Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindrom Steven Johnson(SSJ) Adalah sindrom yang mengenai kulit,
selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari
ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat
disertai purpura. ( Djuanda, 2000)
Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak tinggi hanya
sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom steven johnson ditemukan oleh
dua dokter anak Amerika. Syndrom steven johnson dapat timbul sebagai
gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada
kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan,
serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan
serta dapat terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaankeadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS serta lapus angka
kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Etiologi SSJ sulit ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya
berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon
imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya :
infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin,
etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat),
fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen,
keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas
walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi
kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas
lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang
dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Berdasarkan data-data di atas, maka penulis tertarik untuk menulis
makalah mengenai steven johnson dan mempelajari tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan steven johnson.
1.2. Rumusan Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput
lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari
ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula,
dapat disertai purpura. ( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang
terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis. ( Junadi,
1982: 480 )
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir
yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik
sampai buruk. ( Mansjoer, A. 2000: 136 )
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput
lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari
ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau
2.2.
jaringan ikat.
2.3.
Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor
yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
1. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti
piretik ), Penisilline, Sthreptomicine, Sulfonamide, Tetrasiklin
2.4.
Antipiri, Tegretol
3. Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )
4. Neoplasma dan factor endokrin
5. Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X )
6. Makanan (coklat)
Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas,disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV.Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga
terjadi aktifitas system komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan
pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang
(Djuanda, 2000:147)
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau
jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada
beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi
sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat
terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan
mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan
2.5.
1.
2.
4.
yang luas
Purpura
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata SJS dan TEN
biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa
demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal
otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi
gejala tersebut. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah
pada muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh
dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering
membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah
dilepas bila digosok. Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering
hanya dengan sentuhan halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih
permukaan tubuh hilang. Daerah kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan
pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan demam. Pada beberapa
orang, kuku dan rambut rontok. Pada SJS dan TEN, pasien mendapat lepuh
pada selaput mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan
mata.
Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat
dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat
besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat
rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat
TEN. Kelainan selaput lender di orifisium 100% terjadi pada mukosa mulut
50% lubang alat genetalia Jarang terjadi pada hidung dan anus masingmasing hanya 8% dan 4% Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat
memecah sehingga menjadi erosi dan eksoriasi dan krusta kehitaman juga
dalam bentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang paling sering adalah
krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan mukosa dapat juga terjadi di
faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat
menyebabkan penderita tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di
faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
Kelainan mata
Konjungtivitis cataralis
Konjungtivitis purulen
Perdarahan
Ulkus kornea
Iritis
Iridoksiklitis
Kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi
erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera
mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya
ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa
okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset
sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari
beberapa bulan sampai 31 tahun. Mengenal gejala awal SJS dan segera
periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi efek jangka panjang
yang dapat sangat mempengaruhi orang yang mengalaminya.
Gejala awal termasuk:
Ruam
Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
Kulit berupa eritema, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta
berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala
prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut,
anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis
2.6.
dekat dengan TEN. SSJ dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada
penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada
2.7.
2.10.
Prognosis
Bila tindakan secara capat dan tepat maka prognosis dapat
memuaskan
Bila terdapat purpura yang luas dan leukopeni prognosis lebih buruk
Angka kematian 5-15% adri seluruh kasus yang terjadi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian :
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
2. Keluhan utama
3. Adanya kerusakan / perubahan struktur kulit dan mukosa berupa kulit
melepuh, mata merah, mukosa mulut mengelupas
4. Pemeriksaan Fisik
Lakukan pengkajian fisik dengan penekanan khusus:
Adanya eritema yaitu area kemerahan yang disebabkan oleh peningkatan
jumlah darah yang teroksigenisasi pada vaskularisasi dermal.
Vesikel, bula dan purpura.
Ekimosis yaitu kemerahan yang terlokalisir atau perubahan warna
keunguan yang disebabkan oleh ekstravasasi darah ke dalam jaringan
kulit dan subkutan. Ptekie yaitu bercak kecil dan berbatas tajam pada
lapisan epidermis superficial Lesi sekunder yaitu perubahan kulit yang
terjadi karena perubahan pada lesi primer, yang disebabkan oleh obat,
involusi dan pemulihan. Kelainan selaput lender di mukosa mulut,
genetalia, hidung atau anus Konjungtivitis, ulkus kornea, iritis dan
3.2.
iridoksiklitis
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b.d inflamasi dermal dan epidermal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan
menelan
3. Gangguan rasa nyama, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
4. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
9
3.3.
