You are on page 1of 22

ARTRITIS REUMATOID

Oleh :

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2016

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Artritis berarti terjadinya suatu peradangan pada sendi. Pengetahuan
tentang asuhan keperawatan muskuloskeletal makin dibutuhkan mahasiswa
ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat
pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi
menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan
asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari
bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia
sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
keadaan masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli urut tulang
(khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut
tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan
umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah
dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi
dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna
mencegah/ menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan dengan Artritis rheumatoid. Dengan harapan sebagai perawat kita
mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan Rheumatoid
Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat
dan kontrahensif.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka didapatkanlah rumusan masalah sebagai
berikut.

Bagaimanakah

konsep

penyakit

Artritis

rematoid

serta

perjalanan

penyakitnya?
Bagaimanakah asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien Artritis
Reumatoid?

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a Mengetahui bagaimana konsep penyakit Artritis.
b Mengetahui bagaimana perjalannan penyakit Artritis Reumatoid
c Mengetahui asuhan keperawatan seperti apa yang dilakukan terhadap pasien
dengan Artritis Reumatoid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rematoid terjadi setelah penyakit
ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat
pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah
atau gangguan nonartikular lain.
Artritis rematoid adalah penyakit inflamasi nonbacterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang berbagai sistem organ.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik autoimun yang
disebabkan oleh inflamasi koneksi jaringan pada synovial.
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis,
dan deformitas.
2.2 Etiologi
Penyakit arthritis rematoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetic. Namun, berbagai
factor (termasuk kecenderungan genetic) bisa memengaruhi reaksi autoimun.
Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi,
keturunan, dan lingkungan. Artritis rematoid dapat terjadi akibat rantai
peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetic. Terdapat kaitannya dengan
pertanda genetic seperti HLA-Dw4, dan HLA-DR5 pada orang kulit putih.
Namun pada orang Amerika berkulit hitam, Jepang dan India Chippewa, hanya
ditemukan kaitannya dengan HLA-Dw4.
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis
reumatoid, yaitu:
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
6

b.
c.
d.
e.

Endokrin
Autoimmun
Metabolik
Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau
grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang
rawan sendi penderita.

2.3 Patofisiologi
Pada arthritis rematoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzimenzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membrane synovial dan akhirnya akan membentuk panus. Panus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot aakan mengalami perubahan generative
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
2.4 WOC
(terlampir)
2.5 Manifestasi Klinis
Kriteria dari American Rheumatism Association(ARA) yang direvisi
tahun 1987 adalah

1. Kaku pada pagi hari(morning stiffness).Pasien merasa kaku pada persendian


dan disekitarnya sejak bangun tidur sekurang-kurangnya 1 jam sebelum
perbaikan maksimal.
2. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakakn jarangian lunak atau
persendian(soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran
tulang(hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara
bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang
memenuhi criteria,yaitu interfalang proksimal, metakapofalang, pergelangan
tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis
pada
persendian
tangan.
Sekurang-kurangnya

terjadi

pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.


4. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama(tidak mutlak
bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak(symmetrical polyarthritis
simultaneously)
5. Nodul Rematoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah jukstaartikular dari observasi seorang
dokter.
6. Faktor rematoid serum positif. Terdapat titer abnormalfaktor rematoid serum
yang diperiksa dengan cara memberikan hasil positif kurang dari 5 %
kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar
rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau aerah yang berdekatan dengan sendi.
Pola karakteristik dari persendian yang terkena :
1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan
kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari
berlangsung selama lebih dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular :
8

1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia.


2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di
temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa :
1.
2.
3.
4.

Demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.


Nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
Rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid
ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang
terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya
terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.

2.6 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid(OAINS) atau obat pengaruh perjalanan penyakit(disease modifying
antirheumatoid drugs, IDMARD) yang menjadi factor penyebab morbiditasdan
mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang sering terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati isemik akibat vaskulitis
Komplikasi juga dapat terjadi:
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule
2. Ada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
4. Terjadi splenomegali
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artiritis rheumatoid, namun dapat
menyerang bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaan laboratorium terdapat:
9

1. Tes factor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis
rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien
lepra, tuberkolosis paru, sirosis hepatis, hepatis infeksiosa, lues, endokarditis
2.
3.
4.
5.
6.
7.

bakterialis, penyakit kolagen dan sarkoidosis.


