You are on page 1of 43

PORTFOLIO

TOXIC NODULER GOITER

Oleh :
dr. Arfiani Ika Kusumawati

Pembimbing:
dr. A. Ruyani
dr. Hj. Ugun M.

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSUD BALARAJA
2015 - 2016
BAB I

ILUSTRASI KASUS

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. K.A
Jenis Kelamin
: Wanita
Tanggal lahir
: 01-01-1956
Umur
: 57 tahun 2 bln
Alamat
: Kp. Rajeg
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: Tamat SD
Status pernikahan : Menikah

II.

ANAMNESIS
Keluhan utama:
Tangan bergetar dan jantung berdebar sejak +/- 2 minggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang:
Os mengeluh tangannya bergetar dan jantungnya berdebar sejak 2 minggu yang lalu.
Sebelumnya os adalah pasien hipertiroid yang kontrol teratur di poli penyakit dalam
RSUD Balaraja . Menurut arahan dokter yang merawat, semenjak bulan Juli 2015, Os
cukup kontrol 3 bulan sekali serta PTU dan Propanolol ( obat yang biasa dikonsumsi
oleh pasien ) sudah distop sejak bulan Oktober 2015. Sampai bulan Januari pasien
masih kontrol tanpa minum obat dengan hasil laboratorium baik serta normal. Namun
pada kontrol ke-4 semenjak hasil lab normal (yaitu pada saat ini) os mengeluh semua
keluhannya yang dulu ia rasakan muncul kembali. Benjolan dileher diakui os telah
ada sejak dulu dengan ukuran yang tetap. Benjolan dirasakan sebesar bola bekel
terletak pada leher kiri ikut naik ketika menelan, tidak terasa nyeri, tidak membuat os
serak dan sesak nafas. Namun os mengeluh batuk sejak +/- 2 minggu yang lalu. Flu
(-), Penurunan berat badan (+) dari 45 kg menjadi 37 kg selama 3 bln, nafsu makan
seperti biasa, tidak meningkat ataupun menurun. Sulit tidur (-), tangan sering
berkeringat (+). Os tidak tahan panas. Riwayat benjolan di tempat lain disangkal.
BAB dan BAK baik.
Riwayat penyakit dahulu:
2

Pasien pertama kali merasakan benjolan pada Desember 2004 dan rutin berobat
hipertiroid. Pasien kontrol teratur di poli penyakit dalam dan minum obat PTU.
Terakhir kali pasien kontrol 3 bulan yang lalu dan sudah tidak mengkonsumsi PTU
dan Propanolol selama 6 bln. Riwayat sakit kencing manis (-). Darah tinggi (-),
Riwayat alergi obat (-).
Riwayat penyakit keluarga:
Pasien menyangkal adanya keluhan serupa di keluarga.Riwayat sakit kencing manis
(-). Darah tinggi (-), Riwayat alergi obat (-).
Riwayat kebiasaan dan sosial:
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pembiayaan dengan Kartu Indonesia Sehat.
Konsumsi garam beryodium (+). Masyarakat sekitar yang mengalami keluhan
benjolan di leher (-).Riwayat radiasi (-). Pasien menyangkal tinggal di daerah
pegunungan.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Pemeriksaan Umum

Kesadaran

compos mentis

Keadaan umum

tampak sakit ringan

Nadi

104 x/menit, reguler

Keadaan Gizi

Cukup

Tekanan Darah

120/90 mmHg

Tinggi Badan

153 cm

Pernafasan

18 x/menit

Berat badan

36.5 kg

Suhu

36.6C

BMI

15.8 kg/m2

Edema

(-)

Anemis

(-)

Ikterus

(-)

Kulit
Coklat kehitaman, ikterik (-), perabaan hangat (+), halus, turgor baik, keringat (+)
Kepala
Normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
Oedem palpebra -/-, ptosis -/-, sklera ikterik -/-, conjunctiva anemis -/-, conjunctiva
hiperemis -/-, pupil bulat, isokor, tepi regular +/+, refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tidak langsung +/+, lensa mata jernih, eksolftalmus +/+, enoftalmus -/-, lid lag -/-,
lid retraction -/-, gerak bola mata baik +/+
Telinga
Normotia, simetris kanan-kiri, nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus dan mastoid -/-, serumen
+/+, sekret -/-, hiperemis -/-, MT intak +/+
Hidung
Simetris, deviasi septum (-), oedem konka -/-, hiperemis -/-, sekret -/Mulut dan tenggorokan
Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), oral candidiasis (-), mukosa warna
merah jambu, gigi caries (+), uvula letak tengah, arcus faring simetris, faring hiperemis
(-), tonsil T1-T1, tenang, hiperemis (-)
4

Leher
Inspeksi

: Tampak massa di regio coli anterior, simetris. Tidak tampak pulsasi


V.Jugularis

Palpasi

: JVP 5 - 2 cm H2O
KGB tidak teraba membesar.kaku kuduk (-), denyut A. Carotis teraba,
pulsasi abnormal (-)

Auskultasi: Bising tiroid (-), Arterial bruit (-)


Thoraks
Paru
Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan, bentuk dan gerak nafas simetris saat statis dan
dinamis, tipe thorako-abdominal, retraksi (suprasternal, retraksi sela iga,
subkostal) (-), venektasis (-), spider nevi (-), ginekomastia (-)

Palpasi

: Fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor kiri = kanan

Auskultasi

: Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-), whezing (-).

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat, pulsasi abnormal (-)

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis

Perkusi

: Batas jantung kanan setinggi ICS IV linea sternalis kanan, batas


jantung kiri setinggi ICS V medial linea midclavicularis kiri, pinggang
jantung setinggi ICS III linea sternalis kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)


Abdomen

Inspeksi

: simetris,datar

Palpasi

: supel(+), datar, nyeri tekan(-), nyeri tekan lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
5

Perkusi

: timpani,shifting dullness(-), tes undulasi (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Punggung
NK CVA -/Ekstremitas
Palmar eritema (-), clubbing finger (-)
Keempat akral hangat, oedem (-), tremor jari ekstremitasatas (+/+), tangan basah
berkeringat (+/+),
Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, pitting oedem -/Status lokalis regio colli:
I: Terlihat benjolan pada regio colli sinistra sebesar bola bekel warna sama dengan
warna kulit
P: Pada region colli sinistra teraba benjolan, soliter, berukuran 3 cm x 2 cm x 3 cm,
konsistensi lunak, permukaan rata, berbatas tegas (nodule) ikut bergerak keatas saat
menelan, suhu sama dengan sekitarnya, nyeri (-). Kelenjar getah bening servikal,
submandibular, klavikular tidak teraba membesar.
A: bruit (-)

IV.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Tanggal
09-07-14
08-10-14
08-01-15
05-03-15

FT4 (ng/dl)
1.24
1.34
1.45
3.42

Rujukan
0.93-1.70
0.93-1.70
0.89-1.76
0.89-1.76

TSHs
0.036
0.003

Rujukan (mIU/ml)
0,35-5,5
0,35-5,5

BB (kg)
45
43
44
36.5

Pemeriksaan radiologi
Tanggal 13/06/2015
Rongten thorax PA:
6

Kesan
V.

