You are on page 1of 52

Mustafa mursyid (1306392512)

PREPARASI SPESIMEN UNTUK MIKROSKOP OPTIK

Preparasi sampel untuk uji metalografi merupakan proses yang sangat penting yang
dapat menentukan keberhasilan mikrostruktur yang diperoleh. Proses preparasi sampel yang
tidak tepat dapat mengakibatkan interpretasi yang salah akibat mikrostruktur yang
dihasilkan tidak jelas.
Tahapan-tahapan preparasi sampel untuk uji metalografi adalah
1.Pemilihan sampel
Pemilihan sampel ini berhubungan dengan jumlah, lokasi, dan orientasi dari benda kerja
atau komponen yang dipilih. Pemilihan sampel di desain untuk menghasilkan sampel dengan
kondisi rata-rata atau kondisi tipikal yang dapat menunjukan kondisi terburuk. Jumlah
sampel dibutuhkan untuk mengkarakterisasi komponen berdasarkan ukuran dan tingkat
kerumitan sebuah part. Sedangkan lokasi dari benda kerja biasanya dipilih pada bagian yang
memang sering digunakan untuk pemotongan berdasarkan pengalaman-pengalaman
sebelumnya. Lalu untuk orientasi dari bidang uji bergantung pada proses manufaktur,
bentuk produk, dan bagian yang ingin dipelajari. Pada proses casting semua bidang bersifat
identik namun orientasi radial seperti arah yang paralel dengan arah solidifikasi lebih
diutamakan.
2.Pemotongan
Metode pemotongan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
Fracturing
Pemotongan pada material as-quenched, high-hardness martensitic steels bisa dilakukan
pemotongan menggunakan abrasive cutoff saw, namun kendala yang dapat timbul adalah
sulit untuk menghindari panas yang timbul akibat pemotongan sehingga dapat merubah
mikrostruktur dan kekerasannya. Sebagai alternatif, biasanya digunakan baja perkakas
untuk memotong sampel kemudian permukaannya dipoles. Baja yang tidak terlalu getas
dapat didinginkan pada nitrogen cair agar dapat memotong dengan menghasilkan
permukaan yang lebih rata. Proses fracturing juga bisa menggunakan material getas lainnya
seperti karbida atau keramik.
Shearing

Untuk material lunak seperti baja karbon rendah dan material tipis lainnya bisa dilakukan
pemotongan dengan shearing. Daerah yang dipengaruhi oleh shearing harus dihilangkan
dengan proses pengamplasan. Shearing merupakan proses yang cepat, simpel dan efektif
untuk teknik pemotongan.
Sawing
Material lunak yang memiliki kekerasan kurang dari 350 HB dapat dipotong menggunakan
sawing. Jenis sawing yang dapat digunakan diantaranya simple hacksaw, band saw atau
power hacksaw. Sawing dapat menghasilkan permukaan yang kasar, menghasilkan panas,
dan menyebabkan deformasi. Karena proses pemotongan dengan sawing ini dapat
menimbulkan kerusakan pada kedalaman tertentu, maka sejumlah logam pada permukaan
perlu dihilangkan melalui proses pengamplasan untuk membuat strain-free surface dan
menghasilkan mikrostruktur yang benar dan jelas.
Abrasive Cutting
Metode abrasive cutting merupakan metode yang paling umum digunakan karena bisa
diaplikasikan pada sampel dengan range kekerasan yang tinggi. Selain itu, hasil dari
pemotongan ini juga menunjukan kualitas permukaan yang bagus. Pada abrasive cutting,
digunakan rotating disc tipis pada supporting media. Karena orientasi partikel pengabrasi
bersifat random, maka pengabrasi ini akan berkontak dengan benda kerja pada beberapa
sudut dimana bagian yang tidak ingin dilakukan pemotongan juga dapat terpotong. Namun,
partikel-partikel yang sejajar atau aligned dapat menghasilkan pemotongan yang efektif,
sedangkan yang tidak akan menghasilkan panas akibat dari gesekan dan dapat menggores
atau mencungkil permukaan.
Wire saws
Digunakan untuk menghasilkan spesimen bebas kerusakan dan permukaan yang single
crystalline. Dilakukan dengan cara menarik kawat di atas sampel dengan tekanan terkontrol
dan dapat ditambahkan juga dengan pelumas abrasif.
Electric Discharge Machining Hanya bisa dilakukan untuk material konduktif dan dilakukan
dengan mengalirkan listrik ke electroda dan sampe yang digabung dalam sebuah fluida
penghantar listrik.
Micromilling

menggunakan diamond atau Borazon untuk menghasilkan permukaan sampel yang baik
untuk pemeriksaan dengan poles listrik. Hasil lebih maksimal ketika digunakan pada logam
lunak seperti tembaga, seng, aluminium, emas, dan perak.1
Mounting
Diperlukan ketika sampel kecil atau berbentuk janggal. Ukuran mounting dipengaruhi
ukuran spesimen. Secara umum ukurannya berkisar antara 1-1.5 inch sedangkan tingginya
antara 0.5-0.75 inch dengan bentuk bulat maupun persegi. Dalam memilih material
mounting dan teknik yang digunakan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan seperti:
-

Material dan tekniknya tidak boleh merusak spesimen


Memiliki resiko shrinkage yang rendah
Temperatur pengerasan mounting tidak berpengaruh signifikan terhadap material

Cleaning
Tahapan ini adalah tahap yang penting dilakukan sebelum proses mounting,
fungsinya

adalah

menghilangkan

pengotor

yang

terdapat

pada

spesimen.

Proses

pembersihan harus dilakukan dengan hati-hati, karena jika berlebihan akan menghilangkan
bagian yang seharusnya teramati

dengan menggunakan mikroskop.

Pembersihan

permukaan yaitu sebaiknya bersih secara fisik dan kimiawi:


a. Secara fisik bersih dari pengotor berupa sebuk, minyak, dan partikel lain
b. Secara kimiawi bersih dari kontaminasi
Sumber pengotor dan pembersihannya:
Pengotor dan Cacat
Fluida (oli, minyak, air
berlebih)
Debris berupa serbuk dan

Sumber

Cara menghilangkan
Vapor degassing

Tahap pemotongan

(menggunakan trikloroetilen
atau aseton)

garis halus

air sabun, alkohol, dan

Cavitation

Cacat akibat adanya gas di

aseton
Ultrasonic cleaning

permukaan spesimen

(maksimal 30 detik)

Proses pembersihan selain dioles (swab) bisa juga dengan melakukan pencelupan
(immerse), hanya kekurangan proses pencelupan adalah fluida permbersih seperti air sabun
harus diganti secara keseluruhan dan berkala sebelum penggunaan untuk spesimen lain.

Adhesive Mounting
Mounting ini memanfaatkan gaya adhesif dari material. Material harus berukuran
tipis dengan ketebalan tertentu yang ditempelkan pada material lain sebagai maktriks
dengan luas area lebih lebar. Material yang biasa digunakan untuk menempelkan antar
substrat yaitu epoksi.

Clamps
Clamp yaitu metode mounting dengan menggunakan logam lain sebagai penjepit
(clamp). Sampel akan dibuat menjadi lembaran tipis kemudian diclamp dengan logam disisi
depan dan belakangnya. Setelah itu diberi lubang yang menembus kebelakang. Material
yang digunakan pada clamp sebaiknya sama komposisinya dengan spesimen. Hal ini untuk
menghindari efek galvanis pada saat pengetsaan. Jika clamp lebih reaktif dari spesimen,
maka spesimen akan gagal teretsa.

Plastic Mounting Materials


Proses mounting menggunakan fenol telah dikenal sejak tahun 1930an, sejak saat itu
berbagai jenis polimer terus dikembangkan untuk material mounting. Material polimer ini
kemudian diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan curing-nya: polimer yang membutuhkan
panas dan tekanan, dan polimer yang bisa curing pada temperatur ruangan.
Compression mounting
Tipe ini adalah proses mounting yang polimernya membutuhkan tekanan dan panas
untuk terjadi proses curing. Berdasarkan polimer yang digunakan (resin) dibagi lagi menjadi
dua:

a. Thermosetting resin
Membutuhkan panas dan tekanan, hasilnya bisa dikeluarkan dari cetakan pada
temperatur moldingnya. Polimer yang digunakan yaitu fenol, bakelit, dan epoksi
seperti plastimet.
b. Thermoplastic resin
Membutuhkan panas dan tekanan, hasilnya tidak bisa langsung dikeluarkan dari
cetakan

pada

temperatur

moldingnya,

melainkan

harus

diturunkan

hingga

temperatur ruangan dengan tetap memberikan tekanan. Polimer yang umum


digunakan yaitu metil metakrilat (PMMA), PVC, dan polystyrene.
Umumnya temperatur yang digunakan untuk melelehkan resin yaitu 300 oF (149oC)
dan tekanan yang digunakan yaitu sekitar 4200 lb/in 2. Nilai tekanan yang diberikan
disesuaikan dengan ukuran spesimen. Untuk memaksimalkan temperatur proses, digunakan
blok pemanas dan blok pendingin disekitar alat mounting. Umumnya untuk pengingin
digunakan blok tembaga, dan untuk pemanas digunakan high-capacity heater.
Plastic Mounting
Compression mounting merupakan salah satu jenis dari proses mounting. Proses ini
menggunakan sebuah alat automatic press. Terdapat dua tipe resin yaitu thermosetting
seperti phenolic plastic, bakelit. Sedangkan untuk thermoplastic contohnya PVC,polystyrene.
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat properties dari thermosetting dan thermoplastic.

Proses compression mounting diusahakan sampel berukuran tipis. Sampel harus


dibersihkan agar tidak terdapat kotoran. Sampel diletakkan pada pusat ram dibagian bawah.
Mounting powder dimasukkan kedalam mold hingga menutupi sampel. Lalu ram di naikkan
ke posisi up dan pada bagian atas ram dilakukan compression. Proses ini dipengaruhi oleh
temperature dan tekanan yang diberikan terhadap bahan mounting. Temperature dan
tekanan yang diberikan diusahakan berada pada tempetatur kamar. Keberhasilan mounting
dapat dilihat dari cacat yang terdapat pada proses mounting. Semakin besar sampel maka
peluang untuk terjadinya cacat akan meningkat. Sampel berukuran kecil dan tipis akan lebih
baik ketika dilakukan compression mounted. Sampel yang memiliki cacat coating akan
mengalami kerusakan ketika dilakukan compression molding. Terdapat beberapa cacat
akibat compression molding seperti radial split, edge shrinkage, burst dan unfused.
Bakelit dan Diallyl Phthalate:
Defekasi
Keretakan Radial (Radial Split)

Sebab
Bagian yang terlalu besar di
area cetakan.
Spesimen dengan ujung yang
tajam.

Perbaikan

Memperbesar ukuran
cetakan.
Mengurangi ukuran specimen.

Penyusutan Ujung (Edge

Penyusutan plastik yang

Mengurangi suhu cetakan.

Shrinkage)

berlebihan dari sampel.

Mendinginkan cetakan sedikit


sebelum mengeluarkan.

Keretakan Sekeliling
(Circumferential Split)
Kelembaban diserap.
Gas terperangkap saat
mencetak.

Ledakan (Burst)

Memanaskan bubuk atau


cetakan awal.
Melepaskan tekanan sesaat
saat dalam keadaan fludia.

Memanjangkan periode
Periode pemulihan terlalu

pemulihan.

cepat.

Menggunakan tekanan yang

Tekanan tidak memadai.

cukup saat masa transisi dari


keadaan fluida ke padat.
Menggunakan tekanan yang

Terpisahkan (Unfused)

sesuai saat mencetak.


Tekanan cetakan kurang.

Menambahkan waktu

Waktu kurang saat suhu

pemulihan.

pemulihan.

Dengan bubuk

Luas permukaan bubuk

mempercepat tutup cetakan

material naik.

dan menempatkan tekanan


untuk mengeliiminasi
pemulihan yang terlokalisir.

Transoptik:
Defekasi
Bola kapas (Cottonball)

Sebab

Perbaikan

Media bubuk tidak mencapai


suhu maksimum.

Menaikkan waktu penahanan

Waktu yang kurang saat suhu

saat suhu maksimum.

maksimum.

Penggilaan (Crazing)
Membiarkan pendinginan
Stress yang terbebaskan saat
atau setelah dikeluarkan.

sampai ke suhu yang rendah


setelah pengeluaran.
Penaruhan pelunakan dalam
air mendidih.

