You are on page 1of 11

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI
UJI TOKSISITAS ISONIAZID

Senin, 4 Mei 2015

Disusun oleh :
Kelompok 2
Deagita Puspitasari 31112009
Desi Astriani
31112011
Desi Hadisah
31112012
Dicky Nurdiansyah 31112014
Tian Nugraha
31112049

PROGRAM STUDI SI FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015

1. Hari/Tanggal Praktikum
Senin/4 Mei 2015
2. Judul Praktikum
Uji Toksisitas Isoniazid
3. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui toksisitas dari isoniazid dan cara penanganan keracunan isoniazid.
4. Dasar Teori
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas
adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil
tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC
dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman
dan hasil ini tetap negatif selamanya.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
a. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat
yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi
terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini.
Isoniazid
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro
bersifat tuberkulostatik (menahan

perkembangan

bakteri)

dan tuberkulosid(membunuh

bakteri).
Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan
glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang
merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan
asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak
diperoleh dalam waktu 12 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi
dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara
bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh
pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.
Indikasi:
a. Pengobatan dan pencegahan tuberkulosis, dalam bentuk pengobatan tunggal
maupun kombinasi dengan obat tuberkulosis lainnya.

b. Pengobatan infeksi mikobakterium non-tuberkulosis.


Kontraindikasi :
a. Penderita penyakit hati akut.
b. Penderita dengan riwayat kerusakan sel hati disebabkan terapi isoniazid.
c. Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap isoniazid.
Dosis:
Oral (bentuk injeksi dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan sedan
oral maupun karena masalah absorbsi)
Pengobatan pada LTBI (latent TB infection) : 300 mg/hari atau 900 mg dua kali
seminggu selama 6-9 bulan pada pasien yang tidak menderita HIV (terapi 9 bulan optimal,
terapi 6 bulan berkaitan dengan penurunan biaya terapi) dan 9 bulan pada pasien yang
Pengobatan infeksi TB aktif : Terapi harian 5 mg/kg/hari diberikan setiap hari (dosis lazim :
300 mg/hari); 10 mg/kg/hari dalam 1 2 dosis terbagi pada pasien dengan penyakit yang
telah menyebar. Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 5 mg/kg (maksimal
900 mg); terapi 3 kali/minggu : 15 mg/kg (maksimal 900 mg)
Peringatan dan Perhatian :
a.
Hati-hati penggunaan Isoniazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
b.

dan hati. Pada penderita gangguan fungsi ginjal dosis isoniazid perlu diturunkan.
Hati-hati penggunaan isoniazid pada penderita dengan riwayat psikosis, penderita
dengan risiko neuropati (seperti diabetes melitus), alkoholisme, malnutrisi, dan

c.

penderita HIV.
Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum memulai terapi dan selama

d.

terapi perlu dilakukan monitor fungsi hati secara berkala.


Hati-hati penggunaan isoniazid pada ibu hamil dan ibu menyusui. Isoniazid

diberikan bila manfaat pengobatan lebih besar dari pada risiko bagi ibu dan bayi.
Efek samping Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran
pencernaan lain, neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam,
ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering,
gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik,
ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.

Resistensi
Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya resistensi
berhubungan dengan kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak menyerap
obat. Pengobatan dengan INH ini juga dapat menyebabkan timbulnya timbulnya strain baru
yang resisten. Perubahan sifat dari sensitive menjadi resisten biasanya terjadi dalam beberapa

minggu setelah pengobatan dimulai. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya resistensi
berbeda pada kasus yang berlainan.
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC.
Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi
vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga
praktis hanya minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk
memudahkan bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang
diperlukan. TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:
Tablet
Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet
Sirup
Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2
kemasan, yaitu Sirup 125 ml dan Sirup 250 ml.
Isoniazid (INH) adalah turunan asam isonicotinic hydrazide, obat bakterisidal pilihan
untuk tuberkulosis. INH terkenal karena kecenderungannya menyebabkan hepatitis dengan
penggunaan

kronis.

