Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
dr. Arfiani Ika Kusumawati
Pembimbing:
dr. A. Ruyani
dr. Hj. Ugun M.
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. K.A
Jenis Kelamin
: Wanita
Tanggal lahir
: 01-01-1956
Umur
: 57 tahun 2 bln
Alamat
: Kp. Rajeg
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: Tamat SD
Status pernikahan : Menikah
II.
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Tangan bergetar dan jantung berdebar sejak +/- 2 minggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang:
Os mengeluh tangannya bergetar dan jantungnya berdebar sejak 2 minggu yang lalu.
Sebelumnya os adalah pasien hipertiroid yang kontrol teratur di poli penyakit dalam
RSUD Balaraja . Menurut arahan dokter yang merawat, semenjak bulan Juli 2015, Os
cukup kontrol 3 bulan sekali serta PTU dan Propanolol ( obat yang biasa dikonsumsi
oleh pasien ) sudah distop sejak bulan Oktober 2015. Sampai bulan Januari pasien
masih kontrol tanpa minum obat dengan hasil laboratorium baik serta normal. Namun
pada kontrol ke-4 semenjak hasil lab normal (yaitu pada saat ini) os mengeluh semua
keluhannya yang dulu ia rasakan muncul kembali. Benjolan dileher diakui os telah
ada sejak dulu dengan ukuran yang tetap. Benjolan dirasakan sebesar bola bekel
terletak pada leher kiri ikut naik ketika menelan, tidak terasa nyeri, tidak membuat os
serak dan sesak nafas. Namun os mengeluh batuk sejak +/- 2 minggu yang lalu. Flu
(-), Penurunan berat badan (+) dari 45 kg menjadi 37 kg selama 3 bln, nafsu makan
seperti biasa, tidak meningkat ataupun menurun. Sulit tidur (-), tangan sering
berkeringat (+). Os tidak tahan panas. Riwayat benjolan di tempat lain disangkal.
BAB dan BAK baik.
Riwayat penyakit dahulu:
2
Pasien pertama kali merasakan benjolan pada Desember 2004 dan rutin berobat
hipertiroid. Pasien kontrol teratur di poli penyakit dalam dan minum obat PTU.
Terakhir kali pasien kontrol 3 bulan yang lalu dan sudah tidak mengkonsumsi PTU
dan Propanolol selama 6 bln. Riwayat sakit kencing manis (-). Darah tinggi (-),
Riwayat alergi obat (-).
Riwayat penyakit keluarga:
Pasien menyangkal adanya keluhan serupa di keluarga.Riwayat sakit kencing manis
(-). Darah tinggi (-), Riwayat alergi obat (-).
Riwayat kebiasaan dan sosial:
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pembiayaan dengan Kartu Indonesia Sehat.
Konsumsi garam beryodium (+). Masyarakat sekitar yang mengalami keluhan
benjolan di leher (-).Riwayat radiasi (-). Pasien menyangkal tinggal di daerah
pegunungan.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Pemeriksaan Umum
Kesadaran
compos mentis
Keadaan umum
Nadi
Keadaan Gizi
Cukup
Tekanan Darah
120/90 mmHg
Tinggi Badan
153 cm
Pernafasan
18 x/menit
Berat badan
36.5 kg
Suhu
36.6C
BMI
15.8 kg/m2
Edema
(-)
Anemis
(-)
Ikterus
(-)
Kulit
Coklat kehitaman, ikterik (-), perabaan hangat (+), halus, turgor baik, keringat (+)
Kepala
Normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
Oedem palpebra -/-, ptosis -/-, sklera ikterik -/-, conjunctiva anemis -/-, conjunctiva
hiperemis -/-, pupil bulat, isokor, tepi regular +/+, refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tidak langsung +/+, lensa mata jernih, eksolftalmus +/+, enoftalmus -/-, lid lag -/-,
lid retraction -/-, gerak bola mata baik +/+
Telinga
Normotia, simetris kanan-kiri, nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus dan mastoid -/-, serumen
+/+, sekret -/-, hiperemis -/-, MT intak +/+
Hidung
Simetris, deviasi septum (-), oedem konka -/-, hiperemis -/-, sekret -/Mulut dan tenggorokan
Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), oral candidiasis (-), mukosa warna
merah jambu, gigi caries (+), uvula letak tengah, arcus faring simetris, faring hiperemis
(-), tonsil T1-T1, tenang, hiperemis (-)
4
Leher
Inspeksi
Palpasi
: JVP 5 - 2 cm H2O
KGB tidak teraba membesar.kaku kuduk (-), denyut A. Carotis teraba,
pulsasi abnormal (-)
: Simetris kiri dan kanan, bentuk dan gerak nafas simetris saat statis dan
dinamis, tipe thorako-abdominal, retraksi (suprasternal, retraksi sela iga,
subkostal) (-), venektasis (-), spider nevi (-), ginekomastia (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
: simetris,datar
Palpasi
: supel(+), datar, nyeri tekan(-), nyeri tekan lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
5
Perkusi
Auskultasi
Punggung
NK CVA -/Ekstremitas
Palmar eritema (-), clubbing finger (-)
Keempat akral hangat, oedem (-), tremor jari ekstremitasatas (+/+), tangan basah
berkeringat (+/+),
Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, pitting oedem -/Status lokalis regio colli:
I: Terlihat benjolan pada regio colli sinistra sebesar bola bekel warna sama dengan
warna kulit
P: Pada region colli sinistra teraba benjolan, soliter, berukuran 3 cm x 2 cm x 3 cm,
konsistensi lunak, permukaan rata, berbatas tegas (nodule) ikut bergerak keatas saat
menelan, suhu sama dengan sekitarnya, nyeri (-). Kelenjar getah bening servikal,
submandibular, klavikular tidak teraba membesar.
