You are on page 1of 15

CASE

ANESTESI UMUM

Oleh :
Ditra Putri Sandia (030. 09. 074)
Silvani Ully Siahaan ( 030. 09. 236)

Pembimbing :

Dr. Sabur Nugraha, Sp.An


Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI


PERIODE 10 JUNI 14 JULI 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nomor catatan medis

: 499442

Nama

: An. Dicky Alviyan

Umur

: 15 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Kerta Jaya, Jayamukti, Bianakan

Status pernikahan

: Belum menikah

Agama

: Islam

Pendidikan terakhir

: SMP

Suku

: Sunda

Tanggal masuk ruangan : 23 Juni 2013, Ruang Telagasari.


Pemeriksaan pre operasi
Anamnesis (dilakukan Auto anamnesis pada tanggal 24 Juni 2013, pada jam 07.30 WIB)
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan

: Nyeri tenggorokan
: Sering merasa sesak nafas, rasa mengganjal, tidur
mengorok
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli THT RSUD Karawang 2 hari SMRS dengan keluhan
nyeri tenggorokan. Nyeri tenggorokan sudah dirasakan Os semenjak duduk di
bangku TK, namun hilang timbul. Os mengaku amandelnya makin lama
makin membesar sejak saat itu hingga saat ini. Selain itu, Os mengaku sering
merasa sesak nafas. Sesak nafas yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh
aktivitas maupun pencetus ataupun alergi. Os menyangkal adanya sakit kepala,
bersin-bersin dan batuk saat ini. Nyeri tenggorokan serta sesak nafas dirasakan
Os makin lama makin memberat, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke
poli THT RSUD Karawang. Setelah konsul di poli THT, Os direncanakan
operasi pada tanggal 24 Juni 2013.

Riwayat penyakit Dahulu

Riwayat rawat inap di rumah sakit disangkal oleh pasien. Riwayat operasi dan
anestesi sebelumnya juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru, dan asma, serta
riwayat alergi obat dan makanan.

Riwayat Penyakit keluarga :


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obat-obatan
dalam keluarga juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok, dan juga tidak mengkonsumsi alkohol maupun obatobatan terlarang. Tidak ada makanan yang menjadi pantangan bagi pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan

: tampak sakit sedang


: compos mentis
: BB 64 kg ; TB 160 cm
: 118/70 mmHg
: 89 x/mnt
: 36 C
: 20 x/mnt

Status Generalis
Kepala
: normocephali, simetris, deformitas Mata
: conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Mulut
: trismus (-), dapat membuka mulut lebih dari 2 jari, oral higiene baik,
Mallampati I
Leher
: KGB dan tiroid tidak teraba membesar, gerakan maksimal (+)
Thorax
: Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
: SN vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/Abdomen

: Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani, bising usus
(+) normal.

Ekstremitas

: akral hangat +/+ , oedema -/+/+


-/Status Lokalis : Orofaring
Inspeksi: tonsil tampak kemerahan, tonsil T3 T3, detritus (-), kripta melebar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 20/06/2013)

Hemoglobin

: 14,7 g%

Leukosit

: 6700

Trombosit

: 225000

Hematokrit

: 44 %

Masa Perdarahan : 1,5 menit

Masa Pembekuan : 8 menit

Ureum

: 20,8 mg/dl

Creatinin

: 0,78 mg/dl

Gol. Darah / Rh

: -

Perencanaan anestesi

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dan dilakukan intubasi nasal
menggunakan ETT non kinking no. 28
Kesimpulan :
ASA I
Intraoperasi
Status anestesi
o
o
o
o

Diagnosa pre operasi


: Tonsilitis Kronis
Jenis operasi
: Tonsilektomi
Rencana teknik anestesi : Anestesi Umum
Status fisik: ASA I.

Keadaan selama pembedahan


Lama operasi : 25 menit (08.20 - 08.45 WIB)
Lama anestesi : 40 menit ( 08.15 - 08.55 WIB)
Jenis anestesi : Anestesi Umum dengan teknik intubasi nasal, ETT NK no. 28
Posisi

: Supine

Infus

: Asering, Ringer laktat pada tangan kiri

Premedikasi

: Miloz (Midazolam) 3 mg

Medikasi

: Fentanyl 60 mcg, Notrixum (atracurium bensylate) 20 mg, Propofol 100 mg,


Asam Traneksamat 250 mg, Neostigmin 0,5 mg

Cairan masuk : 300 cc Asering dan 500 cc Ringer Laktat


Cairan Keluar : 500 cc Perdarahan
Monitoring saat operasi
Jam
(waktu)