Protein C-reaktif biasanya positif
LED meningkat
Leukosit normal atau meningkat sedikit.
Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
Trombosit meningkat.
Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering

adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris> Sendi sakroiliaka juga


sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakatan jaringan lunak dan
demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan
erosi.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan
nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal
dari klien, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada
sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan tujuan
itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat
obatan.
Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit sulit
sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien
harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis.
Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi
sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi
nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau
imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin
berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi
atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau
10

artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk


menunjang kehidupan sehari hari dirumah maupun ditempat karja.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis reumatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,
keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan
kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit,
penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan
termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk
mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan
yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus
dilakukan secara terus menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga
dapat diberikan dari batuan klub penderita, badan badan kemasyarakatan, dan
orang orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga
mereka.
Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan,
dan mandi parafin dengan suhu. Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang
dapat diberikan :
a. NSAIDs
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan
mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek
samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
b. Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat
mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam
jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun
bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan
memberikan efek samping yang serius.
c. Obat remitif (DMARD)
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu
diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan
melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang

11

termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan


garam emas.

12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
ARTRITIS REUMATOID

Kasus
Ny.A (54 tahun) datang dengan bantuan anaknya ke poliklinik dengan keluhan nyeri
hebat yang menusuk pada persendian jari-jari tangan dan kakinya, serta nyeri yang
dari lutut sampai kebawah. Nyeri bertambah saat ia melakukan istirahat. Ia
mengatakan sering terjadian kekakuan sendi pada pagi hari dengan durasi kurang
lebih 1 jam. Tampak adanya pembengkakan yang simetris bilateral pada daerah nyeri
(metakarpophalangeal dan metatarsophalangeal) yang tampak memerah dan teraba
panas. Ny.A mengatakan sulit untuk beraktivitas normal saat nyeri menyerang dan ia
merasa tidak percaya diri dengan perubahan bentuk sendi yang dialaminya. Mulai
nampak benjolan-benjolan pada daerah sendi jarinya (proksimal interphalangeal).
Ny.A mengatakan gejala mulai tampak sekitar 7 bulan yang lalu. Ny.A mengaku
kerap merasa kelelahan dan kadang badannya sedikit panas. Skala nyeri 8. Diagnosa
medis mengatakan NyA terserang Reumatoid Artritis.
I.

PENGAKAJIAN
Nama
Tanggal masuk RS
Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan

: Ny.A
: 15 Agustus 2014
: 2 Januari 1960
: 54 tahun
: Perempuan
: Jalan Patimura 28C
: Islam
: Ibu rumah tangga

a) Keluhan utama
Pasien merasakan nyeri hebat dan menusuk di daerah persendian jari-jari
tangan dan kakinya. Pasien kesulitan beraktivitas karena nyeri. Pasien juga
mengatakan ada pembengkakan di daerah nyeri dan ada benjolan-benjolan
(nodus) di daerah proksimal interphalangeal.
13

b) Riwayat penyakit saat ini


Keluhan mulai dirasakan sekitar 7 bulan yang lalu. Mulanya pasien
merasakan adanya kekakuan pagi hari selama kurang lebih 1 jam. Kemudian
diikuti dengan nyeri, bahkan saat ia beristirahat. Ia kerap merasa kelelahan
bahkan badannya sedikit panas.
c) Riwayat penyakit sebelumnya
Ny.A tidak memiliki riwayat penyakit serius apa-apa. Baik itu penyakit
tulang ataupun organ lain.
d) Riwayat penyakit keluarga
Nenek pasien menderita reumatik.
e) Riwayat psikososial
Klien mengalami ketakutan akan adanya kecacatan karena perubahan bentuk
sendi dan terjadi gangguan citra diri. Klienpun kerap sulit beristirahat
dikarenakan nyeri hebat yang dirasakannya.
Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Pasien mengatakan penyakitnya merupakan penyakit yang wajar pada lansia,
sehingga

ia

hanya

menanganinya

dengan

mengurut-urut

sendiri

persendiannya yang sakit.