A: bruit (-)
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal
09-07-14
08-10-14
08-01-15
05-03-15
FT4 (ng/dl)
1.24
1.34
1.45
3.42
Rujukan
0.93-1.70
0.93-1.70
0.89-1.76
0.89-1.76
TSHs
0.036
0.003
Rujukan (mIU/ml)
0,35-5,5
0,35-5,5
BB (kg)
45
43
44
36.5
Pemeriksaan radiologi
Tanggal 13/06/2015
Rongten thorax PA:
6
Kesan
V.
RESUME
Pasien, Perempuan usia 57 tahun datang dengan keluhan tangannya bergetar dan
jantungnya berdebar sejak 2 minggu yang lalu. Os memiliki riwayat sakit hipertiroid
dalam pengobatan teratur sejak 7 tahun yang lalu dan sudah berhenti minnum obat
karena hasil laboratorium 5 bulan terakhir normal. Os juga mengeluhkan benjolan
dileher yang telah ada sejak dulu dengan ukuran yang tetap. Benjolan dirasakan
sebesar bola bekel terletak pada leher kiri ikut naik ketika menelan, tidak terasa nyeri,
tidak membuat os serak dan sesak nafas. Keluhan lain : batuk sejak +/- 2 minggu
yang lalu. Dahak (+) putih, Penurunan berat badan (+) dari 45 kg menjadi 37 kg
selama 3 bln, nafsu makan tetap, tangan sering berkeringat (+), tidak tahan panas (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien tampak sakit ringan, kesadaran
kompos mentis. Tanda vital, TD 120/90 mmHg, Nadi 104x/menit, napas 18x/menit,
suhu 36,60C. kepala dalam batas normal, mata KP (-) SI (-), eksoftalmus -/-. Leher
KGB tidak teraba membesar, JVP 5-2 cmH 2O. jantung, paru, dan abdomen dalam
batas normal. Ekstremitas, akral hangat, tremor +/+.
Pada status lokalis regio colli, terlihat benjolan sebesar bola bekel warna seperti
warna kulit. Pada region colli sinistra teraba benjolan, soliter, berukuran 3 cm x 2 cm
x 3 cm, konsistensi lunak, permukaan rata, berbatas tegas (nodule) ikut bergerak
keatas saat menelan, suhu sama dengan sekitarnya, nyeri (-). Kelenjar getah bening
servikal, submandibular, klavikular tidak teraba membesar. Pada auskultasi bruit (-)
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
Laboratorium terakhir (05-03-13) TSH 0.003 IU/ml, free T4 3.42 ng/dl.
VI.
Diagnosis
Toxic Noduler Goiter Relaps
VII. Diagnosis banding
Penyakit graves
VIII. Pemeriksaan penunjang anjuran
Darah lengkap
EKG
USG Tiroid
IX.
Tatalaksana
7
X.
Nonmedikamentosa:
- Pembedahan
Medikamentosa:
- Bisoprolol 1 x 5 mg
- PTU 1x100
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungtionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi tiroid
Kata thyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda.Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx
dan trachea.Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang
vertebra cervicalis 5
sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus.
Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique
lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6. 1
Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr. Dengan adanya
ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke cartilage cricoidea
dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan.Fungsinya
sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar
dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.2
I. LOBUS LATERALIS2
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1
2
8
1. Apex
2. Basis
3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir
1. APEX2
Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus (di
lateral)
Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri berada
di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)Ahli bedah
sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke apex.
2. BASIS2
Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang
berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut.
Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari kelenjar.
3. A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL2
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
B. FACIES POSTEROMEDIAL2
Bagian ini berhubungan dengan :
- 2 saluran
oesophagus.
- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
C. FACIES POSTEROLATERAL2
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A.
Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral).
9
D. MARGO ANTERIOR2
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial, berhubungan dengan
anastomose A. Thyroidea superior.
E. MARGO POSTERIOR2
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial, berhubungan
dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus thoracicus terdapat pada
sisi kirinya.Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo posterior
lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false capsule. Setentang
cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent.
Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3 kemungkinan
letaknya :
- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A.
Thyroidea inferior.
- Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior
- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus
recurrent.
II. ISTHMUS 3
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di
menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak
ditemukan). Diameter transversa dan vertical 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Padamargo
superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobuspyramidalis dan
Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea
ima.
III. LOBUS PYRAMIDALIS 3
3
10
4
11
Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular,
biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular pembuluh
lymphatic. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal, pretracheal, dan
paratracheal lymph nodes. Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan
pretracheal dan paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical nodes.
Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior tiroid melewati
langsung ke inferior deep cervical lymph nodes. Beberapa pembuluh lymph mengalir ke
brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior
cervical (symphatetic) ganglia. Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior
dan inferior thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri. Seratnya adalah
vasomotor, bukan secremotor. Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Sekresi
endokrin dari kelenjar tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary.
Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh. Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui
2 cara :
1.
2.
Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang
terdapat di dalam makanan dan air.Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan
lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid,
sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih.Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.Kompleks
yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian menyatu
untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1
13
Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif,
yaitu triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga
untuk T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke
dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna.Baik T3 maupun T4
dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid
Ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal
sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa
Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.Pompa iodida ini bersifat energy
dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh
pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K
yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus
dioksidasi
terlebih
dahulu
menjadi
bentuk
aktif
oleh
suatu
enzim
peroksidase.Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung
dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada
molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh
kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka
akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di
intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan
lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang
terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan
membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta
tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin
14
dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses
eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan
disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan
T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini
kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta
iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom
akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan
pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah
yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA).
Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan
bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas.
Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada
seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit
kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah
protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang
menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
Struktur dari Hormon Tiroid
15
Dari storage pool ini, 75 g hormonal Iodide (sebagai T3 dan T4) dilepaskan kedalam sirkulasi
Membentuk circulating pool dari sekitar 600 g hormonal Iodide (sebagai T3 dan T4)
75 g iodine
dalam
hormonal
iodide bentuk
T3 dan T4
diambil dan
dimetabolisme
60 g iodide
dikembalikan ke
iodide pool
15 g dari hormonal
dikonjugasikan
dengan glucoronide
atau sulfate diliver dan
dieksresikan
melalui feces
18
T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai beta
miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan
transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi
di diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik . Dengan demikian,
hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap
otot jantung.
4. Efek Simpatik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik- dalam otot jantung,
otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-
miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin
pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap ketokolamin
meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan
penyekat adrenergik- dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi
dan aritmia.
5. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapnia pada pusat
pernafasan, sehingga terjadi frekuensi nafas meningkat.3
6. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume
darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan
kandungan 2,3 difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.3
7. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan peningkatan
motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada
timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme.3
8. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan
resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan
demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.3
19
9. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein
struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan
kehilangan jaringan otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan
kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia pada
hipertiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal
susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta di dalam
kehamilan.3
10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian
pula
absorbsi
glukosa
usus.
