You are on page 1of 19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A.

Latar Belakang

B.

Rumusan Masalah

C.

Tujuan 2

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN..................................................................3


3

A.

Definisi

B.

Epidemiologi 3

C.

Etiologi

D.

Patofisiologi

E.

Stadium

F.

Pathway

G.

Gejala Klinis 6

H.

Diagnosis

I.

Pemeriksaan Fisik

J.

Pemeriksaan Diagnostik/penunjang

K.

Komplikasi

L.

Therapy

6
6
7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................10


1.

Pengkajian

10

3.

Intervensi

11

ii

4.

Implementasi 16

5.

Evaluasi

16

BAB IV PENUTUP.....................................................................................17
A.

Kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................18

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media atau infeksi telinga tengah banyak dijumpai dimasyarakat, penyakit ini sangat
berkaitan erat dengan infeksi saluran pernapasan atas. Oleh karena itu otitis media banyak
ditemukan pada bayi dan anak. Hal ini disebabkan karena pada kelompok usia tersebut sangat
rentan terhadap infeksi saluran pernapasan atas, sehingga pertahanan tubuh terganggu dan
merupakaan masalah kesehatan yang utama. Karena lebih sering ditemukan pada bayi dan anakanak (Soepardi Efiaty Arsyad dan Nurbaiti Iskandar, 2001).
Otitis media akut (OMA) merupakan suatu infeksi akut pada mukosa telinga tengah yang
diikuti dengan pembentukan nanah (mukopus). Otitis media akut paling banyak terjadi karena
penyebaran infeksi lewat tuba Eustachius (rinogen), karena infeksi saluran pernafasan atas mukosa
tuba Eustachius odem sehingga fungsinya terganggu. Keadaan inilah yang mempermudah
masuknya kuman ke telinga tengah (Rukmini Sri, 2000).
Menurut Lawrence Green (1980) dikutip dalam Bet Smart (1997), faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya OMA dibagi menjadi tiga yaitu Faktor predisposisi (predisposing factors)
yakni dalam perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan), persepsi, faktor pendukung (enabling
factors) dalam sosial ekonomi, ketersedian waktu dan faktor pendorong (reinforcing factors) terdiri
dari sikap petugas, peran keluarga, emosi.
Pada pasien OMA apabila tidak mendapat penanganan yang baik akan mengakibatkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling berbahaya adalah penjalaran penyakit kearah
intrakranial seperti meningitis, karena dapat menyebabkan kematian. Sedangkan gangguan
pendengaran akibat OMA dapat memberikan kesulitan, misalnya sulit dalam mencari pekerjaan,
kesulitan dalam berkomunikasi dan kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu penanganan penyakit
yang dilakukan sedini mengkin akan dapat mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan
(Rukmini Sri, 2000). Untuk mencegah terjadinya komplikasi di atas perlu mengenal tanda, gejala
kekambuhan dan juga perilaku tentang kebersihan telinga supaya terhindar dari terjadinya
komplikasi.

i1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah laporan pendahuluan pada pasien dengan Otitis Media Akut (OMA)?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Otitis Media Akut (OMA)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui laporan pendahuluan pada dengan Otitis Media Akut (OMA).
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Otitis Media Akut (OMA).

i2

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 1999).
OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah (Mansjoer,
2001).
OMA adalah infeksi atau inflamasi (peradangan) di telinga tengah.
B. Epidemiologi
Otitis Media Akut (OMA) pada anak-anak sering kali disertai infeksi pada saluran pernapasan atas.
Pada penelitian Zackronik dkk di Arab Saudi tahun 2001 terhadap 112 pasien infeksi saluran
pernapasanatas (ISPA) (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya Otitis Media berusia 1 tahun sekitar 62% sedangkan anak-anak
berusia 3 tahun sekitar 83% (Zackzouk,2001). Di Amerika Serikat diperkirakan 75% anak mengalami
minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode
sebelum usia 10 tahun. Insiden OMA tertinggi terjadi pada usia 2 tahun pertama kehidupan dan yang
kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk sekolah (Abidin,2008).
Puncak usia anak mengalami OMA didapatkan pada pertengahan tahun pertama sekolah, di Swedia
mendapatkan 16.611 anak penderita OMA dan didapatkan anak usia 7 tahun dengan prevalensi
terbanyak. Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa factor, antara lain usia <5 tahun,
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bulan terakhir), infeksi pernafasan,
perokok, dan laki-laki (Abidin, 2008; Cassellbrent, 2005).
C. Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang
normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis,
hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik (eg: rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai

i3

organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus


pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
D. Patofisiologi
OMA sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang
menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut.
Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sel-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya
terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran
di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya.
E. Stadium
1.Stadium oklusi tuba eustachius
a.Terdapat gambaran retraksi membran timpani
b.
Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat
c.Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus
2.Stadium hiperemis
a.Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat
3. Stadium supurasi
a.Membran timpani menonjol ke arah luar
b.
Sel epitel superfisila hancur
c.Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani
d.
Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah
hebat
4. Stadium perforasi
a.Membran timpani ruptur
b.
Keluar nanah dari telinga tengah
c.Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak
5. Stadium resolusi
a.Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali
i4

b.
Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering
c.Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.
F. Pathway
infeksi saluran napas

Kurang
Pengetahuan

menyebar ke telinga tengah


bakteri masuk

Nyeri Akut

peradangan / infeksi

Hipertermi

Pembengkakan
Sel darah putih menyerang
Penumpukan nanah dan lendir

Kecemasan

Gangguan pendengaran sementara

Perubahan Sensori Persepsi


G. Gejala Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Biasanya gejala awal
berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang
bersifat sementara. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit. Gendang telinga
mengalami peradangan yang menonjol. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu
berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
H. Diagnosis
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga tengah dengan otoskop.

i5

2. Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut :


a. Penyakitnya muncul mendadak (akut).
b. Ditemukannya tanda efusi (pengumpulan cairan) di telinga tengah.
Berikut tanda-tanda terjadi efusi :
1) Menggembungnya gendang telinga.
2) Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga.
3) Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga.
c. Adanya tanda-tada gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya
salah satu tanda berikut :
1) Kemerahan pada gendang telinga
2) Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
I. Pemeriksaan Fisik
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan di daerah telinga,dengan menggunakan senter ataupun
alat-alat lain nya apakah ada cairan yang keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan
jumlah.apakah ada tanda-tanda radang.
1. Kaji adanya nyeri pada telinga
2. Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
3. Dada / thorak
4. Jantung
5. Perut / abdomen
6. Genitourinaria
7. Ekstremitas
8. Sistem integumen
9. Sistem neurologi
10. Data pola kebiasaan sehari-hari
J. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
1. Pemeriksaan dengan atoskop (alat untuk memeriksa liang-liang gendang telinga dengan jelas).
2. Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga
menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
3. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang
dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan
udara. Untuk melihat berkurangnya atau tidak ada sama sekali gerakan gendang telinga.
4. Timpanogram : untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran timpani.
5. Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari telinga tengah
melalui membran timpani).

i6

K. Komplikasi
1. Komplikasi yang serius adalah :
a. Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis).
b. Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
c. Kumpulan pada wajah.
d. Tuli
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
1. Sakit kepala
2. Tuli yang terjadi secara mendadak
3. Vertigo (perasaan berputar)
4. Demam dan menggigil
L. Therapy
OMA umurnya adalah penyakit yang sembuh dengan sendirinya dalam 3 hari tanpa antibiotic
(80% OMA). Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau terjadi perburukan gejala, antibiotic
diberikan. American Academic of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi
harus segera di terapi dengan antibiotic sebagai berikut :
Usia

Diagnosis Pasti

Diagnosis
Meragukan

< 6 Bulan

Antibiotik

6 bulan 2 tahun

Antibiotik

Antibiotik
Antibiotik jika gejala
berat, observasi jika
gejala ringan.

2 tahun

Antibiotik jika gejala berat,

Observasi

observasi jika gejala ringan.

Gejala ringan

: nyeri telinga ringan dan demam < 39oC dalam 24 jam terakhir.

Gejala berat : nyeri telinga sedang berat / demam 39oC.


