You are on page 1of 29

ABSTRAK

Ampas tebu merupakan salah satu limbah biomassa yang banyak dijumpai pada
industri gula. Dalam jumlah besar limbah tersebut menjadi masalah bagi
kelestarian lingkungan, karena belum tertangani dengan baik. Usulan penelitian
ini adalah bagian dari upaya penanganan dan pemanfaatan limbah ampas tebu dan
limbah plastik polyvinylchloride (PVC) menjadi sesuatu yang bernilai guna, yaitu
diolah menjadi papan komposit. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
menghasilkan produk papan komposit berdensitas rendah yang memenuhi standar
pada sifat uji fisis dan uji mekanis. Akan dipelajari pengaruh temperatur
pengempaan, konsentrasi coupling agent, dan ukuran partikel filler terhadap
kualitas papan komposit yang dihasilkan. Limbah plastik PVC akan di uji sebagai
media perekat untuk pembuatan papan komposit. Proses pembuatan papan
komposit dimulai dengan persiapan bahan padat dengan cara pengeringan dan
pengayaan. Kemudian pencairan bijih plastik menggunakan pelarut xylene dengan
suhu 110oC selama 30 menit yang disertai dengan pengadukan. Pada proses
pencampuran ditambahkan coupling agent. Proses pencampuran dilakukan selama
15 menit kemudian dicetak dan dikempakan pada suhu 160 oC, 180oC dan 200oC
selama 10 menit. Setelah proses pendinginan, produk yang dihasilkan akan diuji
sifat fisis dan mekanis.
Keywords: Ampas Tebu, coupling agent MAH, Komposit, polyvinylchloride
(PVC)

tidakLimbah tersebut Akan tetapi penanganan limbah tersebut belum


ditanggulangi dengan baik sehingga keberadaannya sering menjadi masalah
lingkungan. Sama halnya seperti limbah plastik yang sampai saat ini sulit di
tangani.
Hal ini dikerenakan limbah plastik merupakan salah satu limbah yang sulit untuk
didaur ulang secara alami. Maka dari itu penelitian ini dilakukan pembuatan
papan komposit dengan memanfaatkan limbah tersebut sebagai bahan baku.
Dalam metode penelitian variabel yang digunakan untuk mendapatkan produk
papan komposit yang baik adalah suhu pengempaan, konsentrasi coupling agent
dan densitas papan.

Keywords : Ampas tebu, coupling agent, komposit, limbah plastik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan alam yang

melimpah, terutama dalam basis pertanian. Banyak produk yang dihasilkan dari
hasil alam tersebut diantaranya produk makanan, tekstil, dan lain sebagainya.
Dalam produksi pengolahan hasil alam tersebut menghasilkan limbah-limbah
yang belum ditanggulangi dengan baik dan benar. Pada industri besar maupun
industri kecil, biasanya limbah hanya dibuang begitu saja sehingga limbah
tersebut dianggap sebagai sampah yang tidak memiliki nilai guna bagi
masyarakat. Kebanyakan limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut tergolong
dalam jenis limbah biomassa seperti ampas tebu, serbuk kayu, tandan kosong
kelapa sawit (TKKS), jerami, dan limbah biomassa lainnya. Limbah-limbah
tersebut sebenarnya dapat di daur ulang kembali menjadi sesuatu yang lebih
bernilai kegunaannya.

Ampas tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu limbah


biomassa yang dihasilkan dari ekstraksi gula dari tebu yang terbatas pada industri
pengolahan gula yang hanya mengambil airnya (nira) saja, sedangkan ampas yang
dihasilkan berkisar 35 40% dari berat tebu yang di giling. Di negara
berkembang, penanganan limbah ampas tebu hanya sebatas dibakar untuk
keperluan operasi pabrik yaitu sebagai bahan bakar pada industri gula. Ampas
tebu terdiri dari selulosa 43,8 % , hemiselulosa 28,6 % , lignin 23,5 % , abu 1,3
% , dan komponen lainnya 2,8 %. Pemanfaatan ampas tebu ini sendiri bisa
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan plastik, kertas, silitol, furfural,
pakan, bio gas, etanol, glukosa dan papan komposit (Panyakaew, 2011, Iswanto,
dkk., 2007, Rosmeika, dkk., 2009).
Papan

komposit

merupakan

papan

yang

terbuat

dari

bahan

berlignoselulosa dengan berbagai macam perekat plastik sintetis. Pada umumnya


bahan berlignoselulosa dan perekat yang digunakan adalah kayu dan urea
formaldehid, namun seiring dengan maraknya pengunaan kayu sebagai bahan
baku utama dalam industri pulp and paper dan industri pembutan furniture
menjadikan ketersediaan kayu menipis, karena kayu merupakan salah satu sumber
daya alam yang dapat diperbarui namun membutuhkan waktu yang lama untuk
kembali tumbuh menjadi kayu siap pakai. Karena adanya keterbatasan kayu
sebagai bahan baku pembuatan papan komposit tersebut, maka digunakan ampas
tebu sebagai alternatif pembuatan papan komposit.
Urea formaldehid merupakan salah satu bahan perekat yang berbahaya
bagi kesehatan dan lingkungan maka sebagai alternatif digunakan plastik daur
ulang sebagai perekat pengganti urea formaldehid. Mengingat melimpahnya
limbah plastik dari jenis termoplastik seperti polyethylene (PE), polypropylene
(PP), dan polyvinylchloride (PVC) yang dapat merusak lingkungan maka sebagian
teknologi baru digunakan untuk pengolahan limbah tersebut seperti penggunaan
kembali limbah thermoplastik menjadi perekat. Salah satu limbah plastik yang
tidak ramah lingkungan adalah jenis polyvinylchloride (PVC), dimana produk
yang dihasilkan dari plastik tersebut sangat sulit untuk di daur ulang sehingga
dapat mencemari lingkungan. Limbah plastik daur ulang PVC ini bisa

dimanfaatkan sebagai perekat dalam pembuatan papan komposit yang lebih


ekonomis dan relatif murah (Panyakaew, 2011, Doost, dkk., 2014, Mulana, dkk.,
2011, Anonimous, 2011).
Penelitian tentang pembuatan papan komposit telah banyak dilakukan
dengan variasi bahan. Farid Mulana, dkk., (2011) melakukan pembuatan papan
komposit dari plastik daur ulang dan serbuk kayu serta jerami sebagai filler.
Didapatkan hasil bahwa dengan pemanfaatan limbah tersebut menghasilkan papan
komposit yang memenuhi standar pada sifat uji fisis dan uji mekanis yaitu
Modulus Elastisitas (MOE), Modulus Pecah (MOR), nilai enthalpy, dan suhu
pelelehan.
Berdasarkan pada uraian diatas, maka pada penelitian ini akan
memanfaatkan limbah ampas tebu sebagai bahan baku alternatif pengganti kayu
dengan limbah plastik daur ulang polyvinylchloride (PVC) sebagai perekat untuk
pembuatan papan komposit.
1.2.

