You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien lanjut usia merupakan pasien dengan resiko terjadinya injury selama
perawatan di rumah sakit, dan peningkatan kejadian yang tidak diinginkan yang
berhubungan dengan usia. Bagi banyak pasien lanjut usia, perawatan di rumah
sakit menyebabkan penurunan fungsi walaupun kondisi yang menyebabkan
perawatan tersebut diperbaiki atau disembuhkan. Pasien lanjut usia yang
mengalami kejadian yang tidak diinginkan atau distabilitas selama perawatan di
rumah sakit berhubungan kuat dengan prognosis yang buruk. Penyebab
banyaknya adalah kejadian iatrogenesis pada usia lanjut meliputi perubahan
fisiologis yang berhubungan dengan usia, penyakit kronik yang sering terjadi
secara konkomitan, dan presentasi penyakit yang atipikal pada populasi ini.
Sepertiga pasien mengalami penurunan pada minimal 1 aktivitas harian dan
peningkatan resiko jatuh, re-hospitalisasi, institusionalisasi, dan kematian.
Penyakit iatrogenik merupakan masalah serius dengan dampak sosial yang besar.
Insidennya sangat tinggi, mahal dan berpotensi menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Di Amerika Serikat, diperkirakan iatrogenik menjadi
penyebab 225.000 kematian tiap tahunnya, dan karenanya menjadi penyebab
kematian tersering ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi iatrogenik dan iatrogenesis !
2. Untuk mengetahui epidemiologi iatrogenik pada lansia !
3. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathogenesis iatrogenik pada lansia !
4. Untuk mengetahui cara pencegahan kasus iatrogenik pada lansia !

BAB II
PEMBAHASAN
1

2.1 Definisi Iatrogenesis


Berasal dari bahasa Yunani iatros yang berarti medis dan genes yang
berarti origin/asal, iatrogenik didefinisikan sebagai terjadinya efek negatif yang
disebabkan oleh prosedur medis. Iatrogenik seringkali disamakan dengan
kesalahan atau kelalaian, namun efek iatrogenik dan kesalahan medis
merupakan istilah yang bertolak belakang. Kesalahan merupakan hasil kelalaian
dan karenanya bertolak belakang dengan konsep medis, dimana efek iatrogenik
merupakan konsekuensi dari tindakan yang benar berdasarkan indikasi yang
tepat dan kriteria yang adekuat dan dapat diprediksi oleh seorang dokter. Ketika
seorang dokter (atau tenaga medis lain) dalam usahanya menyembuhan,
memperbaiki, atau mengobati pasien menimbulkan kelainan psikologis,
fungsional, atau organik dalam bentuk nyeri, penyakit atau gangguan, ia bersifat
iatrogenik. Jadi, penyakit iatrogenik didefinisikan sebagai tindakan medis,
terapetik, diagnostik, atau profilaksis apapun, yang secara tidak sengaja
menyebabkan gejala yang membutuhkan terapi, menyebabkan perawatan di
rumah sakit, meningkatkan lama rawat inap di rumah sakit, menyebabkan
ketidamampuan permanen atau perlukaan, atau mengarah pada kematian.
Kaskade iatrogenesis didefinisikan sebagai serangkaian perkembangan berbagai
komplikasi medis yang dapat dicetuskan oleh kejadian awal yang nampaknya
tidak berbahaya.
2.2 Epidemiologi
Kejadian iatrogenik memiliki insiden yang tinggi, beberapa studi
menunjukkan bahwa 3,7-17 % dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami kejadian iatrogenik. Pada 3 studi prospektif besar di bagian penyakit
dalam tahun 1980, 1986, dan 1993, melibatkan 815, 1176, dan 1549 pasien,
ditemukan insiden kejadian iatrogenik 36%, 25,1%, dan 14,7%. Studi terbaru
menunjukkan kejadian iatrogenik sebanyak 14-25% dari pasien diatas usia 65