Dengan
demikian,
hipertiroidisme
akan
dibedakan
antara
pengertian
tirotoksikosis
dengan
Etiologi
1. Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma
toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH,
obat kelebihan yodium (fenomena Jod Basedow).2
2. Tiroiditis silent, destruksi tiroid (tanpa amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan
hormon tiroid yang berlebihan (tirotoksikosis factitia)2
3. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional
Patogenesis
Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodireseptor thyroid
stimulating hormon (TSH) yang merangsang aktivitas tiroid, sedangkan pada goiter
multinodular toksik berhubungan dengan anatomi tiroid itu sendiri. Adapula
hipertiroisme sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari hipofisis, namun jarang
ditemukan. Hipertiroidisme pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan oleh deionisasi
T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 jaringan diluar tiroid. Pada tirotoksikosis yang tidak
disertai hipertiroidisme seperti tiroiditis terjadi kebocoran hormon. Masukan hormon
tiroid dari luar yang berlebihan dan terdapatnya jaringan tiroid ektopik dapat
mengakibatkan tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme.3
Klasifikasi
Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat puluh
tahun dan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat predisposisi
familial pada penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati
autoimun lainnya. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama, tiroidal
dan ekstratiroidal dan keduannya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter
akibat hipeplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekeresi hormon tiroid yang
berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi berupa hipermetabolisme
dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai
nfsu makan meningkat, palpitasi, takikardi dan kelemahan serta atrofi otot.6
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang
biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai
80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid
21
lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan
konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata yang relatif lebih
lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan melirik ke
bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, el mast dan sel-sel
plasma yang mengakibatkan eksoftalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan
kelemahan gerakan ekstraokular dapat hebat sekali dan pada kasus yang ekstrim
penglihatan dapat terancam. Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi
gangguan autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG).
Antibodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai
akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi troid tanpa tergantung dari
TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan hipertiroid> Imunoglobulin yang merangsang
tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena suatu kelainan imunitas yang bersifat
herediter, yang
memungkinkan
kelompokan
limfosit
tertentu
dapat
bertahan,
tampaknya akan menjadi terapi pilihan. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan
131
I, tapi
22
goiter multi nodulat akan tetap ada, dan nodul-nodul yang lain akan tetap menjadi toksik,
sehingga dibutuhkan dosis ulangan 131I.7
Adenoma Toksik. Adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan
akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai nodul panas pada scan
tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobbus lainnya.
Pasien yang khas adalah individu tua ( biasanya lebih dari 40 tahun) yang mencatat
pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-gejala
penurunan berat badan, kelemahan, napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi
terhadap panas. Pemeriksaan fisisk mnunjukn adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi
dengan sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lainnya. Pemeriksaan laboratorium
biasanya memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum sangat meningkat, dengan
hanya peningkatan kadar tiroksin yang boder-line. Scan menunjukkan bahwa nodul ini
panas. Penanganan diberikan propil tiourasil 100mg tiap 6jam atau metimazol 10 mg tiap
6 jam diikuti oleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif.7
Tiroiditis Subakut (De Quervain, tiroiditis granulomatosa) adalah kelainan
inflamasi akut kelenjar tiroid yang kemungkinan besar disebabkan olehh infeksi virus.
Sejumlah virus, termasuk virus campak, koksakie, dan adenovirus. Nyeri pada kelenjar
tiroid sering timbul relatif mendadak, sering menjalar ke rahang dan telinga dan mungkin
disertai nyeri tekan yang mencolok dan disfagia. Kelenjar umumnya memebesar sedang.
Temuan laboratorium umum meliputi peningkatan LED, imunoglobulin meningkat dan
lekositosis neutrofil atau limfositosis pada sejumlah penderita. Perubahan dalam fungsi
tiroid sangat khas, dengan stadium tirotoksikosis dini diikuti hipotiroidisme dan biasanya
eutiroidisme.6.7
Tiroiditis Kronik (Hashimoto, tiroiditis limfositik), merupakan penyakit
autoimun dimana limfosit disensitasitasi terhadap antigen dan autoantibodi tiroid
terbentuk dan bereaksi dengan antigen-antigen ini. Gambaran klinis berupa gejala-gejala
hipotiroidisme disertai dengan goiter yang padat tanpa nyeri sering merupakan keluhan
pada waktu datang, tetapi penderita mungkin pula eutiroid.6.7
Tirotoksikosis Factitia, adalah gangguan psikoneurotik dimana tiroksin atau
hormon tiroid dimakan dalam jumlah yang berlebihan, biasanya bertujuan untuk
mengendalikan berat badan. Individu biasanya adalah seorang yang berhubungan dengan
23
Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
Gangguan reproduksi
Cepat letih
24
10
Tanda bruit
11
12
Autoantibodi
TSH menurun
TSI terangsang
Hipertiroid
Menekan orbital
Eksofltalmus
Suhu afebris
Tremor
H2O meningkat
HR meningkat
Palpitasi
Diaforesis
duduk), dan menstruasi tidak teratur serta kuantitasnya kecil. Faktor-faktor pencetus
tirotoksikosis juga perlu ditanyakan, seperti penggunaan amiodaron.