Rumusan Masalah
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Satta Panyakaew (2014),

tentang papan insulasi termal berdensitas rendah yang terbuat dari sabut kelapa
dan ampas tebu tanpa menggunakan perekat dan coupling agent. Sifat mekanis
dari sabut kelapa dan ampas tebu papan insulasi diukur untuk perbandingan
dengan standar yang digunakan di Thailand : JIS A 5905 : 2003. Ditemukan
bahwa papan insulasi termal ampas tebu dengan densitas 350 kg/m 3, pada suhu
hot press 200oC selama 13 menit, memenuhi semua persyaratan kecuali untuk
ketebalan papan. Hal ini dikarenakan tanpa menggunakan perekat dan coupling
agent ketebalan papan menjadi rendah.
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan maka penelitian ini
memanfaatkan

ampas

tebu

sebagai

filler

dengan

perekat

daur

ulang

polivynilchloride (PVC) dan coupling agent sebagai perbandingan dari hasil


penelitian sebelumnya dengan menggunakan variasi densiti papan, suhu hot press
dan konsentrasi coupling agent.

Coupling Agent untuk meningkatkan daya ikat (bonding) antara plastik


(matrik) dengan bahan pengisi anorganik (filler) agar menghasilkan sifat fisik dan
mekanik dari komposit sehingga menjadi lebih baik. Beberapa peneliti
sebelumnya telah menggunakan coupling agent sebagai zat penguat matrik. Oleh
karena itu, pada penelitian ini akan digunakan couplig agent jenis Maleid
Anhidrate (MAH).
1.3.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan papan

komposit berbahan dasar limbah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah
untuk menghasilkan papan komposit berdensitas rendah yang memenuhi standar
pada sifat uji fisis dan uji mekanis, dengan menggunakan bahan baku berupa
ampas tebu, limbah plastik polyvinylchloride (PVC) sebagai perekat sintetis dan
Maleid Anhidrate (MAH) sebagai coupling agent .

1.4.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu adanya pemanfaatan ampas tebu

dan limbah plastik jenis Polyvinylchloride (PVC) sebagai bahan baku pembuatan
papan komposit sehingga dapat mengurangi jumlah pencemaran lingkungan.
Dengan dimanfaatkanya limbah tersebut maka produk papan komposit yang
dihasilkan akan lebih ekonomis. Manfaat lain dari penelitian ini adalah dengan
adanya penambahan coupling agent pada proses pencampuran akan menghasilkan
papan komposit yang berkualitas. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat
sebagai literatur bagi penelitan mengenai pembuatan papan komposit yang akan
datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tebu


Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman musiman yang
memiliki karakteristik tersendiri, sebab di dalam batang tebu terdapat zat gula.
Tebu dikenal sebagai rumput yang tinggi dengan besar batang, maka tebu
termasuk keluarga rumput-rumputan (famili Graminae), yang sebagian besar
tumbuh di negara-negara seperti Brazil , Kuba , Australia , Afrika Selatan , Peru ,
Meksiko, dan India (Iswanto, 2009, Doost, dkk., 2014).
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan bahan baku utama produksi
gula. Gula merupakan komoditas yang penting bagi masyarakat dan
perekonomian pangan khususnya di Indonesia baik sebagai kebutuhan pokok
maupun sebagai bahan baku industri makanan atau minuman. Kebutuhan gula saat

ini semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin


beraneka ragam jenis produk yang dihasilkan dari berbahan gula (Prabawanti,
dkk., 2012)
Seiring dengan pertambahan populasi penduduk, pada tahun-tahun
mendatang kebutuhan gula dalam negeri diperkirakan akan terus meningkat. Pada
tahun 2009 dengan populasi 225 juta jiwa dan rata-rata konsumsi gula 12 kg per
kapita, kebutuhan gula untuk konsumsi langsung mencapai 2,7 juta ton dan
konsumsi tidak langsung 1,1 juta ton. Tingkat konsumsi gula saat ini masih jauh
di bawah saturation level yang umumnya dicapai negara-negara maju (30-55
kg/kapita/tahun). Pada tahun 2010 kebutuhan gula Indonesia diproyeksikan
mencapai 4,15 juta ton atau naik rata-rata 3,87% per tahun (Hakim, 2010).
Pengembangan industri gula saat ini tidak hanya berperan penting dalam
pertumbuhan perekonomian negara, tetapi juga berkaitan langsung dengan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Pada tahun 2008, Indonesia berhasil
meningkatkan produksi tebu hingga mencapai 2.800.946 ton pada luas areal
penanaman tebu nasional 438.957 hektar setelah sebelumnya pada tahun 2003
meng- alami penurunan produksi hingga mencapai 1.631.918 ton pada luas
penanaman 335.725 hektar (Sukmadjaja, 2011).
Upaya

peningkatan

produktivitas

dari

aspek

pemilihan

lokasi

dititikberatkan pada iklim yang sesuai yaitu terdapat bulan kering selama 25
bulan, suhu 21 - 34 oC dan rata-rata curah hujan 1000 - 3000 mm. Lahan tersebut
umumnya terdapat di wilayah Timur Indonesia (Propinsi Kalimantan Timur
(Kabupaten Pasir, Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah, Kabupaten Kendari dan
Buton di Sulawesi Tenggara, Kabupaten Dompu di Nusa Tenggara Barat,
Kabupaten Belu di Nusa Tenggara Timur serta Merauke di Papua. Faktor
kesediaan air irigasi merupakan faktor pembatas seperti menurut jika tanaman
tidak mengalami kekurangan air produksinya dapat mencapai 123 ton/ha/tahun,
tetapi jika tanaman mengalami stres sedang (45 minggu tidak turun hujan) maka
produksinya turun menjadi 108 ton/ha/tahun (Hakim, 2010).
Tabel 2.1 Lahan Potensial untuk Intensifikasi dan Ekstensifikasi Provinsi