tahun yang dirawat di bangsal penyakit dalam. Hampir sepertiga pasien memiliki
penyakit iatrogenik sebelum masuk rumah sakit dan 3-7% dari pasien masuk ke
rumah sakit dengan penyebab iatrogenik, meningkat menjadi 8% pada pasien
usia diatas 65 tahun. Kejadian iatrogenik juga merupakan penyebab penting
perawatan di ruang intersif dan penyebab masuk kembali ke rumah sakit.
2.3 Patofisiologi dan Patogenesis
Pasien usia lanjut memiliki kerentanan unik untuk mengalami kejadian
yang tidak diinginkan (adverse event), namun sampai saat ini alasan untuk
predisposisi khusus ini tetap tidak jelas. Satu penjelasan yang mungkin adalah
bahwa pasien yang lebih tua memiliki penyakit yang lebih kronis dan lebih
kompleks yang berkonstribusi terhadap peningkatan lama rawat dan karenanya
meningkatkan paparan terhadap prosedur yang dapat mengarah pada berbagai
komplikasi yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit. Sebagai
tambahan, faktor-faktor endogen seperti penurunan fungsi kognitif, fungsi renal
dan hepar bersama faktor-faktor eksogen seperti lingkungan rumah sakit, dapat
mempengaruhi kerentanan pasien lanjut usia terhadap kejadian yang tidak
diinginkan. Kaskade komplikasi lebih sering terjadi pada pasien tua dan dapat
menyebabkan penurunan fungsi lebih jauh karena kombinasi efek dari
penyakitnya sendiri, penurunan kondisi dan efek samping dari terapi.
Penyakit iatrogenik adalah akibat dari prosedur terapi dan diagnosis yang
diterima oleh pasien. Dengan berbagai macam jenis obat pada satu orang pasien
maka reaksi efek samping obat dapat terjadi. Dokter seharusnya mengambil
langkah yang tepat untuk mendeteksi dan mengatasinya. Salah satu prinsip dasar
yang disebutkan oleh hipokrates adalah jangan menyakiti. Gangguan iatrogenik
terjdi ketika efek samping dari regimen diagnosis atau terapi menyebabkan
sebuah kondisi patologis. Prosedur diagnostik (mekanik dan radiologis),
regiment terapi (obat, pembedahan, atau prosedur invasif lainnya), hospitalisasi
dapat menyebabkan gangguan iatrogenik.

Kerangka konsep umum didasarkan pada Quality Health Outcomes


Model (QHOM) dan kerangka efektivitas keperawatan yang digunakan oleh
Titler et al tahun 2006. Pada tahun 1998, The Expert Panel On Quality Health
Care Of The American Academy Of Nursing mempublikasikan QHOM sebagai
kerangka konsep untuk penelitian kualitas dan luaran, dan kerangka ini di
terapkan untuk mengerti kaskade iatrogenesis dengan lebih baik. Kaskade
iatrogenesis mencerminkan hubungan kompleks antara pasien dengan faktorfaktor presdiposisi dan/atau presipitasi yang berhubungan. Untuk menjadi
sindrom ini, menghilangkan atau menterapi hanya salah satu faktor biasanya
tidak cukup untuk mengeliminasi resiko, melainkan harus ditunjukkan pada
spektrum penuh dari kerentanan daan faktor presipitasi yang ada.
Dari beberapa studi yang telah dilakukan, terdapat beberapa predictor
penting untuk terjadinya iatrogenesis seperti usia tua, jumlah obat yang diminum
per hari, kondisi patologis yang berhubungan, kondisi medis yang buruk saat
masuk rumah sakit, gangguan fungsi ginjal dan penggunaan akses intravena.
Beberapa faktor resika lain yang diketahui menyebabkan kejadian iatrogenesis di
rumah sakit antara lain : masuk dari panti jompo atau rumah sakit lain, dan lama
rawat.
Dari sekian banyak tipe penyakit iatrogenik, yang paling sering
ditemukan adalah yang berhubungan dengan obat atau efek samping obat
(adverse drug reaction- ADR). ADR sering terjadi, membutuhkan biaya yang
tinggi dan pada beberapa kasus menyebabkan komplikasi yang berat. Pada
umumnya, pasien tidak mengetahui alasan, rincian, atau efek samping terapi
yang diterimanya. Obat-obatan yang dimaksud umumnya merupakan golongan
obat anti hipertensi (umumnya diuretik), obat-obat kardiovaskular (umumnya
digoksin dan digitalis, sampai 15%), NSAID (samapai 12%), agen hipoglikemi
(6-12%), antikoagulan (10-11%), antibiotik (mendekati 7%) dan obat-obat
neuropsikiatri. Kelaianan yang sering ditemukan berupa gangguan elektrolit
(termasuk dehidrai), gangguan metabolit/endokrin, gangguan gastrointestinal dan