Gambar 2-7 Defekasi kompresi cetakan yang sering ditemui, sebabnya, dan perbaikannya.
(Sumber dari Buehler Ltd.)
Bakelit adalah material kompresi cetakan yang paling sering digunakan karena
kesederhanaan pemakaiannya, didapatkan hasil yang bagus, dan harganya yang murah.
Retensi ujung bakelit lebih lemah dari resin lain namun dapat ditingkatkan jika resin
didinginkan dalam tekanan dan jika gesekan otomatis dilakukan. Penyusutan diallyl
phthalate lebih rendah dibandingkan bakelit. Diallyl phthalate menunjukkan resistensi yang
lebih kuat terhadap asam kuat dan etsa daripada bakelit.
Pemasangan material thermoplastik dapat digunakan dengan spesimen yang tipis
atau rapuh karena tekanan cetakan yang dibutuhkan dapat digunakan setelah resin
meleleh. Transparansi dari methyl methacrylate (Lucite) dan polyvinyl formal (Form-var)
berguna saat penggilingan harus dikontrol untuk menemukan defekasi tertentu dalam area
yang dipelajari.

Gambar 2-8 Contoh dari retensi ujung yang terbatas dari pemasangan bakelit. Kiri, gosokan
otomatis. Kanan, gosoikan tangan (320x, 2% nital etchant, low-carbon steel)
Pemasangan castable (castable mounts). Resin castable, sering dimaksudkan
dengan plastik cold-mounting. Karakterisik material ini melengkapi material pemasangan
kompresi dan menawarkan banyak keuntukan kepada metallographer. Secara umum,
material ini adalah system dua komponen, paling sering dua cairan, namun bisa juga
menjadi cair dan bubuk. Satu komponen adalah resin dan yang lain adalah pengeras. Resin
dan pengeras harus diukur dengan hati-hati (dengan berat atay volume, tergantung oleh
petunjuk yang diberikan) dan dicampur secara merata sebelum di-cast. Jika ini tidak
dilakukan, sampel tidak akan mengeras.
Walaupun beberapa laboratorium menggunakan epoxy secara eksklusif, banyak yang
menggunakan epoxy dan resin castable lain hanya di situasi dimana pemasangan kompresi
tidak cukup, seperti sampel yang tipis, rapuh dan dapat terbakar. Property epoxy yang
paling unggul adalah fluditasnya yang bagus, yang dapat mengisi rongga, pecahan, atau
[oori-pori, walaupun vacuum impregnation biasanya digunakan untuk hasil yang lebih
sempurna.
Akrilik menggunakan cairan dan bubuk yang akan menperbaiki selama setengah jam
setelah pengadukan, menghasilkan pemasangan putih-susu. Akrilik tidak menyediakan
retensi ujung yang baik. Keunggulannya adalah waktu pemulihan yang cepat dan
pemakaian yang gampang.
Epoxida:
Defekasi
Keretakan (Cracking)

Sebab
Pemulihan udara yang kurang

Perbaikan
Menaikkan waktu pemulihan

sebelum pemulihan oven.

udara.

Suhu pemulihan oven terlaly

Mengurangi suhu pemulihan

tinggi.

oven.

Rasio resin dan pengeras

Membenarkan rasio resin dan

salah.

pengeras.

Agitasi yang terlalu keras saat

Mencampur secara pelan

mencampur resin dan

untuk menghindari

pengeras.

terperangkapnya udara.

Rasio resin dan pengeras

Membenarkan rasio resin dan

Gelembung (Bubbles)

Pewarnaan yang beda

(Discoloration)
salah.
Pengeras yang teroksidasi.

pengeras.
Memastikan wadah tertutup
rapat.

Pemasangan yang halus (Soft


mounts)

Rasio resin dan pengeras

Membenarkan rasio resin dan

salah.

pengeras.

Pencampuran resin-pengeras

Mencampur dengan

yang salah.

sempurna.

Sebab
Pemulihan udara yang kurang

Perbaikan
Menaikkan waktu pemulihan

sebelum pemulihan oven.

udara.

Suhu pemulihan oven terlaly

Mengurangi suhu pemulihan

tinggi.

oven.

Rasio resin dan pengeras

Membenarkan rasio resin dan

salah.

pengeras.

Polyester:
Defekasi
Keretakan (Cracking)

Pewarnaan yang beda


(Discoloration)
Rasio resin dan pengeras
salah.
Rein yang teroksidasi.

Membenarkan rasio resin dan


pengeras.
Memastikan wadah tertutup
rapat.

Pemasangan yang halus (Soft


mounts)

Tacky Tops

Rasio resin dan pengeras

Membenarkan rasio resin dan

salah.

pengeras.

Pencampuran resin-pengeras

Mencampur dengan

yang kurang komplit.

sempurna.

Rasio resin dan pengeras

Membenarkan rasio resin dan

salah,

pengeras.

Pencampuran resin-pengeras

Mencampur dengan

yang kurang komplit.

sempurna.

Sebab

Perbaikan

Agitasi yang terlalu keras saat

Mencampur secara pelan

mencampur resin dan

untuk menghindari

pengeras.

terperangkapnya udara.

Akrilik:
Defekasi
Gelembung (Bubbles)

Meskipun disebut sebagai cold-mounting materials, akrilik dapat menghasilkan panas


yang cukup selama curing berlangsung. Nelson melakukan percobaan yang mengungkapkan
sejauh mana masalah yang ada dan juga menggambarkan bagaimana proses molding dapat
mempengaruhi besarnya eksotermis. Empat kondisi yang diuji adalah (1) kompresi
membentuk Bakelite, (2) cor (Kold Mount) akrilik dalam cetakan kaca pada piring kaca, (3)
cor akrilik dalam cetakan aluminium pada plat aluminium, dan (4) cor epoxy dalam bentuk
cincin Bakelite pada dasar karton. Pada Gambar 2-10 menunjukkan kurva suhu terhadap
waktu untuk setiap kali proses mounting. Seperti yang diharapkan, kompresi pemasangan
Bakelite menghasilkan suhu tertinggi, dengan suhu maksimum 149,5C. Untuk (Kold Mount)
cor di cincin kaca pada piring kaca (konduksi panas yang buruk), menghasilkan suhu
maksimum 132C, hanya sedikit berkurang dari proses Bakelite. Penggunaan (Kold Mount) di
cincin aluminium pada plat aluminium (konduksi panas yang baik) menghasilkan suhu
maksimum hanya 42C merupakan kemajuan besar. Sedangkan epoxy, meskipun cor dalam
kondisi konduksi panas yang buruk, dapat menghasilkan suhu hanya mencapai 7C.
Baczewski menjelaskan prosedur untuk menghilangkan sampel dari epoxy-mount.
Pertama, sebanyak mungkin epoxy dihilangkan dengan proses pemotongan. Kemudian,
sampel ditempatkan dalam keranjang kawat dan keranjang diturunkan pada suhu mendidih
sulfoxide dimetil (DMSO). DMSO mendidih pada suhu sekitar 190C. Setelah 1 sampai 2
menit, keranjang diangkat dan dengan cepat pindahkan ke cairan yang sangat dingin seperti
nitrogen cair atau campuran dengan aseton. Setelah satu atau lebih dilakukan pengulangan
proses ini, maka setiap epoxy yang masih menempel pada sampel dapat dengan mudah

dihilangkan dengan tangan. Dalam menggunakan metode ini, orang harus bekerja dengan
hati-hati, karena asap DMSO sangat beracun, dan kontak kulit dengan DMSO harus dihindari.

Vacuum Impregnasi
Vakum impregnasi epoxy resin adalah satu-satunya prosedur yang baik untuk
pemasangan spesimen berpori ataupun spesimen yang rapuh. Prosedur dapat melibatkan
langkah impregnasi kedua setelah fine grinding. Vacuum impregnasi menghilangkan udara
dari pori-pori, celah-celah, dan keretakan, sehingga memungkinkan epoxy dapat masuk.
Akibatnya, ikatan kovalen lengkap dapat dicapai, dan mengurangi kemungkinan kerusakan
sampel yang rapuh. Ikatan ini dapat mengakibatkan beberapa bagian dari sampel putus
selama proses grinding atau polishing. Pada proses polishing juga dapat mengakibatkan tepi
dari pori-pori berubah ukuran dab berubah bentuk tergantung proses yang dilakukan.
Terbukanya pori-pori, senyawa polishing, pelarut dan etsa dapat menyababkan masalah
pewarnaan.
Vakum impregnasi umumnya digunakan dengan spesimen bubuk metalurgi, batubara
atau kokas, keramik, dan mineral dan korosi atau analisis kegagalan. Sebagian peralatan
yang diperlukan sudah ada di laboratorium yang lengkap atau dapat dibeli. Banyak
laboratorium dilengkapi dengan garis vakum yang memadai. Jika tidak tersedia, pompa
vakum mekanik sederhana dapat digunakan. Sebuah pengukur vakum berguna tetapi tidak
sangat

diperlukan.

Garis

vakum

dapat

dilewatkan

melalui

agen

dehidrasi

untuk

menghilangkan kelembaban. Sebuah toples dan pelat dasar atau dessicator vakum
digunakan untuk mengandung sampel di bawah vakum selama impregnasi. hasil yang
optimal diperoleh jika epoxy ditambahkan ke cetakan bawah vakum. Nelson dan Slepian
telah menjelaskan sistem impregnasi tunggal sampel sederhana, sementara Petretzky
menggambarkan sistem peresapan multiple-sampel.
Permukaan sampel yang akan dimounting adalah dasar permukaan dengan kertas
grit kasar untuk meratakannya. Dengan beberapa sampel yang rapuh, ini tidak dapat

dilakukan,

dan

langkah

impregnasi

kedua

digunakan

setelah

fine

grinding.

Jika

memungkinkan, sampel dibersihkan sebelum ditempatkan di dalam cetakan. Jika sampel


berpori atau retak itu dikeringkan selama sekitar 15 menit pada sekitar 150 sampai 200F
(66-93C) (dengan asumsi ini tidak menghasilkan kerusakan) untuk menghilangkan uap air.
Sampel ditempatkan di dalam cetakan dan cetakan ditempatkan dalam ruang. Nelson dan
Slepian

menyarankan

untuk

menempatkan

permukaan

sampel

yang

akan

dipoles

menghadap ke atas, dengan blok spacer kecil di bawah sehingga permukaan yang
diinginkan adalah sedikit di bawah bagian atas cetakan. Blok ketebalan disesuaikan
sehingga keseluruhan tingginya adalah 1/2 sampai 3/4 dan sekitar 1/8 pada epoxy akan
menutup bagian atas sampel. Cetakan ini berpusat di bawah tabung yang digunakan untuk
mengenalkan epoxy. Setelah beberapa menit epoxy ditambahkan sampai cetakan hampir
penuh. Vakum dipertahankan selama beberapa menit dan kemudian udara diperkenankan
masuk perlahan-lahan.
Suatu prosedur alternatif adalah dengan menambahkan epoxy untuk cetakan di
bawah tekanan atmosfer dan outgas di dessicator vakum sampai semua gelembung udara
menghilang. Ini mungkin membutuhkan waktu sekitar 10 menit atau lebih. Ketika udara
masuk ke dalam vessel, epoxy dipaksa masuk ke dalam lubang. Beberapa pengguna lebih
memilih untuk menggunakan siklus vakum dan udara alternatif. Prosedur lain yang berguna
adalah outgas epoxy di bawah vakum selama beberapa menit sebelum menambahkannya
ke cetakan dan kemudian outgas cetakan diisi. Namun, teknik ini mungkin tidak seefektif
prosedur yang pertama kali dijelaskan. Prosedur yang terbaik adalah untuk outgas epoxy
dan menambahkannya ke cetakan tanpa dipindahkan ke luar ruang vakum.
Taper Mounting
Metalografi telah menggunakan prosedur taper sectioning dalam hubungannya
dengan cahaya mikroskop untuk mendapatkan permukaan yang lebih besar dengan struktur
yang detail. Samuels menggunakan metode ini secara luas dalam studi tentang pengaruh
grinding dan polishing pada deformasi permukaan. Sebuah bagian runcing diproduksi
dengan mengamplas sampel pada sudut kecil ke permukaan atau dengan sedikit
mengangkat salah satu ujung sampel, seperti yang diilustrasikan pada Gambar. 2-11.
Pembesaran yang dihasilkan sama dengan kosekans dari sudut lancipnya. Untuk sampel
putaran, sebuah senar diltarik pada sudut tangensial ke permukaan seperti yang
digambarkan.
Perbesaran runcing untuk sampel berbentuk batang dengan rasio diameter bar
dengan panjang senar. Pada garis perpotongan antara permukaan spesimen dan bidang
polishing, struktur diperbesar dengan jumlah yang ditetapkan oleh pembesaran runcingnya.
Untuk spesimen datar, sudut lancip dari 544' menghasilkan 10X pembesaran. Sudut lancip

dapat ditentukan dengan menempatkan sepotong ketebalan shim yang dikenal dengan
salah satu sudut sampel dan kemudian mengukur jarak dari shim ke sudut yang berlawanan,
seperti ditunjukkan pada Gambar. 2-11. Atau, dipotong dari kedalaman yang sangat dangkal
yang dihasilkan diseluruh sampel sehingga dapat diukur perbesarannya sudutnya.
Edge Preservation
Dalam banyak penelitian metalografi, perlu untuk memeriksa struktur permukaan
yang keras. Hal ini memerlukan permukaan halus dan datar yang keluar ke ujung sampel.
Tingkat retensi ujung tergantung pada bahan mounting, penggunaan bahan pengisi atau
plating, dan proses polishing. Schuller dan Schwaab mengukur profil ujung sampel yang
dipoles

dan

dipasang

dalam

bahan

plastik

yang

berbeda

Pengukuran

mereka

mengungkapkan bahwa hanya beberapa dari resin epoxy diperlihatkan ujung retensi cocok.
Selain itu dari alumina filler menghasilkan hasil yang sangat baik, sedangkan resin tanpa
filler memiliki retensi ujung yang buruk. Bahan kompresi mounting diuji, metil metakrilat
(Lucite) menghasilkan hasil yang paling buruk. Tidak ada korelasi langsung yang diamati
antara tingkat kekerasan dan retensi ujung dari bahan mounting.