Diobati dengan antibiotik per-oral, yaitu dengan :
1. Amoxilin, atau penisilin dosis tinggi untuk penderita dewasa.
2. Phenilephrine (dalam obat flu) dapat membuka tuba eustachius.

i7

3. Jika nyeri menetap atau hebat, demam, muntah, atau diare, dan tau jika genang telinga
menonjol. Dilakukan miringotomi.
4. Terapi bergantung stadium penyakit.
a. Stadium Oklusi
1) Untuk membuka kembai tuba eustachius, agar tekanan di telinga tengah hilang.
2) Obat tetes telinga HCl efedrin 0,5% (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam
fisiologis (anak > 12 tahun dan dewasa).
3) Antibiotik jika penyebabnya kuman.
b. Stadium Presupurasi
1) Diberikan antibiotik, (golongan penisilin / eritromisin) tetes hidung, analgesik.
2) Miringotomi jika, membran timpani sudah terlihat hiperemis difus.
3) Pada anak diberikan ampisilin 4 x 40 mg/ kg BB/ hari, amoxilin 4x40mg/kgBB/hari,
atau eritromisin 4 x 40 mg/kg BB/hari.
c. Stadium peforasi
1) Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari dan antibiotik adekuat sampai 3 minggu.
d. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan terjadi ruptus.
e. Stadium Resolusi
Bila tidak terjadi perbaikan/ pemulihan/ kesembuhan berikan antibiotik dilanjutkan
sampai 3 minggu.

i8

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

2.

Sakit telinga/nyeri
Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
Tinitus
Perasaan penuh pada telinga
Suara bergema dari suara sendiri
Bunyi letupan sewaktu menguap atau menelan
Vertigo, pusing, gatal pada telinga
Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
Reflek kejut
Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
Tipe warna 2 jumlah cairan
Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi.
Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses inflamasi.


b. Hipertermi yang berhubungan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
c. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi ditandai dengan
distorsi pendengaran.
d. Cemas berhubungan dengan ketidakseimbangan sensori ditandai dengan keluarnya cairan dari
telinga.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan ditandai dengan mengikuti
intruksi tidak akurat.
3. Intervensi

No.

Dx.

Tujuan dan KH

Intervensi

i9

Rasional

Dx. 1

Setelah diberikan

- Teliti keluhan nyeri,

Nyeri merupakan

asuhan keperawatan

catat intensitasnya

pengalaman

diharapkan nyeri

(skala), karakteristiknya

subyektif dan harus

yang dirasakan klien

dijelaskan oleh

berkurang, dengan

pasien. Identifikasi

KH: Klien

karakteristik nyeri

mengungkapkan

dan factor yang

bahwa rasa nyeri

berhubungan

berkurang. Klien

merupakan suatu

mampu melakukan

hal yang mat

metode pengalihan

penting untuk

suasana.

memilih intervensi
yang cocok dan
untuk
mengevaluasi
keefektifan dari
terapi yang
diberikan
-Mengurangi nyeri
- Kompres dingin di

karena rasa nyeri

sekitar area telinga

teralihkan oleh rasa


dingin disekitar area
telinga.

-Atur posisi klien

-Posisi yang sesuai


akan membuat klien
merasa lebih nyaman.

-Beri aspirin/analgesik
sesuai instruki, beri

i10

-Analgesik merupakan

sedatif sesuai indikasi

pereda nyeri yang


efektif pada pasien
untuk mengurangi

-Ajarkan Klien untuk


mengalihkan suasana

sensasi nyeri dari

dengan melakukan

dalam.
-Metode pengalihan

metode relaksasi seperti

suasana dengan

menarik nafas panjang.

melakukan relaksasi
bisa mengurangi nyeri
yang diderita klien

Dx. 2

Setelah diberikan

-Pantau suhu tubuh ;

-Suhu 38,9oC 41,1oC

asuhan keperawatan

perhatikan menggigil.

menunjukan proses

diharapkan suhu

penyakit infeksius

tubuh klien dalam

akut.Menggigil sering

batas normal,

mendahului puncak

dengan KH: Suhu

suhu.

tubuh klien 36oC


37,5oC

-Suhu ruangan /jumlah


-Pantau suhu lingkungan,
batasi/tambahkan linen
tempat tidur sesuai
indikasi.

selimut harus diubah


untuk
mempertahankan suhu
mendekati normal
-Dapat membantu

-Berikan kompres mandi

mengurangi

hangat,hindari

demam,catatan :

i11

penggunaan alkohol.

penggunaan alkohol
mungkin
menyebabkan
kedinginan,peningkata
n suhu secara aktual.

- Berikan antipiretik
(mis: paracetamol)

- Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya

Dx.3

Setelah diberikan

-Observasi tanda-tanda

pada hipotalamus.
-Diagnosa dini

asuhan keperawatan

awal kehilangan

terhadap keadaan

diharapkan persepsi / pendengaran yang lanjut.

telinga atau terhadap

sensoris klien

masalah-masalah

membaik, dengan

pendengaran rusak

KH:

secara permanen.