Overdosis

akut

isoniazid

adalah

penyebab

umum

dari

obat penginduksi kejang dan asidosis metabolik. ( Olson,1999 )


Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH. Hanya satu
derivatnya yang diketahui, menghambat pembelahan kuman tuberculosis, yakni iproniazid,
tetapi obat ini terlalu toksis untuk manusia. ( Farmakologi dan Terapi UI )
Isoniazid mudah di absorbsi pada pemberian oral mapun parental. Kadar puncak dicapai
dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid terutama mengalami asetilasi
dan pada kecepatan metabolism ini dipengaruhi oleh factor genetic yang secara bermakna
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan waktu paruhnya. Asetilator cepat didapatkan
pada orang-orang Eskimo dan Jepang, asetilator lambat terutama pada orang Skandavia,
Yahudi dan Afrika Utara. Asetilasi cepat merupakan fenotip yang dominan heterozigot dan
homozigot. Pada penderita yang tergolong asetilator cepat, kadar isoniazid dalam sirkulasi
berkisar antara 30-50% kadar pada penderita dengan asetilasi lambat. Masa paruhnya pada
keseluruhan populasi antara 1 sampai 3 jam. Masa paruh rata-rata pada asetilator cepat
hamper 80 menit, sedangkan nilai 3 jam adalah khas untuk asetiltor lambat.
Masa paruh obat ini dapat menunjang jika terjadi insufisiensi hati. Perlu ditekankan
bahwa kecepatan asetilasi ini tidak berpengaruh pada efektivitas atau toksisitas isoniazid bila
obat inni diberikan setiap hati. Tetapi, bila penderita tergolong asetilator cepat dan mendapat
isoniazid seminggu sekali maka penyembuhannya mungkin kurang baik.

Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat dengan kadar
yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Kadar dalam cairan serebrospinal kira-kira
20% kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah mencapai material kaseosa. Kadar obat ini
pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan obtot daripada dalam jaringan yang terinfeksi,
tetapi kemudian obat tertinggal lama di jatingan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih dari
cukup sebagai bakteriostatik.
Antara 75-90% isoniazid disekresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya
dalam bentuk metabolit. Eksresi terutama dalam bentuk asetil isoniazid yang merupakan
metabolit hasil proses asetilasi, dan asam nikotinat yang merupakan metabolit proses
hidrolisis. Sejumlah kecil diekskresi dalam bentuk isonikotinil glisin dan isonikotinil
hidrazon dan dalam jumlah yang kecil sekali berupa N-metil-isoniazid.
5. Alat dan Bahan
a. Alat
Sarung tangan
Masker
Ram kawat
Toples
Mortir dan Stamper
Sonde oral
Stopwatch
b. Bahan
Mencit
Tablet Isoniazid
Larutan PGA
6. Prosedur

buat 5
kelompok, tiaptiap kelompok
memakai 2
mencit

setiap
kelompok
diberikan dosis
uji yang
berbeda secara
oral

diamkan
mencit di
dalam toples

perhatikan dan
catat gejala
yang terjadi
pada tiap-tiap
mencit

bila terjadi
gejala diberikan
obat sesuai
gejala yang
timbul

lakukan
pengamatan

mesukkan
data-data
dalam tabel
data

bandingkan
dengan dosis
uji lainnya

7. Perhitungan Dosis
Dosis Isoniazid
: 3, 6, 9, 12, dan 15 gram
Konversi dosis ke mencit 20 g : 0,0026
Bobot rata-rata tablet
: 0,25 gram
Dosis I
= 3 gram
Konversi
= 3 g 0,0026
= 0,0078 g / 20 g bb mencit
0,0078 g
=
0,25 g = 0,0195 g/ 0,2 mL
0,1 g
0,0195 g
0,2 mL

Larutan Stok

Dosis II
Konversi

= 6 gram
= 6 g 0,0026
= 0,0156 g / 20 g bb mencit
0,0156 g
=
0,25 g = 0,039 g/ 0,2 mL
0,1 g