Retensi ujung dapat ditingkatkan melalui penggunaan berbagai prosedur. prosedur


umum termasuk penggunaan bahan cadangan, penambahan bahan pengisi untuk castable
resin, atau plating sebelum pemasangan. materi cadangan harus sama dengan sampel dan
harus ditempatkan dekat ujung sampel.
Nelson

dan

Slepian

menerbitkan

sebuah

teknik

epoxy-sandwich

dengan

menggunakan metode susun seperti diuraikan pada Gambar. 2-12. Setiap sampel dilapisi
dengan epoxy diisi logam-[Hysol Epoxy-Patch Kit 6C (aluminium) atau 73C (besi), Hysol
Corp, Olean, New York] lalu dirolling pada epoxy dengan menggunakan batang bulat untuk
meminimalkan adanya udara. Ketebalan penumpukan harus disesuaikan agar polishing
stabil. Setelah penumpuk sekitar setengah jam, dilakukan penekanan ringan untuk

mengurangi kelebihan epoxy. Selanjutnya sebuah benda ringan diletakkan diatas susunan
dan biarkan mengeras selama sekitar 24 jam.

Grinding Media
Berbagai media grinding dapat digunakan seperti silikon karbida, oksida alumunium,
emery, berlian dan boron karbida. Material abrasif ini dapat berbentuk berbagai macam
mulai dari lembaran, belt atau piringan dengan berbagai macam ukuran.Setiap ukuran dan
tipe memberikan karakteristik penggoresan dan kedalaman deformasi yang berbeda
SiC merupakan material abrasif yang paling sering digunakan dikarenakan memiliki
kekerasan yang tinggi (9.5 Mohs), harganya yang ekonomis dan karakteristik potong yang
baik. Sedangkan Alumunium oksida (Al 2O3) merupakan kertas abrasive yang tahan air
namun tidak mudah ditemukan dibanding SiC dan kekerasannya sedikit dibawah SiC (9.1
Mohs). Pelekatan abrasif terjadi pada beberapa sampel secara umum namun menjadi
masalah yang serius hanya pada material yang lebih lunak. Pada material lunak lebih baik
menggunakan alumunium oksida dibandingkan dengan SiC dan pada fenomena pelekatan
abrasif lebih banyak terjadi pada grade abrasif material yang lebih halus dibanding yang
kasar. Pengamplasan kering lebih memungkinkan terjadinya pelekatan abrasif. Jika
pelekatan terjadi pada pengamplasan kasar penggunaan sabun cari dan bensin akan
mengurangi fenomena ini.
Emery merupakan campuran dari alumunium oksida dan besi oksida dengan
kekerasan mencapai 8.0 Mohs. Kertas emery dengan ukuran mesh yang sama dengan
material lain lebih halus dibanding kertas material lain hal ini terjadi karena kertas emery
mempunyai permukaan yang lebih halus. Permukaan yang halus ini memberikan laju
pemotongan yang lebih rendah dan fenomena pelekatan abrasif lebih banyak terjadi
dibanding dengan SiC. Kertas emery tidak bisa dilumasi dengan air saat penggunaannya.

Equipment
Proses pengamplasan diklasifikasikan sebagai pengamplasan kasar dan halus.
Pengamplasan kasar biasa dilakukan pada amplas dengan belt atau piringan. Banyak
metallographers lebih memilih untuk mengamplas sampel dengan kertas amplas yang
digerakan secara mekanik pada diametar 8-12 in terpasang pada motor dan roda poles.
Roda ini terpasang dengan keran mengalir yang terpasang pada meja seperti pada gambar
2-18. Secara umum roda ini terpisah untuk masing masing grade kertas amplas. Roda ini
umumnya terbuat dari perunggu,alumunium,besi tuang, tembaga atau stainless steel. Roda
terbuat dari perunggu paling banyak digunakan dan bisa digunakan dengan glass facing
atau untuk pengamplasan semi konduktor yang membutuhkan kerataan tinggi.
Kertas amplas dipasangkan dengan menggunakan logam berbentuk ring disekitar
pinggiran kertas, memberikan pembasahan dengan air pada permukaan diantara roda dan
kertas amplas akan meningkatkan pelekatan yang lebih baik. Alternatif lain ialah
penggunaan kertas amplas yang pada bagian belakangnya terdapat lapisan adhesive paper
sehingga bisa menempel dengan baik pada permukaan roda putar. Saat penggunaan air
diarahkan kepermukaan kertas amplas yang berputar, sample diletakan ke arah permukaan
kertas amplas dengan penekanan moderat dan digerakan perlahan dari bagian tengah
menuju bagian pinggir. Umumnya direkomendasikan digunakan kecepatan rotasi 300-600
r/menit. Kebanyakan mesin amplas ini dilengkapi dengan 2 kecepetan, baik kecepatan
rendah maupun kecepatan tinggi yang dapat memperoleh kecepatan antara 50-1200
r/menit.

Alat pengamplasan dan pemolesan otomatis menjadi sangat sering digunakan karena
mampu mengurangi kebosanan saat preparasi sampel, menghasilkan kerataan dan
ketahanan terhadap inklusi yang lebih baik, dan tidak membutuhkan skill yang tinggi untuk

mengoperasikannya. Cpntph alat pengamplasn dan pemolesan otomatis untuk


.
Lapping
Merupakan teknik preparasi permukaan mengunakan cakram yang diisi oleh loose
abrasive. Lap terbuat dari kayu, micarta, besi tuang dan lainnya. Umumnya, permukaan lap
berpola, biasanya berupa spiral berlawanan arah dengan arah rotasi lap. Sampel diletakkan
diatas permukaan lap dan diputar berlawanan arah dengan arah rotasi lap. Lapping
menghasilkan goresan lebih halus dibanding grinding tapi permukaannya pudar, tidak
terang. Kelemahannya diperlukan perhatian khusus untuk mendapatkan permukaan rata.

Polishing
Poles menghasilkan permukaan datar dan bebas goresan dengan reflektifitas tinggi.
Permukaan dengan goresan halus dan terdispersi dengan baik dicapai untuk dapat melihat
struktur sebenarnya. Hal yang perlu dihindari saat pemolesan selain goresan yaitu comet
tailing, pitting, pullout, dan staining. Ketika artifak muncul, seperti comet tailing dan scratch,
sebaiknya proses diulang kembali dari poles kasar. Poles dibagi menjadi dua, kasar dan
halus. Poles kasar menggunakan abrasive range 30 3 m sedangkan poles halus dibawah
1m. Poles dilakukan di daerah bebas kontaminan, terpisah dari area grinding dan cutting.
Cleaning antara tahap poles penting dilakukan karena dapat menyebabkan carryover.
Cleaning dilakukan dengan mencuci sampel dan tangan operator.
Orientasi sampel tidak boleh konstan, secara kontinyu harus berubah untuk mencegah
comet tailing dengan menahan sampel dengan tekanan sedang dan diputar berlawanan
dengan arah putar wheel sambil mengerakkan sampel dari tengah ke ujung wheels. Tekanan
sedang diawal proses, secara bertahap dikurangi hingga mencapai tahap akhir poles. Abrasif
poles akhir merupakan campuran dari water slurries yang ditambahkan secara sedikit demi
sedikit selama pemolesan. Pada poles kasar biasanya menggunakan diamond paste yang
ditambah lubrikan. Contoh abrasif lainnya ialah water slurries atau thick paste (skid
polishing) yang terdiri dari 1:10 antara abrasif dan distilled water. Adapula MgO, yang
ditambahkan pada cloth polishing dalam keadaan kering dan kemudian dibasahi dengan air
sehingga membentuk thick slurry.
Equipment
Poles dapat dilakukan dengan mesin otamatis atau motor-driven wheel. Umumnya,
kecepatan pemolesan rendah berkisar 50-300 r/min. Mesin otamatis lebih banyak digunakan
karena menghasilkan kedataran yang lebih baik dan mencegah timbulnya comet tailing.

Vibratory Polishing

Vibratory polishing machine, menggunakan Buehler Vibromet atau FMCSytron, efektif


digunakan untuk poles akhir. Vibromet menghasilkan vibrasi dari motor-driven eccentric
weight sedangkan Syntron dari gaya elektromagnetik. Sampel diletakkan di dalam weight
dan kemudian ditempatkan diatas cloth sehingga terpoles. Vibrasi membuat sampel
bergerak sesuai axis-nya dan di sekitar ujung cloth. Besarnya vibrasi daitur secukupnya
untuk menghasilkan pergrakan yang perlahan di sekitar bowl. Karena kecepatan yang
rendah, dibutuhkan waktu pemolesan yang lebih lama dan terbatas untuk pemolesan akhir
saja. Diatur ke sebuah level yang cukup memadai untuk menghasilkan peregerakan yang
halus di sekitar alat. Karena kecepatan poles rendah, prosesnya memerlukan beberapa jam
dan metode ini umumnya jarang untuk poles akhir.
Kain Poles
Kain poles harus mampu menahan partikel abrasive yang bergesekan dengan sampel
dan tidak boleh mengandung partikel lain yang dapat menggores sampel atau cairan yang
dapat bereaksi dengan sampel. Kain poles yang dapat digunakan dalam waktu lama dan
murah juga merupakan keuntungan praktis. Secara historis, dulu kain poles direntangkan
pada meja putar dan ditahan dengan jepitan. Akhir-akhir ini, beberapa kain poles yang
popular telah ada dengan bagian belakang yang memiliki sifat adhesive. Mengganti kain
poles yang ada sifat adhesive pada bagian belakangnya lebih mudah dan lebih rendah
resiko untuk terjadinya sobek.
Untuk poles kasar, bulu-bulu halus dan pendek pada kain poles lebih sesuai
digunakan

untuk

menghasilkan

kontak

abrasive

yang

maksimum

dan

kecepatang

pemolesan yang tinggi. Umumnya poles kasar menggunakan kain berbahan canvas, nilon,
sutera, atau Texmet/Pellon. Kecepatan putaran yang digunakan biasanya 150-160 rpm.
Untuk poles halus, antara bulu yang pendek, sedang dan panjang bisa digunakan. Kain
poles bulu pendek digunakan ketika relief yang sedikit dapat ditoleransi. Kain poles bulu
sedang digunakan menghasilkan kontrol yang lebih baik terhadap penggoresan tanpa
kelebihan masalah relief dan banyak digunakan. Kain poles yang umum diamati di SEM
untuk mengilustrasikan kesamaan dan perbedaan. Berikut ini penjelasan mengenai
beberapa kain poles yang umum.
Canvas. Direkomendasikan untuk poles kasar dengan Al2O3 kasar, SiC, atau intan.
Kain ini memperlihatkan pola tenun yang longgar dengan banyak ujung bebas.
Nylon. Kain satin tanpa bulu dengan pola tenun rapat lebih direkomendasikan untuk
poles kasar. Tiap benang dikontrol dengan diameter sekitar 100 sampai 125 m dan
diuntai dari banyak helai.

Silk. Sebuah kain sutera tanpa benang dengan pola tenun yang simple dan terkontrol
direkomendasikan untuk poles kasar dengan abrasive intan.
Texmet atau Pellon. Kain sintetis chemotextile campuran dari rayon dan nylon
digunakan untuk poles kasar menggunakan abrasive intan.
Kain poles mendukung partikel abrasive untuk kontak dengan sampel dan harus juga
mengandung partikel abrasif sehingga partikel abrasifnya tidak terlempar keluar dari meja
putar. Tenunan dan benang harus dapat menahan partikel abrasive tetap berada pada kain.
Pola tenun pada kain poles, tekstur benang, panjang benang, kerapatan merupakan factor
penting yang mempengaruhi performa kain poles.
Partikel Abrasif Poles
Sejumlah abrasive telah digunakan dalam metalografi, tetapi pengenalan abrasive
intan baru dimulai pada akhir tahun 1940 dan merupakan sebuah kemajuan besar. Abrasive
intan merupakan yang paling banyak digunakan untuk poles kasar, dengan abrasive lainnya
digunakan untuk poles halus.
Abrasif alumina contohnya Linde A, B, C merupakan yang paling umum digunakan
untuk poles halus. Aluminium oksida dapat diproduksi menggunakan beberapa teknik dan
tersedia untuk poles sebagai serbuk atau suspensi dalam ukuran partikel 5, 1, 0.3, dan 0.05
m. Ukuran partikel yang paling halus gamma alumina (-AI2O3), lebih halus (Mohs 8.0)
dibanding (Mohs 9.0) alpha alumina (-Al203). Gamma alumina memiliki Kristal struktur
berbentuk kubik, sementara alpha alumina berbentuk heksagonal. Diamond abrasives
memiliki penggunaan poles kasar yang banyak digantikan alumina. Jadi Linde A (0.3 m)
dan Linde B (0.05 m) merupakan abrasive alumina yang paling umum digunakan.

