You are on page 1of 10

Bidang Keilmuan: Kebijakan Pertanian

ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI ALTERNATIF MENGATASI


RISIKO USAHA TANI MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN:
TINJAUAN KONSEPTUAL
YESI HENDRIANI SUPARTOYO*
(*Mahasiswa Program Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor)
(yesisupartoyo@mail.com)
KASMIATI**
(**Mahasiswa Program Magister Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor)
(kasmiati_j@yahoo.com)
ABSTRAK
Sebagai usaha yang penuh risiko, pertanian perlu mendapat perlindungan dari
peluang kegagalan. Salah satu alternatifnya ialah dengan menerapkan asuransi
pertanian. Hal ini dikarenakan sektor pertanian merupakan pasar yang belum
tergarap oleh sektor asuransi. Asuransi pertanian memiliki tujuan sosial dan
kebijakan. Program asuransi pertanian merupakan suatu institusi ekonomi guna
pengelolaan risiko yang dihadapi petani. Salah satu tujuannya ialah untuk
menstabilkan pendapatan petani melalui pengurangan tingkat kerugian yang
dialami petani karena kehilangan hasil. Meskipun pelaksanaannya cukup sulit,
bukan berarti tidak ada harapan. Beberapa negara telah menerapkan asuransi
pertanian dan terbukti sukses. Asuransi pertanian di Indonesia yang berencana
diimplementasikan pada tahun 2014 merupakan suatu hal yang perlu di dorong
dengan berbagai kajian akademis sehingga dalam pelaksanaannya tidak menuai
kegagalan tapi berbuah kesuksesan. Asuransi pertanian sangat penting karena
memberikan perlindungan serta rasa aman dalam berusaha tani sehingga
mendorong dan memotivasi petani agar mampu meningkatkan produktifitas hasil
pertanian yang sering mengalami berbagai permasalahan yang tidak terduga dan
sulit diatasi. Asuransi pertanian merupakan sebuah strategi untuk mengatasi
ancaman keberlanjutan pertanian di Indonesia dengan memberikan perlindungan
bagi para petani sekaligus solusi agar petani keluar dari poverty trap sehingga
petani dapat mandiri, produktif, sejahtera sehingga mampu memberi kontribusi
bagi tercapainya pembangunan suatu bangsa.
Kata Kunci: Asuransi Pertanian, Pembangunan Berkelanjutan, Risiko Usaha Tani
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan salah satu usaha yang rawan terhadap dampak
negatif perubahan iklim, seperti banjir dan kekeringan yang dapat menyebabkan
gagal panen. Jika tidak diantisipasi dengan tepat, hal ini berpotensi melemahkan
motivasi petani untuk mengembangkan usaha tani, bahkan dapat mengancam
ketahanan pangan. Kemampuan petani beradaptasi terhadap perubahan iklim
terkendala oleh modal, penguasaan teknologi, dan akses pasar. Pendekatan
konvensional dengan menerapkan salah satu atau kombinasi strategi produksi,