Untuk mengarahkan gejala klinis pada keadaan hyperthyroid dan Hypothyroid
pada saat anamnesis, kita dapat menggunakan indeks wayne yang memuat skor - skor
yang membantu dalam penegakkan suatu kondisi mengenai thyroid. 5
Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik tirotoksikosis bisa termasuk rasa hangat, kulit lembab dan kondisi
rambut yang tidak biasanya bagus; lepasnya ujung kuku tangan (onycholysis); retraksi
(tertarik) kelopak mata dan kelopak mata atas masuk ke dalam rongga jika memandang
ke bawah (lid lag); takikardi sewaktu istirahat; tekanan pulsa yang melebar, dan murmur
(suara pelan, bisikan) dari ejeksi sistolik; terkadang ginekomasti pada pria; getaran pada
lidah yang terjulur dan tangan yang direntangkan; dan reflek tendon dalam yang
hiperaktif.
Penyakit Grave manifestasinya berupa hipertiroid, pembesaran difus tiroid, dan
temuan ekstratiroidal exophthalmos (gerakan bola mata abnormal), pretibial myxedema,
dan thyriod acropachy. Kelenjar tiroid biasanya membesar secara difus, dengan
permukaan halus dan konsistensi dari lunak sampai keras. Pada penyakit yang parah, bisa
dirasakan getaran melalui stetoskop pada kelenjar.
Pada tiroiditis subakut, keluhan pasien akan sakit yang parah pada area tiroid,
seringkali menyebar ke telinga di sisi yang sama. Demam ringan umum terjadi, dan
terlihat tanda sistemik serta simtom tirotoksikosis. Kelenjar tiroid terasa padat lunak pada
pemeriksaan fisik.
Silent tiroiditis mempunyai rangkaian trifasik yang meniru tiroiditis subakut.
Kebanyakan pasien merasakan simtom tirotoksik ringan; retraksi kelopak mata dan lid
lag terjadi tapi exophthalmos tidak. Kelenjar tiroid bisa membesar secara difus, tapi
pelunakan tiroid tidak terjadi.
Badai tiroid adalah kondisi darurat yang mengancam jiwa yang ditandai dengan
tirotoksikosis parah, demam tinggi (seringkali >39 0C), takikardi, takipnea, dehidrasi,
delirium, koma, mual, muntah, dan diare. Faktor pencetus termasuk infeksi, trauma,
operasi, perawatan dengan iodine radioaktif, dan penghentian obat antitiroid.
26
meningkat bahkan lebih tinggi serum T4 total yang terukur, dan konsentrasi T 3. Jumlah
TSH tidak terdeteksi karena negative feedback oleh peningkatan level hormon tirois di
pituitari. Diagnosa tirotoksikosis dikonfirmasi oleh pengukuran konsentrasi serum T4,
asupan resin T3 (atau T4 bebas), dan TSH. Peningkatan RAIU 24 jam (diperoleh pada
individu yang tidak hamil) membuktikan bahwa kelenjar tiroid menyalahgunakan iodin
untuk memproduksi hormon tiroid ketika pasien tirotoksik.
Toxic adenoma bisa menyebabkan hipertiroid dengan nodula yang lebih besar.
Karena ada banyak peningkatan serum T3 dari nodul otonom, level T3 harus diukur untuk
memastikan toksikosis T3 bukan merupakan penyebab jika level T4 normal. Setelah
pembuktian (menggunakan radioiodine scan) toxic thyroid adenoma mengumpulkan
iodin lebih banyak dari jaringan disekitarnya, fungsi independen dibuktikan dengan
kegagalan nodule otonom untuk menurunkan asupan iodin selama pemberian T3 eksogen.
Pada goiter multinodula, thyroid scan akan menunjukkan daerah kecil jaringan
tiroid yang berfungsi otonom.
Sebelum dilakukan penegakkan diagnosis dengan penujang, terdapat beberapa
diagnosis banding yang digolongkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penyakit Graves kadang-kadang terdapat dalam bentuk tidak biasa atau atipis, di
mana diagnosisnya bisa tidak begitu jelas. Atrofi otot yang menonjol mengarah pada
adanya miopati berat yang harus dibedakan dari kelainan neurologis primer. Paralisis
periodik tirotoksis biasanya terjadi pada pria Oriental dan datang dengan serangan
mendadak paralisis flasid dan hipokalemia. Paralisis membaik sendirinya dan dapat
dicegah dengan tambahan K+ dan penghambat beta-adrenergik. Penyakit ini diobati
dengan terapi tirotoksikosis yang tepat.