(Sumber : Hakim, 2010)


2.1.1 Ampas tebu
Ampas tebu (bagasse) merupakan limbah yang dihasilkan dari industri
gula setelah dilakukan proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum
officinarum) kemudian diekstrak atau dikeluarkan niranya sehingga diperoleh
produk samping sejumlah besar berupa limbah berserat yang dikenal sebagai
ampas tebu.
Limbah ampas tebu diperoleh dari proses pengempaan dan pemerasan
batang tebu, secara umum mempunyai sifat serat yang hampir sama dengan sifat
serat kayu daun lebar. Komponen utama ampas tebu terdiri dari serat sekitar 4352%, dan padatan terlarut 2-3% dan panjang serat ampas tebu adalah 1,43 mm
(Purnawan, dkk., 2012).
Saat ini, penggunaan limbah ampas tebu adalah sebagai sumber energi di
pabrik-pabrik gula melalui pembakaran, produksi pembangkit listrik, pulp dan
kertas. Beberapa aplikasi dari limbah tersebut dapat dimanfaatkan seperti produksi
etanol, dan protein untuk pakan ternak . Namun teknologi ini sangat kompleks dan
telah terbukti prosesnya tidak ekonomis karena penggunaan limbah ini dalam
industri masih dibatasi. Selain itu, limbah ampas tebu yang tersisa akan
menimbulkan

dampak

negatif

terhadap

lingkungan.

Dengan

demikian,

pemanfaatan limbah tersebut dalam pembuatan papan komposit akan menjadi


lebih efisien. Ampas tebu terdapat serat berlignoselulosa yang kira-kira terdiri dari
50 % selulosa , 25% hemiselulosa dan 25 % lignin , dan saling terhubung satu
sama lain membentuk ikatan hidrogen dan beberapa ikatan kovalen lainnya.
(Huang, dkk., 2012).
2.2 Limbah Plastik
Penggunaan plastik saat ini semakin meningkat mengikuti bertambahnya
jumlah penduduk. Hal ini terjadi karena plastik lebih banyak memiliki kegunaan
dalam kehidupan sehari-hari. Semakin banyak penduduk yang menggunakan
plastik maka semakin banyak pula limbah plastik yang dihasilkan. Saat ini jumlah
limbah sampah yang tertimbun setiap harinya tanpa ada penanganan yang baik
sebagian besar adalah jenis limbah plastik.
Limbah plastik merupakan limbah anorganik yang terbuat dari minyak
bumi yang sifatnya sulit terurai di alam sehingga dapat mencemari lingkungan.
Menurut data statistik di Eropa Barat kebutuhan plastik sejumlah 100 kg per orang
per tahun. Sedangkan di Jepang jumlah plastik yang digunakan mencapai lebih
dari 10 juta ton per tahun. Jenis limbah plastik yang banyak ditemui dalam
sampah antara lain Low Density Poly Ethylene (LDPE), Propylene (PP), High
Density Poly Ethylene (HDPE), Poly Vinyl Chloride (PVC), Poly Ethylene
Terephtalate (PET), Styrofoam, dan lain-lain. Plastik diproduksi biasanya banyak
dari bahan polyethylene seperti botol minuman maupun kantong plastik. Secara
umum, plastik memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik,
mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta
ketahanan bahan kimia yang bervariasi. Selain itu, plastik juga ringan dan mudah
dalam memproduksinya. Namun, dibalik kelebihan dari plastik terdapat dampak
buruk terhadap lingkungan, dimana limbah plastik membutuhkan waktu lama
untuk dapat terurai. Penanganan limbah plastik saat ini dapat dilakukan dengan
cara di bakar dan daur ulang. Pembakaran limbah plastik pada suhu yang rendah
dapat menghasilkan senyawa yang berbahaya dan bersifat karsinogen. Selain itu,
pengolahan limbah plastik dapat ditangani dengan metode daur ulang untuk

mengasilkan produk baru. Misalnya pemanfaatan plastik daur ulang dalam


pembuatan papan komposit, pemanfaatan limbah plastik sebagai sumber bahan
bakar cair, konversi limbah plastik sebagai sumber energi alternatif, pengolahan
sampah plastik menjadi minyak, dan sebagainya. Pemanfaatan tersebut dapat
meminimalkan limbah plastik yang tercemar dan dapat menghasilkan produk
yang lebih ekonomis dan berkualitas (Kadir, 2012, Ermawati, 2011, Pratiwi, dkk.,
2008, Sahwan, dkk., 2005, Ramadhan, dkk., 2011, Hardi, dkk., 2008).
2.2.1 Limbah Plastik Poly Vinyl Chloride (PVC)
Plastik Poly Vinyl Chloride (PVC) merupakan tipe thermoplastik, dibentuk
melalui polimerisasi vinyl clhoride (CH2=CH-Cl). Ketika dibuat sifatnya mudah
pecah (brittle), maka para manufaktur menambahkan suatu cairan plasticizer
supaya hasilnya memiliki sifat lunak dan mudah dibentuk (moldable). PVC
umumnya digunakan untuk pipa dan plumbing (pemasangan pipa saluran air)
karena tahan lama ,tidak berkarat, dan lebih murah dari pipa besi. Namun
demikian, ada batas waktu kerja plasticizer pada PVC tersebut dan bila batas
waktu itu telah dilewati maka PVC kembali menjadi mudah pecah dan mudah
patah (Sinaga, 2010).
Plastik jenis PVC merupakan salah satu jenis plastik yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh produk dari plastik jenis PVC
adalah pipa selang air, pipa banguan, mainan, taplak meja plastik, botol shampo,
botol sambal, ember anti pecah, sandal jepit, dan smart card. Produk plastik selain
sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga mempunyai dampak buruk terhadap
lingkungan apalagi plastik bekas yang cukup sulit untuk dikendalikan. Sebagai
contoh, pembakaran plastik seperti PVC dapat menimbulkan asap yang
mengandung khlorin (Surono, 2013; Sahwan, dkk., 2005).
Pengetahuan sifat thermal dari berbagai jenis plastik sangat penting dalam
proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang penting adalah
titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur dekomposisi. Temperatur
transisi adalah temperatur di mana plastik mengalami perengganan struktur
sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel. Di atas titik