Pengenalan abrasive diamond untuk polishing kasar adalah sangat signifikan


dikembangkan karena kekerasan ekstrim diamond itu tidak hanya sangat dibutuhkan untuk
preparasi logam keras, karbida, dan keramik tetapi juga bermanfaat bagi logam dan
material yang lebih lunak. Meningkatkan jumlah diamond pada kain tidak meningkatkan laju

polishing kecuali dalam kasus penggunaan diamond sangat kasar untuk grinding. Tabel 2-6
daftar polishing rate untuk sejumlah logam dipoles dengan 6-m diamond.

Mayburg mengembangkan prosedur analitis untuk menentukan polishing optimal


ukuran abrasif untuk meminimalkan waktu polishing Hal ini diasumsikan bahwa tingkat
removal material aS, di mana S adalah ukuran abrasif dan adalah konstanta dimana nilai s
tergantung pada sifat abrasif dan diterapkan tekanan. Nilai diasumsikan konstan
sepanjang

proses

polishing.

Polishing

dimulai

setelah

grinding

yang

menghasilkan

permukaan kekasaran S0 dengan ukuran abrasif S1. S1 abrasif menghilangkan kedalaman


minimal S0 dalam waktu t1, dimana

permukaan kekasaran

S 1= S 2 t 2

S 0= S 1 t 1 . Langkah polishing berikutnya mengubah

S 1 dengan kekasaran S 2

Proses ini diulang untuk langkah terakhir Sf dimana,

S f 1= S f t f
Total waktu polishing T adalah jumlah dari langkah-langkah sebelumnya. Untuk T
minimum,
Hal
setiap

ini

menunjukkan

langkah

harus

waktu total T; yaitu T = ft.


1
1 S
T = f ( 0 )f
Sf

dari persaamaan ini didapatkan

bahwa

waktu

sama

dengan

T=

dapat

f min
e

polishing

untuk

meminimalkan
dihitung

dari

(e = 2.72).

Buchheit dan McCall mempelajari 39 senyawa diamond polishing berbeda dengan


ukuran mulai dari 1/4 ke 15 m dan meneliti faktor yang mempengaruhi hasil polishing. Baik
dari diamond pasta alam, buatan, ataupun reklamasi. Ukuran partikel selama pembuatan
dilakukan dengan prosedur pemisahan, tapi Buchheit dan McCall membuat TEM aktual dan
SEM pengukuran dimensi terpanjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk partikel
memiliki hanya salah satu dari beberapa karakteristik penting. Ketika konsentrasi diamond
dalam pasta meningkat, hasil polishing berdasarkan permukaan kekasaran juga meningkat,
akan tetapi kenaikan konsentrasi lebih lanjut lebih buruk dari hasil sebelumnya. Jenis
diamond, alami atau sintetis, dan bentuk diamond tidak secara signifikan mengubah tingkat
polishing. Peningkatan konsentrasi berlian memiliki hanya pengaruh kecil pada polishing
rate. Meningkatkan tekanan pada saat aplikasi meningkatkan polishing rate tetapi, efeknya
lebih besar untuk diamond kasar dan kain keras daripada diamond halus dan kain lembut.
Tekanan yang lebih besar, akan tetapi dapat meningkatkan kedalaman goresan dan
deformasi. Jumlah bahan dihilangkan dalam suatu operasi tertentu lebih besar untuk logam
lunak daripada untuk logam keras.
Buchheit dan McCall melakukan penelitian mengenai pengaruh senyawa berlian yang
mempengaruhi hasil poles dari jenis pasta, bahan pelarut bawaan, dan konsentrasi.
Pengukuran partikel dilakukan dengan prosedur pemisahan, melalui pengukuran dengan
TEM dan SEM untuk dimensi terpanjang. Prosedur ini menghasilkan hasil yang sebaik yang
diharapkan dimana menunjukkan bahwa ukuran partikel hanya salah satu karakteristik yang
penting.

Hasil penelitian menujukkan bahwa semakin besar konsentras senyawa berlian


dalam pasta, hasil poles meningkat namun apabila terlalu banyak akan memberikan
penurunan hasil poles, dimana ada titik optimum penambahan konsentrasi senyawa berlian
pada pasta. Selain itu, peningkatan kecepatan putar/ weight loss metal menghasilkan
peningkatan hasil poles saat kecepatan poles meningkat dari 48 sampai 200 r/min. Namun
hasil poles akan menurun saat kecepatan meningkat dari 200 510 r/min. Maka dari itu,
kecepatan optimum ada pada rentang maksimum 200 r/min, dan minimum 510 r/min.
Dari penelitian yang dilakukan Exner dan Kuhn didapatkan bahwa kecepatan
pemolesan meningkat seiring penambahan jumlah kecil pasta poles pada satu kali pakai.
Jenis senyawa berlian tidak memberi pengaruh signifikan. Namun, ukuran partikel dan kain
yang semakin kasar memberikan pengaruh yang signifikan dibanding yang lain. Yang mana,
degradasi material akan lebih banyak pada material ulet dibanding material yang keras.
Teori Amplas dan Poles
Menurut teori Beiby, pengetsaan pada permukaan yang telah dipoles halus
menghasilkan pemunculan kembali goresan poles. Pemolesan menghasilkan permukaan
kulit yang tipis, etsa menghilangkan permukaan tips tersebut dan memunculkan goresan
yang berasal dari tekanan saat amplas. Difraksi elektron meningkat seiring permukaan
material terpoles, teori ini ditemukan oleh Beilby. Namun sampai saat ini belum terbuktikan.
Yang selanjutnya dikembangkan oleh Bowden dan Hughes yang mengatakan bahwa aliran
permukaan, pemolesan, pembentukan lapisan Beilby sudah terjadi di logam selama titik
leleh dari abrasif lebih tingi dari sampel poles. Karena saat sampel mengalami gesekan akan
timbul panas yang dapat mencapai suhu tinggi. Namun, suhu yang tinggi pada
kenyataannya tidak pernah terjadi.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh Newton, Herschel, dan Rayleigh dimana
abrasif dapat memoles material yang lebih halus dibanding partikel abrasif itu sendiri.
Penelitian selanjutnya menunjukkan kemampuan abrasif memoles tergantung kekerasan
dari material pada saat peningkatan permukaan pada material terjadi yang menyebabkan
perubahan kekerasan di permukaan.
Teori Mulhearn dan Samuels menyatakan bahwa meningkatnya ukuran grit akan
meningkatkan densitas kontak partikel, namun densitas yang terpotong masih lebih rendah.
Pengamplasan menghasilkan dua tipe goresan yang pertama yaitu yang bertanggung jawab
untuk penghilangan material, dimana hasil dari sudut kontak. Yang kedua adalah goresan
yang tidak menghasilkan penghilangan material, tapi menghasilkan deformasi pada
material.
Berdasarkan penelitian Samuel menyatakan bahwa amplas menghasilkan pola
deformasi komplek, dimana lapisan tipis terluar material akan pecah menjadi banyak
kristalin kecil dengan subbutir yang terhubung satu sama lain. Penampakan zona ini sama

dengan deformasi plastis. Goresan dalam meningkat seiring peningkatan abrasif partikel.
Maka dari itu, proses amplas dan poles harus bertahap dan dikontrol dengan hati hati.
Berdasarkan teori Samuels, menyatakan bahwa amplas dan poles menghasilkan
fenomena yang sama. Perbedaa keduanya adalah produksi goresan, penghilangan material
dan produksi dari lapisan yang terdeformasi plastis. Perbedaan utama dari ampelas dna
poles

juga

urutan

penataan

abrasif

partikel

yang

mengabrasif

material.

Samuels

menyatakan abrasif berperan untuk menghapus lapisan film pelindung pada permukaan
yang disebut mekanisme wiping-chemical polishing. Pemolesan menghasilkan lapisan
deformasi plastis yang lebih dangkal dari pengamplasan. Pada pengamplasan, deformasi
tidak seragam, tapi konsentrasi dibawah goresan bertangung jawab pada pemunculan dan
pembesaran penampakan goresan poles setelah etsa.
Poles elektromekanis dikembangkan oleh Reinacher. Variasi metode eletrolit lap,
elektrovibrasi. Elektrolit biasa alumina. Kain poles harus resistan terhadap elektrolit. Kontak
elektrik harus ada pada sampel. Kain dipasang pada katoda stainless steel dengan bagian
luar terkandung larutan poles. Spesimen di anoda dengan polaritas normal. Densitas arus
dibutuhkan dalam elektro poles. Jika bagian tengah teretsa saat bagian pinggir terpoles,
maka densitas arus terlalu rendah, dan sebaliknya. Umumnya digunakna untuk pemolesan
tembaga, logma berharga dan logam refraktori. Pada beberapa logam tidak diperluan
abrasif, tapi pemolesan ditingkatkan dengan penambahan alumina. Pada beberapa
prosedur, digunakan arus langsung dengan menggunakan arus AC. Alat yang biasa
digunakan yaitu Struers Reapol, dan Buehler Minimet.
Attack Polishing
Cara alternatif lain untuk melakukan pemolesan adalah dengan menambahkan dilute
chemical etchant ke dalam media poles. Cara ini dikenal dengan attack polishing atau etch
polishing, yang mana dapat digunakan untuk berbagai macam material. Penambahan dilute
etchant ini akan meningkatkan kecepatan pemolesan dan dapat mengubah mekanisme
pemolesan sehingga akan menurunkan atau menghilangkan kerusakan permukaan. Attack
polishing dapat digunakan sebagai langkah kedua dari langkah akhir dalam tahap
pemolesan. Biasanya, setelah melakukan attack polishing dilakukan chemical polishing atau
electropolish.
Dalam melakukan pemolesan ini, yang perlu diperhatikan adalah larutan abrasive
dengan konsentrasi dari etchant-nya. Apabila konsentrasi etchant yang terlalu kuat, maka
kecepatan pemolesan akan lebih cepat namun akan menimbulkan pitting atau penyerangan
terhadap second phase dapat terjadi, sehingga perlu dilakukan kontrol terhadap rasio
penggunaan bahan attack polishing ini.

Proses attack polishing ini menggunakan larutan yang bersifat corrosive dan dapat
merusak peralatan maupun melukai seseorang. Hand polishing dalam metode ini tidak
disarankan untuk dilakukan apabila menggunakan larutan attack polishing yang lebih kuat.
Reaksi dapat timbul dari sampel, wheel, dan abrasive. Maka dari itu, perlu penggunaan
plastics wheel, wax-coated metal, plastik yang disisipkan di antara kain dan wheel, atau plat
gelas dalam metode ini. Penggunaan kain dalam metode ini jug bersifat non-reusable.
Secara umum, dalam melakukan attack polishing ini juga digunakan tekanan (heavy
moderate). Selama proses pemolesan berlangsung, tekanan dapat dikurangi. Berikut
merupakan contoh dari larutan yang dapat digunakan untuk attack polishing.

