Professional Documents
Culture Documents
SISTEM INDERA
DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
Cyntia
Deah Karina Saputri
Eka Hariza Agustina
Julie Puspita Sari
Lisa Rahmatul Husna
Nadya Liza Kasinger
Ririn Safitri
Rizky Amelia
Tingkat : II A
Dosen Pengampu : Ns. Lukman,S.Kep.,M.Kep
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada
dosen pengampu Ns.Lukman,S.Kep.,M.Kep yang telah banyak membimbing
kami hingga makalah ini selesai dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih
untuk teman-teman tingkat 2A yang juga turut membantu.
Saran dan kritik yang membangun diperlukan dalam perbaikan makalah
ini.
Palembang,
Maret 2016
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sistem Indera .................................................................................... 3
2.3 Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera ......................................... 5
2.2.1 Mata ..................................................................................................... 5
2.2.2 Telinga ................................................................................................ 14
2.2.3 Hidung ................................................................................................... 19
2.2.4 Lidah ..................................................................................................... 22
2.2.5 Kulit ..................................................................................................... 23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 27
3.2 Saran .............................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA.. 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gangguan persepsi sensori merupakan permasalahan yang sering
ditemukan seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat dan
tidak terduga. Pertambahan usia, variasi penyakit, dan perubahan gaya hidup
menjadi faktor penentu dalam penurunan sistem sensori. Seringkali gangguan
sensori dikaitkan dengan gangguan persepsi karena persepsi merupakan hasil dari
respon stimulus (sensori) yang diterima.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus
eksternal,
juga
pengenalan
dan
pemahaman
terhadap
sensoris
yang
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas diperoleh beberapa tujuan penulisan, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi sistem indera
2. Untuk mengetahui pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem indera
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Sensori merupakan stimulus, baik secara internal maupun eksternal yang
masuk melalui organ sensori berupa indra. Sistem sensori berperan penting dalam
hantaran informasi ke sistem saraf pusat mengenai lingkungan sekitarnya (Wilson
& Hartwig, 2002 dalam Price & Wilson, 2002). Sistem sensori lebih kompleks
dari sistem motorik karena modal dari sensori memiliki perbedaan traktus, lokasi
yang berbeda pada medulla spinalis (Smeltzer & Brenda, 1996) sehingga
pengkajiannya dilakukan secara subyektif dan penguji dituntut untuk mengenali
penyebaran saraf perifer dari medulla spinalis.
Pengkajian sistem sensori difokuskan pada bentuk subyektif dikarenakan
sistem sensori memiliki hubungan erat dengan persepsi. Persepsi merupakan
kemampuan mengidentifikasi sesuatu melalui proses mengamati, mengetahui, dan
mengartikan stimulus yang diterima melalui indra. Untuk itu, data subyektif yang
diterima berdasarkan persepsi individu dapat menentukan kenormalan dari sistem
sensori tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sensori adalah sebagai berikut.
1. Usia
a) Bayi memiliki jalur saraf yang belum matang sehingga tidak bisa membedakan
stimulus sensori.
b)
8. Tingkat kebisingan
Paparan kostan pada tingkat kebisingan tinggi mengakibatkan penurunan
pendengaran.
Pemeriksaan fisik pada sistem sensori berfokus pada fungsi neurologisnya
klasifikasi dari pemeriksaan fisik sistem sensori didasarkan pada organ sensori
berupa sistem indra. Sistem indra yang dikenal berupa pancaindra, yaitu:
1. Indra penglihatan (visual)
2. Indra pendengaran (auditori)
3. Indra perabaan (taktil)
4. Indra penciuman (olfaktori)
5. Indra pengecap (gustatory)
Adanya pemeriksaan fisik sistem sensori bertujuan sebagai berikut.
1. Menentukan derajat gangguan sensori dalam hubungannya dengan
gangguan gerak
2. Sebagai acuan untuk re-edukasi sensori
3. Mencegah terjadinya komplikasi sekunder
4. Menyusun sasaran dan rencana terapi (Pudjiastuti & Utomo, 2002)
2.2
2.2.1
Mata
A.
1.
ketajaman
penglihatan,
keadaan
saat
nyeri
timbul,
upaya
Tanaykan pada klien tentang penggunaan obat mata yang dijiaul bebas
Evaluasi gaya hidup klien, jenis pekerjaan, aktivitas hiburan, dan olahraga.
Tanaykan apakah masalah oftalmik yang dilaporkan mengganggu fungsi yang
biasa dilakukan.
Kaji bagaimana klien menghadapi masalah tersebut.
Tanyakan perasaan klien yang berhubungan dengan gangguan visual untuk
mengkaji keefektifan teknik koping klien.
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan klien tentang masalahnya untuk pemenuhan edukasi.
