You are on page 1of 6

Program Studi S-1 Farmasi

Sekolah Tinggi Farmasi Borneo Lestari

FARMAKOLOGI & TOKSIKOLOGI I

TUGAS RESUME

Oleh
Muhammad Ghazali Rachman
NIM SF14055

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2015

MEKANISME KINERJA OBAT


Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui reseptornya pada sel organisme.
Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan
fisiologi yang merupakan respons khas untuk obattersebut. Reseptor obat
merupakan komponen makromolekul fungsional. Setiap komponen makromolekul
fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat
berperan

sebagai

reseptor

fisiologis

untuk

ligan

endogen

(hormone,

neorotransmiter). Obat yang efektifitasnya menyerupai senyawa endogen disebut


agonis. Sebaliknya, obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik sehingga
menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu antagonis disebut antagonis.
Di samping itu, ada obat yang jika berkaitan dengan reseptor fisiologik akan
menimbulkan efek intrinsic yang berlawanan denganefek agonis, yang disebut
agonis negative (Amir Syarif et al, 2009).
Efek obat umumnya dihasilkan dari interaksinya dengan komponen
makromolekul organisme. interaksi ini mengubah fungsi kmponen yang
bersangkutan dan mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisioligis yang
merupakan respon khasnya tehadap obat. Istilah reseptor menunjukkan komponen
organisme yang diduga berinteraksi dengan senyawa kimia. Pernyataan bahwa
reseptor obat dapat merupakan komponen makromolekul fungsional apapun pada
oganisme memilki beberapa akibat wajar yang fundamental. Salah satunya adalah
bahwa obat secara potensial mampu mengubah laju proses berlangsungnya fungsi
tubuh. Hal lainnya adalah bahwa obat tidak menciptakan efek, namun hanya
memodulasikan fungsi fisiologis intrinsic (Eliot M. Ross & Terry P. Kenalkin,
2003).
Obat tidak dapat mengkreasi fungsi baru dalam jaringan tubuh atau organ,
tetapi hanya dapat menambah atau mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi.
Untuk mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui oleh obat.
Proses itu terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik dan fase
farmakodinamik (Priyanto, 2008).

A. Fase Farmasetik
Sediaan obat banyak dipakai adalah sediaan padat atau cair. Sediaan padat
misalnya tablet dan kapsul, sediaan cair misalnya larutan, sirup atau linimen.
Untuk dapat diabsorbsi harus dapa melarut dalam tempat absorpsinya. Jadi
obat berbentuk tablet untuk dapat diabsorpsi harus mengalami proses-proses
seperti pecah (terdegreadasi) menjadi granul,lalu granul-granul terpecah
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, berikutnya terjadi pelepasan zat aktif
dari zat pembawa (tambahan), berikutnya zat aktif terdisolusi (larut) dan
diabsorpsi (Priyanto, 2008).
B. Fase Farmakodinamik
Farmakodinamikialah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biomokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan
mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat,
mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta
spektrum efek dan respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal
ini merupakan dasar terapi rasional dan beguna dalam sintesis obat baru (Amir
Syrif et al, 2009).
Kebanyakan obat bekerja melalui salah satu dari proses berikut, yaitu:
1. Berinteraksi dengan Reseptor
Obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom atau tempat lain yang
sering disebut sebagai reseptor. Reseptor dapat berupa protein, asam
nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak. Semakin banyak reseptor yang
diduduki atau bereaksi intensitasefek semakin meningkat. Jumlah obat yang
mengikat reseptor merupakan fungsi dari kadar obat dalam plasma. Oleh
karena itu, untuk meramalkan efek obat dapat melalui penetapan kadar obat
dalam plasma.
2. Berinterakdi dengan Enzim
Beberapa obat atau zat kimia dapa menimbulkan efek karana mengikat
atau memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh. Misalnya, obat
kolinergik mengikat enzim asetilkolin esterase, dan obat diabetes mellitus
tertentu memperbanyak sekresi insulin.
3. Kerja Non Spesifik
Banyak sekali obat yang dapat menimbulkan efek tanpa mengikat
reseptor atau bshkan tidak punya reseptor, ini disebut kerja non spesifik.
Cara kerja seperti ini bersifat umum, misalnya Na-bikarbonat merubah Ph