Chemical

Polishing

Chemical polishing merupakan cara untuk memoles permukaan material dengan


mencelupkan atau menyeka dengan larutan yang sesuai tanpa diberikan arus listrik
eksternal seperti pada electropolishing. Metode ini dipatenkan pertama kali oleh Battelle
Memorial Institute pada tahun 1948. Teknik poles ini mampu menghasilkan hasil yang bagus
pada banyak material, terutama material yang sulit untuk dipoles secara mekanik.
Chemical polishing merupakan metode yang simpel untuk dikerjakan dan cepat,
membutuhkan tenaga eksternal yang sedikit, perlatan yang rumit tidak diperlukan, dan
kecepatan untuk memoles cukup tinggi untuk menghilangkan goresan dan deformasi yang
dihasilkan pada amplas halus. Spesimen yang akan dipoles dengan metode ini bisa
berbentuk bulat atau curved.
Keterbatasan penggunaan metode ini adalah larutan yang digunakan hanya bisa
digunakan untuk beberapa kali memoles sampel. Beberapa larutan harus dicampur dengan

larutan yang baru dan tidak dapat disimpan sebagai stock solution. Banyak larutan yang
digunakan dalam metode ini berbahaya. Beberapa dari larutan metode ini harus digunakan
dalam temperatur 100 C, yang akan menyebabkan perubahan mikrostruktur pada
beberapa material. Jika electropolishing optimal digunakan untuk logam murni atau singlephase alloys, chemical polishing optimal digunakan untuk two-phase alloys.
Chemical polishing biasanya digunakan dengan meletakkan larutan ke dalam beaker
glass atau magnetic stirring device, sedangkan sampel digantung atau ditahan dengan
penjepit. Apabila tidak menggunakan stirring, maka sampel dapat diletakkan di bawah dari
beaker glass. Lapisan film terkadang akan terbentuk di permukaan spesimen, yang mana
lapisan ini harus dihilangkan dengan treatment menggunakan larutan yang tepat.
Chemical polishing dapat menyebabkan proses korosi, di mana hal ini mirip dengan
electropolishing. Larutan dalam chemical polishing ini bertindak sebagai agen pengoksidasi,
mirip dengan arus yang digunakan dalam electropolishing. Terdapat anion yang digunakan
untuk melarutkan lapisan film tersebut.
Electropolishing
Metode ini diperkenalkan oleh Pierre Jacquet pada tahun 1935. Electrolytic polishing
atau electropolishing sangat umum digunakan untuk penelitian maupun industri. Sampel
akan bertindak sebagai anoda dalam electrolytic cell. Permukaan sampel akan lebih halus
dan lebih terang dengan larutan anodik (dengan kombinasi yang tepat antara temperatur,
tegangan, arus, dan waktu yang digunakan). Dalam membuat larutan electropolishing,
pencampuran larutan harus dilakukan dengan hati hati karena beberapa larutan dalam
electropolishing ini berbahaya, beberapa merupakan bahan mudah meledak. Berikut
merupakan variabel yang mempengaruhi hasil electropolishing.

Luas permukaan yang akan dipoles


Orientasi sampel dalam bak
Orientasi katoda dalam bak
Pemilihan material katoda
Rasio katoda dan anoda pada permukaan
Jarak antara katoda dan anoda
Kedalaman sampel di bawah permukaan larutan
Komposisi sampel, termasuk pengotor
Umur bak electrolyte dan perubahan komposisi
Temperatur bak
Derajat agitasi dari bak
Current density dan tegangan
Waktu
Derajat perlakuan mekanis
Cara mengambil spesimen dari bak

Prosedur mencuci sampel.

Keuntungan

Ketika prosedur electroplosihing dilakukan dengan benar, scratch yang ada di


permukaan yang berasal dari proses grinding bisa dihilangkan dengan optimal. Selain
itu, deformasi yang berasal dari pemotongan juga dapat dihilangkan dengan

sempurna.
Metode ini cocok untuk logam yang sulit untuk dipoles secara mekanis, terutama

bagi material yang memiliki twinning.


Metode ini cocok untuk preparasi sampel TEM yang mengharusan materialnya

memiliki ketebalasn yang sangat tipis (plat).


Metode ini juga mudah untuk diaplikasikan.
Metode ini lebih cepat dilakukan disbanding metode yang lain.
Elecrtopolishing cocok diaplikasikan untuk material logam yang berbasis single phase
alloys atau logam murni.

Kerugian

Beberapa elektrolit yang digunakan bersifat racun dan korosif, selain itu ada juga

elektrolit yang mudah meledak (explosive).


Electropolishing untuk multiphase alloys cukup sulit karena terdapat perbedaan laju

polish pada beberapa konstituen fasa tertentu.


Jika second phase bersifat anodic, maka second phase tersebut yang terserang.
Namun jika second phase bersifat catodic, maka matrix material tersebut yang akan

terserang.
LArutan yang mengandug asam perklorat, tidak cocok jika menggunakan plastic

mounts.
Beberapa larutan lebih mudah menyerang nonmetallic inclusions.
Permukaan yang telah dilakukan electropolished mudah mengalami passivasi
sehingga sulit untuk dilakukan etsa.

Peralatan

Metode ini dapat dilakukan pada perlatan laboratorium biasa, maupun peralaotan in

situ metallography.
Kebanyakan sampel metalografi untuk electropolishing dibatasi pada luas permukaan

sebesar 1 sampai 6.5 cm2.


Permukaan yang tidak ingin di poles harus dilapisi dengan sebuah insulator berupa

tape, coating, dll.


Adanya penggunaan listrik berupa rectifier power supply, terjadinya short circuit
harus diwaspadai.

Teori

Grafik diatas menunjukan hubungan penggunaan current density dan potensial yang ada
pada tiga proses preparasi sampel metalografi, yaitu etsa, polishing, dan polishing-etching.
Untuk melakukan electropolishing dengan baik, maka dibutuhkan elektrolit dengan
karakteristik sebagai berikut:

Merupakan larutan yang kental (viscous).


Merupakan perlarut yang baik selama proses elektrolisis.
Tidak menyerang sampel selama arus mati.
Harus mengandung dua atau lebih ion besar seperti PO 43-, ClO41-, atau SO42-, atau

organic molecules.
Mudah, aman, dan stabil untuk dicampurkan.
Dapat digunakan pada temperature ruang, dan sensitive terhadap perubahan
temperature.

Tabel dibawah menjelaskan permasalahan yang seringkali terjadi pada prosedur


electropolishing, penyebab permasalah tersebut, dan cara mengatasinya berdasarkan ASTM
E3.

Bukti langsung yang menunjukkan keberadaan lapisan film permukaan pada saat
percobaan electropolishing sulit untuk diamati. Apabila lapisan tersebut ada, maka
kemungkinan akan sangat tipis lapisannya. Adanya lapisan film tersebut menjelaskan
perbedaan antara electropolishing yang membuat efek mengkilap dan yang dapat mengetsa
sampel.
Salah satu percobaan pembuktian lapisan film ini dilakukan pada AES (Auger Electron
Spectroscopy)

untuk

menguji

lapisan

film

tersebut

pada

titanium

yang

diberikan

electropolishing dengan perchloric acid dan acetic acid. Polarisasi anodik pada proses
tersebut menghasilkan lapisan film TiO2, namun pada saat akhir proses juga ada lapisan tipis
dari Cl- sehingga tidak dapat ditentukan apakah lapisan tersebut muncul pada saat
electropolishing atau saat elektrolisis.
Factors Influencing Electropolishing
Dengan meningkatnya bath temperature, resistansi dari bath akan menurun dan
potensial yang dibutuhkan untuk menghasilkan plateau current density akan berkurang.

Selain itu, dengan menurunnya viskositas dari bath akan semakin sulit untuk menjaga
lapisan anoda yang viskos. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka perlu untuk
menentukan temperatur bath yang optimum dengan energi yang sedikit namun kualitas
permukaan tetap baik. Bath temperature harus dikontrol terutama pada elektrolit yang
eksplosif. Pada beberapa sampel, temperatur bath yang lebih rendah akan memberikan
kualitas permukaan yang baik namun temperatur tersebut tidak dapat lebih rendah dari
temperatur pembentukan presipitasi pada permukaan anoda.
Secara umum, dengan semakin baiknya proses pada poles mekanik akan semakin
sedikit pula waktu yang dibutuhkan untuk electropolishing. Namun, dengan semakin baiknya
permukaan sampel hasil poles mekanik akan semakin lama juga waktu yang dibutuhkan
untuk mempersiapkan kondisi saat electropolishing dikarenakan adanya perbedaan voltage
dan current density antara permukaan yang baik dan kasar dalam elektrolit yang sama.
Waktu yang dibutuhkan untuk proses elektropolishing pada sampel juga dipengaruhi oleh
material yang dipakai dan elektrolit yang digunakan.
Comparison of Mechanically and Electrolytically Polished Surfaces
Pada beberapa percobaan, electropolishing dapat membentuk presipitat yang baik
pada permukaan dan tidak ditemukan pada sampel yang dipoles mekanik. Untuk
mendapatkan sampel dengan permukaan yang baik, maka sebelumnya lapisan yang
dihasilkan oleh cutting dan abrasi harus dihilangkan. Memang dengan proses poles lapisan
tersebut belum tentu hilang sepenuhnya, namun yang harus dipertimbangkan adalah sudah
cukup atau tidaknya untuk dapat mengamati mikrostrukturnya. Pada beberapa logam
refraktori seperti titanium, zirconium, niobium, dan uranium akan sangat sulit dipoles dan
lama dalam prosesnya sehingga biasanya memakai electropolishing atau chemical polishing.
Electropolishing sangat berguna bagi logam yang sulit untuk dilakukan poles
mekanik, namun aplikasinya terbatas pada logam murni dan single-phase alloys. Apabila
ada edges, porositas, atau inklusi yang ingin dibersihkan maka poles mekanik akan lebih
cocok untuk dipakai. Sebagian besar dari two-phase alloys atau yang lebih kompleks harus
diproses dengan poles mekanik. Setiap metode memiliki keuntungan dan kekurangan yan
harus dimengerti sebelum melakukan prosesnya.
SPESIFIC POLISHING RECOMMENDATIONS
Universal Methods

Pengujian metalografi akan semakin simpel apabila ada metode yang universal dan
dapat diaplikasikan pada seluruh material. Namun, saat ini tidak ada metode yang universal
tersebut, yang ada adalah metode yang cukup luas aplikasinya.
Secara umum, preparasi sampel terdiri dari 6 langkah yaitu: cutting/sectioning,
mounting (optional), coarse grinding, fine grinding, rough polishing, and fine polishing.
Abrasive cutting adalah yang paling umum digunakan. Pada grinding, ukuran grit dapat
dimulai dari 80 hingga 1500 dan diberikan air sebagai lubrikan.
Poles kasar biasanya menggunakan 6-u.m diamond paste pada kain beludru. Lalu
lanjut dengan ukuran yang lebih kecil pada poles halus. Saat satu langkah selesai, maka
sampel dicuci menggunakan air lalu dengan alkohol. Lalu setelah selesai semuanya, sampel
kembali dicuci dengan alkohol dan dikeringkan dengan uap air tidak bertekanan karena
apabila bertekanan maka ada resiko terkontaminasi dengan minyak atau partikel lain.
Pemilihan metode poles yang digunakan akan bergantung pada material yang akan dipoles.
Ada beberapa proses poles finishing yang dapat dilakukan yaitu dengan vibratory polishing,
attack polishing, atau electromechanical polishing.
Coatings
Variasi dari coating dan coating process telah digunakan untuk logam dan material
material yang lain. Sampel yang memiliki coating pada permukaannya memiliki persiapan
preparasi sampel yang berbeda dibandingkan dengan material yang tidak memiliki coating
pada permukaannya. Persiapan preparasi sampel tidak boleh merusak lapisan coating yang
ada pada sampel. Untuk melakukan preparasi sampel yang baik adalah dengan memounting sampel tersebut tanpa merusak lapisan halus dari coating. Pada saat polishing,
diharapkan menggunakan kain nap-free untuk poles kasar, dan kain low/medium-nap untuk
poles halus. Setelah itu gunakan air untuk menghilangkan sisa sisa hasil polesan. Bisa juga
menggunakan air distilasi dingin atau alcohol untuk menghindari timbulnya noda pada
sampel. Kemudian menggunakan cairan alumina atau diamond untuk meningkatkan hasil
polesan. Juga terdapat beberapa metode untuk mempersiapkan sampel yang memiliki
lapisan coating yang lain, tergantung dari lapisan yang ada pada sampel tersebut.
Penyimpanan grafit dan inklusi
Grafit dan inklusi yang masih ada pada permukaan sampel merupakan permasalahan
pada kegiatan pemolesan. Beberapa percobaan telah berhasil mengurangi kandungan grafit
dan inklusi yaitu dengan menggunakan electropolishing, namun bukan metode yang terbaik
untuk mengurangi hal hal tersebut. Beberapa pekerja telah mendapatkan hasil yang baik
dengan menggunakan poles electromechanical, sebagai tahap akhir poles.

Tahap pengamplasan kasar merupakan proses yang kritikal. Jika grafit halus telah
hilang saat pengamplasan kasar, grafit tidak bisa dikembalikan lagi dan akan meninggalkan
cavity.

Penggunaan

kertas

amplas

SiC

lebih

dipakai

karena

hasil

pengamplasan

menunjukkan kerusakan yang lebih sedikit. Pemolesan otomatis akan menghasilkan hasil
poles yang lebih baik daripada poles konvensional. Selain itu penggunaan zat poles intan
akan menghasilkan hasil yang baik dibandingkan dengan penggunaan alumina. Penggunaan
napless cloth juga akan meningkatkan kualitas poles pada saat poles kasar. Berikut adalah
ilustrasi grafit yang tersisa pada sampel dengan bentuk flake, compacted, dan spheroidal
yang telah dilakukan pengamplasan menggunakan kertas amplas SiC grit 120-600 dengan
tekanan tinggi dan penambahan air, dilanjutkan dengan tahap pemolesan menggunakan
partikel intan dengan tekanan dan lubrikasi menggunakan lap sintetik.