: Cor dan pulmo dalam batas normal, aorta kalsifikasi

RESUME
Pasien, Perempuan usia 57 tahun datang dengan keluhan tangannya bergetar dan
jantungnya berdebar sejak 2 minggu yang lalu. Os memiliki riwayat sakit hipertiroid
dalam pengobatan teratur sejak 7 tahun yang lalu dan sudah berhenti minnum obat
karena hasil laboratorium 5 bulan terakhir normal. Os juga mengeluhkan benjolan
dileher yang telah ada sejak dulu dengan ukuran yang tetap. Benjolan dirasakan
sebesar bola bekel terletak pada leher kiri ikut naik ketika menelan, tidak terasa nyeri,
tidak membuat os serak dan sesak nafas. Keluhan lain : batuk sejak +/- 2 minggu
yang lalu. Dahak (+) putih, Penurunan berat badan (+) dari 45 kg menjadi 37 kg
selama 3 bln, nafsu makan tetap, tangan sering berkeringat (+), tidak tahan panas (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien tampak sakit ringan, kesadaran
kompos mentis. Tanda vital, TD 120/90 mmHg, Nadi 104x/menit, napas 18x/menit,
suhu 36,60C. kepala dalam batas normal, mata KP (-) SI (-), eksoftalmus -/-. Leher
KGB tidak teraba membesar, JVP 5-2 cmH 2O. jantung, paru, dan abdomen dalam
batas normal. Ekstremitas, akral hangat, tremor +/+.
Pada status lokalis regio colli, terlihat benjolan sebesar bola bekel warna seperti
warna kulit. Pada region colli sinistra teraba benjolan, soliter, berukuran 3 cm x 2 cm
x 3 cm, konsistensi lunak, permukaan rata, berbatas tegas (nodule) ikut bergerak
keatas saat menelan, suhu sama dengan sekitarnya, nyeri (-). Kelenjar getah bening
servikal, submandibular, klavikular tidak teraba membesar. Pada auskultasi bruit (-)
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
Laboratorium terakhir (05-03-13) TSH 0.003 IU/ml, free T4 3.42 ng/dl.

VI.

Diagnosis
Toxic Noduler Goiter Relaps
VII. Diagnosis banding
Penyakit graves
VIII. Pemeriksaan penunjang anjuran

Darah lengkap

EKG

USG Tiroid

IX.

Tatalaksana
7

X.

Nonmedikamentosa:
- Pembedahan
Medikamentosa:
- Bisoprolol 1 x 5 mg
- PTU 1x100
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungtionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi tiroid
Kata thyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda.Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx
dan trachea.Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang

vertebra cervicalis 5

sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus.
Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique
lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6. 1
Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr. Dengan adanya
ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke cartilage cricoidea
dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan.Fungsinya
sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar
dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.2
I. LOBUS LATERALIS2
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1
2
8

1. Apex
2. Basis
3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir
1. APEX2
Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus (di
lateral)
Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri berada
di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)Ahli bedah
sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke apex.
2. BASIS2
Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang
berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut.
Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari kelenjar.
3. A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL2
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
B. FACIES POSTEROMEDIAL2
Bagian ini berhubungan dengan :
- 2 saluran

: larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynxberlanjut menjadi

oesophagus.
- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
C. FACIES POSTEROLATERAL2
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A.
Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral).
9

D. MARGO ANTERIOR2
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial, berhubungan dengan
anastomose A. Thyroidea superior.
E. MARGO POSTERIOR2
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial, berhubungan
dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus thoracicus terdapat pada
sisi kirinya.Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo posterior
lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false capsule. Setentang
cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent.
Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3 kemungkinan
letaknya :
- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A.
Thyroidea inferior.
- Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior
- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus
recurrent.
II. ISTHMUS 3
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di

garis tengah dan

menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak
ditemukan). Diameter transversa dan vertical 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Padamargo
superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobuspyramidalis dan
Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea
ima.
III. LOBUS PYRAMIDALIS 3
3
10

Kadang-kadang dapat ditemui.


Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os hyoidea, atau
bisa juga berasal dari lobus kiri atau kanan.
Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus
pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama levator
glandula thyroidea.
CAPSULE KELENJAR THYROIDEA4
1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda.
2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar thyroidea.
Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea,
pembuluh darah.vena yang luas dan banyak.
Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan sternohyoid, terletak
di anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae. Kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan kiri
di anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus ini disatukan oleh bagian yang
menyatu yang disebut isthmus, di cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid
dikelilingi oleh suatu fibrous capsule tipis, yang membuat septa kedalam kelenjar.
Jaringan ikat padat menempel pada cricoid cartilage dan superior tracheal ring. Dari
external ke capsule adalah loose sheath yang dibentuk oleh visceral portion dari lapisan
pretracheal di kedalaman cervical fascia.

4
11

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid


Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai oleh arteri
superior dan inferior. Pembuluh darah ini berada di antara fibrous capsule dan loose
fascial sheath. Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal karotid adalah superior
tiroid arteri, turun ke bagian superior kelenjar, menembus lapisan pretracheal di
kedalaman cervical fascia, dan membagi kedalam cabang anterior dan superior yang
menyuplai bagian anterosuperior dari kelenjar. Arteri inferior tiroid, cabang terbesar dari
thyrocervical trunks dari arteri subclavian, ke bagian posterior secara superomedial ke
carotid sheath untuk mencapai bagian posterior dari kelenjar tiroid. Merekan terbagi
kedalam beberapa cabang yang menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical
fascia dan menyuplai bagian posterioinferior, termasuk ke bagian inferior kelenjar. Kanan
dan superior kiri dan arteri inferior tiroid beranatomosis kedalam kelenjar dan menyuplai
kelenjar.
Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di permukaan
anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea. Vena superior tiroid bersama arteri superior
tiroid, mereka memperdarahi bagian superior tiroid. Vena middle tiroid tidak disertai
arteri dan memperdarahi bagian medial tiroid. Sedangkan vena inferior tiroid
memperdarahi bagian inferior tiroid. Vena superior dan middle tiroid akan bermuara ke
internal jugular vein sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke brachiocephalic vein.
12

Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular,
biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular pembuluh
lymphatic. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal, pretracheal, dan
paratracheal lymph nodes. Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan
pretracheal dan paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical nodes.
Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior tiroid melewati
langsung ke inferior deep cervical lymph nodes. Beberapa pembuluh lymph mengalir ke
brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior
cervical (symphatetic) ganglia. Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior
dan inferior thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri. Seratnya adalah
vasomotor, bukan secremotor. Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Sekresi
endokrin dari kelenjar tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary.
Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh. Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui
2 cara :
1.

Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.

2.

Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.

Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang
terdapat di dalam makanan dan air.Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan
lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid,
sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih.Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.Kompleks
yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian menyatu
untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1

Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid,


hanya memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.

13

Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif,
yaitu triiodotironin (T3).