b) Pola aktivitas dan latihan
Ny.A sulit untuk melakukan aktivitasnya karena nyeri ataupun dikarenakan
ia kerap merasa kelelahan. Nyeri dirasakan saat menggerakkan sendi
sehingga aktivitasnnya sering harus mendapat bantuan.
c) Pola nutrisi dan metabolik
Klien mengatakan mengalami penurunan selera makan akibat nyeri dan
kesulitan untuk makan ketika nyeri pada tangannya menyerang.
d) Pola eliminasi
BAB dan BAK klien normal.
e) Pola tidur dan istirahat
Ny.A mengaku sulit beristirahat dikarenakan nyeri hebat yang ia rasakan.
f) Pola kognitif dan perseptual
Nenek klien juga menderita penyakit reumatik, namun klien tidak
memberikan perawatan yang sesegera mungkin saat gejala mulai timbul.
Klien baru memeriksakannya setelah 7 bulan gejala.
g) Pola konsep diri
Ny.A merasa tidak percaya diri karena adanya perubahan bentuk sendi yang
dialaminya.
14

h) Pola koping
Ny.A mengatakan mengalami penurunan selera makan akibat nyeri dan tidak
bersosialisasi keluar rumah karena tidak percaya diri dengan perubahan
bentuk sendinya.
i) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengatakan mengalami perubahan pada pola seksualitas akibat nyeri
yang kerap dirasakannya yang membuat semua aktivitasnya terganggu.
j) Pola peran hubungan
Klien merasakan gejala tersebut sudah dari 7 bulan yang lalu, sehingga
mengganggu aktivitas rutinnya dan aktivitas sehari-harinya.
k) Pola nilai kepercayaan
Klien masih tetap melaksanakan ibadah dengan rutin meskipun klien kerap
merasa tidaknyaman dengan nyeri hebat dan kekakuan yang dirasakannya.

Pemeriksaan fisik.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.

B1 (Breathing). Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem


pernapasan saat melakukan inspeksi. Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus

seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.
B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus

tidak teraba. Pada auskultasi, ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
o Kepala dan wajah
: ada sianosis.
o Mata
: sklera biasanya tidak ikterik
o Leher
: biasanya JVP dalam batas normal
o Telinga
: tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan
15

o Hidung

: tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan


cuping hidung
o Mulut dan faring
: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat
o Status mental
: penampilan dan tingka laku klien biasanya
Tidak mengalami perubahan.
o Pemeriksaan saraf karanial :
Saraf 1. Biasanya pada klien artritis reumatoid tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan penglihatan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V. Klien artritis reumatoid umumnya tidak mengalami paralisis

pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetri, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada

fasikulasi. Indra pengecapan normal.


B4 (bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan

pada sistem perkemihan.


B5 (bowel). Umumnya klien atritis reumatoid tidak mengalami gangguan
eliminasi. Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, dan
bau feses. Frekuensi berkemih, kepekatan urin, warna, bau, dan jumlah urin juga
harus dikaji. Gangguan gestrointestinal yang sering adalah mual, nyeri lambung
yang menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang menggunakan
obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang

defekasi.
B6 (bone) :
Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal) ,
deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar
lutut, panggul, dan pergelangan tangan.adanya degenerasi serabut otot
memungkinkan terjadi pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak

16

digunakan otot akibat inflamasi sendi. Sering ditemukan nodul subkutan


multipel.
Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit.
Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi
nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan
fisik sehingga menggangu aktivitas hidup sehari-hari.
3. Pemeriksaan diagnostik.

Pemeriksaan radiologi. Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukan kelainan
yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan
disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan
degeneratif berupa densitas, iregularitas permukaan sendi, serta spurring marginal.
Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang

sendi dengan erosi pada beberapa tempat.


Pemeriksaan laboratorium. Ditemukan peningkatan laju endap darah, anemia
normositik hipokrom, reaksi protein-C positif dan mukoprotein meningkat, faktor
reumatoid positif 80% (uji rose-waaler) dan faktor antinuklear positif 80%, tetapi
tetapi kedua uji ini tidak spesifik.

Masalah keperawatan utama klien artritis reumatoid adalah sebagai berikut :


1.
2.
3.
4.

Nyeri.
Hambatan mobilitas fisik.
Gangguan konsep diri (citra diri)
Defisiensi pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Prioritas rencana asuhan keperawatan meliputi hal-hal sebagai berikut :


1.
2.
3.
4.
5.

Menurunkan dan menigkatkan adaptasi nyeri.


Memberi dukungan psikologis.
Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadi deformitas.
Membantu meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
Pemenuhan kebutuhan pendidikan dan latihan dalam rahabilitas.