pemasaran, finansial, dan pemanfaatan kredit informal diperkirakan kurang


efektif. Oleh karena itu diperlukan sistem proteksi melalui pengembangan
asuransi pertanian terutama untuk padi.
Pembahasan dan penyempurnaan Draft Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani antara lain menyebutkan
untuk melindungi petani dari gagal panen akibat kekeringan, banjir ataupun
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Kementerian Pertanian
menargetkan program asuransi pertanian dapat dijalankan mulai tahun 2014.
Secara sistem, Kementerian Pertanian telah melakukan uji coba di tiga provinsi
dengan menggandeng perusahaan asuransi PT Jasindo (Jasa Indonesia). Kriteria
yang ditetapkan untuk asuransi pertanian yaitu petani maksimal lahannya seluas
dua hektar dengan tingkat puso atau gagal panen seluas 75 persen dengan target
sebaran di 17 provinsi sentra produksi padi di Indonesia.
Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan uji coba asuransi pertanian
sebagai upaya memberikan perlindungan jika petani mengalami gagal panen,
dengan memberikan ganti rugi keuangan sebagai modal kerja usaha tani untuk
penanaman berikutnya. Skala pilot project asuransi diujicobakan untuk tanaman
padi seluas 3.000 hektar dengan lokasi Jawa barat, Jawa Timur, dan Sumatera
Selatan. Uji coba ini melibatkan partisipasi BUMN Pertanian. Dengan pola
kemitraan, BUMN memfasilitasi pembiayaan premi asuransi sebesar 80 persen,
sedangkan 20 persen sisanya menjadi tanggungan petani. Sebagai contoh awal,
premi asuransi ditetapkan sebesar Rp 180.000 per hektar dimana sekitar
Rp 144.000 ditanggung BUMN pupuk dan sisanya sebesar Rp 36.000 menjadi
tanggungan petani. Dengan premi sebesar itu apabila petani gagal panen (puso),
maka dia akan mendapatkan santunan sebesar Rp 6.000.000 per hektar.
Keberhasilan proyek percontohan ini akan mampu menjelaskan bahwa asuransi
pertanian bisa diberlakukan dalam skala yang lebih luas dan pada tahun-tahun
berikutnya sehingga program asuransi pertanian yang menguntungkan bagi petani
dapat menyebabkan mereka bisa membayar premi sendiri tanpa subsidi
pemerintah.
Asuransi pertanian bertujuan untuk menstabilkan pendapatan petani
dengan mengurangi kerugian karena kehilangan hasil, merangsang petani
mengadopsi teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan efisiensi
penggunaan sumber daya, mengurangi risiko yang dihadapi lembaga perkreditan
pertanian serta meningkatkan akses petani kepada lembaga tersebut. Peningkatan
kesejahteraan petani merupakan salah satu target sukses pembangunan pertanian.
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji secara konseptual bagaimana asuransi
pertanian dapat berperan sebagai alternatif dalam mengatasi risiko usaha tani demi
mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Konsep Asuransi Pertanian
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa
negara Eropa, asuransi pertanian berkembang pesat dan efektif untuk melindungi
petani. Oleh karena itu, asuransi pertanian termasuk salah satu strategi dalam
beradaptasi terhadap perubahan iklim. Kondisi ini berbeda dengan di negara
berkembang. Perkembangan asuransi pertanian beragam dan belum
menampakkan hasil yang memuaskan. Di Taiwan, asuransi pertanian berkembang