T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga
untuk T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke
dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna.Baik T3 maupun T4
dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid
Ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal
sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa
Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.Pompa iodida ini bersifat energy
dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh
pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K
yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus
dioksidasi

terlebih

dahulu

menjadi

bentuk

aktif

oleh

suatu

enzim

peroksidase.Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung
dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada
molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh
kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka
akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di
intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan
lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang
terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan
membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta
tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin
14

dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses
eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan
disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan
T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini
kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta
iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom
akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan
pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah
yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA).
Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan
bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas.
Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada
seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit
kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah
protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang
menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
Struktur dari Hormon Tiroid

15

Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin.Struktur darihormon


ini, T4 dan T3, diperlihatkan dalam Gambar 1.Tironin yang diiodinisasiditurunkan dari
iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulinmembentuk mono- dan
diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4.
Metabolisme Iodin
Iodin memasuki tubuh dalam makanan atau air dalam bentuk ion iodida atau
iodat, dalam lambung ion iodat diubah menjadi iodida.Dalam perjalanan 100 tahun, iodin
telah larut dari tanah dan terkuras ke dalam lautan, sehingga di daerah pegunungan dan
pedalaman pasokan iodin kemungkinan sangat terbatas, sementara unsur ini melimpah di
daerah-daerah pantai.Kelenjar tiroid memekatkan dan menjebak iodida dan mensintesa
serta menyimpan hormon tiroid dalam tiroglobulin, yang mengkompensasi kelangkaan
dari iodin. Anjuran asupan iodin adalah 150 g/hari; jika asupan di bawah 50g/hari, maka
kelenjar ini tidak mampu untuk mempertahankan sekresi hormon yang adekuat, dan
akibatnya timbul hipertrofi tiroid (goiter) dan hipotiroidisme.
Mekanisme iodine pathway dalam tubuh
Intake iodine melalui air atau makanan ( garam, seafood ) dalam bentuk iodide atau
iodate ion
(contoh: daily intake Iodine = 500 g/day)
Iodate ion kemudian akan diubah menjadi Iodide di lambung
Iodide dengan cepat dan efisien diabsorpsi dari GI tract
Iodide didistribusikan di ECF, juga di air liur (salivary), gastric dan breast secretion
Membentuk Iodide pool di ECF (150 g I-)
Dengan

Di uptake oleh kelenjar tirod (115 g I- / 24 jam)


Sebanyak 40
g kembali ke

75g dari I- digunakan untuk


sintesis hormon dan

Membentuk thyroid pool (8-10mg)


(nilai ini merepresentasikan jumlah hormon yang disimpan, dan iodinated thyrosine
untuk melindungi organisme dan dari tidak adanya Iodine)
16

Dari storage pool ini, 75 g hormonal Iodide (sebagai T3 dan T4) dilepaskan kedalam sirkulasi
Membentuk circulating pool dari sekitar 600 g hormonal Iodide (sebagai T3 dan T4)

75 g iodine
dalam
hormonal
iodide bentuk
T3 dan T4
diambil dan
dimetabolisme

60 g iodide
dikembalikan ke
iodide pool

15 g dari hormonal
dikonjugasikan
dengan glucoronide
atau sulfate diliver dan
dieksresikan
melalui feces

Pengaturan Faal Tiroid


Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid3 :
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon)
Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem
hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit ( dan ). Sub unit sama seperti
hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan
penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit adalah khusus untuk setiap
hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel
tiroid TSH-reseptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon.
Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormon
bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek
pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi
kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
Efek Metabolik Hormon Tiroid
17

Efek metabolik hormon tiroid adalah3


1. Kalorigenik.
2. Termoregulasi.
3. Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.
4. Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis
farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.
5.Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi
kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada
hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme, kolesterol
total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormontiroid.
7. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya 3 tahun
pertama kehidupan.
8. Lain-lain: Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare.
Efek Fisiologik Hormon Tiroid
1. Efek pada perkembangan janin
Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di dalam
11 minggu.Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan sangat
sedikit hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian
besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
2. Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi
Na+ K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini
berperan pada peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan
kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme.
3. Efek kardiovaskuler

18

T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai beta
miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan
transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi
di diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik . Dengan demikian,
hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap
otot jantung.
4. Efek Simpatik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik- dalam otot jantung,
otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-
miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin
pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap ketokolamin
meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan
penyekat adrenergik- dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi
dan aritmia.
5. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapnia pada pusat
pernafasan, sehingga terjadi frekuensi nafas meningkat.3
6. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume
darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan
kandungan 2,3 difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.3
7. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan peningkatan
motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada
timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme.3
8. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan
resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan
demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.3
19

9. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein
struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan
kehilangan jaringan otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan
kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia pada
hipertiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal
susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta di dalam
kehamilan.3
10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian
pula

absorbsi

glukosa

usus.

Dengan

demikian,

hipertiroidisme

akan

mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol


keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar
disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low density lipoprotein (LDL)
hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan.
Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol.3
11. Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obatobatan farmakologi. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien
hipertiroid dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar
hormon sirkulasi yang normal.3
HIPERTIROIDISME
Definisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.1
Perlu

dibedakan

antara

pengertian

tirotoksikosis

dengan

hipertiroidisme.Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang


beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif.1
20

Etiologi
1. Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma
toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH,
obat kelebihan yodium (fenomena Jod Basedow).2
2. Tiroiditis silent, destruksi tiroid (tanpa amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan
hormon tiroid yang berlebihan (tirotoksikosis factitia)2
3. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional
Patogenesis
Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodireseptor thyroid
stimulating hormon (TSH) yang merangsang aktivitas tiroid, sedangkan pada goiter
multinodular toksik berhubungan dengan anatomi tiroid itu sendiri. Adapula
hipertiroisme sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari hipofisis, namun jarang
ditemukan. Hipertiroidisme pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan oleh deionisasi
T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 jaringan diluar tiroid. Pada tirotoksikosis yang tidak
disertai hipertiroidisme seperti tiroiditis terjadi kebocoran hormon. Masukan hormon
tiroid dari luar yang berlebihan dan terdapatnya jaringan tiroid ektopik dapat
mengakibatkan tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme.3
Klasifikasi
Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat puluh
tahun dan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat predisposisi
familial pada penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati
autoimun lainnya. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama, tiroidal
dan ekstratiroidal dan keduannya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter
akibat hipeplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekeresi hormon tiroid yang
berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi berupa hipermetabolisme
dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai
nfsu makan meningkat, palpitasi, takikardi dan kelemahan serta atrofi otot.6
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang
biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai
80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid
21

lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan
konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata yang relatif lebih
lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan melirik ke
bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, el mast dan sel-sel
plasma yang mengakibatkan eksoftalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan
kelemahan gerakan ekstraokular dapat hebat sekali dan pada kasus yang ekstrim
penglihatan dapat terancam. Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi
gangguan autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG).
Antibodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai
akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi troid tanpa tergantung dari
TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan hipertiroid> Imunoglobulin yang merangsang
tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena suatu kelainan imunitas yang bersifat
herediter, yang

memungkinkan

kelompokan

limfosit

tertentu

dapat

bertahan,

berkembangbiak dan mensekresi imunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap


beberapa faktor perngsang. Respon imun yang sama bertanggungjawab atas oftalmopati
yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut.6
Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai
komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini, hipertiroidisme timbul secara
lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves. Penderita
mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang persisten terhadap terapi digitalis.
Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah dan
pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multinoduler pada pasien-pasien tersebut
yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita
Goiter nodular toksik mungkin memperlihtkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran
fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktifitas simpatis yang berlebihan.
Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrasi seperti yang
terlihat pada penyakit Graves. Hipertiroidisme pada pasien dengan goiter multi nodular
sering dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek jodbasedow ).6.7
Penanganan goiter nodular toksik cukup sukar. Penangan keadaan hipertiroid
dengan hipertiroid dengan obat-obat antitiroid

diikuti dengan tiroidektomi subtotal

tampaknya akan menjadi terapi pilihan. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan

131

I, tapi
22

goiter multi nodulat akan tetap ada, dan nodul-nodul yang lain akan tetap menjadi toksik,
sehingga dibutuhkan dosis ulangan 131I.7
Adenoma Toksik. Adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan
akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai nodul panas pada scan
tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobbus lainnya.
Pasien yang khas adalah individu tua ( biasanya lebih dari 40 tahun) yang mencatat
pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-gejala
penurunan berat badan, kelemahan, napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi
terhadap panas. Pemeriksaan fisisk mnunjukn adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi
dengan sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lainnya. Pemeriksaan laboratorium
biasanya memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum sangat meningkat, dengan
hanya peningkatan kadar tiroksin yang boder-line. Scan menunjukkan bahwa nodul ini
panas. Penanganan diberikan propil tiourasil 100mg tiap 6jam atau metimazol 10 mg tiap
6 jam diikuti oleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif.7
Tiroiditis Subakut (De Quervain, tiroiditis granulomatosa) adalah kelainan
inflamasi akut kelenjar tiroid yang kemungkinan besar disebabkan olehh infeksi virus.
Sejumlah virus, termasuk virus campak, koksakie, dan adenovirus. Nyeri pada kelenjar
tiroid sering timbul relatif mendadak, sering menjalar ke rahang dan telinga dan mungkin
disertai nyeri tekan yang mencolok dan disfagia. Kelenjar umumnya memebesar sedang.
Temuan laboratorium umum meliputi peningkatan LED, imunoglobulin meningkat dan
lekositosis neutrofil atau limfositosis pada sejumlah penderita. Perubahan dalam fungsi
tiroid sangat khas, dengan stadium tirotoksikosis dini diikuti hipotiroidisme dan biasanya
eutiroidisme.6.7
Tiroiditis Kronik (Hashimoto, tiroiditis limfositik), merupakan penyakit
autoimun dimana limfosit disensitasitasi terhadap antigen dan autoantibodi tiroid
terbentuk dan bereaksi dengan antigen-antigen ini. Gambaran klinis berupa gejala-gejala
hipotiroidisme disertai dengan goiter yang padat tanpa nyeri sering merupakan keluhan
pada waktu datang, tetapi penderita mungkin pula eutiroid.6.7
Tirotoksikosis Factitia, adalah gangguan psikoneurotik dimana tiroksin atau
hormon tiroid dimakan dalam jumlah yang berlebihan, biasanya bertujuan untuk
mengendalikan berat badan. Individu biasanya adalah seorang yang berhubungan dengan
23

obat-obatan tiroid. Gambaran tirotoksikosis termasuk penurunan berat badan, nervous,


palpitasi, takikardi dan tremor bisa didapatkan, tetapi tidak ada tanda-tanda atau goiter.7
Karsinoma tiroid, terutama karsinoma folikular dapat mengkonsentrasi ion
radioaktif. Terdapat beberapa kasus kanker tiroid metastatik yang disertai hipertiroidisme.
Gambaran klinis terdiri dari kelemahan, penurunan barat badan, palpitasi, nodul tiroid
tetapi tidak ad oftalmopati. Scan tubuh dengan 131I menunjukkkan daerah-daerah dengan
ambilan yang biasanya jauh dari tiroid, contoh tulang atau paru. Terapi dengan dosis
besar ion radioaktif dapat menhancurkan deposit metastasik. 7
Krisis Tiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam nyawa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit
Graves atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus :
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres, emosi,
penghentian obat-obat antitiroid, terapi I131, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru,
penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid terlalu kuat.2
Gejala Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut,
lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya
hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara
lain adalah :
1

Peningkatan frekuensi denyut jantung

Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap


katekolamin

Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran


terhadap panas, keringat berlebihan

Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)

Peningkatan frekuensi buang air besar

Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

Gangguan reproduksi

Tidak tahan panas

Cepat letih
24

10

Tanda bruit

11

Haid sedikit dan tidak tetap

12

Mata melotot (exoptalmus).

Autoantibodi

TSH menurun

TSI terangsang

Penumpukan TH dikelenjar tiroid


Nodul dan lesi

Hipertiroid

Menekan orbital

Eksofltalmus

Metabolisme meningkat Kerja jantung meningkat

Suhu afebris

Tremor

H2O meningkat

HR meningkat

Palpitasi
Diaforesis

Pendekatan Diagnosis Tirotoksikosis


Anamnesis
Gejala tirotoksikosis termasuk gugup, emosi labil, mudah pingsan, tidak tahan
terhadap panas, turunnya berat bersamaan dengan peningkatan nafsu makan, peningkatan
frekeuensi pergerakan intestinal, palpitasi (denyut jantung yang cepat dan tidak teratur),
kelemahan pada otot proksimal (bisa terlihat saat menaiki tangga atau bangkit dari posisi
25

duduk), dan menstruasi tidak teratur serta kuantitasnya kecil. Faktor-faktor pencetus
tirotoksikosis juga perlu ditanyakan, seperti penggunaan amiodaron.
Untuk mengarahkan gejala klinis pada keadaan hyperthyroid dan Hypothyroid
pada saat anamnesis, kita dapat menggunakan indeks wayne yang memuat skor - skor
yang membantu dalam penegakkan suatu kondisi mengenai thyroid. 5
Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik tirotoksikosis bisa termasuk rasa hangat, kulit lembab dan kondisi
rambut yang tidak biasanya bagus; lepasnya ujung kuku tangan (onycholysis); retraksi
(tertarik) kelopak mata dan kelopak mata atas masuk ke dalam rongga jika memandang
ke bawah (lid lag); takikardi sewaktu istirahat; tekanan pulsa yang melebar, dan murmur
(suara pelan, bisikan) dari ejeksi sistolik; terkadang ginekomasti pada pria; getaran pada
lidah yang terjulur dan tangan yang direntangkan; dan reflek tendon dalam yang
hiperaktif.
Penyakit Grave manifestasinya berupa hipertiroid, pembesaran difus tiroid, dan
temuan ekstratiroidal exophthalmos (gerakan bola mata abnormal), pretibial myxedema,
dan thyriod acropachy. Kelenjar tiroid biasanya membesar secara difus, dengan
permukaan halus dan konsistensi dari lunak sampai keras. Pada penyakit yang parah, bisa
dirasakan getaran melalui stetoskop pada kelenjar.
Pada tiroiditis subakut, keluhan pasien akan sakit yang parah pada area tiroid,
seringkali menyebar ke telinga di sisi yang sama. Demam ringan umum terjadi, dan
terlihat tanda sistemik serta simtom tirotoksikosis. Kelenjar tiroid terasa padat lunak pada
pemeriksaan fisik.
Silent tiroiditis mempunyai rangkaian trifasik yang meniru tiroiditis subakut.
Kebanyakan pasien merasakan simtom tirotoksik ringan; retraksi kelopak mata dan lid
lag terjadi tapi exophthalmos tidak. Kelenjar tiroid bisa membesar secara difus, tapi
pelunakan tiroid tidak terjadi.
Badai tiroid adalah kondisi darurat yang mengancam jiwa yang ditandai dengan
tirotoksikosis parah, demam tinggi (seringkali >39 0C), takikardi, takipnea, dehidrasi,
delirium, koma, mual, muntah, dan diare. Faktor pencetus termasuk infeksi, trauma,
operasi, perawatan dengan iodine radioaktif, dan penghentian obat antitiroid.
26