hepar, gangguan kardiovaskular, kejadian neuro-psikiatri, gangguan hematologi


dan komplikasi infeksi dan perdarahan. Berdarkan definisi efek samping obat
tipe A dan B, ADR harus dapat diprediksi bila ingin dicegah. Pasien yang lebih
tua cenderung mengalami lebih banyak reaksi tipe A, dimana reaksi tipe B lebih
banyak terjadi pada pasien yang lebih muda. Dari studi yang telah dipublikasikan
16-50% ADR berat dan 22-80% dapat dicegah.
Tabel 1. Masalah iatrogenik yang sering ditemukan pada usia lanjut
Labeling yang berlebih
Dementia
Inkontinensia
Underdiagnosis
Istirahat di tempat tidur
Polifarmasi
Ketidaktergantungan yang dipaksakan
Gangguan lingkungan
Trauma transfer

Tabel 2. Tipe-tipe Efek Samping Obat (ADR)


Efek samping Kejadian yang tidak menyenangkan dan tidak disengaja,
obat

terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk


profilaksis, diagnosis, terapi atau modifikasi fungsi
fisiologis

(kelebihan

dosis

yang

disengaja

atau

penyalahgunaan obat dieksklusi)


Reaksi tipe A

Disebabkan

oleh

toksisitas

obat

yang

diketahui,

berhubungan dengan dosis dan efek farmakologis


(misalnya perdarahan disebabkan oleh warfarin)
Berpotensi untuk dicegah
Rekasi tipe B

Idiosinkrasi atau alergi


5

Reaksi yang umumnya terjadi pada penggunaan pertama


obat, tidak dapat diperkirakan dan karenanya tidak dapat
dicegah.

Peningkatan resiko efek samping obat pada pasien tua sebagian


disebabkan karena penurunan kemampuan memetabolisme obat, perubahan sifat
obat dan reseptor, dan sensitivitas jaringan yang berhubungan dengan usia dan
interaksi antar obat. Jendela terapetik (jarak antara dosis terapetik dan dosis
toksik) menyempit sejalan dengan usia. Karena respons terapi menurun,
kerentanan terhadap efek samping meningkat. Adanya gangguan metabolism
obat akan menyebabkan kadar obat yang tinggi dalam darah pada pemberian
dosis normal.

Labeling atau pemberian predikat overdiagnosis barangkali lebih


berbahaya dibandingkan kasus underdiagnosis. Tenaga medis dengan mudah
member label disorientasi sebagaidemensia atau gangguan kencing sebagai
inkontinensia, dimana kedua diagnosis ini akan menjadi indikasi kuat perawatan
pasien di panti werdha. Sayang sekali sebagian besar panti werdha tidaklah sama
dengan rumah atau rumah sakit yang mampu memberikan perhatian atau
perawatan dan pengobatan yang baik. Sebaiknya tenaga kesehatan turut