lebur, plastik mengalami pembesaran volume sehingga molekul bergerak lebih


bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya. Temperatur lebur adalah
temperatur di mana plastik mulai melunak dan berubah menjadi cair. Temperatur
dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan. Jika suhu dinaikkan di atas
temperatur lebur, plastik akan mudah mengalir dan struktur akan mengalami
dekomposisi. Dekomposisi terjadi karena energi thermal melampaui energi yang
mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi
pada suhu di atas 1,5 kali dari temperature transisinya (Surono, 2013)
Data sifat termal yang penting pada proses daur ulang plastik bisa dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Data Temperatur Transisi dan Temperatur Lebur Plastik
Jenis Bahan
PP
HDPE
LDPE
PA
PET
ABS
PS
PMMA
PC
PVC
Sumber : Surono, 2013

Tm (oC)

Tg (oC)

168
134
330
260
250

5
-110
-115
50
70
110
90
100
150
90

Temperatur kerja
maks. (oC)
80
82
260
100
100
85
70
85
246
71

2.3 Coupling Agent


Coupling Agent merupakan suatu zat kimia yang mampu bereaksi dengan
baik sebagai bahan penguat dan sebagai matriks resin dari bahan komposit. Hal ini
juga dapat digunakan sebagai pengisi ikatan anorganik atau serat resin organik
untuk membentuk ikatan yang lebih kuat pada antarmuka. Antarmuka yang
melibatkan bahan-bahan tersebut telah menjadi area kimia yang dinamis di mana
permukaan telah dimodifikasi untuk menghasilkan lingkungan heterogen yang
diinginkan atau untuk menggabungkan sifat sebagian besar fase yang berbeda
menjadi struktur komposit yang sama (Barry,2006).

Secara umum, Coupling Agent terdiri dari agen Bonding dan surfaktan
(bahan aktif permukaan) termasuk compatibilizers dan agen penyebaran. Bonding
agent bekerja sebagai jembatan yang menghubungkan serat kayu dan polimer
termoplastik atau lebih dengan mekanisme ikatan kovalen, rantai polimer terikat,
dan interaksi sekunder yang kuat seperti kasus ikatan hidrogen. Compatibilizer
digunakan untuk menyediakan kompatibilitas antar polimer yang bercampur yang
berfungsi untuk mengurangi tegangan antar muka.
Anhidrida seperti maleid anhydride (MAH) merupakan coupling agent
yang sering digunakan dalam pembuatan komposit. Adapun jenis lainnya seperti
anilin anhidrate, stirene anhidrate, dan PAH memiliki dua kelompok fungsional
yaitu kelompok karboksilat (-COO-) yang dapat menghubungkan serat kayu
melalui esterifikasi atau ikatan hidrogen. Akan tetapi, maleid anhydride adalah
sebuah gugus , senyawa karbonil tidak jenuh mengandung ikatan rangkap
dua rantai karbon (C=C) dan dua gugus rantai karboksilat. Struktur ini sangat baik
untuk meningkatkan konjugasi reaktivitas ikatan karbon rangkap pada cincin
heterosiklik dengan matriks polimer melalui penambahan konjugat pada suatu
inisiator radikal yang mengakibatkan adhesi yang kuat pada antar muka (Yunan,
2012).
2.3.1 Maleid Anhydride (MAH)
Coupling agent maleid anhydride merupakan senyawa vinyl tidak jenuh
yang merupakan bahan mentah dalam sintesa resin polyester, bahan aditif, dan
plastizer. Maleid anhydride mempunyai sifat kimia yang khas yaitu adanya ikatan
etilenik dengan gugus karboksil di dalamnya dan ikatan ini berperan dalam reaksi
adisi. MAH dengan rumus molekul C4H2O3 mempunyai berat molekul 98,06
mendidih pada temperatur 202oC dan meleleh pada temperatur 51-56oC.
Penggunaan MAH dalam komposit meningkatkan jumlah ikatan tak jenuh yang
bertemu dengan permukaan filler pada tingkat tertentu, sehingga memberikan
peningkatan kerapatan, walaupun proses tahapan kerja dilakukan secara manual
(Wardani, dkk., 2013).

Coupling agent MAH komposit dikenal secara luas dalam penggunaannya


sebagai bahan memperkuat komposit. Dalam komposit serat alami, adhesi lemah
mungkin hasil dari dispersi yang lemah dan ketidaksesuaian antara serat alami
hidrofilik dan polimer hidrofobik. Kekuatan komposit yang lemah dari hasil
kurangnya perpindahan massa dari matriks polimer untuk daya tahan serat alami.
Sebuah ukuran langsung dari adhesi antara serat alami dan termoplastik adalah
dari kekuatan ikatannya. Interaksi antara kelompok coupling agent MAH dan
gugus hidroksil dari serat alami dapat mengatasi masalah ketidakcocokan dalam
hal meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit serat termoplastik
alami (Keener, 2004).
2.4 Komposit
2.4.1 Pengertian Komposit dan Penggunaan Komposit
Kata komposit (Composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan
atau gabungan. Composite ini berasal dari kata kerja to compose yang berarti
menyusun atau menggabung. Maka dari itu, komposit dapat diartikan sebagai dua
atau lebih bahan/material yang dikombinasikan menjadi satu dalam skala
mikroskopik maupun makroskopik (Marlin, dkk., 2013).
Secara umum definisi komposit adalah campuran dua atau lebih bahan
yang memiliki karakteristik berbeda menjadi satu dan menghasilkan produk papan
komposit yang berkualitas. Bahan komposit dalam skala mikro yaitu material
gabungan yang bersifat heterogen sedangkan untuk bahan komposit dalam skala
makro yaitu material gabungan bersifat homogen. Pada umumnya komposit terdiri
dari dua bahan penyusun, yaitu bahan utama sebagai bahan filler dan bahan
perekat plastik beserta copling agent sebagai penguat. Bahan utama membentuk
matrik sedangkan bahan pendukung sebagai bahan penguat di dalamnya. Bahan
penguat dapat dalam skala makroskopik, sehingga menjadi satu kesatuan. Dengan
kata lain, secara mikro material komposit dapat dikatakan sebagai material yang
heterogen (Taufik, dkk., 2013).
Menururt Monalisa Manuputty, dkk., (2010), komposit adalah suatu
material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material