Pemeriksaan Penunjang Untuk Penegak Diagnosis


Pemeriksaan laboratorium.
Disini dilakukan pengukuran konsentrasi T3, T4, T3RU dan TSH RIA. Sejarah
pengobatan pada pasien sangat penting untuk diketahui karena banyak obat dan
campuran bahan organic lainnya yang dapat memberikan efek pada serangkaian tes
fungsi tiroid.
Pada pemeriksaan lab penderita hipertiroid ringan terdapat kelainan yang sedikit,
karena itu dapat menyulitkan dalam mendiagnosanya, pada keadaan ini ada 2
pemeriksaan yang dapat membantu yaitu T3 suppression test dan TRH test, pada T3
suppression test pasien dengan hipertiroid mengalami kegagalan dalam penekanan
ambilan tiroid dari radioiodin pada waktu diberikan T3 exogen. Pada tes TRH, serum
TSH tidak meningkat sebagai respon pemberian TSH pada pasien hipertiroid.
Pada hipertiroidism ditemukan juga keadaan rendahnya colesterol serum,
limfositosis, dan biasanya hiperkalsemia, dan glukosuria.
Peningkatan radioactive iodine uptake, RAIU (asupan iodin radioaktif)
merupakan indikasi hipertiroid sejati; kelenjar tiroid pasien memproduksi T 4, T3, atau
keduanya (RAIU normal 10-30%) berlebih. Sebaliknya, RAIU rendah mengindikasikan
bahwa hormon tiroid berlebih bukan merupakan konsekuensi dari hiperfungsi kelenjar
tiroid.
Hipertiroid yang diinduksi TSH didiagnosa dengan adanya hipermetabolisme
perifer, pembesaran difus kelenjar tiroid, peningkatan hormon tiroid bebas, dan
peningkatan konsentrasi serum imunoreactif TSH. Karena kelenjar pituitari sangat
sensitif bahkan terhadap peningkatan kecil dari T4, TSH yang terdeteksi pada pasien
tirotoksik mengindikasikan produksi TSH yang tidak semestinya.
Adenoma pituitari-pensekresi-TSH didiagnosa dengan kurangnya respon terhadap
stimulasi TRH, peningkatan jumlah TSH -subunit, dan pencitraan radiologi.
Pada tirotoksik penyakit Grave, ada peningkatan secara umum pada laju produksi
hormon dengan peningkatan T3 yang tidak proporsional dengan T4. Kejenuhan TBG
meningkat karena peningkatan serum T4 dan T3, yang dtandai dengan peningkatan asupan
resin T3. Sebagai hasil, konsentrasi T4bebas, T3bebas dan index T3 dan T4 bebas
27

meningkat bahkan lebih tinggi serum T4 total yang terukur, dan konsentrasi T 3. Jumlah
TSH tidak terdeteksi karena negative feedback oleh peningkatan level hormon tirois di
pituitari. Diagnosa tirotoksikosis dikonfirmasi oleh pengukuran konsentrasi serum T4,
asupan resin T3 (atau T4 bebas), dan TSH. Peningkatan RAIU 24 jam (diperoleh pada
individu yang tidak hamil) membuktikan bahwa kelenjar tiroid menyalahgunakan iodin
untuk memproduksi hormon tiroid ketika pasien tirotoksik.
Toxic adenoma bisa menyebabkan hipertiroid dengan nodula yang lebih besar.
Karena ada banyak peningkatan serum T3 dari nodul otonom, level T3 harus diukur untuk
memastikan toksikosis T3 bukan merupakan penyebab jika level T4 normal. Setelah
pembuktian (menggunakan radioiodine scan) toxic thyroid adenoma mengumpulkan
iodin lebih banyak dari jaringan disekitarnya, fungsi independen dibuktikan dengan
kegagalan nodule otonom untuk menurunkan asupan iodin selama pemberian T3 eksogen.
Pada goiter multinodula, thyroid scan akan menunjukkan daerah kecil jaringan
tiroid yang berfungsi otonom.
Sebelum dilakukan penegakkan diagnosis dengan penujang, terdapat beberapa
diagnosis banding yang digolongkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penyakit Graves kadang-kadang terdapat dalam bentuk tidak biasa atau atipis, di
mana diagnosisnya bisa tidak begitu jelas. Atrofi otot yang menonjol mengarah pada
adanya miopati berat yang harus dibedakan dari kelainan neurologis primer. Paralisis
periodik tirotoksis biasanya terjadi pada pria Oriental dan datang dengan serangan
mendadak paralisis flasid dan hipokalemia. Paralisis membaik sendirinya dan dapat
dicegah dengan tambahan K+ dan penghambat beta-adrenergik. Penyakit ini diobati
dengan terapi tirotoksikosis yang tepat.
Pasien dengan penyakit jantung tiroid muncul terutama dengan gejala keterlibatan
jantung, khususnya fibrilasi atrial refrakter yang tidak peka terhadap digoksin atau gagal
jantung dengan curah yang tinggi. Kira-kira 50% pasien ini tidak terbukti ada penyakit
jantung yang mendasari, dan masalah jantung disembuhkan dengan terapi tirotoksikosis.
Pasien-pasien tua akan datang dengan penurunan berat badan, goiter kecil, fibrilasi atrial
lambat, dan depresi berat, dan tidak ada gambaran klinis adanya peningkatan reaktivitas
katekolamin. Pasien flasid ini menderita "hipertiroidisme apatetik". Beberapa wanita
muda mengalami amenorea dan infertilitas sebagai gejala-gejala primer. Pada semua

28

contoh-contoh ini, diagnosis penyakit Graves biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan
klinis dan laboratoris tersebut di atas.
Pada sindroma disebut "hipertiroksemia disalbuminenik familial" , protein
abnormal seperti albumin ada pada serum yang sebagian mengikat T4 tapi tidak T3. Hal
ini berakibat peningkatan T4 dan FT4I serum, tapi T3, T4 bebas, dan TSH normal. Hal
yang penting ialah membedakan keadaan eutiroid dengan hipertiroidisme. Di samping
tidak adanya gambaran klinis hipertiroidisme, T3 serum dan kadar TSH normal akan
menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme.
Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan kelenjar tiroid
Morfologi
-

Besar, bentuk, batasnya

Konsistensi, hubungan dengan struktur sekitarnya

USG, foto Rontgen

Uji metabolisme

Uji fungsi tiroid, kadar hormon

Antibodi tiroid

Fungsi

Lokasi (dan fungsi)


-

Sidik radioaktif/tes yodium radioaktif

Diagnostik patologik
-

Fungsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi

Biopsi insisi/eksisi untuk pemeriksaan histologi

Teknik ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid yang teraba pada
palpasi adalah nodul tunggal atau multipel, dan berkonsistensi padat atau kistik.
Pemeriksaan ultrasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan
keganasan dan hanya dapat mengenal kelainan di atas penampang setengah sentimeter.
Pemeriksaan sitologi

29

Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara
pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau
limfoma. Cara ini cara baik untuk menduga kemungkinan keganasan dalam nodul tiroid,
dan mulai menggeser kegunaan pemeriksaan radioaktif atau ultrasonografi sebagai
pemeriksaan penunjang diagnosis.
Toxic Noduler Goiter
Pendahuluan
Toxic Noduler Goiteradalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang
mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma
nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer
pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hepertiroid terbanyak
kedua setelah Graves disease.
Patofisiologi
Toxic Noduler Goitermenampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul
hiperfungsi tunggal (toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel (multinodular
thyroid). Riwayat dari multinodular struma melibatkan suatu variasi pertumbuhan nodul
dimana menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang diikuti oleh proses penyembuhan dan
fibrosis. Proses kalsifikasi juga bisa terjadi di area yang sebelumnya terjadi perdarahan.
Beberapa nodul bisa berkembang menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik
terjadi oleh karena adanya mutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon
TSH pada 20 80 % adenoma toksik dan beberapa nodul dari multinodular struma.
Fungsi otonomik bisa menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika
nodul tunggal sebesar 2,5 cm atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular toksik
sama dengan tipe hipertiroid lainnya.
Epidemiologi
Internasional

30

Pada area endemik kekurangan iodium, Toxic Noduler Goiter terjadi sekitar 58 %
dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid. Grave disease terjadi
sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism
Morbiditas dan mortalitas
Kompresi local yang terjadi yang berhubungan dengan perkembangan nodul dan
kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak, dan dysphagia.
Jenis Kelamin
Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada wanita
dan pria berusia diatas 40 tahun, rata rata prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 7
% dan 1 2 %.
Umur
Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun.
Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan.
Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik. Toksisitas
meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga
mengalami struma nodular toksik.
Klinis
Riwayat

Thyrotoxic symptoms
Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom yang

tipikal dengan hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi, tremor,
kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna.
Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal diantaranya
-

Anoreksia dan konstipasi


Komplikasi cardiovascular yang mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit

jantung kongestif ataupun angina

Obstructive symptoms
Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang

berhubungan dengan obstruksi mekanik seperti:


-

Dysphagia, dyspnea ataupun stridor


31

Melibatkan saraf laryngeal superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara

menjadi serak

Asymptomatik
Kebanyakan pasien mengetahui mengalami hipertiroidism ketika skrining rutin.

