You are on page 1of 6

3.

Pelanggaran HAM dalam Bidang Kesehatan


Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 tahun 1999, pelanggaran hak asasi manusia adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.1
Pelanggaran HAM adalah suatu kegiatan, peristiwa, maupun aktivitas yang terjadi atas
seorang manusia dengan perlakuan yang tidak pantas atau memperlakukan manusia layaknya
bukan sebagai manusia. Contoh kasus pelanggaran hukum HAM dalam bidang kesehatan
adalah
a. Aborsi
Aborsi menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di
Indonesia adalah tindakan mengugurkan atau mematikan kandungan yang
dilakukan dengan sengaja oleh seoarang wanita atau orang yang disuruh
melakukan untuk itu. Wanita hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil
atas kehendaknya ingin mengugurkan kandungannya, sedangkan tindakan
yang menurut KUHP dapat disuruh untuk membantu melakukan aborsi adalah
tabib, bidan atau juru obat .

Kata abortion dalam Blakss Law Dictionary, yang diterjemahkan menjadi aborsi
dalam bahasa Indonesia mengandung arti: The spontaneous or articially induced
expulsion of an embrio or featus. As used in illegal context refers to induced abortion.
Keguguran dengan keluarnya embrio atau fetus tidak semata-mata karena terjadi secara
alamiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan (provokasi)
manusia.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aborsi adalah terpencarnya
embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau
aborsi bisa didefinisikan pengguguran janin embrio setelah melebihi masa dua bulan
kehamilan. Menurut perspektif medis aborsi adalah penghentian kehamilan setalah

tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus) sebelum usia janin
(fetus) mencapai 20 minggu.2
Abortus provocatus adalah istilah latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum, yang artinya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan
kandungan dalam rahim seorang wanita hamil. Berbeda dengan abortus spontaneous
yaitu kandungan seorang wanita hamil yang gugur secara spontan. Untuk itu perlu
dibedakan antara pengguguran kandungan dan keguguran. Pengguguran kandungan
dilakukan dengan sengaja, sedangkan keguguran terjadi tidak disengaja. Untuk
menunjukkan pengguguran kandungan, istilah yang sering digunakan sekarang adalah
aborsi.2
Abortus provocatus meliputi Abortus provocatus medicalis, yaitu penghentian
kehamilan (terminasi) yang disengaja karena alasan medis. Praktek ini dapat
dipertimbangkan, dapat dipertanggung-jawabkan, dan dibenarkan oleh hukum dan
abortus provocatus criminalis, yaitu penghentian kehamilan atau pengguguran yang
melanggar kode etik kedokteran.2
Angka kejadian keguguran secara nasional adalah 4%. Dari semua kejadian
keguguran, ada 6,54% di antaranya aborsi. Aborsi lebih besar dilakukan oleh ibu berusia
di atas 35 tahun, berpendidikan tamat SMA, tidak bekerja dan tinggal di perkotaan. Cara
yang dominan digunakan untuk menghentikan kehamilan adalah kuret. Jamu, pil dan
suntik merupakan tindakan alternatifnya. Terkait dengan kejadian kehamilan yang tidak
direncanakan, kasus yang ditemukan berkisar antara 1,6% dan 5,8%. Dari semua kejadian
kehamilan tidak direncakan, 6,71% di antaranya sengaja digugurkan. Berdasarkan
karakteristik, aborsi banyak dilakukan oleh ibu berusia di atas 35 tahun, berpendidikan
SD, tidak bekerja, dari status sosial ekonomi kuatil ke 2 dan tinggal di perkotaan. Aborsi.
Dilakukan secara sendiri dengan jamu dan pil.3
b. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak
asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk
diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman

untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan


hukum dalam lingkup rumah tangga.4
Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (UU PKDRT) tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik.
Kekerasan domestik sebetulnya tidak hanya menjangkau para pihak dalam
hubungan perkawinan antara suami dengan istri saja, namun termasuk juga
kekerasan yang terjadi pada pihak lain yang berada dalam lingkup rumah
tangga. Pihak lain tersebut adalah 1) anak, termasuk anak angkat dan anak
tiri; 2) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri
dan anak karena hubungan darah, perkawinan (misalnya: mertua, menantu,
ipar dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam
rumah tangga serta 3) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut.

