) yang direvisi
tahun 1987 adalah
terjadi
2.6 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid(OAINS) atau obat pengaruh perjalanan penyakit(disease modifying
antirheumatoid drugs, IDMARD) yang menjadi factor penyebab morbiditasdan
mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang sering terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati isemik akibat vaskulitis
Komplikasi juga dapat terjadi:
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule
2. Ada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
4. Terjadi splenomegali
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artiritis rheumatoid, namun dapat
menyerang bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaan laboratorium terdapat:
9
1. Tes factor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis
rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien
lepra, tuberkolosis paru, sirosis hepatis, hepatis infeksiosa, lues, endokarditis
2.
3.
4.
5.
6.
7.
11
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
ARTRITIS REUMATOID
Kasus
Ny.A (54 tahun) datang dengan bantuan anaknya ke poliklinik dengan keluhan nyeri
hebat yang menusuk pada persendian jari-jari tangan dan kakinya, serta nyeri yang
dari lutut sampai kebawah. Nyeri bertambah saat ia melakukan istirahat. Ia
mengatakan sering terjadian kekakuan sendi pada pagi hari dengan durasi kurang
lebih 1 jam. Tampak adanya pembengkakan yang simetris bilateral pada daerah nyeri
(metakarpophalangeal dan metatarsophalangeal) yang tampak memerah dan teraba
panas. Ny.A mengatakan sulit untuk beraktivitas normal saat nyeri menyerang dan ia
merasa tidak percaya diri dengan perubahan bentuk sendi yang dialaminya. Mulai
nampak benjolan-benjolan pada daerah sendi jarinya (proksimal interphalangeal).
Ny.A mengatakan gejala mulai tampak sekitar 7 bulan yang lalu. Ny.A mengaku
kerap merasa kelelahan dan kadang badannya sedikit panas. Skala nyeri 8. Diagnosa
medis mengatakan NyA terserang Reumatoid Artritis.
I.
PENGAKAJIAN
Nama
Tanggal masuk RS
Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
: Ny.A
: 15 Agustus 2014
: 2 Januari 1960
: 54 tahun
: Perempuan
: Jalan Patimura 28C
: Islam
: Ibu rumah tangga
a) Keluhan utama
Pasien merasakan nyeri hebat dan menusuk di daerah persendian jari-jari
tangan dan kakinya. Pasien kesulitan beraktivitas karena nyeri. Pasien juga
mengatakan ada pembengkakan di daerah nyeri dan ada benjolan-benjolan
(nodus) di daerah proksimal interphalangeal.
13
ia
hanya
menanganinya
dengan
mengurut-urut
sendiri
h) Pola koping
Ny.A mengatakan mengalami penurunan selera makan akibat nyeri dan tidak
bersosialisasi keluar rumah karena tidak percaya diri dengan perubahan
bentuk sendinya.
i) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengatakan mengalami perubahan pada pola seksualitas akibat nyeri
yang kerap dirasakannya yang membuat semua aktivitasnya terganggu.
j) Pola peran hubungan
Klien merasakan gejala tersebut sudah dari 7 bulan yang lalu, sehingga
mengganggu aktivitas rutinnya dan aktivitas sehari-harinya.
k) Pola nilai kepercayaan
Klien masih tetap melaksanakan ibadah dengan rutin meskipun klien kerap
merasa tidaknyaman dengan nyeri hebat dan kekakuan yang dirasakannya.
Pemeriksaan fisik.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.
B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus
tidak teraba. Pada auskultasi, ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
o Kepala dan wajah
: ada sianosis.
o Mata
: sklera biasanya tidak ikterik
o Leher
: biasanya JVP dalam batas normal
o Telinga
: tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan
15
o Hidung
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetri, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
defekasi.
B6 (bone) :
Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal) ,
deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar
lutut, panggul, dan pergelangan tangan.adanya degenerasi serabut otot
memungkinkan terjadi pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak
16
Pemeriksaan radiologi. Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukan kelainan
yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan
disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan
degeneratif berupa densitas, iregularitas permukaan sendi, serta spurring marginal.
Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang
Nyeri.
Hambatan mobilitas fisik.
Gangguan konsep diri (citra diri)
Defisiensi pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan.
17
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Kronik b.d.
imflamasi sendi,
kehilangan fungsi sendi.
DS :
- Klien mengatakan
terasa nyeri hebat
yang menusuk pada
NOC
Kontrol Nyeri
Manajemen Nyeri
Indikator :
Aktivitas :
persendian jari-jari
tangan dan kakinya,
kadang juga pada
-
lokasi, karakteri
dan penyebab.
jam
DO :
- Nyeri skala 8
Kaji ketidaknya
professional
Menilai gejala dari nyeri
Gunakan catatan nyeri
Laporkan bila nyeri terkontrol
efektif
Tentukan dampa
sosial, performa
sehari-hari)
Evaluasi pengal
Lakukan penilai
Tentukan tingka
kenyamanan pad
Menyediakan in
nyeri, bagaiman
ketidaknyamana
Kontrol faktor li
ketidaknyamana
keributan)
Mengurangi atau
mempercepat at
fatique, sifat me
biofeddback, TE
distraksi, terapi
18
hangat/dingin, d
memungkinkan,
Dorong pasien u
terhadap nyeri
Pastikan pretrea
farmakologi seb
Menyediakan in
pengetahuan kel
Menyertakan ke
mengatasi nyeri
2. Hambatan Mobilitas
Mobilitas
Indikator:
Aktivitas:
deformitas sendi.
DS :
- Ny.A mengatakan sulit
untuk beraktivitas
normal saat nyeri
-
menyerang
Ny.A mengaku kerap
merasa kelelahan dan
kadang badannya
Pergerakan sendi
Pergerakan otot
Ketahanan
Indikator:
Menentukan bata
fungsinya
Menentukan tingk
pemulihan perpin
Mengontrol lokas
beraktifitas /berpi
Membantu pasien
berpindah pasif/a
Meningkatkan ren
sesuai jadwal
Aktifitas pasif (P
sebagai indikasi
Mengintruksikan
sedikit panas.
DO :
- Klien terlihat lelah
- Skala nyeri 8
- Terdapat perubahan
yang sistematis, p
19
latihan
Membantu pasien
aktif ROM
Membantu pening
sendi
Kolaborasi denga
memutuskan sebu
Posisi
Aktivitas:
Menempatkan dalam po
Membantu imobilisasi s
Menginstruksikan
Menempatka
Body Image
Peningkatan Body Im
Indikator :
Aktivitas :
Kaji perubahan
pasien
Identifikasi peng
penampilan fisik
Penyesuaian terhadap perubahan
fungsi tubuh
penyakit
Bantu pasien me
20
Saat pemeriksaan
panas, kemerahan
Ukuran sendi berubah
Fasilitasi adanya
memiliki masala
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). Penyakit
sendi degenerative merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif
lambat, yang seakan-akan merupakan penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran
dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Gejala utama adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak.
Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa
nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi,
kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dan perubahan gaya berjalan.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan
paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui
secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap.
Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan
factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa
mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah
jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan.
4.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami materi yang telah kami susun ini,
dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal,
22
Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai.
23
DAFTAR PUSTAKA
Lewis, Dirken, dkk (2009-2011). Medikal Surgical Nursing : ssessment and
Managemen of Clinical Problems, Volume 2, Eight Edition. Elseiver Mosby
Lukman dan Nurna Ningsih. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan sistem
muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddart. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta: EGC
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
24