Pasien dengan penyakit jantung tiroid muncul terutama dengan gejala keterlibatan
jantung, khususnya fibrilasi atrial refrakter yang tidak peka terhadap digoksin atau gagal
jantung dengan curah yang tinggi. Kira-kira 50% pasien ini tidak terbukti ada penyakit
jantung yang mendasari, dan masalah jantung disembuhkan dengan terapi tirotoksikosis.
Pasien-pasien tua akan datang dengan penurunan berat badan, goiter kecil, fibrilasi atrial
lambat, dan depresi berat, dan tidak ada gambaran klinis adanya peningkatan reaktivitas
katekolamin. Pasien flasid ini menderita "hipertiroidisme apatetik". Beberapa wanita
muda mengalami amenorea dan infertilitas sebagai gejala-gejala primer. Pada semua
28
contoh-contoh ini, diagnosis penyakit Graves biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan
klinis dan laboratoris tersebut di atas.
Pada sindroma disebut "hipertiroksemia disalbuminenik familial" , protein
abnormal seperti albumin ada pada serum yang sebagian mengikat T4 tapi tidak T3. Hal
ini berakibat peningkatan T4 dan FT4I serum, tapi T3, T4 bebas, dan TSH normal. Hal
yang penting ialah membedakan keadaan eutiroid dengan hipertiroidisme. Di samping
tidak adanya gambaran klinis hipertiroidisme, T3 serum dan kadar TSH normal akan
menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme.
Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan kelenjar tiroid
Morfologi
-
Uji metabolisme
Antibodi tiroid
Fungsi
Diagnostik patologik
-
Teknik ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid yang teraba pada
palpasi adalah nodul tunggal atau multipel, dan berkonsistensi padat atau kistik.
Pemeriksaan ultrasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan
keganasan dan hanya dapat mengenal kelainan di atas penampang setengah sentimeter.
Pemeriksaan sitologi
29
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara
pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau
limfoma. Cara ini cara baik untuk menduga kemungkinan keganasan dalam nodul tiroid,
dan mulai menggeser kegunaan pemeriksaan radioaktif atau ultrasonografi sebagai
pemeriksaan penunjang diagnosis.
Toxic Noduler Goiter
Pendahuluan
Toxic Noduler Goiteradalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang
mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma
nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer
pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hepertiroid terbanyak
kedua setelah Graves disease.
Patofisiologi
Toxic Noduler Goitermenampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul
hiperfungsi tunggal (toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel (multinodular
thyroid). Riwayat dari multinodular struma melibatkan suatu variasi pertumbuhan nodul
dimana menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang diikuti oleh proses penyembuhan dan
fibrosis. Proses kalsifikasi juga bisa terjadi di area yang sebelumnya terjadi perdarahan.
Beberapa nodul bisa berkembang menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik
terjadi oleh karena adanya mutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon
TSH pada 20 80 % adenoma toksik dan beberapa nodul dari multinodular struma.
Fungsi otonomik bisa menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika
nodul tunggal sebesar 2,5 cm atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular toksik
sama dengan tipe hipertiroid lainnya.
Epidemiologi
Internasional
30
Pada area endemik kekurangan iodium, Toxic Noduler Goiter terjadi sekitar 58 %
dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid. Grave disease terjadi
sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism
Morbiditas dan mortalitas
Kompresi local yang terjadi yang berhubungan dengan perkembangan nodul dan
kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak, dan dysphagia.
Jenis Kelamin
Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada wanita
dan pria berusia diatas 40 tahun, rata rata prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 7
% dan 1 2 %.
Umur
Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun.
Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan.
Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik. Toksisitas
meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga
mengalami struma nodular toksik.
Klinis
Riwayat
Thyrotoxic symptoms
Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom yang
tipikal dengan hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi, tremor,
kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna.
Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal diantaranya
-
Obstructive symptoms
Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang
menjadi serak
Asymptomatik
Kebanyakan pasien mengetahui mengalami hipertiroidism ketika skrining rutin.
Kebanyakan pada hasil lab menunjukkan penekanan TSH dengan lvel throxine (T4)
yang normal
Pemeriksaan Fisik
Terdapat pelebaran, fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis, banyak berkeringat,
kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid
bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran
biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan
USG. Suara serak dan deviasi trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan. Obstruksi mekanis
bisa menyebabkan terjadinya superior vena cava syndrome berupa penekanan vena di
leher dan kepala sehingga menghasilkan Pemberton sign. Stigmata Grave disease seperti
eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpaI.