Kehadiran inklusi merupakan masalah yang lebih kecil daripada kehadiran grafit,
karena

inkusi

jauh

lebih

keras

daripada

grafit.

Penggunaan

electropolishing

akan

menghilangkan inklusi inklusi dari permukaan sampel. Prosedur pemolesan yang berusaha
untuk mengurangi kehadiran grafit akan menunjukkan hasil yang baik untuk sampel yang
ingin dihilangkan kehadiran inklusinya. Berikut adalah hasil poles menghilangkan inklusi :

Figure 2-28 As-polished free- . machining steel treated with bismuth, 150 x . (Courtesy of V.
E. McGraw, Bethlehem Steel Corp.)

Pada baja resulfurisasi. Chalfant telah menunjukkan bahwa mengatur dan mengontrol
pH alumina akhir abrasif sangat penting. Dia merekomendasikan pemolesan akhir dengan
Microcloth dan weak solution alumina abrasif gama dengan pH 7,0. polishing akhir harus
menunjukkan adanya garis putih dengan batas hitam yang berbeda. Rekomendasi Logam
spesifik mengenai polishing pada banyak logam dan paduan dapat ditemukan dalam
literatur [3, 64, 65]. Bagian berikut adalah ringkasan dari komentar yang bersangkutan.

Aluminium Meskipun polishing aluminium kemurnian tinggi agak sulit, polishing paduan atau
hasil coldwork lebih sederhana [3, 65, 66]. Cutting dan Grinding harus hati-hati dilakukan
untuk meminimalkan deformasi pada bagian permukaan. Biasanya juga dapat ditambahkan
sabun kedalam pelumas pada saat grinding.
Urutan

biasa

SiC

grinding

kertas

dapat

ditambah

dengan

grinding

akhir

menggunakan 600-grit SiC atau grit kertas yang lebih halus. Polishing menggunakan
perunggu atau roda berbahan tembaga dapat menghasilkan reaksi galvanis yang tidak
diinginkan; dengan demikian, roda aluminium lebih disukai. Jika paduan mengandung
partikel secondphase keras, yang umum, kain aus digunakan untuk kasar diamond polishing.
Microcloth dan cerium oksida, CER-CRO, atau Rayvel atau Kitten Ear dan magnesium oksida
biasanya digunakan untuk tahap pemolesan akhir. Waktu yang digunakan pada saat
polishing harus ditahan hingga minimum untuk mengontrol permukaan fasa yang keras atau
hard phase. Pemolesan permukaan dengan kualitas tinggi diperlukan apabila anodizing akan
digunakan. Setelah polishing, hingga tipis, pembentukan film oksida transparan yang dapat
membuat sulit pengetsaan.

Figure 2-29 Microstructure of as-polished cast (left) and wrought (right) aluminum alloys, 300
x.
Antimon dan bismut antimony memiliki karakteristik

keras, rapuh, logam yang

sangat rapuh; dengan demikian, perawatan yang cukup harus dilakukan selama sectioning
nya. Prepotting sebelum sectioning juga sangat membantu. Bismuth memiliki karakterisitik
yang lembut tapi rapuh namun serapuh seperti antimon. Meskipun sectioning bismut harus
dilakukan dengan hati-hati, polishing tidak terlalu sulit. antimon murni jarang ditemui;
Namun, bismuth murni kadang-kadang disiapkan. Keduanya lebih umum pada campuran
logam lainnya. Pemuatan penggilingan kertas merupakan masalah umum yang kerap
terjadi, bahkan ketika jumlah banyak air diterapkan pada kertas grinding. Yang paling
penting adalah langkah terakhir di mana dua lembar kertas 600-grit diperlukan. Diamond

polishing tidak akan sukses dengan logam ini. Bismut dapat berhasil oleh hasil polishing.
Polishing kasar dicapai dengan alternative yaitu deep etching dan polishing dengan alumina
kasar pada kain sintetis dan juga adanya getaran pada dengan kain Rayvel dan magnesia
slurry. Kedua logam dapat di electropolishing. Gambar 2-30 menunjukkan paduan bismuth
hasil pemolesan. Persiapan pada sampel berilium menyajikan bahaya kesehatan akut karena
toksisitas ekstrim dari debu hasil proses grinding. Wet Cutting dan grinding biasanya cukup
untuk mencegah kontaminasi udara. Banyak prosedur yang juga telah dikembangkan dan
benar-benar dikaji oleh Price dan McCall . Berilium merupakan salah satu logam cukup sulit
untuk di polishing karena kemudahan dalam membentuk deformasi twins selama grinding.
Sebagian besar pekerja merekomendasikan tekanan ringan selama grinding. Berilium juga
logam yang sulit untuk di etsa karena struktur kristal heksagonal terjejal nya, mikrostruktur
dapat jelas diamati oleh karena adanya cahaya yang terpolarisasi.
Cobalt, manganese, nickel, and iron
Logam-logam ini mudah dipoles. Pemolesan dilakukan menggunakan diamond
compounds. Untuk diamond yang coarse dengan kain berbulu sedikit atau tanpa bulu,
seperti kanvas, nilon atau kain sintetis lainnya. Untuk diamond yang fine menggunaan kain
berbulu sedang seperti microcloth.
Copper
Preparasi specimen copper membutuhkan usaha lebih untuk menghilangkan scratch
pada permukaannya. Pengamplasan dan pemolesan kasar pada paduan single phase harus
dilakukan secara terus menerus dan penghalusan dapat dibantu dengan attack polishing.
Pemolesan pada copper juga dapat dibantu dengan mengetsa sampel terlebih dahulu.
Pemolesan vibratory dan pemolesan secara kimiawi atau electrolitik juga sangat popular
utuk paduan copper .
Germanium dan silicon
Germanium dan silicon sering ditemukan pada benda solid-state, seringkali sebagai
single Kristal. Germanium mudah dipoles, namun silkon yang tebal pada benda tersebut
lebih sulit untuk dipoles, sebaliknya yang tipis lebih mudah dipoles. Pemolesan dilakukan
dengan
Indium dan thalium
Indium dan thalium sangat lunak dan memiliki temperature leleh yang rendah,
sehingga dapat dipotong dengan kuku untuk indium murni. Penggunaan air harus dihindari

pada preparasi sampel karena oksigen dapat menyerang kedua logam tersebut. Kedua
logam dapat dipotong dengan microtome dan dilanjutkan dengan pemolesan menggunakan
kain Selvyt dengan bantuan alumina abrasive dan sabun. Electropolishing digunakan untuk
preparasi sampel indium dan paduan indium-talium
Magnesium
Magnesium murni sulit untuk dipoles karena sifatnya yang sangat lunak. Twinning
dapat terjadi pada saat pemotongan dan pengeamplasan dan dapat diserang dengan asam
organic terlarut. Pemolesan magnesium dapat dilakukan secara tiga tahap, 6-m intan
dengan Pellon, 3- m dengan sutra dan 1- m dengan Microcloth. Selain pemolesan diatas,
dapat dilakukan juga dengan attack polishing dan chemical dan elektrolitik polishing untuk
preparasi paduan magnesium
Niobium, tantalum dan vanadium
Niobium, tantalum dan vanadium merupakan logam yang lunak dan sulit untuk
dipoles. Tantalum lebih lunak dibandingkankan niobium. Namun ketika terdapat hidrogen
pada vanadium murni, logam menjadi getas.
Pemolesan pada ketiga jenis logam diatas berbeda namun mirip. Niobium dipoles
menggunakan intan dan diikuti oleh attack polishing. Tantalum juga dilakukan pemolesan
dengan attack polishing pada tahap akhirnya dan diikuti oleh pemolesan kimiawi, dan dapat
dilakukan pemolesan elektrolitik. Vanadium tidak sesulit niobium dan tantalum dalam kasus
pemolesan. Vanadium dipoles dengan cara elektropolishing
Precious Metal
Poles kasar dilakukan pada nilon dengan 6-m intan pada tekanan tinggi, untuk
precious metals selain emas dan paduan emas. Sedangkan logam emas dilakukan
pemolesan menggunakan 5 m alumina dengan tekanan kecil. Poles halus dilakukan dengan
media yang sama dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 1 m. Untuk logam yang lebih lunak
dipoles secara elektromekanik.
Radioactive metals
Uranium sangat rentan terhadap deformasi mekanik, sehingga menghasilkan
twinning ketika polishing. Untuk menghindari hal tersebut pemolesan dilakukan dengan
electropolishing dan attack polishing.
Plutonium dilakukan polishing dengan vibratory polishing untuk poles kasar dan poles halus

Neptinium dan thorium dilakukan poles kasar dengan 6m intan pada kain nilon lalu diikuti
oleh elektropolishing
Rare earth metals
Logam-logam ini tidak dapat digeneralisasi karena karakteristik yang bervariasi:
europium teroxidasi pada udara dengan cepat, lanthalium dan serium membentuk lapisan
oksida pada permukaan dalam beberapa menit, yttrium dan rare earth metal dengan nomer
atom tinggi bertahan terang selama beberapa hari.
Pemolesan untuk logam jenis ini dilakukan pada kecepatan rendah dengan terkanan kecil
untuk beberapa tahap dengan durasi yang pendek. Abrasif intan sering digunakan, yaitu 9
m dan 3 m dengan Metcloth lalu diikuti oleh pemolesan secara kimia. Untuk
membersihkan sampel, digunakan aseton daripada air.

Figure 2-30 Microstructure of as-polished bismuth (80%)- manganese (20%) alloy, 150 x .
(Courtesy of M. A. Rodriguez, Bethlehem Steel Corp.)
Namun terdapat rekomendasi lainnya seperti, grinding hingga lembut 600-grit SiC.
Beberapa pengguna menggunakan dengan kecepatan tinggi (1750 r / min) seluruh grinding
dan polishing, tetapi kebanyakan menggunakan dengan kecepatan normal. Udy at el
menyatakan bahwa grinding kertas harus dilumasi dengan minyak tanah dibandingkan air,
sementara yang lain mengklaim bahwa air juga maksimal dalam penggunaannya. Dengan

demikian terdapat variasi dalam penggunaannya. Beberapa pekerja menyarankan pada


penggunaan etsa antara setiap langkah penggilingan, menggunakan ETSA yang baik
emngandung 150 mL air, asam sulfamic 5 g, dan 5 tetes HF (etch selama 1 menit) (Kuhn
dalam Ref. 70) atau 19% H2S04 berair (etch untuk 10 untuk 15 s) (bego dan Moore, Calabra
dan Jackson di Ref. 69). Polishing mekanik ini sering dilakukan dengan bantuan polishing ,
meskipun Kaufmann et al. Sampel disiapkan secara mekanis tanpa bantuan polishing.
Polishing dengan getaran juga telah digunakan dengan atau tanpa polishing. Polishing
Chemical telah diterapkan terbatas, tetapi electropolishing sangat umum dan cukup
berhasil. Kadmium, timah, timah, dan seng dalam bentuk murni, logam ini semua cukup
lembut dan sulit untuk dipoles. Kadmium dan seng rentan twinning terhadap grinding
kerusakan.

Sedangkan

Tin

kurang

rentan

terhadap

Twinning,

lapisan

permukaan

direkristalisasi dapat terbentuk selama grinding. timah murni mengalir di bawah tekanan
yang digunakan untuk kompresi pemasangan; dengan demikian, pengaturan pada resin
harus digunakan. memimpin murni recrystallizes bawah suhu kamar; Oleh karena itu, ukuran
butir biasanya kecil.

Figure 2-33
Mikrostruktur
sampel as-polished
ceramic

2-12.7

Komposit
Poles

komposit

Pitch-bonded MgO

sangat teliti. Maka


Mesin

otomatis

lebih

biasanya membutuhkan pengontrolan yang


untuk itu dibutuhkan kain yang berbulu.

disukai

daripada

poles

dengan

tangan.

Untuk

sectioning,

melekatkannya dengan epoxy akan mencegah kerusakan pada komposit. Fiber-reinforced

Composites memiliki masalah dikarenakan perbedaan sifat yang besar antara matriks dan
fibernya. Digunakan thin cutoff wheels, tekanan yang ringan, dan pendinginan yang
berlebih.
Dapat juga digunakan

kertas water-cooled SiC untuk menggrindra. Terkadang grit

yang lebih halus daripada 600 digunakan.