Kebanyakan pada hasil lab menunjukkan penekanan TSH dengan lvel throxine (T4)
yang normal
Pemeriksaan Fisik
Terdapat pelebaran, fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis, banyak berkeringat,
kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid
bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran
biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan
USG. Suara serak dan deviasi trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan. Obstruksi mekanis
bisa menyebabkan terjadinya superior vena cava syndrome berupa penekanan vena di
leher dan kepala sehingga menghasilkan Pemberton sign. Stigmata Grave disease seperti
eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpaI.
Penilaian keganasan
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid:

Umur < 20 tahun atau >70 tahun

Gender laki-laki

Nodul disertai disfagi, serak atau obstruksi jalan nafas

Pertumbuh nodul cepat ( beberapa minggu bulan )

Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak anak atau dewasa ( juga meningkatkan
insiden penyakit nodul tiroid jinak )

Riwayat keluarga kanker tiroid meduler

Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan

Paralysis pita suara

Temuan limpadenofati servikal


32

Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL


Jika secara klinis ditemukan tanda keganasan, tiroidektomi harus dilakukan

walaupun sitologi menunjukkan lesi jinak.


Pemeriksaan penunjang
1. Tes fungsi tiroid
Pemeriksaan TSH harus dilakukan pada

pasien dengan struma

atau massa

mediastinum yang dicurigai struma intratoraks untuk mendeteksi tirotoksikosis atau


hipotiroidisme. Jika serum TSH rendah, dilakukan pemeriksaan T4 untuk menentukan
adanya tirotoksikosis , termasuk subklinik. Jika serum TSH rendah dan T4 normal,
dilakukan pemeriksaan T3 untuk menyingkirkan tirotoksikosis T3. Jika serum TSH tinggi,
penyebab pembesaran tiroid biasanya disebabkan karena tiroiditis autoimun kronik atau
konsumsi obat antitiroid seperti lithium. Tiroglobulin biasanya meningkat, kalsitonin
normal. Pada 90 % kasus kadar tiroid autoantibodi ( TPO ) negatif.
2. USG tiroid
Ditemukan nodul soliter maupun multipel dengan ekogenisitas yang bervariasi
( nonhomogen). Melaluipemeriksaan USG dapat ditentukan juga lesi jinak atau ganas. Lesi
jinak jika terdapat gambaran normoeko/hiperekogenik, mikrokalsifikasi, batas tipis dan
tegas, tepi regular, tidak terdapat limfadenopati regional, dan aliran intranodul rendah pada
pemeriksaan Doppler. Lesi ganas jika ditemukan hipoekogenik, makrokalsifikasi, batas
tidak jelas, tepi ireguler, limfadenopati regional, aliran intranodul tinggi pada Doppler.
3. Skintigrafi tiroid
Ditemukan hot dan atau cold nodul soliter atau multipel. Keganasan jarang
ditemukan pada hot nodul. Sedangkan pada cold nodul, kasus keganasan dapat ditemukan
pada 8 -25 % kasus.
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) dari nodul soliter atau nodul multipel yang paling
dominan hasil sitologi jinak. FNAB dapat membantu menegakkan 80 % diagnosis.
FNAB tidak perlu dilakukan pada lesi berukuran kurang dari 10 mm.Satu sampai sepuluh
persen struma multinodosa merupakan karsinoma.

33

Pemeriksaan penunjang lain :


-

CT Scan atau MRI nodul soliter maupun multipel nonhomogen

Tes fungsi paru gangguan kapasitas inspirasi

Berikut adalah algoritma untuk evaluasi dan tatalaksana nodul tiroid :


Penyebab
Fungsi otonomik dari kelenjar tiroid berhubungan dengan kekurangan iodium.
Berbagai variasi mekanisme telah diimplikasikan, akan tetapi pathogenesis molecular
belum begitu jelas
Keadaan yang menjurus pada struma nodular toksik
- Defisiensi iodium berdampak pada penurunan kadar T4, yang mencetus
hyperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi kadar T4 yang rendah
- Peningkatan replikasi sel tiroid merupakan factor predisposisi sel tunggal untuk
mengalami mutasi somatic dari reseptor TSH. Aktifasi konstitutif dari reseptor
TSH bisa membuat factor autokrin yang mempromosikan pertumbuhan yang
menghasilkan proliferasi klonal. Sel klon memproduksi nodul yang multiple
Mutasi Somatik dari reseptor TSH dan G protein merubah aktifasi konstitutif
menjadi kaskade cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dari jalur inostol phosphate
-

Mutasi ini terdapat pada fungsi otonomik nodul tiroid, solid sampai pada

kelenjar multinoduL
-

Laporan frekuensi mutasi ini bervariasi, sekitar 10 80 %. Insidensi

tertinggi dilaporkan pada pasien dengan defisiensi iodium


Polimorphism dari reseptor TSH telah dilakukan penelitian pada pasien dengan struma
nodular toksik
-

Mutasi ini terdapat pada jalur sel yang lain, indikasi mutasi germline. Salah

satunya, D727E memiliki frekuensi lebih besar pada pasien struma nodular toksik
dari orang yang sehat. Ini menunjukkan polymorphism mempunyai hubungan
dengan penyakit ini

34

Kehadiran tahap heterozigot dari Varian D727E dari reseptor TSH manusia

tidak berhubungan langsung pada struma nodular toksik. Sekitar 10 % dari


individu yang sehat memiliki polymorphism

Mediator pertumbuhan yang terlibat diantaranya:


-

Produksi Endhotelin 1 (ET 1) meningkat pada kelenjar tiroid tikus yang

mengalami hyperplasia, ini menunjukkan bahwa produksi ET-1 melinatkan


pertumbuhan kelenjar tiroid dan vaskularisasinya. Kontras antara sel tiroid yang
normal dengan kanker papilari tiroid, jaringan tiroid pasien dengan struma
nodular toksik menunjukkan pewarnaan positif dari struma akan tetapi negative
pada sel folikular. Signifikansi dari temuan ini belum jelas, akn tetapi ET-1
merupakan suatu vasokonstriktor, mitogen dari vascular endothelium, sel otot
polos dan sel folkular tiroid.
-

Pada sistem invitro menunjukkan stimulasi dari proliferasi sel folikular tiroid

dengan insulin-like growth factor, epidermal growth factor dan fibroblast growth
factor.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Toxic Noduler Goiter diantaranya:
- Struma nodular non toksik
- Graves disease
- Hashimoto disease
- Thyroid papillary carcinoma
-Thyroiditis subakut
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
-

Tes Fungsi tiroid

TSH assay generasi ketiga adalah penilaian awal terbaik dari uji tapis untuk hipertiroid.
Pasien dengan struma nodular toksik mengalami peningkatan kadar TSH. Kadar T4 bebas
akan meningkat ataupun dalam batas referensi. Peningkatan T4 yang terisolasi
diobservasi pada iodine-induced hyperthyroidism atau adanya agen untuk menghambat
35

perubahan T4 menjadi T3 seperti propanolol, kortikosteroid, agen radiokontras,


amiodarone. Beberapa pasien mungkin memiliki kadar T4 bebas yang normal dengan T3
yang meningkat (toksikosis), Ini bisa terjadi pada 5 46 % pasien dengan nodul toksik.
-

Hipertiroid subklinis

Beberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal
Pemeriksaan pencitraan
-

Nuclear scintigrafi

Pemindaian nuclear bisa dilakukan pada pasien dengan hipertiroidism biomolekular.