dengan baik; di India, Bangladesh, dan Filipina perkembangannya lambat,


sedangkan di Thailand kurang berkembang. Di Indonesia, asuransi pertanian
belum terwujud, meskipun sejak tahun 1982-1998 telah tiga kali (1982, 1984, dan
1985) dibentuk Kelompok Kerja Persiapan Pengembangan Asuransi Panen. Pada
tahun 1999, pengembangan asuransi pertanian dicanangkan lagi. Pembahasan
serius telah dilakukan, tetapi untuk melangkah ke tahap implementasi perlu
pertimbangan yang matang. Dibutuhkan berbagai masukan untuk merumuskan
kebijakan, strategi, program, perintisan, dan instrumen kelembagaan yang sesuai
dengan strategi pengembangan.
Dalam rangka implementasi asuransi pertanian di Indonesia, penting untuk
melihat berbagai model dan gagasan asuransi pertanian yang telah diterapkan di
negara-negara lain sebagai bentuk perbandingan dan bahan pertimbangan dalam
penerapan asuransi pertanian sehingga tidak menuai kegagalan tapi berujung pada
kesuksesan yang mensejahterakan petani dan para pihak yang terlibat. Salah satu
negara yang menyelenggarakan asuransi pertanian ialah Nigeria.
Penjelasan mengenai asuransi pertanian di Nigeria yang dikutip dari
Nnadi, dkk (2013) menjelaskan bahwa tujuan asuransi pertanian negara tersebut
ialah (1) Meningkatkan produksi pertanian karena akan meningkatkan keyakinan
yang lebih besar dalam mengadopsi pertanian baru dan lebih baik dalam praktek
dan melakukan investasi yang lebih besar dalam sektor pertanian dari ekonomi
Nigeria, sehingga meningkatkan total produksi; (2) Memberikan dukungan
keuangan kepada petani dalam hal kerugian yang timbul dari bencana alam; (3)
Meningkatkan aliran kredit pertanian dari pinjaman lembaga untuk para petani;
(4) Meminimalkan atau menghilangkan kebutuhan akan keadaan darurat bantuan
yang diberikan oleh Pemerintah selama periode bencana pertanian. Produk
asuransi pertanian yang diterapkan di Nigeria juga terdiri dari beberapa jenis yaitu
asuransi tanaman (crop isurance) yang merupakan asuransi yang jaminan ganti
ruginya dilakukan jika terjadi kegagalan yang diakibatkan oleh bencana yang
menyerang tanaman misalnya banjir, kebakaran, atau diserang oleh hama
penyakit.
Ada beberapa kebijakan terkait dengan crop insurance diantaranya ialah
kebijakan mengenai harvest policy, credit policy, dan livestock insurance policies.
Persoalan moral hazard merupakan masalah klasik dalam bisnis asuransi
sebagaimana yang dituliskan dalam Zulauf, dkk (2012) bahwa Basic insurance
issues are risk aversion, moral hazard and adverse selection; as well as
heterogeneity of risk and correlation of negative shocks over time and across
policyholders. Hal seperti ini juga sangat rentan terjadi dalam asuransi pertanian.
Oleh karena itu perlu sebuah sistem manajemen teknis dalam mengatasi persoalan
tersebut sehingga sebelum program ini diterapkan di Indonesia telah ada langkah
taktis untuk mengatasi masalah moral hazard atau adverse selection. Beberapa hal
yang harus jelas dan rinci dalam persoalan asuransi pertanian yaitu yang terkait
dengan besarnya premi yang ditanggung petani namun juga tidak berpotensi
merugikan perusahaan penyedia asuransi karena untuk kasus percobaan di
Indonesia menunjukan bahwa perusahaan yang menyediakan asuransi pertanian
mengalami kerugian yang sangat besar akibat jumlah klaim jauh lebih besar
daripada premi yang terkumpul. Mekanisme pemberian subsidi yang dilakukan
oleh pemerintah juga harus jelas sehingga seluruh anggaran termanfaatkan dengan
baik mengingat pengelolaan dana-dana yang diperuntukkan untuk publik masih

mengalami banyak permasalahan. Hal ini dapat diakibatkan oleh syarat


administrasi yang sulit terpenuhi dan membebani masyarakat.

Gambar 1. Availability of Agricultural Insurance in 2008


Source: World Bank Survey (2008)
Risiko Usaha Tani Padi dan Kebutuhan Asuransi Pertanian
Secara tradisional, petani telah mengembangkan pendekatan praktis untuk
mengatasi risiko, baik secara individual maupun berkelompok. Menyimpan
sebagian hasil panen padi dalam lumbung, menanam umbi-umbian di pekarangan
atau ladang, dan memelihara ternak merupakan cara-cara praktis yang lazim
ditempuh untuk mengatasi risiko usaha tani. Hal seperti ini bukan hanya terjadi di
Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti India, Tanzania, dan El Salvador.
Dalam menghadapi risiko, petani menerapkan strategi yang berbeda-beda.
Umumnya, mereka menerapkan satu atau kombinasi dari beberapa strategi
berikut:
1. Strategi produksi, mencakup diversifikasi atau memilih usaha tani yang
pembiayaan dan atau pengelolaan produksinya fleksibel. Petani Indonesia
umumnya menerapkan strategi diversifikasi usaha tani.
2. Strategi pemasaran, misalnya menjual hasil panen secara berangsur,
memanfaatkan sistem kontrak untuk penjualan produk yang akan
dihasilkan, dan melakukan perjanjian harga antara petani dan pembeli
untuk hasil panen yang akan datang. Upaya yang banyak dilakukan petani
Indonesia ialah dengan cara menjual hasil panen secara berangsur.
3. Strategi finansial, mencakup melakukan pencadangan dana yang cukup,
melakukan investasi pada kegiatan berdaya hasil tinggi, dan membuat
proyeksi arus tunai berdasarkan perkiraan biaya produksi, harga jual
produk, dan produksi. Di Indonesia strategi ini belum populer.
4. Pemanfaatan kredit informal, seperti meminjam uang atau barang
kebutuhan pokok dari pedagang atau pemilik modal perorangan. Strategi
ini banyak diterapkan petani kecil di Indonesia.
5. Menjadi peserta asuransi pertanian untuk menutup kerugian yang
diperkirakan akan terjadi. Strategi ini banyak ditempuh oleh petani di
negara maju dan sebagian petani di negara berkembang. Di Indonesia,
asuransi pertanian formal belum berkembang.