Tindakan

Nadi
(x/menit)

08.10

89
SPO2: 100 %

08.15

08.20

08.25

08.30

Tekanan
darah
(mmHg)
Pasien masuk ke 118/70
kamar operasi dan di
pindahkan ke meja
operasi
Pemasangan
monitoring
tekanan
darah, nadi, saturasi
oksigen.
Infus
Asering
terpasang pada tangan
kiri
Premedikasi dengan 118/70
Miloz : 3 mg
Medikasi
Fentanyl 60 mcg
Propofol 100 mg
Notrixum 20 mg
Melakukan
pemasangan
ETT
no.28 (intubasi nasal)
Pemberian Oksigen 2
liter/menit.
Pemberian N2O 2
liter/menit
Isofluran 2 vol %

Dilakukan asepsis dan 112/68


antisepsis
lapangan
operasi
Operasi dimulai
Pasien masih dalam 95/60
keadaan dioperasi
Pemberian
Asam
Traneksamat 250 mg
Pasien
masih
dalam 108/75
keadaan dioperasi
Persediaan oksigen

dari

89
SPO2 : 100 %

93 x/mnt
SPO2 : 100 %

92 x/mnt
SPO2 : 99 %
96 x/mnt
SPO2 : 98 %

central tersisa sedikit


Dilakukan bagging secara
manual, Pemberian N2O
diturunkan 1l/menit

08.40

08.42

08.45
08.50

08.55

Persediaan O2 dari central 89/58


habis
total,
tetap
dilakukan bagging secara
manual, pemberian N2O
dihentikan sementara
Persediaan O2 kembali 92/60
terisi,
pernafasan
dikendalikan
kembali,
Pemberian N2O 2l/menit
Pemberian O2 2l/menit
Operasi selesai dilakukan 96/58
Pemberian Neostigmin 90/50
0,5 mg
Dilakukan
tindakan
ekstubasi,
pemberian
oksigen murni 8 L/menit
Pemberian oksigen
90/50
dihentikan

98 x/mnt
SPO2 : 98%

95 x/mnt
SPO2 : 99 %

82 x/mnt
SPO2 : 100 %
77 x/mnt
SPO2 :100 %

82 x/mnt
SPO2 :100 %

Keadaan akhir pembedahan


Tekanan darah : 90/50 mmHg, Nadi : 82 x/m, Saturasi O2 : 100%
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai
Kesadaran

2
1
Sadar, orientasi
Dapat
baik
dibangunkan
Warna
Merah muda
Pucat atau
(pink) tanpa O2,
kehitaman perlu O2
SaO2 > 92 %
agar SaO2 > 90%
Aktivitas
4 ekstremitas
2 ekstremitas
bergerak
bergerak
Respirasi
Dapat napas
Napas dangkal
dalam
Sesak napas
Batuk
Kardiovaskular
Tekanan darah
Berubah 20-30 %
berubah 20 %
Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan

0
Tak dapat
dibangunkan
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Tak ada ekstremitas
bergerak
Apnu atau
obstruksi
Berubah > 50 %

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga
mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil).

Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi
pada semua umur, terutama pada anak.
I.
Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai nyeri
tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Terapi yang dapat diberikan yaitu
istirahat, minum cukup, analgetika, antivirus bila gejala berat.
2. Tonsilitis bakterial
Dapat disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus hemolitikus yang dikenal
sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara
klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
Bercak detritus ini dapat melebar sehingga membentuk pseudomembran yang
menutupi tonsil.
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok dan nyeri saat menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, nyeri
pada sendi-sendi, tidak nafsu makan, nyeri pada telinga. Nyeri pada teliga ini krn
nyeri alih melalui saraf n.glosofaringeus (n.IX). pada pemeriksaan, didapatkan tonsil
membesar, hiperemis, dan terdapat deritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh
membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Dapat
diberikan antibiotika spektrum lebar yaitu penisilin, eritromisin, dan antipiretik, serta
obat kumur yang mengandung desinfektan.
II.
Tonsilitis Membranosa
1. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun sejak keberhasilan imunisasi pada bayi dan
anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk Gram positif yang terdapat di saluran napas atas yaitu hidung, faring,
dan laring. Sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi
tertinggi pada usia 2-5 tahun.
Gambaran klinis dibagi menjadi 3 golongan, yaitu gejala umum seperti subfebris,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan. Kemudian
gejala lokal berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang semakin

meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, bronkus dan bersatu
membentuk membran semu yang dapat menyumbat saluran napas. Membran ini
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat mudah berdarah, bila
perkembangan penyakit berjalan terus maka kelenjar limfa leher akan membesar
sehingga menyerupai leher sapi (bull neck). Gambaran klinik terakhir yaitu gejala
akibat eksotoksin yang menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung
dapat menimbulkan miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial
yang menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, pada ginjal
menyebabkan albuminuria.
Terapi yang dapat diberikan yaitu anti difteri serum (ADS) yang diberikan segera
tanpa menunggu hasil kultur. Pemberian antibiotika penisilin atau eritromisisn dalam
14 hari. Kortikosteroid, antipiretik juga dapat diberikan. Karena penyakit ini menular
maka pasien perlu diisolasi dan perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3
minggu.
2. Tonsilitis septik
Penyebabnya yaitu Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena susu sapi di Indonesia dimasak dahulu
sebelum dikonsumsi, maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (stomatitits ulsero membranosa)
Penyebabnya yaitu bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejalanya
yaitu demam fsampai suhu 39oC, nyeri kepala, badan lemah, kadang terdapat
gangguan pencernaan, nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.
Pada pemeriksaan biasa didapatkan mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak
membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta prosesus
alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula membesar.
Terapi yang dapat diberikan yaitu antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu,
memperbaikin higiene mulut, pemberian vitamin C dan vitamin B kompleks.
4. Penyakit kelainan darah
a. Leukemia akut, gejala yang sering timbul berupa epistaksis, perdarahan di mukosa
mulut, gusi, dan di bawah kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi
membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
b. Angina agranulositosis, penyebabnya yaitu keracunan obat golongan amidopirin,
sulfa, dan arsen. Didapatkan ulkus di mukosa mulut dan faring, sekitar ulkus tampak
gejala radang. Ulkus ini juga didapatkan di genitalia dan saluran cerna.
c. Infeksi mononukleosis, terdapat tonsilofaringitis ulsero membranosa bilateral.
Membran semua yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa menimbulkan

perdarahan. Terdapat pembesaran KGB leher, ketiak, regioinguinal. Gambaran darah


khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar.
III.
Tonsilitis Kronis
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah rangsangan menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama,
tetapi kadang berubah menjadi golongan Gram negatif. Karena proses radang
berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang
akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlektaan dengan jaringan
sekitar. Pada anak, proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.
Pada pemeriksaan didapatkan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti berisi detritus. Ada rasa mengganjal di tenggorok,
dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau. Terapi lokal ditujukan pada higiene
mulut dengan berkumur atau obat hisap. Komplikasi yang dapat timbul yaitu berupa
rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh
dapat terjadi secara hematogen maupun limfogen, berupa endokarditis, artritis,
miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, furunkulosis.
B. TONSILEKTOMI
Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAOHNS) tahun 1995, indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:
1. Indikasi absolut
- Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, disfagia
-

berat, gangguan tidur, terdapat komplikasi kardiopulmonal


Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan

drainase, kecuali jika dilakukan fase akut


- Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
- Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk peemeriksaan patologi
2. Indikasi relatif
- Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
-

pengobatan medik yang adekuat


Halitosis akibat tonsilitis kroik yang tidak ada respon terhadap pengobatan

medik
Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap laktamase

Kontraindikasi untuk tonsilektomi, yaitu riwayat penyakit perdarahan, resiko


anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol, anemia, infeksi
akut.
. C. TATALAKSANA ANESTESI PADA TONSILEKTOMI
1. Masalah yang dapat timbul saat anestesi, yaitu ancaman sumbatan jalan napas,
perdarahan, ancaman refleks vagal, dan penderita umumnya anak usia sekoalh
2. Pelaksanaan anestesi:
a. Evaluasi : penilaian status pasien, evaluasi status generalis dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi
b. Persiapan praoperatif : persiapan rutin dan khusus
c. Premedikasi, diberikan secara intramuskular 30-45 menit pra induksi dengan :
Petidin : 0,50-1,00 mg/kgBB atau Fentanil 1-2 g/kgBB
Atropin : 0,01-0,02 mg/kgBB
d. Induksi
- Dengan penthotal (dosis 3-5 mg/kgBB) atau propofol (dosis 2-3 mg/kgBB
intravena)
- Suksinilkholin (dosis 1-2 mg/kgBB intravena) untuk fasilitas intubasi
- Laringoskopi dan intubasi endotrakea
e. Pemeliharaan anestesi
- Buat posisi ekstensi kepala-leher untuk memudahkan manipulasi operator
-