Nuclear medicine bisa dilakukan dengan radioaktif iodine 123 ( 123 I) atau dengan
technetium 99m (99m Tc). Isotop ini dipilih karena memiliki waktu paruh yang pendek
dan memiliki paparan radiasi yang kecil pada pasien jika disbanding dengan Natrium
iodide 131 (Na

131

I).

99m

Tc akan tertahan pada tiroid akan tetapi tidak mengalami

organifikasi. Walaupun tersedia, pemindaian

99m

Tc bisa menghasilkan hasil yang salah.

Beberapa nodul menunjukkan hasil panas ataupun hangat pada pemindaian


hasil dingin pada pemindaian

123

I. Maka dari itu

123

99m

Tc dan

I lebih dipilih. Pemindaian nuclear

menunjukkan determinasi terjadinya hipertiroid, Pasien dengan Graves disease


menunjukkan homogenous diffuse uptake, sedangkan throiditis menunjukkan low uptake.
Pada pasien dengan struma nodular toksik hasil pemindaian menunjukkan patchy uptake.
Nilai uptake radioiodine dalam 24 jam rata rata 20 30 %. Pemindaian tiroid sangat
berguna untuk membantu mendeterminasi perubahan perubahan pada kelenjar tiroid,
dimana mengandung nodul toksis.
-

Ultrasonografi

USG adalah prosedur yang sensisitf pada nodul yang tidak teraba pada saat pemeriksaan.
USG sangat membantu ketika dikorelasikan dengan pemindaian nuclear untuk
mendeterminasikan dengan fungsi nodul. Dominasi nodul dingin bisa dilanjutkan dengan
pemeriksaan BAJAH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus) untuk penatalaksanaan definitive
dari struma nodular toksik. Teknik ini bisa digunakan untuk mengetahui ukuran dari
tiroid nodul.
-

Pencitraan lainnya

36

CT Scan pada leher bisa membantu menentukan apakah ada kelainan pada trakea jika
terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma. Struma multinodular khususnya
dengan komponen substernal biasanya merupakan temuan yang tidak sengaja pada
radiografi thorax, CT scan atau MRI. Ct-scan dengan menggunakan iodine kontras bisa
memicu terjadinya tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (JodBasedow effect).

Prosedur
-

BAJAH

BAJAH tidak selalu diindikasikan pada nodul tiroid fungsional otonomik (hot). Risiko
terjadinya keganasan sangatlah kecil. Interpretasi dari specimen sangat sulit, karena
tampilannya menyerupai keganasan pada sel folikular dan menimbulkan kerancuan
antara lesi jinak dan lesi ganas tanpa pemotongan jaringan untuk melihat adanya
vaskularisasi dan invasi kapsular. BAJAH dilakukan jika menunjukkan suatu nodul
dingin (cold) yang dominan pada struma multinodular. Nodul yang secara klinis
signifikan lebih besar dari 1 cm dengan diameter maksimum berdasarkan pada palpasi
dan USG, kecuali pada penningkatan risiko keganasan. NOdul yang tidak teraba bisa
dibiopsi dengan bantuan USG.
Penatalaksanaan
Terapi Medis
Terapi optimal pada penatalaksanaan struma nodular toksik masih merupakan
suatu controversial. Pasien dengan nodul dengan fungsional otonomik ditatalaksana
dengan radioaktif iodine ataupun pembedahan. Pasien dengan hipertiroidsm subklinis
harus dimonitor dengan ketat.
-

Na131I,

di

Amerika

Serikat

dan

Eropa

radioaktif

iodine

merupakan

prenatalaksanaan pilihan pada struma nodular toksik. Mengenai dosis optimal


masih merupakan suatu perdebatan. Pasien dengan struma nodular toksik
mempunyai uptake yang lebih sedikit dari pasien dengan Graves disease. Maka
dari itu lebih memerlukan dosis yang lebih besar. Radioiodine terapi dengan dosis
37

tunggal menunjukkan keberhasilan sekitar 85 100 % pada pasien dengan


struma nodular toksik. Terapi radioiodine bisa mengecilkan ukuran struma hingga
40 %. Kegagalan terapi inisial dengan radioaktif iodine mempunyai hubungan
dengan peningkatan ukuran struma dan peninggian kadar T3 dan T4 yang bebas,
yang menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan dosis Na 131I. Korelasi positif
terjadi antara dosis radiasi pada tiroid dan penurunan volume tiroid. Pada pasien
dengan uptake kurang dari 20 %, tatalaksana awal dengan lithium , PTU dan TSH
recombinan bisa meningkatkan kefektifan uptake iodine. Komplikasi yang bisa
timbul diantaranya hipotiroidsm, symptom throtoxic ringan, eksaserbasi dari CHF
dan atrial fibrilasi pada pasien dengan usia tua, tiroid storm.
Farmakoterapi
Obat antitiroid dan beta bloker digunakan untuk pengobatan jangka pendek
struma nodular toksik. Hal ini sangat penting pada untuk persiapan melakukan
radioiodine dan pembedahan. Pasien dengan penyakit subklinis dengan risiko komplikasi
yang tinggi diberikan methimazole dosis rendah (5 15 mg / hari) atau beta bloker dan
dimonitor perubahan symptom atau progrefisitas penyakit yang diperlukan untuk terapi
definitif.
Thiamide (PTU dan methimazole) adalah terapi untuk mencapai euthiroidsm
sebagai

langkah

awal

dari

terapi

definitive

radioiodine

dan

pembedahan.

Direkomendasikan untuk menghentikan obat antitiroid sedikitnya 4 hari sebelum terapi


radioiodine untuk memaksimalisasi efek radioiodine. Obat antitiroid diberikan 2 8
minggu sebelum terapi radioiodine untuk mencegah risiko terjadinya tiroid storm. Obat
antitiroid dan beta bloker ini memiliki efek samping berupa gatal gatal, demam, dan
gangguan saluran cerna. PTU memiliki efek samping yang serius yaitu kerusakan hati,
maka dari itu PTU digunakan sebagai terapi garis kedua kecuali pada pasien dengan
alergi dan intoleransi pada metimazole.
Beta- adrenergic reseptor antagonis digunakan untuk mengatasi symptom dari
tirotoksikosis. Propanolol (non selective beta bloker) bisa menurunkan heart rate
mengkontrol tremor, menurunkan keringat berlebihan, dan mengatasi kecemasa.
Propanolol juga diketahui bisa menurunkan konversi T4 menjadi T3. Pasien dengan
asthma, beta 1 selektif antagonis seperti atenolol atau metoprolol merupakan pilihan yang
38