Larutan Stok

Dosis III

= 9 gram

Konversi

= 9 g 0,0026

0,039 g
0,2 mL

10 mL = 0,975 g/ 10 mL

10 mL = 1,95 g/ 10 mL

= 0,0234 g / 20 g bb mencit

0,0234 g
0,1 g

0,25 g = 0,0585 g/ 0,2 mL

Larutan Stok

0,0585 g
0,2 mL

10 mL = 2,925 g/ 10 mL

Dosis IV

= 12 gram

Konversi

= 12 g 0,0026
= 0,0312 g / 20 g bb mencit
0,0312 g
=
0,25 g = 0,078 g/ 0,2 mL
0,1 g
0,078 g
0,2 mL

Larutan Stok

Dosis V
Konversi

= 15 gram
= 15 g 0,0026
= 0,039 g / 20 g bb mencit
0,039 g
=
0,25 g = 0,0975 g/ 0,2 mL
0,1 g

Larutan Stok

0,0975 g
0,2 mL

10 mL = 3,9 g/ 10 mL

10 mL = 4,875 g/ 10 mL

Kelompok 2:
Dosis IV : 12 gram
Berat badan mencit:

1 = 16,04 g

2 = 22,66 g
Isoniazid yang diberikan:
16,04 g
Mencit 1
=
0,2 mL
20 g
Mencit 2

22,66 g
20 g

0,2 mL

= 0,1604 mL
= 0,2266 mL

8. Hasil Pengamatan
a. Tabel Hasil Pengamatan Pada Kelompok Uji Dosis IV
Mencit Ke1

Gejala Yang Timbul


Kepala menjenguk ke atas
Lemas

Grooming
Kejang
Mati pada menit ke 28
Kepala menjenguk ke atas
Grooming
Gemetar
2

Lemas
Straub (ekor ke atas)
Kejang selama 30 detik, lalu diam beberapa saat
Kejang kembali selama 6 menit
Mati pada menit ke 39

b. Pengamatan Pada Mencit Ke-1

Mencit mengalami kematian


c. Pengamatan Pada Mencit Ke-2

Mencit mengalami kematian


9. Pembahasan
Pada praktikm kali ini dilakukan uji toksisitas dari INH (isonitkotinil hidrazid), dengan
tujuan untuk mengetahui efek toksisitas dari INH dalam pemberian dosis besar. Dari tujuan
dilakukan uji toksisitas INH tersebut sehingga dapat diketahui cara penangggulangannya.
INH sering disebut juga isoniazidum dengan mempunyai khasiat sebagai
antituberkulosis, Isoniazid bekerja dengan cara menghambat asam mikolat yang merupakan
unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid kadar rendah dapat mencegah
perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang yang merupakan bentuk awal molekul
asam mikolat. Untuk basil-basil yang berada dalam fase stationary. Obat isoniazid bersifat
bakteriostatik, tetapi untuk organisme yang sedang membelah diri secara cepat, isoniazid
bersifat bakterisidal. Overdosis akut isoniazid adalah penyebab umum dari obat penginduksi
kejang dan asidosis metabolik. ( Olson,1999 )
Mekanisme kerja isoniazid belum tentu diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang
diajukan, di antaranya efek pada lemak, biosintesis asam nukleat dan glikolisis. Ada pendapat
bahwa efek utamanya ialah menghambat asam mikolat (mycolicic acid) yang merupakan
unsur penting dinding dinding sel mikrobacterium. Isoniazid kadar rendah mencegah
perpanjangan rantai asam dan menurunkan jumlah asam lemak yang terekstasi oleh methanol
dari mikrobakterium. Hanya kuman peka yang menyerap kuman peka ke dalam selnya, dan
ambilan ini merupakan proses aktif.
Pada sediaan farmasi isoniazid mengandung 50mg, 100 mg, 300 mg dan 400 mg per
tablet tetapi pada praktikum kali ini dilakukan pemberian dosis isoniazid sebesar 3 gram bb
manusia, 6 gram bb manusia, 9 gram bb manusia, 12 gram bb manusia dan 15 gram bb
manusia dengan tiap tablet mengandung 100 mg per tablet. Berdasarkan dosis pemberian