Meskipun beberapa strategi tersebut telah diterapkan oleh sebagian petani,


mereka masih sulit mengatasi risiko berusaha tani. Oleh karena itu diperlukan
strategi lain yang sistematis, misalnya melalui asuransi pertanian, suatu lembaga
ekonomi yang berfungsi untuk mengelola risiko yang dihadapi petani. Tujuannya
adalah: (1) menstabilkan pendapatan petani dengan mengurangi kerugian karena
kehilangan hasil; (2) merangsang petani mengadopsi teknologi yang dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi penggunaan sumber daya; dan (3)
mengurangi risiko yang dihadapi lembaga perkreditan pertanian dan
meningkatkan akses petani ke lembaga tersebut.
Uji Coba Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan uji coba
Pelaksanaan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), yaitu pada musim tanam di bulan
Oktober 2012 Maret 2013 yang dialokasikan pada 3 (tiga) daerah propinsi yaitu,
Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan, dengan proyeksi areal masingmasing seluas 1.000 hektar di lokasi program GP3K (Gerakan Peningkatan
Produksi Pangan Berbasis Korporasi). Uji coba tersebut juga melibatkan BUMN
pertanian, seperti PT Pupuk Indonesia (Persero) serta PT Jasindo sebagai
pelaksana asuransi. Dalam rangka kemitraan dengan petani, BUMN telah
memfasilitasi pembiayaan pembayaran premi asuransi sebesar 80 persen (Rp
144.000/hektar) sedangkan sisanya sebesar 20 persen (Rp 36.000/hektar) menjadi
tanggungan petani. Data PT Jasindo 2013 menyebutkan uji coba AUTP masih
menemui sejumlah kendala, antara lain jumlah realisasi atas cakupan lahan padi
yang dapat dilaksanakan oleh PT. Jasindo luasnya hanya 623,12 hektar dari
proyeksi awal yang direncanakan semula sebesar 3.000 hektar dan total premi
yang dapat dikumpulkan jauh melampaui target hanya sebesar Rp 112.100.000.
Pada saat implementasi, luas lahan padi petani yang terkena kerugian panen akibat
dampak puso dari ke tiga daerah provinsi seluruhnya mencapai luas 87,28 hektar
dengan klaim yang diajukan sebesar Rp 523.700.000 atau 467 persen dari nilai
premi yang terbayarkan. Dalam hal ini perusahaan asuransi mengalami kerugian,
dan berdasarkan pengamatan pihak PT Jasindo disebabkan oleh perhitungan
hukum bilangan besar belum terpenuhi (the law of large numbers) dalam uji coba
AUTP tersebut. Meskipun terjadi kerugian yang ditanggung oleh pihak asuransi,
tetapi tidak menyurutkan rencana pemerintah semula dalam implementasi AUTP
ke depan, karena potensi bisnis asuransi pertanian terlihat sangat besar
prospektifnya.
Rancang Bangun Skim Asuransi Pertanian
Pengembangan asuransi pertanian perlu mempertimbangkan tujuan dan
prinsip pengembangan lembaga asuransi pertanian, perilaku petani dalam
menghadapi risiko, dan prasyarat yang harus dipenuhi untuk bekerjanya sistem
asuransi pertanian. Dalam praktek, pengembangan asuransi pertanian di Indonesia
perlu memperhatikan tiga hal berikut: (1) pengambilan keputusan oleh sebagian
besar petani tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi tetapi juga sosial
budaya; (2) sebagian besar usaha tani berskala kecil dan sering kali sebagai usaha
sambilan; dan (3) usaha tani umumnya terpencar dengan pola tanam yang
beragam. Kesemua itu akan mempengaruhi biaya operasional asuransi pertanian.