pembentuknya melalui pencampuran yang homogen. Dimana sifat mekanik dari


masing-masing material pembentuknya berbeda-beda. Dari pencampuran tersebut
akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit
mempunyai sifat yang berbeda dari material yang umum atau biasa digunakan.
Sedangkan proses pembuatannya melalui proses pencampuran yang tidak
homogen, sehingga kita dapat lebih leluasa dalam merencanakan kekuatan
material komposit yang kita inginkan dengan cara mengatur komposisi dari
material pembentuknya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa komposit adalah bahan
yang dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:
1. Matriks
Matriks merupakan material pengikat serat penguat pada komposit, sifat
dari matriks umumnya ductile dan mempunyai kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan material penguatnya. Bahan yang umumnya dipakai sebagai
matriks adalah resin atau polimer dan pada umumnya matriks lebih ductile tetapi
mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah.
2. Penguat (reinforcement)
Penguat mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih kaku serta lebih kuat.
Adapun fungsi dari serat penguat meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan
lengkung, mempertinggi kekuatan tumbuk meningkatkan ratio kekuatan terhadap
berat, menjaga, dan mempertahankan kestabilan bentuk.
2.4.2

Kelebihan Komposit
Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan

bahan konvensional seperti logam. Kelebihan tersebut pada umumnya dapat


dilihat dari beberapa sudut yang penting seperti sifat-sifat mekanikal dan fisikal,
keupayaan (reliability), proses, dan biaya ekonomis. Sifat-sifat tersebut dapat di
uraikan sebagai berikut:
a) Sifat-sifat mekanikal dan fisikal komposit

Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan


penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit. Bahan
komposit mempunyai kerapatan yang jauh lebih rendah berbanding dengan bahan
konvensional. Ini memberikan aplikasi yang penting dalam konteks kegunaannya
karena komposit mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi
dari bahan konvensional kemudian bahan komposit juga mempunyai kelebihan
dari segi versatility yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang
menarik yang dapat dihasilkan dengan mengubah menjadi produk baru sesuai
dengan jenis matriks dan serat yang digunakan.
b) Kelayakan proses pembuatan komposit
Kelayakan proses merupakan suatu kriteria yang penting dalam
penggunaan suatu

bahan untuk menghasilkan suatu produk. Hal ini sangat

berhubungan dengan produktivitas dan mutu suatu produk yang dihasilkan.


Perbandingan antara produktiviti dan kualiti adalah penting dalam hal pemasaran
produk yang dipromosikan.
c) Biaya
Faktor biaya juga memainkan peranan yang sangat penting dalam
membantu perkembangan industri komposit. Biaya berkaitan erat dengan
penghasilan suatu produk yang seharusnya memperhitungkan beberapa aspek
seperti biaya bahan mentah, pemrosesan, tenaga manusia, dan lainnya.
(Yunan, 2012)
2.5 Teknik yang Terdapat dalam Pembuatan Komposit
2.5.1 Teknik Pencampuran
Pencampuran adalah salah satu operasi yang sangat penting dalam proses
kimia. Dalam kimia, suatu pencampuran adalah sebuah zat yang dibuat dengan
menggabungkan dua zat atau lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia yang terjadi
(obyek tidak menempel satu sama lain). Sementara tak ada perubahan fisik dalam
suatu pencampuran, properti kimia suatu pencampuran, seperti titik lelehnya,

dapat menyimpang dari komponennya. Pencampuran dapat dipisahkan menjadi


komponen aslinya secara mekanis. Pencampuran dapat bersifat homogen atau
heterogen.
Tujuan pencampuran dalam pembuatan komposit adalah untuk melapisi
partikel atau bahan dengan pengikat, untuk memutus aglomerat, dan untuk
mencapai distribusi seragam antara pengikat dan ukuran partikel. Selanjutnya
beberapa komponen dari perekat harus tipis dan tersebar diantara partikel dan
untuk mendapatkan hasil ini, ada beberapa cara yang harus menjadi pertimbangan
penting, diantaranya ialah untuk perekat jenis thermoplastic pencampuran
dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi ataupun menengah (Annonimous,
2011).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran bahan adalah
sebagai berikut:
a) Aliran yang turbulen dan laju alir bahan yang tinggi biasanya mempercepat
dalam

proses

pencampuran.

Sebaliknya,

aliran

yang

laminar

akan

memperlambat proses pencampuran.


b) Semakin luas permukaan kontak bahan-bahan yang harus dicampur, maka
semakin mudah gerakannya di dalam campuran, maka proses pencampuran
semakin baik.
c) Semakin besar kelarutan bahan-bahan yang akan dicampur maka proses
pencampuran akan lebih baik.
2.6 Pengujian Pada Komposit
2.6.1

Pengujian Tarik
Kekuatan tarik suatu bahan merupakan salah satu sifat mekanik dari

bahan tersebut. Agar kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui, perlu
dilakukannya uji tarik. Uji tarik dilakukan menggunakan mesin pengujian tarik.
Dari uji tarik tersebut, dapat diperoleh data berupa gaya tarik maksimum suatu
bahan dan perubahan panjang sampel saat ditarik hingga putus (Clayrena, 2013).
Berdasarkan American Society for Testing and Material (ASTM),
kekuatan tarik dari pengujian dapat dihitung dengan persamaan:

P
A

Dimana, c = kekuatan tarik composite (kgf/mm2)


P = tekanan maksimum (beban maksimum)
A = luas penampang (mm2)
(Sudarsono, 2010)
2.6.2

Pengujian Modulus Patah


Pengujian modulus patah dilakukan dengan alat uji tekan, dimana

pengukuran dilakukan sampai pada saat bahan mengalami kepatahan pertama


sekali. Tegangan yang dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah)
disebut tegangan patah. Modulus patah merupakan sifat mekanis suatu material
yang berhubungan dengan kekuatan material yaitu ukuran kemampuan suatu
material untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja secara maksimal dan
cenderung merubah bentuk material tersebut (Iswanto, 2008).
Modulus patah dapat dihitung dari kurva defleksi beban berikut
persamaanya:
MOR