Gangguan pada mata dapat disebabkan oleh:
1. Gangguan di depan retina (gangguan pada media refrakta)
Media refrakta adalah bagian yang dipakai untuk membentuk bayangan
yang jelas pada retina. Media refrakta terdiri atas:
a. Kornea
Jika terdapat gangguan pada kornea, misal: keratitis (radang pada
kornea yang dapat menyebabkan kekeruhan pada kornea) maka dapat
mengganggu penglihatan.
b. Humor aquos
Jika pada humor aquos terdapat darah, maka cahaya tidak dapat
dihantarkan dengan baik.
c. Lensa kristalina
Kekeruhan pada lensa dapat mengganggu penglihatan
d. Corpus vitreum
Kekeruhan pada corpus vitreum dapat mengganggu penglihatan
2. Gangguan pada retina
Misal:
o Retinitis
o Kornea lepas dari dindingnya
7
lakukan uji penglihatan dalam ruangan yang cukup tenang, tetapi anda
jarak 6 meter
pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.
mata kiri responden ditutup dengan penutup mata atau telapak tangan
bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu
snellen atau kartu e maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis
03/060).
hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060),
bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060). Bila belum juga terlihat
Selanjutnya, uji fungsi visual, termasuk ketajaman penglihatan jarak dekat dan
jarak jauh, persepsi warna dan penglihatan perifer.
1
uji setiap mata secara terpisah dengan terlebih dahulu menutup satu
mata dan kemudian mata yang lain dengan kartu buram berukuran 3 x
5 atau penutup mata. Setelah itu, uji penglihatan binokular klien
dengan meminta klien membaca gambar dengan kedua mata terbuka.
Klien yang normalnya memakai lensa korektif untuk penglihatan jarak
Uji penglihatan jarak dekat klien dengan memegang grafik snellen atau
kartu dengan kertas koran berukuran 30,5 sampai 35,5 cm di depan mata
klien, klien yang normalnya memakai kacamata baca harus memakainya
untuk uji ini. Seperti pada penglihatan jarak jauh, uji setiap mata secara
terpisah dan kemudian bersamaan.
3
hidung klien.
minta klien untuk memperhatikan objek tersebut pada saat dan
menggerakkannya searah jarum jam melewati enam posisi kardinalmedal superior, lateral superior, lateral, lateral inferior, dan medial-
mata kanan yang tidak ditutp akan adanya gerakan atau berputar-putar.
kemudian, lepas kertas dari mata kiri. Mata harus tetap diam dan
berfokus pada objek, tanpa bergerak atau berputar-putar. Ulangi proses
tersebut dengan mata kanan.
10
anda sejajar dengan mata klien. Minta klien menatap lurus ke depan.
tutupi satu mata anda dengan kertas buram atau tangan anda dan minta
kien untuk menutup matanya yang tepat bersebrangan dengan mata
Reflek pupil
- pasien disuruh melihat jauh
- setelah itu pemeriksa mata pasien di senter / diberi cahaya dan lihat
apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
11
perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena
penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh
bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea
disentuh
fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan
runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata
yang tidak sakit.
Hasil
pemeriksa.
ibu jari memegang margo, telunjuk memegang kelopak bagian atas dan
adanya opasitas.
kemudian, lihat retina, menggunakan lensa negatif yang kuat. Cari
pembuluh darah retina dan ikuti pembuluh darah tersebut ke arah
hidung klien, rotasi selektor lensa untuk menjaga agar pembuluh darah
tetap dalam fokus. Karena fokus tergantung pada anda dan status
refraktif klien maka diopter lensa berbeda-beda untuk sebagian besar
klien. Periksa dengan cermat seluruh struktur retina, termasuk
pembuluh darah retina, diskus optikus, latar belakang retina, makula
dan fovea.
periksa pembuluh darah dan struktur retina untuk warna, perbandingan
ukuran arteri dan vena, refleks cahaya arteriol, dan persilangan
13
terbuka.
periksa jumlah, posisi atau letak mata
periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna
periksa adanya glaukoma kongenital, mulanya akan tampak sebagai
retina.
periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman
2.2.2
Telinga
A. Pengkajian Sistem Indera Pendengaran
persepsi
pasien
dimana
dirinya
atau
lingkungan
15
Normal: 6-8 m
- Interpretasi Hasil:
o
18
Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras: tidak ada
lateralisasi
- Interpretasi Hasil:
o
Sama: normal
2.2.3
Hidung
Proses inflamasi
Proses inflamasi
21
endokrin
seperti
diabetes
mellitus,
hipotiroidisme,
maupun
mengidentifikasi
adanya
gangguan
penciuman
diperlukan
pemeriksaan fisik untuk menentukan sensasi kualitatif dan ambang batas deteksi.
22
Uji ini menggunakan pena penghasil bau-bauan. Penba ini dipegang dalam jarak
sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk mengkaji persepsi bau pasien secara
kasar.
b.
Metode ini menggunakan kartu yang memiliki 3 bau untuk menguji penciuman
secara kasar.
d.
23
Lidah
24
2.2.5
Kulit
25
Uji sensasi nyeri dan sentuhan terbagi menjadi 2 macam, yaitu nyeri
superficial (tajam-tumpul) dan nyeri tekan.