aman. Pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker menggunakan Ca channel blocker
bisa membantu mengontrol heart rate.
Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul
besar atau lebih dengan symptom obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien
dengan kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine. Subtotal thyroidectomi
mandapatkan kesembihan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat
menghilangkan symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya
terjadinya hipotiroidsm (15 25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen
hypoparatiroidsm (0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5 %) dan perdarahan
pascaoperasi yang signifikan (1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi
luka, myocard infark, atrial fibrillation, dan stroke.
Follow up
Setelah memulai pemberian PTU atau methimazole pada pasien dengan struma
nodular toksik, lakukan penilaian T4 bebas dan index T4 bebas pada minggu ke 4 6.
Kadar TSH meningkat dengan lambat dikarenakan adanya supresi oleh peningkatan level
hormone tiroid dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk normal.
Ablasi radioiodine memerlukan waktu 10 minggu untuk mencapai respon klinis.
Pasien memerlukan tatalaksana dengan obat antitiroid dan beta bloker dalam periode
tersebut. Cek evaluasi biokimia dari fungsi tiroid sekitar 4 minggu setelah terapi inisial.
Pasien dengan total tirodectomy memulai levotiroksin pada saat itu juga, kecuali
adanya tanda klinis hipertiroid. Evaluasi fungsi tiroid 4 6 setelah pembedahan. Monitor
pasien dengan hipertiroid subklinis dengan evaluasi biokimia setiap 6 bulan.
Prognosis
Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang
jelek berhubungan dengan hipertiroidsm yang tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui
jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia, gagal

39

jantung, koma, dan kematian. Ablasi dari Na131 I menghasilkan hipertiroid yang kontiniu
dan membutuhkan terapi ulang dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid.

BAB III
ANALISA KASUS

Secara teori, penderita penyakit Toxic Noduler Goiter memiliki gejala-gejala takikardia,
hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit lembab, dan tremor. Pembesaran kelenjar thyroid
bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran
biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan

USG. Stigmata Grave disease seperti eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpai.
Secara epidemiologi Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Thyrotoksikosis
sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi

pada pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik.


Indeks Wayne dan indeks New Castle merupakan indeks diagnostik klinik untuk
hipertiroid.
Pasien ini berumur antara 15-24 tahun saat pertama kali timbul keluhan (nilai indeks new
castle: 0). Pada pasien didapatkan gejala-gejala berupa berdebar-debar (nilai indeks
wayne: +2), kelelahan (nilai indeks wayne: +2), keringat berlebihan (nilai indeks wayne:
+3), gugup (nilai indeks wayne: +2), nafsu makan bertambah (nilai indeks wayne: +3,
nilai indeks new castle: +5), berat badan turun (nilai indeks wayne: +3). Dan didapatkan
pula tanda-tanda berupa kelenjar tiroid teraba/goiter (nilai indeks wayne: +3, nilai indeks
new castle: +3), bising tiroid (nilai indeks wayne: -2, nilai indeks new castle: 0),
eksoftalmus (nilai indeks wayne: 0, nilai indeks new castle: 0), tremor halus pada jari
(nilai indeks wayne: +1, nilai indeks new castle: +7), tangan basah (nilai indeks wayne:
+1), nadi >90/menit (nilai indeks wayne: +3, nilai indeks new castle: +16). Pada pasien
tidak didapatkan gerakan hiperkinetik (nilai indeks wayne: -2), tangan yang panas (nilai
indeks wayne: -2). Suka udara dingin (indeks wayne +5)

40

Dari data tersebut didapatkan hasil total nilai indeks wayne 22 (>20) menunjukkan pasien
hipertiroid. Total nilai indeks new castle 31 (40-80) yang menunjukkan bahwa pasien

menderita susp hipertiroid.


Menurut teori, struma merupakan istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid. Disebut
struma apabila lobus lateralis kelenjar tioid lebih besar dari ruas ibu jari penderita dan
bila ukuran kelenjar tiroid termasuk derajat 0-b atau lebih manurut gradasi Perez (1973).
Berikut adalah derajat pembesaran kelenjar menurut Perez (gradasi Perez):

Derajat 0-a

: kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih

besar daripada normal.

Derajat 0-b

: kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala

dalam posisi normal

Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi
normal, terlihat nodulus

Derajat II : jelas terlihat

Derajat III : dari jauh tampak jelas

Derajat IV : sangat besar

Menurut tempatnya, struma dapat bersifat menyeluruh (difus) ataupun setempat berupa
benjolan (nodul). Pada pasien ini dari pemeriksaan fisik leher didapatkan pada region
colli sinistra, teraba benjolan, soliter, berukuran 3 cm x 2 cm x 3 cm, konsistensi lunak,
permukaan rata, berbatas tegas (nodul) ikut bergerak keatas saat menelan, suhu sama
dengan sekitarnya, nyeri (-). Kelenjar getah bening servikal, submandibular, klavikular

tidak teraba membesar.


Secara teori, Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar,
kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata)
dan kegagalan konvergensi. Pada pasien ini tidak didapatkan adanya mata melotot

(eksoftalmus).
Ada bermacam-macam tes tiroid yang saat ini dapat dilakukan baik yang secara langsung
mengukur kadar hormon-hormon yang bersangkutan maupun yang tidak langsung. Dari
semua tes-tes ini disepakati bahwa pemeriksaan kadar TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) dan kadar T4 bebas (free T4) adalah yang paling membantu terutama untuk

41

kelainan fungsi (hiper/hipo). Laboratorium terakhir pasien ini (05-03-13) TSH 0.003
IU/ml, free T4 3.42 ng/dl.

DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie,
Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000 : hal 2144-2151
2. R. Djokomoeljanto, Kelenjar tiroid, Hipertiroid dan Hipotiroid. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2006. Hal
1955-65.
3. Johan S. Masjur, Nodul tiroid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Editor
Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2006. Hal 1975-80.
4. Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh.
Jakarta, McGraw-Hill & EGC. 2003.
5. Sadler, T. W. Glandula Thyroidea, Embriologi Kedokteran Langman, edisi ketujuh.
Jakarta, EGC. 2000.
6. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999 : hal 594-598
7. American Association of Clinical Endocrinologists and Associazione Medici
Endocrinologi medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management
of thyroid nodules. Endocr Pract. Jan-Feb 2006;12(1):63-102
8. Moore, Keith L. and Anne M. R. Agur. Glandula Thyroidea, Anatomi Klinis Dasar.
Jakarta, Hipokrates. 2002.
9. Putz, R. and R. Pabst. Neck, Sobotta, Atlas of Human Anatomy, part 1, 12th edition. Los
Angeles, Williams & Wilkins. 1999.
10. Junqueira, L. Carlos, et al. Tiroid, Histologi Dasar, edisi kedelapan. Jakarta, EGC. 1998.
11. Price, Sylvia Anderson, et. al. Gangguan Kelenjar Thyroid, Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, edisi keenam. Jakarta, EGC. 2006.
12. Siegel RD, Lee SL. Toxic nodular goiter. Toxic adenoma and toxic multinodular
goiter. Endocrinol Metab Clin North Am. Mar 1998;27(1):151-68.
13. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002,
PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-18

42

14. Zingrillo M, Urbano N, Suriano V, et al. Radioiodine treatment of Plummer and


multinodular toxic and nontoxic goiter disease by the first approximation dosimetry
method. Cancer Biother Radiopharm. Apr 2007;22(2):256-60
15. Erickson D, Gharib H, Li H, et al. Treatment of patients with toxic multinodular
goiter. Thyroid. Apr 1998;8(4):277-82.
16. Kang AS, Grant CS, Thompson GB, et al. Current treatment of nodular goiter with
hyperthyroidism (Plummer's disease): surgery versus
radioiodine. Surgery. Dec 2002;132(6):916-23; discussion 923.

43

You might also like