Penilaian keganasan
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid:
Gender laki-laki
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak anak atau dewasa ( juga meningkatkan
insiden penyakit nodul tiroid jinak )
atau massa
33
Mutasi ini terdapat pada fungsi otonomik nodul tiroid, solid sampai pada
kelenjar multinoduL
-
Mutasi ini terdapat pada jalur sel yang lain, indikasi mutasi germline. Salah
satunya, D727E memiliki frekuensi lebih besar pada pasien struma nodular toksik
dari orang yang sehat. Ini menunjukkan polymorphism mempunyai hubungan
dengan penyakit ini
34
Kehadiran tahap heterozigot dari Varian D727E dari reseptor TSH manusia
Pada sistem invitro menunjukkan stimulasi dari proliferasi sel folikular tiroid
dengan insulin-like growth factor, epidermal growth factor dan fibroblast growth
factor.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Toxic Noduler Goiter diantaranya:
- Struma nodular non toksik
- Graves disease
- Hashimoto disease
- Thyroid papillary carcinoma
-Thyroiditis subakut
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
-
TSH assay generasi ketiga adalah penilaian awal terbaik dari uji tapis untuk hipertiroid.
Pasien dengan struma nodular toksik mengalami peningkatan kadar TSH. Kadar T4 bebas
akan meningkat ataupun dalam batas referensi. Peningkatan T4 yang terisolasi
diobservasi pada iodine-induced hyperthyroidism atau adanya agen untuk menghambat
35
Hipertiroid subklinis
Beberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal
Pemeriksaan pencitraan
-
Nuclear scintigrafi
131
I).
99m
99m
123
123
99m
Tc dan
Ultrasonografi
USG adalah prosedur yang sensisitf pada nodul yang tidak teraba pada saat pemeriksaan.
USG sangat membantu ketika dikorelasikan dengan pemindaian nuclear untuk
mendeterminasikan dengan fungsi nodul. Dominasi nodul dingin bisa dilanjutkan dengan
pemeriksaan BAJAH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus) untuk penatalaksanaan definitive
dari struma nodular toksik. Teknik ini bisa digunakan untuk mengetahui ukuran dari
tiroid nodul.
-
Pencitraan lainnya
36
CT Scan pada leher bisa membantu menentukan apakah ada kelainan pada trakea jika
terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma. Struma multinodular khususnya
dengan komponen substernal biasanya merupakan temuan yang tidak sengaja pada
radiografi thorax, CT scan atau MRI. Ct-scan dengan menggunakan iodine kontras bisa
memicu terjadinya tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (JodBasedow effect).
Prosedur
-
BAJAH
BAJAH tidak selalu diindikasikan pada nodul tiroid fungsional otonomik (hot). Risiko
terjadinya keganasan sangatlah kecil. Interpretasi dari specimen sangat sulit, karena
tampilannya menyerupai keganasan pada sel folikular dan menimbulkan kerancuan
antara lesi jinak dan lesi ganas tanpa pemotongan jaringan untuk melihat adanya
vaskularisasi dan invasi kapsular. BAJAH dilakukan jika menunjukkan suatu nodul
dingin (cold) yang dominan pada struma multinodular. Nodul yang secara klinis
signifikan lebih besar dari 1 cm dengan diameter maksimum berdasarkan pada palpasi
dan USG, kecuali pada penningkatan risiko keganasan. NOdul yang tidak teraba bisa
dibiopsi dengan bantuan USG.
Penatalaksanaan
Terapi Medis
Terapi optimal pada penatalaksanaan struma nodular toksik masih merupakan
suatu controversial. Pasien dengan nodul dengan fungsional otonomik ditatalaksana
dengan radioaktif iodine ataupun pembedahan. Pasien dengan hipertiroidsm subklinis
harus dimonitor dengan ketat.
-
Na131I,
di
Amerika
Serikat
dan
Eropa
radioaktif
iodine
merupakan
langkah
awal
dari
terapi
definitive
radioiodine
dan
pembedahan.
aman. Pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker menggunakan Ca channel blocker
bisa membantu mengontrol heart rate.
Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul
besar atau lebih dengan symptom obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien
dengan kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine. Subtotal thyroidectomi
mandapatkan kesembihan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat
menghilangkan symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya
terjadinya hipotiroidsm (15 25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen
hypoparatiroidsm (0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5 %) dan perdarahan
pascaoperasi yang signifikan (1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi
luka, myocard infark, atrial fibrillation, dan stroke.