Ada sembilan unsur kunci yang menentukan efektivitas, kelancaran operasional,


dan keberlanjutan sistem asuransi pertanian, yaitu:
1. Petani sasaran; dalam arti apakah sasarannya petani tertentu berdasarkan
kategori skala usaha, partisipasi dalam lembaga perkreditan, status
garapan, dan sebagainya. Untuk kasus usaha tani padi lebih layak tidak
dilakukan pemilahan berdasarkan tiga kategori tersebut.
2. Cakupan komoditas usaha tani; untuk semua komoditas atau komoditas
tertentu. Berpijak pada kondisi yang ada, tampaknya lebih layak
mengembangkan asuransi pertanian untuk komoditas tertentu, khususnya
padi.
3. Cakupan asuransi. Dalam konteks ini, yang utama ialah kaitannya dengan
nilai jaminan dan penentuan kerugian. Faktor-faktor yang diperhitungkan
dalam penilaian jaminan dan penentuan kerugian lazimnya dikaitkan
dengan peluang terjadinya klaim dan kesanggupan petani membayar premi
yang dikaitkan dengan kompensasi yang dinikmati petani dalam
menjalankan usaha tani.
4. Nilai premi dan prosedur pengumpulannya. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan aspek yang mempengaruhi kelayakan finansial asuransi
pertanian dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan produksi
pangan.
5. Mekanisme penyesuaian kerugian. Penentuan mekanisme penyesuaian
kerugian harus memperhitungkan struktur biaya kelembagaan asuransi
pertanian maupun struktur biaya dan risiko usaha tani. Informasi dan data
yang dibutuhkan dalam merancang mekanisme penyesuaian kerugian
dapat diperoleh melalui survei yang disempurnakan berdasarkan hasil
penelitian dengan pendekatan kaji tindak.
6. Struktur organisasi terkait dengan skim yang dipilih. Jika berbentuk
BUMN, persoalan yang berkaitan dengan aspek property right harus
disesuaikan dengan kerangka hukum yang berlaku. Di tingkat operasional,
struktur organisasi yang dibentuk harus pula memperhatikan eksistensi
kelembagaan di tingkat petani yang relevan dengan asuransi pertanian.
7. Skim pendanaan. Jika bentuk badan usaha yang dipilih ialah BUMN maka
kebijakan pemerintah yang diberlakukan untuk badan-badan usaha milik
negara akan berlaku pula sebagai acuan dalam skim pendanaan asuransi
pertanian. Modifikasi mungkin diperlukan terkait dengan keunikan sistem
asuransi pertanian.
8. Susunan penjaminan ulang. Secara teknis, susunan penjaminan ulang
harus diputuskan sejak kelembagaan asuransi pertanian akan didirikan.
Meskipun demikian, modifikasi dan penyempurnaan diperlukan
berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan.
9. Komunikasi dengan petani. Di antara sembilan unsur kunci dalam skim
asuransi pertanian, komunikasi dengan petani merupakan hal yang paling
penting. Pengembangan sistem komunikasi perlu memperhatikan
kelembagaan lokal. Jika pendekatan yang ditempuh ialah kelompok tani
sehamparan maka penguatan kelompok tani merupakan syarat mutlak.
Peningkatan kemampuan kelompok tani dalam pencatatan kegiatan usaha
tani diperlukan dalam upaya menekan biaya operasional asuransi