3Pb L
2bh 2

Dimana, Pb = beban maksimum (N)


Pbp = batas beban proporsional (N)
b = lebar bahan (mm)
h = ketebalan bahan (mm)
L = jarak (mm)
(Atuanya, dkk., 2011)
2.6.3

Differensial Scanning Calometry (DSC)


Differensial Scanning Calometry (DSC), adalah teknik analisis termal

untuk melihat bagaimana kapasitas panas material (Cp) yang berubah terhadap
temperatur. Pada prinsipnya DSC digunakan untuk menghitung jumlah energi
yang diserap atau dibebaskan oleh suatu sampel yang dipanaskan dan didinginkan.
Selain itu, DSC juga dapat melihat perubahan fasa yang halus seperti gelas dan
kaca. DSC banyak digunakan industri, termasuk industri farmasi ,polimer,
makanan, kertas , percetakan , manufaktur, pertanian, dan elektronik. Keuntungan

terbesar dari DSC adalah dapat digunakan dengan mudah dan cepat untuk
mengavaluasi kemurnian sampel (Elmers, 2014).
2.6.4

Kerapatan
Kerapatan merupakan

salah

satu

sifat

fisis

yang

menunjukkan

perbandingan antara massa benda terhadap volumenya (banyaknya massa zat per
satuan volume). Kerapatan papan juga dipengaruhi oleh kerapatan dan berat jenis
bahan baku yang digunakan. Berdasarkan rekomendasi ASTM 1974, dalam
standar designation 1554-67 mengklasifikasikan :
a) Papan komposit berkerapatan rendah (Low Density composite board). Papan
komposit berkerapatan rendah yaitu papan komposit yang mempunyai
kerapatan kurang dari 37 lb/ft3 atau berat jenis kurang dari 0,59 g/cm3.
b) Papan komposit berkerapatan sedang (Medium Density composite board).
Papan komposit berkerapatan rendah yaitu papan komposit yang mempunyai
kerapatan kurang dari 37 50 lb/ft3 atau berat jenis kurang dari 0,59 0,80
g/cm3.
c) Papan komposit berkerapatan tinggi (High Density composite board). Papan
komposit berkerapatan rendah yaitu papan komposit yang mempunyai
kerapatan lebih dari 50 lb/ft3 atau berat jenis lebih dari 0,80 g/cm3
.
(Sudarsono, dkk., 2010, Wardani, dkk., 2013)
2.7 Penelitian-Penelitian Papan Komposit Sebelumnya
Dari hasil penelitian sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh Satta
Panyakaew, dkk., (2011) melakukan penelitian tentang pembuatan papan
komposit (insulasi thermal) dari ampas tebu dan sabut kelapa tanpa menggunakan
perekat sintetis dan copling agent. Hasil dari penelitian ini adalah papan komposit
yang dihasilkan dari ampas tebu memiliki ketebalan yang tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan memiliki kekuatan permukaan yang kurang
sempurna. Hal ini terjadi karena tidak adanya penambahan perekat sintetis dan
copling agent sehingga membuat ikatan antara filler akan menjadi kurang baik.
Keumala Hayati, dkk., (2007) melakukan penelitian pembuatan papan
komposit dengan menggunakan serbuk kayu dengan perekat sintetis polietilen
tanpa menggunakan copling agent dan hasilnya adalah produk papan komposit
yang diperoleh memiliki kekuatan yang kurang baik. Sama halnya seperti

penelitian yang dilakukan oleh Satta Panyakaew hal ini disebabkan karena tidak
adanya penambahan copling agent sehingga membuat ikatan antar filler akan
menjadi kurang baik. Dalam penelitian ini papan komposit yang akan diproduksi
berbahan baku ampas tebu dan plastik Poly Vinyl Chloride (PVC) sebagai perekat
sentetis serta menggunakan Maleid Anhidrate Polyethelen (MAPE) sebagai
copling agent untuk melihat pengaruh terhadap papan komposit yang dihasilkan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lusita Wardani, dkk., (2013) tentang
Pemanfaatan Limbah Pelepah Sawit dan Plastik Daur Ulang (RPP) sebagai Papan
Komposit Plastik. Penelitian ini mengenai sifat fisik dan mekanik papan komposit
dari partikel pelepah sawit (POP) dengan limbah plastik polypropilen (RPP) yang
dibuat berdasarkan perbedaan ukuran partikel pelepah sawit serta perbedaan
penggunaan bahan compatibilizer Maleid Anhihyde (MAH) dengan insiator
Benzoil peroksida (BPO). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ukuran partikel
dengan penggunaan MAH dan BPO meningkatkan sifat fisik dan sifat mekanik
papan plastik tersebut.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September sampai November
2014 di Laboratorium Polimer MIPA USU, Laboratorium Teknik Mesin USU,
Laboratorium Polimer Unsyiah, Laboratorium Katalis dan Katalisis Teknik Kimia
Unsyiah,

Laboratorium Material Teknik Mesin Unsyiah, dan Laboratorium

Material Fisika MIPA Unsyiah.


3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah
1. Ekstruder
2. Ayakan berukuran 50-100, 100-120, 120-150 dan 150-200 mesh (Macross
Testing Sieve)
3. Oven 25-400oC
4. Timbangan Digital, 0-1000 gram
5. Labu leher tiga (Pyrex)
6. Penangas Minyak (Corning)
7. Pengaduk
8. Motor Pengaduk
9. Thermometer
10. Temperature Control
11. Cetakan pengepressan (dua plat besi dan sebuah bingkai)
12. Hotpress (Temperature range 29-300oC )
3.2.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu
sebagai filler, limbah plastik jenis polyvinylchloride (PVC) sebagai matriks, dan
Maleid Anhidrate Polyethelen (MAPE) sebagai coupling agent. Ampas tebu dan
limbah plastik PVC diperoleh dari kawasan Banda Aceh.
3.2.3 Bentuk Material Uji

Untuk specimen uji tarik digunakan standar ASTM 638-99 tipe 1, seperti
pada gambar 3.2
3.3 Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Kondisi dan variable dalam penelitian ini adalah
1. Kondisi yang ditetapkan
a. Limbah yang digunakan sebagai filler : Ampas tebu
b. Limbah yang digunakan sebagai perekat :

Plastik

jenis

polyvinylchloride (PVC)
c. Waktu pengempaan : 10 menit
d. Perbandingan komposisi filler dengan matrik : 50:50 (%berat)
e. Ukuran Partikel limbah padat : 50-100, 100-120, 120-150 dan 150-200
mesh
2. Kondisi yang diteliti
a. Suhu pengempaan
b. Jumlah Coupling Agent
c. Densitas

: 160, 180, dan 200oC


: 2; 4; 6; 8; dan 10, (% berat)
: 250; 300; 350; 400; dan 450 kg/m3

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok


pola faktorial yeng terdiri dari 3 faktor yaitu : suhu pengempaan, jumlah coupling
agent dan densitas papan. Setiap faktor terdiri dari 3 taraf dengan pengulangan
setiap perlakuan sebanyak 5 kali, sehingga jumlah percobaan yang dilakukan
berjumlah 75 kali.