bertanggung jawab terhadap pasien dalam hal memastikan bahwa pasien


memang perlu dirawat di panti werdha tersebut memberikan perawatan yang
dibutuhkan pasien, serta mempersiapkan pasien secara komprehensif sebelum
dipindahkan ke panti werdha.
Istirahat di tempat tidur juga memiliki berbagai komplikasi potensial bagi
pasien usia lanjut, antara lain: nyeri akibat penekanan, penyerapan tulang,
hiperkalsemia, hipotensi postural, atelektasis dan pneumonia, tromboflebitis dan
tromboemboli, inkontinensia urin, konstipasi dan impaksi fekal, menurunnya
kekuatan otot, menurunnya aktifitas kerja fisik, kontraktur, serta depresi daan
kecemasan.
Hospitalisasi atau perawatan di rumah sakit telah terbukti menjadi salah
satu penyebab kejadian iatrogenik pada pasien usia lanjut. Delirium atau acute
cofusional state merupakan salah satu sindrom klasik geriatri yang diketahui
mengkomplikasi perawatan pasien usia lanjut di rumah sakit.

Pemasangan

kateter urin didapatkan meningkatkan resiko delirium. Walaupun tidak ada


penjelasan yang jelas bagaimana kateter urin meningkatkan insiden delirium, dua
mekanisme diperkirakan sebagai penyebabnya, sesuai dengan prinsip standar
geriatri: disabilitas yang berhubungan dengan dekondisi dan infeksi traktus
urinarius yang berhubungan dengann kateterisasi. Perawatan di rumah sakit
seringkali juga menyebabkan penurunan fungsi dan hilangnya kemampuan
merawat diri sendiri bagi pasien usia lanjut. Beberapa faktor resiko penurunan
fungsi pada pasien usia lanjut yang dirawat di rumah sakit meliputi usia: 75
tahun ke atas, hilangnya > 15 dari 21 poin pertama dari MMSE, ketergantungan
pada 2+ IADL saat masuk rumah sakit, ulkus dekubitus, ketergantungan fungsi
dasar dan riwayat aktivitas sosia yang rendah.
Infeksi nasokomial merupakan komplikasi iatrogenik lain yang sering
trjadi di rumah sakit, umumnya melibatkan traktur urinarius, traktus respiratorius

dan aliran darah (karena kateter intravena). Kolonisasi atau infeksi dengan
organism resisten atau oportunistik dapat menambah komplikasi lebih jauh.
Diagnosis seringkali sulit, terlambat atau tidak terdiagnosis sebagai
penyakit iatrogenik, dapat berasal langsung dari hubungan dokter-pasien atau
akibat agen yang digunakan untuk diagnostik, konsekuensi terapi, instrumental
(teknik) atau hal-hal yang berhubungan dengan obat.

Tabel 3. Akibat Buruk Masuk Rumah Sakit


a. Tindakan diagnostik
Kateterisasi jantung
Arteriografi
b. Tindakan pengobatan
Terapi intravena
Kateter urin
Selang nasogastrik
Dialysis
Transfusi
c. Obat-obatan
Kesalahan medikasi
Interaksi antar obat
Reaksi obat
Efek samping obat
d. Pembedahan
Anastesia
Infeksi
Gangguan metabolik
Malnutrisi
Hipovolemia
e. Infeksi nosokomial
Hipovolemia dan hipertensi
Metabolisme kalsium
Impaksi feses
Inkontinensia urin
tromboembolisme
f. Jatuh

2.4 Pencegahan

Intervensi untuk mencegah terjadinya kejadian iatrogenik meliputi :


a. Manajemen pelayanan: pimpinan pelayanan memfasilitasi komunikasi antara
praktisi medis, menyakinkan bahwa pelayanan yang dibutuhkan memang
diberikan. Pimpinan pelayanan dapat berupa kelompok dokter, meliputi
rencana kesehatan atau organisasi masyarakat atau pemerintah.
b. Tim interdispliner geriatri: mengevaluasi semua kebutuhan

pasien,

mengembangkan renaca pelayanan yang terkoordinasi, dan memberikan


pelayanan.
c. Konsultasi farmasi: seorang tenaga farmasi dapat membantu mencegah
terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh polifarmasi atau penggunaan obat
yang tidak tepat.
d. Unit pelayanan akut untuk lansia: unit ini berupa bangsal-bangsal di rumah
sakit dengan protocol yang menyakinkan bahwa pasien lansia secara seksama
dievaluasi untuk potensi masalah iatrogenik sebelum masalah terjadi dan
bahwa masalah-masalah tersebut diidentifikasi dan ditangani.