pertanian. Dalam hal ini peran PPL sangat strategis untuk menjembatani
kepentingan pihak asuransi dan petani.
Selain sembilan unsur kunci tersebut, ada prasyarat esensial lain yang
perlu mendapat perhatian khusus, yaitu: (1) ketersediaan pangkalan data yang
memadai; (2) ketersediaan personal yang terlatih; (3) pemantauan; dan (4) arus
informasi, teknologi, dan gagasan untuk penyempurnaan. Dengan terpenuhinya
syarat-syarat tersebut diharapkan cita-cita pembentukan lembaga asuransi
pertanian di Indonesia dalam upaya melindungi usaha petani bisa terwujud.
Peranan Asuransi Pertanian sebagai Alternatif Mengatasi Risiko Usaha Tani
dalam Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan
Asuransi pertanian memiliki peranan penting dan strategis dalam
mewujudkan pertanian yang berkelanjutan ditinjau dari empat perspektif yakni
ekonomi, lingkungan, sosial dan kelembagaan.
a. Asuransi Pertanian dalam Perspektif Ekonomi
Manfaat ekonomi merupakan hal utama dari asuransi pertanian karena
asuransi ini ditujukan untuk menjaga sumber mata pencaharian dan
keberlangsungan usaha tani masyarakat setelah terkena bencana. Hal ini
sejalan dengan kesimpulan hasil penelitian Nnadi, dkk (2013) yang
menyatakan bahwa Insurance can provide financial security against the
economic impacts of extreme climate events and may for some climate change
perils, be more cost effective than certain prevention measures.
Asuransi pertanian berperan penting dalam menyelamatkan ekonomi
rumah tangga masyarakat tani yang selama ini masih merupakan kelompok
masyarakat dengan pendapatan yang rendah, hal ini tentu akan berdampak
tehadap kondisi ekonomi secara umum karena sejauh ini kelompok
masyarakat berpendapatan rendah mayoritas menggunakan uang mereka untuk
belanja konsumsi sehingga tidak memiliki persiapan atau tabungan dalam
mengahadapi bencana alam, dalam kondisi seperti ini petani banyak
melakukan pinjaman, menggadaikan barang atau berhubungan dengan rentenir
untuk memperoleh dana pinjaman sehingga hal ini tentu semakin menjerat
petani dalam jangka panjang. Kondisi ini menuntut solusi agar masyarakat
tani tidak terus terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan tersebut. Oleh
karena itu asuransi pertanian menjadi sebuah solusi atas ketidakberdayaan
masyarakat menghadapi kondisi-kondisi tidak terduga, sehingga asuransi
pertanian diharapkan mampu membantu masyarakat tani mengatasi persoalan
temporal ini agar dapat terhindar dari berbagai bentuk ketergantungan yang
merugikan. Untuk melihat tingkat keberhasilan aspek ekonomi ada beberapa
hal yang muncul dan diidentifikasikan mampu menjadi kendala yang
berdampak terhadap keberlanjutan program dalam jangka panjang yaitu:
1) Ciri khas dari sektor pertanian di Indonesia: memilki usaha yang
terpencar-pencar, sistem produk bervariasi, skala usaha kecil yang
berimplikasi terhadap biaya administrasi dalam usaha asuransi (aspek
ekonomi)
2) Pemanfaatan kredit informal lazim ditempuh oleh sebagian besar para
pelaku sektor pertanian (aspek ekonomi, dan sosial)