Follow up
Setelah memulai pemberian PTU atau methimazole pada pasien dengan struma
nodular toksik, lakukan penilaian T4 bebas dan index T4 bebas pada minggu ke 4 6.
Kadar TSH meningkat dengan lambat dikarenakan adanya supresi oleh peningkatan level
hormone tiroid dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk normal.
Ablasi radioiodine memerlukan waktu 10 minggu untuk mencapai respon klinis.
Pasien memerlukan tatalaksana dengan obat antitiroid dan beta bloker dalam periode
tersebut. Cek evaluasi biokimia dari fungsi tiroid sekitar 4 minggu setelah terapi inisial.
Pasien dengan total tirodectomy memulai levotiroksin pada saat itu juga, kecuali
adanya tanda klinis hipertiroid. Evaluasi fungsi tiroid 4 6 setelah pembedahan. Monitor
pasien dengan hipertiroid subklinis dengan evaluasi biokimia setiap 6 bulan.
Prognosis
Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang
jelek berhubungan dengan hipertiroidsm yang tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui
jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia, gagal
39
jantung, koma, dan kematian. Ablasi dari Na131 I menghasilkan hipertiroid yang kontiniu
dan membutuhkan terapi ulang dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid.
BAB III
ANALISA KASUS
Secara teori, penderita penyakit Toxic Noduler Goiter memiliki gejala-gejala takikardia,
hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit lembab, dan tremor. Pembesaran kelenjar thyroid
bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran
biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan
USG. Stigmata Grave disease seperti eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpai.
Secara epidemiologi Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Thyrotoksikosis
sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi
40
Dari data tersebut didapatkan hasil total nilai indeks wayne 22 (>20) menunjukkan pasien
hipertiroid. Total nilai indeks new castle 31 (40-80) yang menunjukkan bahwa pasien
Derajat 0-a
Derajat 0-b
Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi
normal, terlihat nodulus
Menurut tempatnya, struma dapat bersifat menyeluruh (difus) ataupun setempat berupa
benjolan (nodul). Pada pasien ini dari pemeriksaan fisik leher didapatkan pada region
colli sinistra, teraba benjolan, soliter, berukuran 3 cm x 2 cm x 3 cm, konsistensi lunak,
permukaan rata, berbatas tegas (nodul) ikut bergerak keatas saat menelan, suhu sama
dengan sekitarnya, nyeri (-). Kelenjar getah bening servikal, submandibular, klavikular
(eksoftalmus).
Ada bermacam-macam tes tiroid yang saat ini dapat dilakukan baik yang secara langsung
mengukur kadar hormon-hormon yang bersangkutan maupun yang tidak langsung. Dari
semua tes-tes ini disepakati bahwa pemeriksaan kadar TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) dan kadar T4 bebas (free T4) adalah yang paling membantu terutama untuk
41
kelainan fungsi (hiper/hipo). Laboratorium terakhir pasien ini (05-03-13) TSH 0.003
IU/ml, free T4 3.42 ng/dl.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie,
Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000 : hal 2144-2151
2. R. Djokomoeljanto, Kelenjar tiroid, Hipertiroid dan Hipotiroid. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2006. Hal
1955-65.
3. Johan S. Masjur, Nodul tiroid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Editor
Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2006. Hal 1975-80.
4. Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh.
Jakarta, McGraw-Hill & EGC. 2003.
5. Sadler, T. W. Glandula Thyroidea, Embriologi Kedokteran Langman, edisi ketujuh.
Jakarta, EGC. 2000.
6. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999 : hal 594-598
7. American Association of Clinical Endocrinologists and Associazione Medici
Endocrinologi medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management
of thyroid nodules. Endocr Pract. Jan-Feb 2006;12(1):63-102
8. Moore, Keith L. and Anne M. R. Agur. Glandula Thyroidea, Anatomi Klinis Dasar.
Jakarta, Hipokrates. 2002.
9. Putz, R. and R. Pabst. Neck, Sobotta, Atlas of Human Anatomy, part 1, 12th edition. Los
Angeles, Williams & Wilkins. 1999.
10. Junqueira, L. Carlos, et al. Tiroid, Histologi Dasar, edisi kedelapan. Jakarta, EGC. 1998.
11. Price, Sylvia Anderson, et. al. Gangguan Kelenjar Thyroid, Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, edisi keenam. Jakarta, EGC. 2006.
12. Siegel RD, Lee SL. Toxic nodular goiter. Toxic adenoma and toxic multinodular
goiter. Endocrinol Metab Clin North Am. Mar 1998;27(1):151-68.
13. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002,
PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-18
42
43