Mineral
Mineral umumnya diperiksa baik menggunakan spesimen buram yang dipoles dan
memantulkan cahaya atau menggunakan bagian tipis dan cahaya yang ditransmisikan.
Dengan demikian, berbagai teknik yang digunakan untuk menyiapkan mineral, dan pilihan
dipengaruhi oleh berbagai karakteristik sampel yang ekstem dan campuran yang dihadapi.
Sectioning umumnya dilakukan dengan menggunakan diamond cutoff wheels, yang
menghasilkan permukaan datar, halus dan menghilangkan langkah menggrindra kasar yang
dibutuhkan untuk meratakan sampel. Poles kasar umumnya dilakukan dengan satu atau
lebih nilai dari berlian pasta menggunakan kain beludru atau tidak beludru. Poles halus
sering dilakukan dengan menggunakan 0.3-m alfa alumina dan 0.05-m gammga alumina,
meskipun sebagian besar hasil poles abrasive dapat digunakan. Untuk beberapa ore, poles
akhir yang memuaskan dapat diperoleh menggunakan 1-m pasta berlian.
Baru-baru ini, terdapat teknik yang telah dikembangkan untuk mempersiapkan
ultrathin, 1-5 m tebal, poles ganda bagian tipis yang menyediakan transparansi dan
resolusi yang jauh lebih. Teknik ini telah dijelaskan oleh Beauchamp dan Williford. Mereka
menggunakan prosedur pemasangan unik yang sangat penting untuk keberhasilan
pelaksanaan teknik. Sampel ditempatkan dalam cetakan Silastic dan sebagian diisi dengan
epoxy (Marmoset 655 dan 555 katalis, Marblette Corporation). Sementara sampel yang
diresapi dengan epoxy dalam ruang vakum, sebagian dari batch yang sama dari epoxy diisi
dengan 0.3-m bubuk alumina dan diaduk. Ketika outgassing selesai, sampel dikeluarkan
dari ruang vakum dan serpihan kaca secara hati-hati ditempatkan di sekeliling sampel.
cetakan kemudian diisi dengan campuran epoxy-alumina dan di-curing semalam di 80C.
Serpihan kaca dan alumina membantu untuk mempertahankan kerataan sampel. Alumina
mengendap ke bagian bawah mount dan berfungsi sebagai referensi untuk kontrol ketebalan
selama penipisan.
Polimer
Studi terbaru menunjukkan bahwa sifat-sifat polimer dikendalikan tidak hanya dari
komposisi mereka dan ukuran molekul mereka tetapi juga dari struktur yang dihasilkan oleh
susunan molekul makro. Sampel dapat disusun dengan menggunakan beberapa teknik. Thin

foils dapat dibuat langsung dari lelehan, tetapi struktur yang diamati tidak mewakili sampel
bulk. Dengan demikian, pemeriksaan sampel poles yang tebal menggunakan cahaya
tercermin atau bagian tipis menggunakan cahaya yang ditransmisikan merupakan yang
paling umum digunakan.
Holik et al. telah menjelaskan teknik untuk mempersiapkan bagian tipis dari bahan
polimer. Sebuah sampel tipis dipotong dan dipasang di epoxy. Resin poliester tidak
dianjurkan karena mereka cenderung membengkak dan mengacaukan spesimen. Setelah
curing, sampel di-ground dengan 240-, 400-, dan 600-grit piringan kertas aluminium oksida
diikuti dengan menggrindra dengan 8- dan 3-m cakram polyester aluminium berlapis
oksida. Air digunakan sebagai pendingin selama menggrindra. Selanjutnya, sampel dipoles
dengan 1- dan kemudian 0,3-m slurry alumina-air di nilon. Poles akhir memakai 0,05-m
alumina pada Microcloth. Poles yang berlebihan harus dihindari untuk meminimalkan relief.

Safety
Pada umumnya laboratorium metallografi relative aman pada saat kita bekerja,tetapi
terdapat potensi bahaya yang ada. Dengan kecermatan dan penanganan yang tepat bahaya
tersebut dapat dikurangi. Setiap praktikan metallografi biasanya sudah mengetahui bahaya
yang terdapat pada material yang digunakan di dalam laboratorium. bekerja secara aman
dimulai dengan kebiasaan menjaga kebersihan alat alat dengan baik. kebiasaan yang baik
ini termasuk di dalamnya seperti mencuci tangan setelah bersentuhan dengan zat kimia
atau sebelum makan. kecerobohan dapat menyebabkan kecelakaan sebagai contoh tidak

membersihkan secara benar alat alat terbuat dari kaca dapat menyebabkan kecelakaan
pada pengguna setelahnya,selain itu contoh lainnya yaitu kebakaran saat zat kimia yang
ada tumpah.
Penyimpanan zat kimia pada metalografi itu harus pada kondisi jumlahnya sedikit
dan tidak dalam jangka waktu yang lama,di karenakan zat kimia pada metalografi sangat
berbahaya.selain itu penempatan zat kimia juga di tempat yang aman seperti rak besi atau
tidak di gantung.
Alat untuk mempersiapkan sampel pada praktikum metalografi itu sangat aman
karena

terdapat

penjelasan

penggunaan

alat

yang

ada.

pada

saat

pemotongan

menggunakan bandsaw di harapkan tangan tidak mendekati mata pisaunya.untuk


pengerjaannya yaitu di gunakan potongan kayu di antara tangan dan bandsaw agar tidak
terjadi hal yang berbahaya.abrasive cut off itu lebih aman di bandingkan dengan bandsaw
karena lebih tertutup. tetapi abrasive cut off memiliki bahaya juga yaitu serbuk sisa
pemotongan dapat mengenai tubuh di karenakan pada saat pemotongan tidak ditutup atau
terlalu di tekan. serbuk sisa pemotongan sangat berbahaya karena bersifat racun.
pemotongan secara basah atau di berikan cairan dapat mengurangi kerusakan pada sampel
dan bahaya yang ada. selain itu untuk mengurangi serbuk sisa pemotongan dapat dengan
cara menurunkan kecepatan dari alat pemotongnya.drill press juga sering digunakan pada
laboratorium. membuat lubang membutuh kan penanganan yang aman.
Jas lab digunakan untuk melindungi tubuh dari terkena zat kimia,dan penggunaan jas
lab harus sering di ganti atau di bersihkan. pada saat pengerjaan menggunakan zat kimia,
benda yang memiliki temperatur tinggi dan bentuknya tajam harus menggunakan sarung
tangan yang tebal. sebelum pemakaian harus di lakukan pengecekan terjadi kerusakan atau
tidak pada sarung tangan dan jas lab yang ada. untuk persiapan sampel dibutuhkan untuk
preparasi menggunakan bunsen,namun hot plate atau water bath di butuhkan untuk
menghindari percikan api secara langsung pada ruang terbuka. jika menggunakan bunsen
tidak boleh di panaskan langsung antara material dengan api bunsen tetapi di berikan
perantara yaitu asbestosi.
Setelah

melakukan

percobaan

penggunaan

reagen

pada

kebanyakan

lab

mencampurkan 250-1000 ml reagen yang setelah itu di simpan kembali. penyimpanan


reagen reagen tersebut sebaiknya merupakan reagen yang sering di gunakan. semua botol
reagen harus di berikan penamaan agar saat percobaan dapat memudahkan kita dalam
pengambilan reagen.

Penakaran pada reagen atau zat kimia jika berbentuk padat itu menggunakan berat
tetapi jika berbentuk liquid itu menggunakan volume. penakaran pada saat percobaan harus
dengan benar yaitu dengan cara membersihkan alat setelah ditimbang dan memberikan
perantara antara zat dan alat timbangannya agar tidak terjadi kontak langsung yang dapat
membahayakan. untuk pencampuran zat kimia di gunakan beaker yang ukurannya lebih
besar. jika penyampuran kita menggunakan air di sarankan untuk menggunakan aquades
dan temperaturnya yang dingin tidak panas karena menyebabkan reaksi secara spontan
pada zat kimia yang ada. pada saat penyampuran di berikan penambahan air atau alkohol
setelah itu baru di berikan spesifik salt. dan pada saat pengadukan menggunakan magnetic
stir. pada percobaan yang menggunakan h2so4 pada saat penyampuran zat tersebut di
campurkan pada saat terakhir dan di masukan sedikit demi sedikit serta di berikan
pendingin jika percobaan di lakukan pada temperatur yang tinggi. jika h2so4 ini tidak di
lakukan pengadukan dapat terjadi pengendapan di dasar zat percobaan.
Reagent yang memiliki kualitas baik dan kemurnian yang tinggi biasanya di gunakan
pada praktikum metalografi. karena harga reagent yang mahal maka penggunaannya sedikit
saja dan membeli jumlah reagen sesuai dengan kebutuhan. serta pada saat penyimpanan
zat reagen ini di tempatkan pada lemari tertutup terbuat dari logam.
Solvent
beberapa solvent yang organik biasanya di gunakan pada praktikum metalografi
untuk membersihkan atau poles secara kimia dan elektro polis. solvent yang digunakan
adalah air, aseton, benzena, etil eter, etilena glikol, glycerine, kerosene, petroleum eter,
trikloro etilen, butil celosolve, dan alkohol, seperti arnyl alkohol, etanol, metanol, dan
isopropil alkohol. pada umumnya solvent tersebut mudah terbakar dan penyimpanan nya di
tempatkan berdekatan serta jauh dari sumber api. acetone merupakan cairan yang tidak
berwarna dan memiliki bau seperti mint. zat ini mudah menguap dan mudah terbakar.
benzena juga tidak memiliki warna dan uap dari benzena berbahaya bersifat racun. zat ini
juga mudah menguap dan terbakar. benzena juga berbahaya bagi tubuh.
Pelarut
Beberapa pelarut organik digunakan pada metalografi untuk pembersihan atau
dalam larutan poles elektrolitik atau sebagai etchant, dimana pelarut tersebut digunakan
untuk mengontrol ionisasi atau kecepatan serangan pada material. Pelarut yang paling
sering digunakan adalah air, acetone, bencene, ethly ether, ethylene glycol, glycerin,
kerosone, petroleum ether, trichloroethylene, butyl cellosolve, dan alkohol, seperti amyl
alcohol, ethanol, methanol, dan isopropyl alcohol. Kebanyakan dari pelarut-pelarut tersebut

bersifat flammable, dan uapnya dapat membentuk campuran dengan udara yang mudah
meledak.
Acetone (CH3CHOCH3) adalah cairan yang tidak berwarna dengan bau seperti mint.
Cairan ini mudah menguap dan mudah terbakar. Cairan ini dapat mengiritasi mata dan
membran mukus (hidung).
Benzena (C6H6) adalah cairan yang bening tanpa warna. Uapnya bersifat beracun,
cairannya bersifat mudah menguap, berpotensi bahaya kebakaran dan ledakan. Benzena
yang terakumulasi di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada darah.
Ethyl ether (C2H5OC2H5) dapat membentuk senyawa peroksida, yang mana dapat
meledak apabila dipanaskan sampai 100oC. Listrik statis pada uapnya dapat menyebabkan
percikan api dan ledakan.
Butyl cellosolve (C4H9OCH2OH) adalah cairan tidak berwarna dengan bau yang
tengik, digunakan dalam larutan electropolishing. Walaupun mudah terbakar,

cairan ini

tidak memiliki potensi bahaya kebakaran. Uapnya dapat melukai membran mukus (hidung),
mata, kulit, dan saluran pernafasan.
Carbitol (diethylene glycol monoethyl ether) adalah pelarut yang tidak berwarna
dan

viskos

yang

cocok

dipadukan

dengan

air

dan

digunakan

sebagai

larutan

electropolishing. Larutan ini dapat melukai kulit, walaupun tidak separah glycerin. Larutan
ini memiliki potensi bahaya kebakaran dan sangat beracun apabila tercerna oleh tubuh.
Ethylene glycol (HOCH2CH2OH) adalah cairan tidak berwarna dengan rasa yang
manis. Cairan ini sama beracunnya seperti methanol, namun tidak mudah terserap oleh
tubuh. Cairan ini mudah terbakar dan berpotensi bahaya kebakaran.
Glycerin (glycerol / CH2OHCHOHCH2OH) adalah cairan yang tidak berwarna/kuning
pucat, tidak berbau, viskos, dan memiliki rasa manis. Cairan ini berisifat tidak beracun dan
tidak mudah menguap, namun dapat menyebabkan iritis (pembengkakan iris). Cairan ini
mudah terbakar dan memiliki potensi bahaya kebakaran.
Kerosone terkadang digunakan pada proses grinding dan dengan pasta diamond
sebagai lubrikan. Kerosone yang digunakan hanyalah yang sudah dihilangkan baunya.
Kontak dengan kerosone dapat menyebabkan dermatitis atau keluhan lainnya.
Trichloroethylene (CHCl=CCl2) adalah cairan yang stabil, tidak berwarna dengan
bau seperti chloroform. Pada suhu lingkungan, cairan bersifat tidak mudah terbakar dan
meledak namun menjadi berbahaya pada suhu tinggi. Cairan ini dapat membentuk

campuran mudah meledak jika bereaksi dengan basa kuat. Cairan ini sangat beracun saat
dihirup dan dicerna, dan akan menyebabkan keracunan akut.
Toluene (C6H5CH3) adalah cairan yang serupa dengan benzena. Cairan ini bersifat
mudah terbakar, dan berpotensi bahaya kebakaran. Uap dari toluene bersifat beracun.
Xylene