Klien akan
mengalami
peningkatan

-Instruksikan klien untuk

-Apabila penyebab

persepsi/sensoris

menggunakan teknik-

pokok ketulian tidak

pendengaran sampai

teknik yang aman

progresif, maka

pada tingkat

sehingga dapat mencegah pendengaran yang

fungsional.

terjadinya ketulian lebih

tersisa sensitif

jauh.

terhadap trauma dan


infeksi sehingga harus
dilindungi.

-Instruksikan klien untuk

-Penghentian terapi

menghabiskan seluruh

antibiotika sebelum

dosis antibiotik yang

waktunya dapat

i12

diresepkan (baik itu

menyebabkan

antibiotik sistemik

organisme sisa

maupun lokal).

berkembang biak
sehingga infeksi akan
berlanjut.

-Ajarkan klien untuk

-Keefektifan alat

menggunakan dan

pendengaran

merawat alat

tergantung pada tipe

pendengaran secara tepat. gangguan/ketulian,


pemakaianserta
perawatannya yang
tepat.

Dx.4

Setelah diberikan

-Pahami rasa takut atau

-Perasaan adalah nyata

asuhan keperawatan

ansietas klien

dan membatu pasien

diharapkan klien

untuk terbuka

memahami dan

sehingga dapat

mendiskusikan rasa

mendiskusikan dan

takut, dengan KH:

menghadapinya.

klien menunjukkan
relaksasi dan

- Kaji tingkat bahaya

-Respon individu

melaporkan

bagi pasien dan tingkat

dapat bervariasi

berkurangnya

ansietas dengan

tergantung pada pola

ansietas ketingkat

mengamati tingkah laku

kurtural yang

yang dapat diatasi.

seperti tangan yang

dipelajari. Persepsi

mencengkram, alis yang

yang menyimpang

berkerut

dari situasi mungkin


dapat memperbesar

i13

perasaan.
- Observasi isi dan pola

-Menyediakan

pembicaraan : cepat atau

petunjuk mengenai

lambat, tekanan, kata-

faktor-faktor seperti

kata yang digunakan.

tingkat ansietas,
kemampuan untuk
memahami kerusakan

Dx.5

Setelah diberikan

-Tinjau proses penyakit

otak
-Memberikan

asuhan keperawatan

dan harapan masa depan

pengetahuan

dasar

diharapkan klien

dimana pasien dapat

menunjukan

membuat pilihan.

pemahaman akan
proses penyakit dan

-Berikan informasi

prognosis, dengan

mengenai terapi obat

KH: Klien mulai

obat, interaksi,efek

melakukan

samping dan pentingnya

perubahan gaya

ketaatan pada program.

hidup yang

-Meningkatkan
pemahaman dan
meningkatkan kerja
sama dalam proses
penyembuhan dan
mengurangi resiko
kambuhnya

diperlukan.

komplikasi.
-Tinjau perlunya
kesehatan pribadi dan
kebersihan lingkungan.

-Membantu
mengontrol pemajanan
lingkungan dengan
mengurangi jumlah
bakteri patogen yang
ada.

i14

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

5. Evaluasi
a. Dx.1 : Rasa nyeri klien berkurang.
b. Dx.2 : Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36-37,50C).
c. Dx.3 : Klien mengalami peningkatan persepsi sensori pendengaran.
d. Dx.4 : Rasa cemas klien berkurang.
e. Dx.5 : Klien mempunyai pemahaman akan proses penyakit dan prognosis.

i15

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah
tersumbatnyasaluran/tuba eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibatinfeksi
bakteri yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada anak juga
dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.
Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain: StadiumHiperemi, Oklusi,
Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi dari OMA juga tergantung pada
letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga berdasar pada stadium yang dialami
klien. Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami
oleh klien, antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), hipertermi, perubahan sensori persepsi
pendengaran, kecemasan dan kurang pengetahuan.

i16

DAFTAR PUSTAKA

Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi III, Jakarta: FKUI.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:
EGC.
Doenges E. Marylin dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Pedoman

Diagnosis

dan

Terapi,

Lab/UPF

Ilmu

Penyakit

Telinga,

Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya


Rukmin, Sri dan Sri Herawati. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Jakarta : EGC.

i17

Hidung

dan

You might also like