3.4 Prosedur Percobaan


3.4.1 Prosedur Percobaan
A. Penyiapan Sampel
Ampas tebu dikeringkan dengan cara dijemur selama 3 hari hingga kadar
air yang terkandung tersisa 10%, kemudian di oven denga suhu 80oC hingga kadar
air yang terkandung tersisa 6-7% (Panyakaew, 2011). Setelah pengeringan, ampas
tebu di ayak untuk menyamakan ukuran.

B. Proses Pembuatan
Adapun proses pembuatan kayu komposit ini adalah sebagai berikut
1. Plastik daur ulang jenis PVC dan ampas tebu yang telah dikeringkan dan
diayak, ditimbang masing-masing seberat 50 gram
2. Dipasang labu leher tiga kedalam penangas
3. Plastik daur ulang sebanyak 50 gram dimasukkan kedalam labu leher tiga
dan ditambahkan pelarut xylene 20% sebanyak 200 ml untuk mencairkan
plastik (Yunan, 2010)
4. Dihidupkan penangas dan set temperature sekitar 100-200oC
5. Ampas tebu dimasukkan setelah plastik daur ulang mencair diaduk hingga
homogen 15 menit
6. Campuran yang telah homogen dikeluarkan dari labu leher tiga dan
dibiarkan hingga pelarut menguap selama 24 jam
7. Dilakukan pengempaan Hot Press pada suhu yang telah ditentukan selama
10 menit (Panyakaew, 2011)
8. Dibiarkan hingga suhu kayu konposit konstan dan dibentuk sesuai standar
pengujian
9. Dilakukan pengujian kekerasan, uji tarik, dan termal untuk mengetahui
sifat fisis dan mekanis dari produk yang dihasilkan

Persiapan limbah padat


(pengayaan dan pengeringan pada suhu 80oC)

Pencairan plastik menggunakan xylene disertai pengadukan pada suhu


110oC selama 30 menit

Pencampuran selama 15 menit

Pengempaan pada suhu yang telah ditetapkan selama 10 menit


Pengujian sifat fisis dan sifat mekanis

Gambar 3.1 Skema Proses Pembuatan Papan Komposit

Gambar 3.1 Skema Proses Pembuatan Papan Komposit

C. Bentuk Material Uji


Untuk spesimen uji tarik digunakan standar ASTM 638-99 tipe 1, seperti
tampak pada gambar 3.2

Gambar 3.2 Spesimen Uji Tarik


Keterangan :
Panjang spesimen keseluruhan

: 165 mm

L1 (jarak antar grip/penjepit)

: 115 mm

L (panjang begian penampang kecil ) : 57 mmA


A (lebar penjepit)

: 19 mm

Tebal spesimen

: 3 mm

3.4.2 Tahap Analisa dan Pengujian


Adapun analisa dan pengujian yang akan dilakukan pada penelitian ini
adalah :

1. Uji tarik menggunakan alat Tensile Strength pada Laboratorium Material


Fisika MIPA Unsyiah
2. Uji modulus patah mengguanakan alat Hung ta Load Cell Type : HT-8336
China di Laboratorium material Fisika MIPA Unsyiah
3. Uji termal dengan menggunakan DSC (Diffrential Scanning Calorymeter)
di Laboratorium Katalis dan Katalisa Teknik Kimia Unsyiah
3.4.3 Analisa Data
Data hasil pengujian akan dianalisa dan hasilnya akan disajikan dalam
bentuk grafik dan tabel. Untuk melihat hubungan keterkaitan diantara ketiga
faktor yang divariasikan maka juga akan dilakukan uji secara statistic. Data
pengamatan untuk hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran A

3.5 Jadwal Penelitian


Pelaksanaan penelitian direncanakan selama 12 minggu dengan perincian
kegiatan dan alokasi ditunjukkan pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan

1
1

1. Penyempurnaan Proposal
2. Persiapan Alat dan Bahan
3. Melakukan Penelitian
4. Analisa Uji Kekerasan
5. Analisa Uji Tarik dan DSC
6. Penyusunan Laporan

Bulan Ke
2
2
3
4

3
1

7. Penyerahan Laporan Akhir


8. Diseminasi Hasil

DAFTAR PUSTAKA

Annonimous, 2011, Tinjauan Pustaka,


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30900/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada Tanggal 4 Mei 2014, Pukul 22.00 WIB
Annonimous, 2014, A Review Of Coupling Agent and Treatments,
http://etd.lsu.edu/docs/available/etd
1112103221719/unrestricted/Chapt02.pdf, diakses pada Tanggal 4 Mei
2014, Pukul 21.35 WIB.
Anonimous, 2011, Polyvinilklorida,
http://www.POLYVINILKLORIDA~AdalahIndonesia.htm, diakses pada
Tanggal 1 Maret 2014, Pukul 16.00 WIB.