1)
Nyeri superficial
Merupakan metode uji sensasi dengan menggunakan benda yang
memiliki 2 ujung, yaitu tajam dan tumpul. Benda tersebut dapat berupa
peniti terbuka maupun jarum pada reflek hammer. Pasien dalam keadaan
mata terpejam saat dilakukan uji ini dan dilakukan pengkajian respon
melalui pertanyaan apa yang anda rasakan? dan membandingkan sensasi
2 stimulus yang diberikan. Apabila terjadi keraguan respon maupun
kesulitandan ketidakmampuan dalam membedakan sensasi, maka hal ini
mengindikasikan adanya deficit hemisensori berupa analgesia, hipalgesia,
maupun hiperalgesia pada sensasi nyeri. Sedangkan gangguan pada sensasi
sentuhan berupa anestesia dan hiperestesia.
2)
Nyeri tekan
terindikasi gangguan sensasi nyeri. Hal ini dikarenakan pathways dari indra nyeri
dan suhu saling berbuhungan. Metode ini menggunakan gelas tabung yang berisi
air panas dan dingin. Pasien diminta untuk membedakan sensasi suhu yang
dirasakan tersebut. Apabila pasien tidak dapat membedakan sensasi,maka pasien
dapat diindikasikan mengalami kehilangan slove and stocking (termasuk dalam
gangguan neuropati perifer).
26
c.
Uji sensasi taktil dilakukan dengan menggunakan sehelai dawai (senar) steril atau
dapat juga dengan menggunakan bola kapas. Pasien yang dalam keadaan mata
terpejam akan diminta menentukan area tubuh yang diberi rangsangan dengan
memberikan hapusan bola kapas pada permukaan tubuh bagian proksimal dan
distal. Perbandingan sensitivitas dari tubuh proksimal dan distal akan menjadi
tolak ukur dalam menentukan adanya gangguan sensori. Indikasi dari gangguan
sensori pada uji sensasi taktil ini berupa hyperestetis, anastetis, dan hipestetik.
d.
Uji ini dilakukan dengan menggenggam sisi jari pada kedua tungkai yang
disejajarkan dan menggerakkannya ke arah gerakan jari. Namun yang perlu
diperhatikan adalah menghindari menggenggam ujung dan pangkal jari atau
menyentuh jari yang berdekatan karena lokasi sensasinya mudah ditebak
(memberikan isyarat sentuh). Pasien yang dalam keadaan mata terpejam diminta
untuk menentukan lokasi jari yang digerakkan.
Selain itu, uji ini juga dapat dilakukan dengan menguji posisi sensasi di sendi
metakarpalia palangeal untuk telapak kaki besar. Orang muda normal memiliki
derajat diskriminasi sebesar 1 sampai 2 derajat untuk gerakan sendi distal jari dan
3 sampai 5 derajat untuk kaki besar.
e.
Uji sensasi vibrasi dilakukan menggunakan garpu tala frekuensi rendah (128 atau
256 Hertz) yang diletakkan pada bagian tulang yang menonjol pada tubuh pasien.
Kemudian pasien diminta untuk merasakan sensasi yang ada dengan memberikan
tanda bahwa ia dapat merasakan sensasi getaran. Apabila pasien masih tidak bisa
merasakan sensasi getaran, maka perawat menaikkan frekuensi garputala sampai
pasien dapat merasakan sensasi getaran tersebut. Pasien muda dapat merasakan
getaran selama 15 detik di ibu jari kaki dan 25 deti di sendi distal jari. Sedangkan
pasien usia 70 tahun-an merasakan sensasi getaran masing-masing selama 10
detik dan 15 detik.
27
f.
2.
Stereognosis
Diskriminasi 2 titik
Ekstinksi
28
Ekstinksi merupakan salah satu uji sensori yang menggunakan metode sentuhan
pada kedua sisi tubuh. Uji ini dilakukan pada saat yang sama dan lokasi yang
sama pada kedua sisi tubuh, misalnya lengan bawah pada kanan dan kiri lengan.
Apabila pasien tidak bisa menggambarkan jumlah titik lokasi sentuhan (biasanya
psien hanya merasakan satu sensasi), maka dapat dipastikan pasien teridentifikasi
adanya lesi sensoris.
e.
Lokalisasi titik
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
29
3.2 Saran
Perawat hendaknya dapat mempraktekkan dan menguasai teknik dalam
pemeriksaan fisik sistem indera agar dapat menentukan tindakan asuhan
keperawatan secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
http://kurniasariwika1.blogspot.co.id/2012/05/pengkajian-fisik-pada-sistem
sensori.html (diakses tanggal 17 Maret 2016).
30
https://alvivo23.wordpress.com/2012/06/04/pemeriksaan-fisik-sistem-sensori/
(diakses tanggal 17 Maret 2016).
fk.unand.ac.id/images/BLOK_3.6_update.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).
http://dokumen.tips/documents/pemeriksaan-fisik-sistem-indera.html (diakses
tanggal 17 Maret 2016).
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/MP_PEMERIKSAAN%20FISIK
%20TELINGA_NEW.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaanfisik-dasar.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).
31