Laporan Komnas Perempuan menunjukkan data kasus yang terus


meningkat dari tahun ke tahun. Sebesar 3160 kasus di tahun 2002 naik
menjadi 5.163 kasus di tahun 2003, lalu naik menjadi 7.787 kasus di tahun
2004, terakhir terdapat 14.020 kasus di tahun 2005. Dari 14.020 kasus
tersebut sebesar 4.310 kasus (31%) merupakan kasus kekerasan dalam rumah
tangga. Data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
(P2TP2) Kota Bandung menunjukkan bahwa dari tahun 2002 terdapat 23
kasus yang dilaporkan, dimana tahun 2006 meningkat menjadi 49 kasus,
dengan 41 kasus (84%) merupakan

kekerasan terhadap istri. Bentuk yang

terbanyak didapatkan istri adalah kekerasan psikis, disusul penelantaran


ekonomi, kemudian kekerasan fisik. Data yang diperoleh dari Jaringan
Relawan Independen (JaRI) dari April 2002 sampai maret 2007 telah
menangani 134 kasus KDRT. Bentuk kekerasan yang didapatkan perempuan
adalah kekerasan psikis dan fisik. 5
Bentuk- bentuk kekerasan dalam rumah tangga: 5
1) Kekerasan Fisik

Yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat
2) Kekerasan Psikis
Yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau penderitaan
psikis berat pada seseorang
3) Kekerasan Seksual
Yaitu setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan
hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu
yang meliputi:
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4) Penelantaran Rumah Tangga
Yaitu perbuatan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga,
padahal menurut hukum yang berlaku bagi yang bersangkutan atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di
luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut
c. Tindakan Asusila Terhadap Anak-Anak Dan Wanita
Berdasarkan data dari unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Reskrim Poltabes Medan mulai tahun 2006 hingga April 2008, terdapat
sebanyak 781 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta 10 kasus
perdagangan wanita (human trafficking). Ke-871 kasus yang ditangani
tersebut termasuk kasus asusila seperti pemerkosaan, percabulan, kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan terhadap anak-anak lainnya . 6

d. Pelanggaran Lainnya
Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak pelanggaran pelanggaran HAM
yang terjadi dalam dunia kesehatan. Misalnya dana JAMKESMAS untuk untuk
masyarakat prasejaterah yang tidak tersalurkan dengan baik atau ada yang harus ditolak
oleh pihak rumah sakit karena mengalami masalah administrasi. Pelanggaran HAM
dalam bidang kesehatan lainnya adalah perbudakan, penyiksaan, penembakan dan
pembantaian terhadap manusia.6

DAFTAR PUSTAKA
1. DEPKES RI.www.hukor.depkes.go.id. UU RI No.39/1999 Tentang HAM.diakses ; tanggal
23/09/2013
2. Hardianto J.2010. Tinjauan Terhadap Konstruksi Hukum DakwaanDalam
Penuntutan Perkara Aborsi dan Implikasi Yuridis Terhadap Penjatuhan Sanksi
Pidana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di unduh tanggal 28 September
2013
3 .

Pranata S, Sadewo SF. 2012.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan Dan


Pengguguran Di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
4. Puspitasari
CD.
Perempuan
dan
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PEREMPUAN&KDRT-MAKALAH%20PPM
%20KDRT_0.pdf di unduh pada tanggal 28 September 2013
5. Kurnasih N. Kajian Yuridis Sosiologis terhadap Kekerasan yang Berbasis
Gender.

www.uninus.ac.id/data/datailmiah/kajianyuridissosiologisKDRT.pdf

diakses tanggal 24 September 2013


6. Anonym.http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/29368/4/chapter
%20I.pdf

You might also like