[C6H4(CH3)2]

adalah

pelarut

yang

tidak

berwarna

dan

digunakan

untuk

menghilangkan minyal/grease. Pelarut ini bersifat mudah terbakar dan sangat berbahaya,
namun tidak sama beracunnya dengan benzena atau toluene, namun uapnya beracun.
Amyl alcohol (CH3(CH2)3CH2OH) adalah cairan tidak berwarna dengan sangat
beracun. Cairan ini mudah terbakar dan berpotensi bahaya kebakaran. Uap cairan ini dapat
mengiritasi mata dan saluran pernapasan atas.
Ethyl alcohol (CH3CH2OH), atau etanol, adalah pelarut tidak berwarna yang umum
digunakan pada metalografi. Etanol memiliki sifat hydroscopic dan dapat dengan cepat
menyerap sampai 5% air dari udara. Cairan ini mudah terbakar dan memiliki potensi bahaya
kebakaran yang cukup tinggi, uapnya mengiritasi mata dan saluran pernapasan atas.
Methyl alcohol (CH3OH) adalah pelarut yang baik dan bersifat non-hydroscopic,
namun bersifat beracun yang berakumulasi. Apabila tercerna atau terhirup akan merusak
sistem saraf, ginjal, hati, jantung, dan organ lain. Oleh karenanya, sebisa mungkin
menggunakan etanol.
Isopropyl alcohol (CH3CHOHCH3) adalah cairan bening, tidak berwarna (seperti
etanol) dan tidak berakumulasi dalam tubuh. Cairan ini mudah terbakar dan sangat
berpotensi untuk kebakaran.
Asam
Asam organik maupun asam nonorganik merupakan konstituen yang umum
digunakan pada electrolytic polishing dan etching. Asam nonorganik, atau asam mineral,
termasuk asam-asam terkenal seperti hydrochloric, nitric, perchloric, phosphoric, dan
sulfuric. Pada umunya, asam nonorganik bersifat korosif dan beracun. Asam organik
senyawa-senyawa alami yang terkandung dalam alam seperti asam acetic, lactic, citrate,
oxalic, dan tartaric.
Hydrochloric

acid

(HCl),

yang

sangat

sering

digunakan

pada

metalografi,

merupakan gas ataupun cairan yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Senyawa
ini sangat berbahaya terhadap mata dan mengiritasi hidung serta tenggorokan.

Nitric acid / Asam nitrat (HNO3) merupakan cairan tidak berwarna/kekuningan


yang sangat beracun dan berbahaya terhadap mata. Apabila senyawa ini bereaksi dengan
material organik atau yang mudah teroksidasi, dapat menyebabkan api atau bahkan
ledakan. Sangat bereaksi dengan senyawa lain, senyawa ini menghasilkan buangan nitrogen
oksida yang beracun, yaitu nitrous acid (HNO2), nitrogen dioksida, nitric oxide (NO), nitrous
oxide (N2O), dan hydroxylamine (NH2OH). Kelemahannya adalah etchant yang mengandung
asam nitrat sedikit tidak stabil. Masalah ini dapat dikendalikan dengan mendinginkan
campuran asam dan menuangkan secara perlahan pada aseton yang didinginkan dengan
baik air dingin. Larutan harus disimpan dalam keadaan dingin dan dibuang setelah selesai
digunakan.
Sulfuric acid / Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan tidak berwarna dan
berminyak, yang mana memiliki sifat korosif, reaktif, dan agen pengoksidasi yang kuat.
Senyawa ini bereaksi dengan air dan senyawa organik. Apabila terjadi kontak dengan asam
yang terkonsentrasi, akan menghasilkan kerusakan jaringan dan luka bakar yang serius.
Hydrofluoric acid (HF) merupakan gas atau cairan tidak berwarna dengan bau yang
tajam. Senyawa ini berbahaya terhadap mata, kulit, dan saluran pernapasan atas. Walaupun
senyawa ini merupakan asam lemah, namun dapat menyerang kaca atau senyawa silikon.
Pada dasarnya senyawa ini sangat beracun, hampir sama beracunnya dengan sianida.
Orthophosphoric acid / phosphoric acid / Asam fosfat (H3PO4) merupakan asam
yang paling penting dalam golongan fosfor. Senyawa ini tidak terlalu berbahaya seperti
asam yang sudah disebut di atas, namun tetap bersifat berbahaya, korosif, dan memiliki
potensi bahaya kebakaran. Kontak langsung harus dihindari.
Perchloric acid / Asam perklorat (HClO4) merupakan salah satu asam terkuat.
Asam perklorat yang digunakan secara komersil memiliki konsentrasi 70-72%, atau lebih
rendah. Pada konsentrasi tersebut, kontak langsung dengan kulit dapat menyebabkan iritasi
dan luka bakar, dan apabila terhirup akan menyebabkan iritasi pada membran mukus
(hidung). Asam perklorat sangat berguna sebagai larutan electropolishing. Campuran antara
larutan asam perklorat dan asetat anhidrida yang dikembangkan oleh Jacquet sangat sulit
untuk disiapkan dan bersifat mudah meledak. Oleh karenanya, disiapkan ternary diagram
yang akan menunjukkan daerah komposisi asam perklorat yang aman digunakan, walaupun
tidak menjamin bahwa pada daerah tersebut tidak akan terjadi ledakan. Oleh karenanya,
campuran kedua senyawa ini tidak disarankan untuk digunakan. Larutan electropolishing
yang aman untuk digunakan adalah campuran asam perklorat dan alkohol, atau campuran
asam perklorat dengan asam asetat glasial. Penggunaan asam perklorat harus dilakukan
hati-hati dan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pencampuran dilakukan dengan jumlah

kecil, menjaga suhu tetap terkendali, menghindari penguapan, dan harus langsung dibuang
setelah penggunaan.
Review Analisa Mikrostruktur halaman 156-159 ( Juliansyah Rizki Pratama ;
1306448256 )
Comas et al. telah mempelajari bahaya yang dapat terjadi dengan adanya campuran
yang mengandung butyl cellosolve dan 10% - 95% dari 70% asam perchloric. Campuran 6090% zat asam dapat menyebabkan ledakan pada temperature kamar. Konsentrasi zat asam
sebanyak 30% atau kurang dari 30% tidak bersifat mudah terbakar, tetapi demi ke amanan,
di anjurkan temperature operasi tidak melebihi dari 20C. Persentase tingkat ke amanan
dalam kombinasi antara perchloric acid, ecetic anhydride, dan air dapat di lihat pada

terneary

diagram

dibawah

ini.

Bismuth, atau logam yang mengandung bismuth tidak boleh di electropolish


(memperkilapkan permukaan dengan menggunakan electrilisis) dengan menggunakan
larutan asam perchloric karena akan terbentuk senyawa eksplosif. Arsenic, antimony, dan
timah juga tidak cocok dengan menggunakan elektrolisis perchloric.
Asam asetat (CH3COOH ) mempunyai ciri-ciri, jernih, tidak berwarna dan berbau
tajam. Pelarut yang baik dan tidak mudah terdekomposisi. Walaupun mudah terbakar tetapi
tidak mudah untuk menyebar. Dapat membakar jika kontak dengan kulit. Penghirupan dapat
merusak jarngan lendir membrane.
Asam Anhydride [( CH3CO)2O], atau asam oksida berciri-ciri, tidak berwarna, bau
asam yang tajam. Sangat merusak mata, dan berbahaya jika bereaksi dengan air ata asam
sulfuric.
Asam Citric [C3H4(OH)(COOH)3.H2O] berciri-ciri, tidak berwarna, tidak berbau, dan
mudah larut dalam air. Tidak ada masalah yang bahaya, kecuali untk yang alergi terhadap
asam ini. Asam Lactic (CH3CHOHCOOH) berwarna kuning agak jernih, dan dapat merusak
mata.
Asam Oxalic (COOHCOOH.2H2O) berciri-ciri, transparan, tidak berwarna. Beracun dan
dapat mengiritasi sitem respirasi dan system pencernaan jika terhirup. Dapat membakar
kulit dan tidak cocok jika bereaksi dengan asam nitrat.
Asam Picric [(NO2)3C6H2OH], atau trinitophenol, hadir sebagai kristal kuning dan akan
basah dengan 10-20% air. Ketika asam ini kering, mudah untuk meledak. Bersifat racun
terhadap kulit. Harus di taruh di tempat yang aman, dan jika ingin digunakan, harus dengan
jumlah yng kecil, karena aasam ini mudah meledak. Asam picric bersifat hampir tidak larut
dalam air. Kelarutan maksimum asam ini pada larutan ethanol adalah 6 gram per 100 mL
ethanol.
Asam Tartaric [HOOC(CHO)2COOH] relative bersifat asam lemah. Mudah terbakarm
dan tidak bisa di simpan di dekat agen oksida yang kuat.

2-13.3 Others Chemicals


Basa, seperti ammonium hydroxide (NH 4OH), potassium hydroxide (KOH), dan sodium
hydroxide (NaOH) digunakan pada metalografi. Ammonium hidroksida tidak mudah

meledak, sedangkan potassium hidroksida tidak mudah terbakar. Sodium dan potassium
hidroksida merupakan basa kuat yang dapat merusak jaringan dan berbahaya terhadap
mata. Dapat mersuak system respirasi jika terhirup. Ketika dimasukan ke dalam air, dapat
membebaskan panas. Tidak boleh di reaksikan dengan air panas.
Hydrogen peroksida ( H2O2 ) didapatkan pada fasa liquid dengan konsentrasi sekitar 3
atau 30%. Larutan 3% aman untuk di gunakan, sedangkan yang 30% sangat bersifat
oksidant yang berefek berbahaya untuk kulit seperti bahaya yang diberikan pada asam
sulfat. Hydrogen peroksida tidak dapat membakar, tetapi jika di reaksikan dengan material
pembakar, dapat membuat kebakaran yang hebat. Sangat merusak mata.
Bromine (Br2) biasa digunakan pada laruutan deep-etching. Sangat korosif, dan liquid
yang sangat berbhaya dan hanya bisa di tangani dengan seseorang yang berpengalaman.
Uapnya sangat merusak mata, kulit, dan membrane lendir. Dapat mengiritasi kulit dan dapat
terbakar jika bereaksi dengan bahan organic.
Asam Kromat ( H2CrO4) terbentuk ketika kromium trioksida ( CrO3 ) larut dalam air.
CrO3 dapat digunakan sebgai larutan electropolishing. Bersifat okidant yang kuat, sehingga
disarankan menggunakan sarung tangan ketika penggunaannya.
Senyawa sianida terkadang di gunakan pada aplikasi metalografi. Potasium sianida
(KCN) dan sodium sianida (NaCN) sangat berbahaya. Potassium ferisianida ( K 3Fe(CN)6 )
walaupun beracun, tetapi masih dapat digunakan. Uap NaCN dan KCN bersifat beracun. Jika
berinteraksi dengan kulit juga bersifat beracun.
Beberapa nitrat seperti feriric nitrat [Fe(NO3)3.6H2O], lead nitrat [Pb(NO3)6] dan silver
nitrat (AgNO3) digunakan pada metalografi walaupun bersifat beracun dan korosif karena
nitrat tersebut merupakan oksidant
yang kuat.

KESIMPULAN
Dalam membuat urutan preparasi, metalografer harus familiar terhadap masalah
yang biasanya terjadi dan di temui pada material yang di berikan. Jika informasi ini tidak

ada, maka urutan preparasi dapat di buat dengan membandingkat teknik untuk material
yang memiliki kekerasan yang sama, struktur kristal yang sama maupun komposisi yang
sama. Untuk beberapa material, pertimbangan informasi di dapatkan dengan sampel pada
kondisi setelah di poles, dan di etsa atau proses lain yang sama tidak dibutuhkan
bahaya

yang

dapat

timbul

ketika

proses

pemotongan

sampel,

pemolesan,

pengamplasan. Bahaya pada setiap proses harus di minimalisir. Beberapa contoh, pada
proses mounting juga dapat menimbulkan kerusakan, oleh karena itu harus di lakukan
dengan teknik yang baik dan benar. Pengembangan mengenai preparasi otomatis dapat
memudahkan preparasi sampel. Teknisi yang kurang berpengalaman juga dapat dengan
mudah mempelajari tekniknya dengan mesin otomatis. Mesin gerinda, serta mesin poles
otomatis menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan manual. Grit yang biasa
di gunakan adalah dari grit 120-600, dan menggunakan kertas amplas berbutir SiC dan di
lanjutkan dengan pemolesan satu hingga dua kali. Pemolesan terakhir menggunakan pasta
agar membuat permukaan mengkilap demi kebutuhan yang spesifik. Untuk beberapa
sampel, pemolesan dengan zat kimia dan dengan elektrolisis dapat menguntungkan dan
dapat di aplikasikan yang menghasilkan hasil yang baik..

You might also like