Tabel 4. Kunci-kunci untuk mencegah terjadinya penyakit iatrogenik


Masalah
Penyebab umum
Kunci penyegahan
iatrogenik
Efek
samping Polifarmasi,
obat

obat,
disposisi

interaksi Peresepan obat rasional, dosis


perubahan pemeliharan
obat

yang

dan rendah,

sensitivitas obat

lebih

membatasi

penggunaan obat psikoaktif,


hindari obat multiple yang
menginduksi

metabolism

hepar sitokrom P-450 atau


Jatuh/mobilisasi

terikat erat dengan albumin


Kelemahan otot tungkai, Nilai resiko jatuh saat masuk
hipotensi

postural, (penyakit

kronik

multiple,

dekondisi karena tirah disfungsi

kognitif,

baring lama, gangguan neuromuscular,


kognitif,

gangguan sensorik multipel), terapi fisik

sensorik

dan alat-alat bantu, modifikasi


lingkungan

Ulkus dekubitus

gangguan

antikoagulan

profilaksis
tekanan Nilai resiko ulkus dekubitus:

Imubilisasi,

menetap pada tulang, paresis,


kelembapan

disfungsi

berlebih, inkontinensia,

friksi dan gesekan

mobilisasi

kognitif,
manutrisi,

tiap

jam,

lembabkan kulit dengan krim,


koreksi

defisiensi

nutrisi,

matras bertekanan
Dehidrasi/ nutrisi Penyakit kronik yang Nilai status nutrisi saat masuk:
kurang

menyebabkan malnutrisi berat badan rendah, wasting,


kalori protein, asupan albumin

rendah,

kolestrol,

makanan buruk karena hemoglobin, monitor kalori


penyakit
anoreksia,

akut, dan

asupan

persiapan konsul

studi diagnostik

ahli

cairan

harian,

gizi,

cairan

intravena bila asupan oral


tidak adekuat, pertimbangkan

Infeksi

Transmisi

alimentasi enteral
Teknik cuci tangan yang baik,

nasokomial

mikroorganisme

sterilisasi

resisten/oportunistik

mempersempit

peralatan

medis,
spectrum 10

oleh alat atau pengasuk, antibiotic, waspada aspirasi,


penggunaan

antibiotic disinfeksi kulit sebelum insersi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit iatrogenik didefinisikan sebagai tindakan medis, terapetik,
diagnostik, atau profilaksis apapun, yang secara tidak sengaja menyebabkan
gejala yang membutuhkan terapi, menyebabkan perawatan di rumah sakit,
meningkatkan lama rawat inap di rumah sakit, menyebabkan ketidamampuan
permanen atau perlukaan, atau mengarah pada kematian. Kaskade iatrogenesis
didefinisikan sebagai serangkaian perkembangan berbagai komplikasi medis
yang dapat dicetuskan oleh kejadian awal yang nampaknya tidak berbahaya.
Gangguan iatrogenik terjdi ketika efek samping dari regimen diagnosis atau
terapi menyebabkan sebuah kondisi patologis. Prosedur diagnostik (mekanik dan
radiologis), regiment terapi (obat, pembedahan, atau prosedur invasif lainnya),
hospitalisasi dapat menyebabkan gangguan iatrogenik.

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Krishnan NR, Kasthuri AS. 2005. Iatrogenic disorderMJAFI, 61(1) : 2-6
tersedia di medind.nic.in/maa/t05/i1/maat05i1p2.pdf di akses tanggal 26
Maret 2016.
2. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta :
Interna Publishing

12

You might also like