cairan tubuh, alcohol mendenaturasi protein, dan norit mengikat toksin, zat
racun atau bakteri (Priyanto, 2008).
C. Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek
tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup proses, yakni proses absorbs
(A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau
biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses
eleminasi obat (Amir Syrif et al, 2009).
1. Absorpsi
Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat ke dalam
sirkulasi sistemik (pembuluh darah). Kecepatan absorpsi obat tergantung
dari kecepatan obat melarut pada tempat absorpsi, derjad ionisasi, pH
tempat absorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat melarut.
1.1 Kelautan
Untuk dapat diabsorbsi obat harus dapat melarut atau dalam bentuk
yang sudah terlarut. Sehingga kecepatan melaut dari suatu obat akan
sangat menentukan kecepatan absorbs
1.2 Ph
pH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk
larutan. Obat yang terlarut dapat berupa ion atau on ion.
1.3 Tempat absorpsi
Obat dapat diabsorpsi pada berbagai tempat misalnya di kulit
membrane mokusa, lambung dan usus halus. Namun deikian, untuk
obat oral absorpsi banyak berlangsung di usus halus karena paling luas
permukaannya. Begitu pula obat yang diberikan melalui inhalasi
diabsorpsi seangat cepat karena epithelium paru-paru juga sangat luas.
1.4 Sirkulasi darah
obat umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah.
Misalnya pembrian melalui sublingual akan lebih cepat diabsorpsijika
dibandingkan dengan melalui subkutan. Karena sirkulasi darah di
subkutan lebih sedikit disbanding sublingual (Priyanto, 2008).
2. Distribusi
Distribusi adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau
tempat kerjanya. Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh permeabilitas
membranae kapiler terhadap molekul obat. Karena membrane kapiler
kebanyakan terdiri dari lemak, obat yang mudah larut dalam lemak juga

akan mudah terdistribusi. Factor lain yang mempengaruhi distribusi adalah


fungsi kardiovaskuler, ikatan obat dengan protein plasma, dan adanya
hambatan fisiologi tertentu, seperti abses atau kanker (Priyanto, 2008).
Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan ikatan lemah
(ikatan hidrofobik, van der Waals, hydrogen dan ionik). Ada beberapa
macam protein plasma yaitu albumin, -glikoprotein, CBG, dan SSBG.
Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh
tubuh (Amir Syarif et al, 2009).
3. Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran
endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme
yang lain (ekstra-hepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan
kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat
adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air)
agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini
obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif (jika asalnya proudrug), kurang aktif, atau menjadi toksik (Amir
Syarif et al, 2009).
Metabolisme atau biotranformasi ialah reaksi perubahan zat kimia
dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya.
Jumlah obat dapat berkurang karena proses metabolism dan ekskresi. Hati
merupakan organ utama tempat metabolism obat. Proses metabolism terbagi
menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil menjadi senyawa
yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH (Priyanto,
2008).
4. Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat dieksresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara
eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses,
yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi
pasif disepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia
6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun (Amir Syarif et al,
2009).

Ginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat atau
metabolitnya. Tempat ekskresi obat lainnya adalah intestinal (melalui feses),
dan ekskresi suatu obat dapat dilihat dari nilai waktu paruhnya (t ). T
adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah atau jumlah
obat dalam tubuh tinggal separuhnya (Priyanto, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Syarif, Amir et al. 2009. FARMAKOLOGI DAN TERAPI. Badan penerbit FKUI:
Jakarta.
Ross, Elliot M dan Kenakin, Terry P. 2003. Goodman and Gilman: Dasar
Farmakologi Terapi Volume 1. EGC: Jakarta.
Priyanto. 2008 FARMAKOLOGI DASAR Untuk Mahasiswa Farmasi &
Keperawatan. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi: Jabar

You might also like