17

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Kronik b.d.
imflamasi sendi,
kehilangan fungsi sendi.
DS :
- Klien mengatakan
terasa nyeri hebat
yang menusuk pada

NOC
Kontrol Nyeri

Manajemen Nyeri

Indikator :

Aktivitas :

Menilai factor penyebab


Penggunaan mengurangi nyeri

dengan non analgesic


Penggunaan analgesic yang tepat
Laporkan tanda / gejala nyeri

persendian jari-jari
tangan dan kakinya,
kadang juga pada
-

sendi lutut kebawah.


Klien mengatakan
sering terjadian
kekakuan sendi pada

lokasi, karakteri
dan penyebab.

jam
DO :
- Nyeri skala 8

Kaji ketidaknya

pada tenaga kesehatan

pasien yang tida

professional
Menilai gejala dari nyeri
Gunakan catatan nyeri
Laporkan bila nyeri terkontrol

efektif

Tentukan dampa

(tidur, nafsu mak

sosial, performa
sehari-hari)

Evaluasi pengal

kronik atau yang

pagi hari dengan


durasi kurang lebih 1

Lakukan penilai

Tentukan tingka

kenyamanan pad

Menyediakan in

nyeri, bagaiman

ketidaknyamana

Kontrol faktor li

ketidaknyamana
keributan)

Mengurangi atau

mempercepat at

fatique, sifat me

Ajari untuk men

biofeddback, TE
distraksi, terapi

18

hangat/dingin, d

memungkinkan,

terjadi atau men


terukur.

Dorong pasien u
terhadap nyeri

Pastikan pretrea

farmakologi seb

Menyediakan in

pengetahuan kel

Menyertakan ke

mengatasi nyeri
2. Hambatan Mobilitas

Mobilitas

Terapi Latihan : Mobi

Fisik b.d. nyeri sendi,

Indikator:

Aktivitas:

deformitas sendi.
DS :
- Ny.A mengatakan sulit
untuk beraktivitas
normal saat nyeri
-

menyerang
Ny.A mengaku kerap
merasa kelelahan dan
kadang badannya

Pergerakan sendi
Pergerakan otot

Ketahanan
Indikator:

Melakukan kebiasaan rutin


Ketahanan otot
Aktivitas

Menentukan bata

fungsinya
Menentukan tingk

pemulihan perpin
Mengontrol lokas

beraktifitas /berpi
Membantu pasien

berpindah pasif/a
Meningkatkan ren

sesuai jadwal
Aktifitas pasif (P

sebagai indikasi
Mengintruksikan

sedikit panas.
DO :
- Klien terlihat lelah
- Skala nyeri 8
- Terdapat perubahan

yang sistematis, p

bentuk sendi dan


pembengkakan

19

latihan
Membantu pasien

aktif ROM
Membantu pening

nyeri, dan mobili


Menyedikan perto

sendi
Kolaborasi denga

memutuskan sebu
Posisi
Aktivitas:

Menyediakan tempat tid

Menempatkan dalam po

Posisi dalam mempersia

Memelihara posisi akan

Membantu imobilisasi s

Menginstruksikan

posisi yang bagus


beraktifitas

Menempatka

mudah dalam per

3. Gangguan Konsep Diri


b.d. deformitas sendi,
ketidakmampuan
melakukan aktivitas
DS :
- Klien mengatakan
tidak percaya diri
dengan keadaannya.
DO :

Body Image

Peningkatan Body Im

Indikator :

Aktivitas :

Gambaran internal diri


Penyesuaian terhadap perubahan

Kaji perubahan

pasien
Identifikasi peng

penampilan fisik
Penyesuaian terhadap perubahan
fungsi tubuh

dan umur pasien


Diskusikan bers

penyakit
Bantu pasien me

20

Saat pemeriksaan

sendi klien terasa


-

panas, kemerahan
Ukuran sendi berubah

dari ukuran normal


Terdapat perubahan

Fasilitasi adanya

memiliki masala

bentuk sendi dan


pembengkakan

21

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). Penyakit
sendi degenerative merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif
lambat, yang seakan-akan merupakan penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran
dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Gejala utama adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak.
Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa
nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi,
kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dan perubahan gaya berjalan.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan
paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui
secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap.
Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan
factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa
mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah
jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan.
4.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami materi yang telah kami susun ini,
dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal,

22

Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai.

23

DAFTAR PUSTAKA
Lewis, Dirken, dkk (2009-2011). Medikal Surgical Nursing : ssessment and
Managemen of Clinical Problems, Volume 2, Eight Edition. Elseiver Mosby
Lukman dan Nurna Ningsih. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan sistem
muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddart. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta: EGC
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

24

You might also like