No Dx Tujuan
Dx 1
menunjukkan
Intervensi
Rasional
1. Observasi kulit setiap 1.menentukan garis dasar
dimana perubahan
serta perubahan
dibandingkan dan
melakukan intervensi
2. Gunakan pakaian
tipis dan alat tenun
yang lembut
yang tepat
2.menurunkan iritasi garis
jahitan dan tekanan
dari baju, membiarkan
insisi terbuka terhadap
udara meningkat
proses penyembuhan
menunjukkan
1. Kaji kebiasaan
berat badan
makanan yang
pasien/orang terdekat
stabil/peningkata
disukai/tidak
rasa
n berat badan
disukai
kontrol,meningkatka
n partisipasi dalam
perawatan dan dapat
memperbaiki
2. Berikan makanan
pemasukan
2. membantu mencegah
distensi
tapi sering
gaster/ketidaknyama
3. Hidangkan
makanan dalam
keadaan hangat
10
nan
3. meningkatkan nafsu
makan
4. kalori protein dan
4. Kerjasama dengan
vitamin untuk
ahli gizi
memenuhi
Rasional:
peningkatan
kebutuhan metabolik,
mempertahankan
berat badan dan
mendorong
Dx 3
1. Melaporkan
nyeri
berkurang
2. Menunjukkan
ekspresi
1.
regenerasi
1. nyeri hampir selalu
perhatikan lokasi
dan intensitasnya
derajat beratnya
2. Berikan tindakan
keterlibatan jaringan
2. meningkatkan
wajah/postur
kenyamanan dasar
relaksasi,
tubuh rileks
menurunkan
3. Pantau TTV
3. metode IV sering
digunakan pada awal
untuk
memaksimalkan efek
4. d. Berikan analgetik
sesuai indikasi
Rasional:
klien melaporkan
1. Kaji respon
obat
4. menghilangkan rasa
nyeri
1. mengetahui tingkat
peningkatan
individu terhadap
kemampuan individu
toleransi aktivitas
aktivitas
dalam pemenuhan
Rasional:
2. Bantu klien dalam
aktivitas sehari-hari.
2. energy yang
memenuhi aktivitas
dikeluarkan lebih
sehari-hari dengan
optimal
tingkat keterbatasan
11
Dx 5
1. Kooperatif
tindakan
2. Menyadari
pengelihatan
2. Kaji deskripsi
hilangnya
pengelihatan
dapat dilihat/tidak.
3. Sesuaikan
2. Memberikan
keakuratan terhadap
pengelihatan dan
perawatan.
3. Meningkatkan self
kemampuan
ketergantungan.
lingkungan.
Letakan alat-alat
yang sering
dipakai dalam
jangkuan
pengelihatan
klien.
Berikan
pencahayaan yang
-
kemampuan visual
terhadap
1. Menetukan
lingkungan dengan
pengelihatan:
4. Orientasikan
dukungan psikologi
aktivitas klien
ketajaman
permanen
metabolism tubu
4. klien mendapat
dari keluarga
dalam
secara
membantu proses
pemenuhan
Rasional:
Kaji dan catat
1.
cukup.
Letakan alat-alat
ditempat yang
12
tetap.
Berikan bahanbahan bacaan
dengan tulisan
yang besar.
Hindari
5. Meningkatkan
rangsangan pada
pencahayaan yang
waktu kemampuan
menyilaukan.
Gunakan jam
pengelihatan
menurun.
yang ada
bunyinya.
5. Kaji jumlah dan
tipe rangsangan
yang dapat diterima
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit,
selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari
ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat
disertai purpura. ( Djuanda, 2000). Penyebab belum diketahui dengan pasti,
namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab antara lain
alergi obat, infeksi, makanan, neoplasma, dan factor fisik. Sindrom ini
jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Pada sindrom ini terlihat adanya
13
trias
kelainan
berupa: Kelainan
kulit,Kelainan
selaput
lendir
di
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta
Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta : 2000.
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Djuanda, Adi. 2000. ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 3. Jakarta : FKUI.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03bk
November 29, 2008 | Filed Under ASKEP
14