3) Nilai dan komposisi APBD juga berpotensi memberikan dampak terhadap


potensi permintaan asuransi umum. (aspek teknis, dan ekonomi).
b. Asuransi Pertanian dalam Perspektif Lingkungan
Aktifitas pertanian memiliki keterkaitan erat dengan kondisi alam dan
lingkungan serta sulit dihindarkan dari bencana alam yang terjadi terlebih
dengan perubahan iklim yang sering terjadi akhir-akhir ini sehingga banyak
merugikan petani dan menurunkan minat bertani masyarakat sehingga hal ini
tentu mengancam keberlanjutan pertanian di Indonesia. Aktifitas bertani yang
semakin berkurang tentu akan berdampak pada kualitas lingkungan yang
semakin rendah mengingat pembangunan fisik (rumah, gedung, kantor dan
lain-lain) terus bertambah sementara kegiatan bercocok tanam semakin
berkurang akibat risiko bertani yang semakin tinggi, oleh karena itu asuransi
pertanian merupakan bentuk manajemen risiko usaha tani yang dapat memicu
terjadinya keseimbangan dalam pemanfaatan alam dan memicu perbaikan
kualitas lingkungan hidup.
Laporan Economic and Environmental Effects of Agricultural
Insurance Programs tahun 2012 menunjukan bahwa asuransi pertanian atau
tanaman juga mempengaruhi produksi dalam tiga cara utama yaitu sebagai
berikut:
1. Subsidi meningkatkan pendapatan bersih per hektar dan dengan demikian
meningkatkan insentif untuk menanam tanaman yang memenuhi syarat
dan menanam lebih banyak tanaman dengan tingkat subsidi yang lebih
tinggi;
2. Ketersediaan asuransi tanaman, yang dimungkinkan oleh program
pemerintah, mendorong penanaman tanaman tertanggung pada bidang
yang tidak akan dinyatakan untuk dipertimbangkan karena potensi
kerugian yang signifikan, dan
3. Dengan mengurangi kemungkinan kerugian dari hasil dan harga yang
rendah, asuransi tanaman menciptakan insentif bagi petani untuk
melakukan sedikit praktek mitigasi risiko lain dan karena itu lebih fokus
pada peningkatan produktivitas rata-rata.
c. Asuransi Pertanian dalam Perspektif Sosial
Aspek sosial, merupakan tinjauan keberhasilan dari pelaksanaan
program yang dilihat dari pengaruhnya terhadap kondisi sosial yang ada
didalam suatu negara atau masyarakat sebagai satu kesatuan yang saling
terintegrasi. Untuk melihat tingkat keberhasilan aspek sosial ada beberapa hal
yang muncul dan diidentifikasikan mampu menjadi kendala yang berdampak
terhadap keberlanjutan program dalam jangka panjang yaitu:
1) Belum terbentuknya mind set petani terhadap asuransi (menyangkut aspek
sosial budaya)
2) Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman akan teknologi yang
menyebabkan relatif tingginya peluang terjadinya kegagalan produksi
dalam hal ini berhubungan dengan biaya (benefit/cost) mengenai tindakan
upaya mengatasi resiko. (aspek sosial budaya, dan ekonomi)
3) Moral hazard yg berdampak pada unsur usaha kesengajaan dalam proses
klaim asuransi (aspek sosial budaya)