dapat diketahui bahwa dosis yang diberikan sangat toksik karena diberikan lebih besar dari
dosis maksimal pada manusia yaitu 100 mg sampai 400 mg per hari.
Pada dosis 4 yaitu 12 gram bb manusia mencit mengalami beberapa efek yaitu kejang
yang terjadi selama 30 detik pada mencit pertama dan untuk mencit ke 2 mengalami kejang 6
menit 30 detik setelah itu menyebabkan kematian pada mencit dalam kurang dari 28 menit
tetapi pada mencit kedua mengalami kematian pada menit ke 39 yang dimungkinkan
perbedaan pada pemberian dosis isoniazid.
Efek toksik yang ditimbulkan dari isoniazid seperti mengalami mual, muntah, anoreksia,
letih, lemah, gangguan saluran pencernaan, demam, ruam, diskrasia darah, psikosis, kejang,
sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, kekurangan vitamin B6, hiperglikemia,
asidosis metabolik tetapi dalam dosis besar dapat menimbulkan efek yang sangat fatal hingga
kematian.
Berdasarkan efek toksik tersebut dapat dilakukan penanganan dengan dilakukan
pemberian obat berdasarkan gejala yang ditimbulkan tetapi bisa dilakukan terapi seperti
pemijatan supaya syaraf yang mengalami gangguan bisa pulih kembali. Tetapi penanganan
tersebut tidak dapat dilakukan pada efek yang lebih hebat seperti pada kelebihan dosis yang
terlalu besar karena dosis tersebut padat merusak organ-organ didalam tubuh seperti hati,
ginjal, kejang bahkan kematian.
Isoniazid menghasilkan efek toksik akut dengan mengurangi brain piridoksal 5-fosfat ,
yang merupakan bentuk aktif dari vitamin B6 dan merupakan kofaktor penting bagi enzim
asam glutamat dekarboksilase. Hal ini menunjukan level yang rendah dari SSP gammaaminobutyric acid (GABA), yang merupakan inhibitor neurotransmitter, yang menyebabkan
aktivitas listrik tanpa hambatan dinyatakan sebagai kejang bahkan kematian.
Mual, muntah, bicara cadel, ataksia, sensorium depresi, koma, depresi pernapasan, dan
kejang dapat terjadi dengan cepat (biasanya dalam waktu 30-120 menit). Dalam Gap anion
asidosis metabolik (pH 6,8-6,9) sering terjadi setelah satu atau dua kejang, mungkin karena
untuk melepaskan asam laktat otot. Hal ini biasanya akan menghilang setelah aktivitas
kejang dapat dikendalikan. Kerusakan hati mungkin terjadi setelah overdosis akut, dan dapat
tertunda sampai beberapa hari. Hemolisis dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi
glukosa-6-fosfat (G6PD) dehidrogenase. Rhabdomyolysis dapat menjadi komplikasi pada
kejang berulang.
Piridoksin (vitamin B6) adalah antidot khusus dan biasanya berakhir dengan diazepamuntuk pengobatan kejang dan memperbaiki status mental. Diberikan minimal 5 g IV (lihat p
508) jika jumlah INH tertelan tidak diketahui, jika jumlah yang tertelan diketahui diberikan
pyridoksin setara gram INH yang tertelan. Pengobatan bersamaan dengan diazepam dapat
meningkatkan hasil. Jika piridoksin tidak tersedia, dosis tinggi diazepam (0,3-0,4 mg / kg)

efektif untuk status epileptikus. Pengobatan dengan Pyridoxine juga dapat mempercepat
resolusi asidosis metabolik
10. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Dalam dosis tinggi isoniazid dapat menimbulkan efek yang sangat berbahaya seperti
defisiensi vitamin B6, kejang bahkan kematian.
b. Proses penanganan pada keracunan isoniazid dapat dilakukan terapi seperti pemijatan
dan pemberian obat sesuai gejala yang ditimbulkan.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia.1995. Farmakologi

dan

Terapi

edisi

4.Jakarta: Gaya Baru. Hal. 598-600)


Robert S. Hoffman, MD, FAACT, FACMT. Manual-of-Toxicologic-Emergencies GoldFranks-2007 hal.476
Olson,et.al.1999. Poisoning and overdose drug. Appleton & lange stamford,connecticut
Vonoettingen.1958. Poisoning ( A Guide to Clinical Diagnosis and Treatment).London :
W.B.Sauders Company

You might also like