Atuanya, C.U., A.O.A., Ibhadode, A.C. Igboanugo, 2011, Potential of Using


Recycled Low-Density Polyethylene in Wood Composites Board,
Tribology in Industry, Volume 33, N0.1.
Doost-hoseini, K., Taghiyari, H.R., dan Elyasi, A., 2014, Correlation between
sound absorption coefficients with physical and mechanical properties of
insulation boards made from sugar cane bagasse, Composites: Part B 58
(2014) 1015.
Elmers, P., 2014, Differential Scanning Calorimetry (DSC), Waltham, USA.
Ermawati, R., 2011, Konversi Limbah Plastik Sebagai Sumber Energi
Alternatif (Converting of Plastic Waste as a Source Energy Alternative),
Jurnal Riset Industri, Vol.V, No.3.
Geankoplis, C.J., 1993, Transport Processes and Unit Operation, 3nd Edition,
Prentice Hall, Inc, USA.
Ginting, M.H.S., 2002. Pengendalian Bahan Komposit, Fakultas Teknik, Jurusan
Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
Hakim, M., 2010, Potensi Sumber Daya Lahan untuk Tanaman Tebu di
Indonesia, Jurnal Agrikultural, 21 (1), 5 12.
Hardi, P.I., Wignjosoebroto, S., dan Dewi, D.S., 2008, Sistem Pengolahan
Sampah Plastik Terintegrasi dengan Pendekatan Egonomi Total guna
Meningkatkan Peran serta Masyarakat (Studi Kasus: Surabaya), Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Industri FTI-ITS, Surabaya.
Hisbullah, Sofyana, 2011, Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) Untuk Pembuatan Papan komposit Dengan Perekat Polietilen,
Laporan Hasil Penelitian Dosen Muda.
Huang, Z., Wang N., Zhang, Y., Hu, H., dan Luo, Y., 2012, Effect of mechanical
activation pretreatment on the properties of sugarcanebagasse/poly (vinyl
chloride) composites, Composites: Part A , 43, 114120.
Iswanto, A.H., 2008, Pengujian Modulud Elastisitas Kayu dengan Menggunakan
Metode Two Point Loading, Karya Tulis, Universitas Sumatera Utara.
Iswanto, A.H., Coto, Z., dan Effendi, K., 2007, Pengaruh Perendaman Partikel
Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Dari Ampas Tebu
(Saccharum officinarum), Jurnal Perennial, 4(1) : 6-9.
Keener T.J., Stuart R.K., Brown T.K., 2004, Maleated Coupling Agent For
Natural Fibre Composites, Composite Part A, 35, 357-362.

Kadir, 2012, Kajian Pemanfaatan Plastik Sebagai Sumber Bakar Cair,


Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Vol.3, No.2.
Manuputty, M., dan Berhitu P.Th., 2010, Pemanfaatan Material Bambu
Sebagai Alternatif Bahan Komposit Pembuatan Kulit Kapal Pengganti
Material Kayu Untuk Armada Kapal Rakyat yang Beroperasi Di Daerah
Maluku, Jurnal Teknologi, Volume 7 Nomor 2, 788-794.
Mulana, F., Hisbullah, Iskandar, 2011, Pembuatan Papan Komposit Dari Plastik
Daur Ulang dan Serbuk Kayu serta Jerami Sebagai Filler, Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 8, No. 1.
Nurhidayati, T., Renata, dan Wiwit, B.W., 2011, Uji Ketahanan Tebu Hasil
Persilangan (Saccharum spp. hybrid) pada Kondisi Lingkungan Cekaman
Garam (NaCl), Jurnal Penelitian, Program Studi Biologi-Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Prabawanti, Y.W., Hamidah, dan Soedarti, T., 2012, Biosistematika
Keanekaragaman Tanaman tebu (Sacharrum officinarum) Melalui
Pendekatan Morfologi, Laporan Penelitian, Departemen Biologi, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Priyadi, U., 2010, Pelaksanaan Usahatani Tebu Pasca Pencabutan Inpres Nomor
5 Tahun 1997 (Program Pengembangan Tri) Di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, UNISIA, Vol. XXXIII, No. 73.
Purnawan, C., Hilmiyana, D., Wantini, dan Fatmawati, E., 2012, Pemanfaatan
Limbah Ampas Tebu Untuk Pembuatan Kertas Dekorasi Dengan Metode
Organosolv, Jurnal EKOSAINS, Vol.IV, No.2.
Ramadhan, P.A., dan Ali, M., 2011 , Pengolahan Sampah Plastik menjadi minyak
menggunakan proses Pirolisis, Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol.4,
No.1.
Rosmeika, Sutiarso, L., dan Suratmo, B., 2009, Pengkajian Daur Hidup Ampas
Tebu di Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta Menggunakan Metode Life
Cycle Assessment (LCA), Jurnal Enjiniring Pertanian Vol. VIII, No.2.
Satta, P., dan Fotios, S., 2011, New thermal insulation boards made from coconut
husk and bagasse, Energy and Buildings 43 (2011) 17321739.
Sahwan, F.L., Martono, D.H., Wahyono S., dan Wisoyodharmo, L.A. ,2005,
Sistem Pengelolaan limbah Plastik di Indonesia, Jurnal Teknik
Lingkungan, P3TL-BPPT.6.(1): 311-318.

Sinaga, P., 2010, Material Pabrik, Sinaga, Parlin. Material Plastik. Disampaikan
pada pelatihan Quality Control alat alat IPA Kerjasama antara Jurusan
pendidikan Fisika dengan PT Sugitek Indo Tama.
Sukmadjaja, D., dan Mulyana A., 2011, Regenerasi dan Pertumbuhan Beberapa
Varietas Tebu (Saccharum offinarum L.) secara In Vitro, Jurnal
AgroBiogen, 7 (2), 106 118.
Surono, U.B., 2013, Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan
Bakar Minyak, Jurnal Teknik, Vol.3, No.1.
Wardani, L., Massijaya M.Y., Machdie M.F., 2013, Pemanfaatan Limbah Pelepah
Sawit dan Plastik Daur Ulang (RPP) Sebagai Papan Komposit Plastik,
Jurnal Hutan Tropis, Volume 1, No.1
Yunan, A., dan Adnan, H., 2012, Pembuatan Komposit dari Sabut Kelapa, Jerami
dan Limbah Plastik Jenis Polietilen, Laporan Hasil Penelitian, Jurusan
Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala.

Proposal Penelitian

PEMBUATAN PAPAN KOMPOSIT DARI AMPAS


TEBU DENGAN PEREKAT DAUR ULANG
POLYVINYLCHLORIDE (PVC)
(Pembimbing Sofyana, S.T, M.T)

Di Susun Oleh:

Afni Tantia Isma

(1104103010002)

Elva Rizky Auliya Virmanda

(1104103010033)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2014

You might also like