4) Pemanfaatan kredit informal lazim ditempuh oleh sebagian besar para


pelaku sektor pertanian (aspek ekonomi, dan sosial)
5) Kepercayaan masyarakat terhadap institusi asuransi yang masih sangat
kurang (aspek sosial budaya, dan teknis)
d. Asuransi Pertanian dalam Perspektif Kelembagaan
Asuransi merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan investasi
yang fungsinya selain memberikan fasilitas pertanggungan bagi masyarakat
dari berbagai potensi resiko, asuransi juga sebagai lembaga investasi jangka
panjang yang mengelola dana masyarakat. Sehingga dalam hal ini perlu
sekali bagi lembaga asuransi memberikan laporan pertanggungjawaban
secara rutin (setahun sekali) kepada masyarakat mengenai dana-dana
masyarakat yang telah diinvestasikan ke dalam bentuk polis asuransi dengan
tujuan transparansi dan memberikan tingkat kepercayaan yang besar kepada
masyarakat terhadap lembaga asuransi. Untuk melihat tingkat keberhasilan
aspek kelembagaan ada beberapa hal yang muncul dan diidentifikasikan
mampu menjadi kendala yang berdampak terhadap keberlanjutan program
dalam jangka panjang yaitu:
1) Belum adanya payung hukum pelaksana asuransi nasional dan sampai saat
ini tidak ada ketidakpastian tata ruang, sehingga berimplikasi pada
kebijakan investasi terutama kepastian akan jaminan bagi investor atas
kepastian harga apakah market price atau regulated price yang
menyangkut pengembalian modal (aspek teknis)
2) Keterbatasan data base yang memadai yg mana fungsi dari data base
adalah untuk memperoleh informasi dan data komoditas mana saja yg
paling dominan rentan terhadap suatu resiko sehingga dapat ditemukan
faktor kunci apa saja dalam menentukan rancang bangun produk asuransi
pertanian. (aspek teknis)
3) Ketentuan Risk Based Capital yg masih dianggap memberatkan (minimal
100 milyar) berdasarkan ketentuan yg berlaku dengan tetap
memperhatikan regulasi solvensi yang mempertimbangkan alokasi optimal
dari modal sesuai dengan sistem berbasis resiko ekonomi. (aspek teknis)
PENUTUP
Asuransi pertanian memiliki tujuan sosial dan kebijakan. Kebanyakan
pemerintah memberikan prioritas tinggi terhadap pembangunan asuransi pertanian
serta dapat memainkan peran penting dalam promosi asuransi melalui penyediaan
barang publik dan hukum serta kerangka peraturan. Sebelum memutuskan dalam
hal mempromosikan asuransi untuk petani sebagai pemegang polis individu,
latihan risiko layering dan pertimbangan peran stakeholder yang berbeda
sangatlah penting. Hal ini penting untuk mendefinisikan peran sektor swasta dan
publik, dengan mempertimbangkan tujuan sosial dan komersial asuransi serta
fakta bahwa mereka mungkin tidak konsisten. Risiko dasar dan kemauan petani
untuk membayar produk asuransi pertanian merupakan penentu utama apakah
program asuransi pertanian yang disubsidi secara sukarela dapat berhasil
ditingkatkan dan dipertahankan. Produk asuransi indeks cuaca, yang ada saat ini,
tampaknya melibatkan risiko secara substansial bagi banyak petani. Perlindungan
serta rasa aman dalam berusaha tani merupakan hal yang sangat penting untuk

memotivasi petani agar mampu meningkatkan produktifitas hasil pertanian yang


sering mengalami berbagai masalah hingga gagal panen. Asuransi pertanian
merupakan sebuah strategi untuk mengatasi ancaman keberlanjutan pertanian di
Indonesia dengan memberikan perlindungan bagi para petani sekaligus solusi agar
petani keluar dari poverty trap.
DAFTAR PUSTAKA
Mahul, Olivier dan Charles Stutley. 2010. Government Support to Agricultural
Insurance: Challenges and Options for Developing Countries. The World
Bank Washingto, D.C.
Nnadi FN, Chikaire J,Echetama AJ, Ihenacho RA, Umunnakwe CP dan Utazi OC.
2013 : Agricultural insurance: A strategic tool for climate change
adaptation in the agricultural sector. Net Journal of Agricultural Science
Vol. 1(1), pp. 1-9
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 2009. Peluang
Pengembangan Asuransi Pertanian di Indonesia. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Vol.31, No.2
Smith, Vincent and Myles Watts. 2010. Index Based Agricultural Insurance in
Developing Countries: Feasibility, Scalability and Sustainability.
Sumner AD, Zulauf C. 2012. Economic and environmental effects of agricultural
effects of agricultural insurance programs: The Council of Food
Agriculture and economic
World Bank staff and consultants. 2011. Weather Index Insurance for
Agriculture: Guidance for Development Pracitioners. The World Bank

You might also like