dalam rongga mulut


Pemeliharaan dengan N2O : O2 = 60% : 40% dan halotan atau isofluran

atau enfluran dengan dosis antara 1-2 vol% selanjutnya disesuaikan


- Pola nafas spontan atau dibantu
3. Pemantauan selama anestesi dilakukan sesuai dengan standar pemantauan intra
operatif
4. Terapi cairan diberikan cairan pemeliharaan
5. Pemulihan anestesi
- Pada akhir operasi, dibersihkan rongga mulut dari bekuan darah luka
operasi, selanjutnya pabila diperlukan isap lendir yang ada dalam pipa
-

endotrakea
Ekstubasi pipa ndotrakea dilakukan pada stadium anestesi, selanjutnya
hentikan aliran obat anestesi dan berikan O2 100% selama 3-5 menit

melalui sungkup muka nafas spontan.


6. Pasca bedah
- Pasien dirawat di ruang pemulihan untuk menunggu proses pemulihan
-

anestesi sesuai dengan tatalaksanan pasca anestesi


Perhatikan khusus pada periode ini adalah pencegahan batuk dan risisko
perdarahan ulang luka operasi, karena perdarahan ulang luka operasi dapat
menimbulkan sumbatan jalan napas, mengakibatkan anemia, syok.

Perdarahan tersebut dapat tertelan sehingga perdarahan absolut sulit


dinilai
- Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria pemulihan
7. Operasi ulang pasca tonsilektomi
a. Indikasinya adalah apabila masih terdapat perdarahan aktidf pada luka operasi.
b. Masalah yang mungkin dihadapi, yaitu anemia, hipotensi sampai syok, lambung
penuh berisi bekuan darah atau minuman, psikologis pasien dan keluarga,
dianggap kasus gawat darurat.
c. Evaluasi ditujukan pada masalah-masalah di atas.
d. Persiapan: apabila tersedia cukup waktu maka lakukan koreksi terhadap masalahmasalah yang timbul, seperti memberikan penjelanan kepada pasien dan keluarga
bahwa terjadi penyulit yag harus segera ditangani, terapi cairan dan transfusi
darah, pasang pipa nasogastrik untuk mengeluarkan isi lambung, kalau dianggap
perlu maka diberikan premedikasi untuk menenangkan pasien, oksigenasi adekuat,
menyiapkan alat isap yang siap pakai.
e. Tata laksana anestesi
- Pasang alat pantau yang diperlukan
- Induksi dilakukan dengan teknik induksi cepat, dilanjutkan pemasangan
-

pipa endotrakea
Waspadai kemungkinan terjadi aspirasi dan refleks vagal saat induksi
Pemeliharaan dilakukan dengan obat anestesi inhalasi dan bila perlu

diberikan obat pelumpuh oto selanjutnya lakukan nafas kendali


Setelah perdarahan selesai ditangani dan tindakan operasi dianggap

selesai, pemberian anestesi dihentikan


Ekstubasi pipa endotrakeal dilakukan setelah pasien bernafas spontan

adekuat, sadar, jalan nafas bersih


Pasca anestesi dilakukan perawatan sesuai tata laksana seperti di atas.

BAB III
ANALISA KASUS
Seorang pasien anak laki laki

berusia 15 tahun datang ke poli THT RSUD

Karawang pada tanggal 21 Juni 2013 dengan kesadaran compos mentis, keadaan umum
tampak sakit ringan, mengeluh nyeri tenggorokan. Tanda vital berupa tekanan darah, nafas,
suhu dan nadi dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisiki didapatkan status generalis dalam
batas normal sedangkan pada status lokalis orofaring didapatkan tonsil kemerahan, bengkak,
T3-T3 tidak ada detritus, kripta melebar. Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
Dari poli THT, pasien dianjurkan untuk menjalani operasi tonsilektomi. Pasien
menyetujui dan menandatangani surat izin operasi. Setelah dikonsulkan kepada dokter
spesialis penyakit dalam dan spesialis anestesi, operasi tersebut disetujui untuk dilaksanakan
pada tanggal 24 Juni 2013. Kesimpulan status fisik pasien yang didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang adalah ASA I.
Operasi dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013 pukul 08.20 sedangkan anestesi dimulai
pada pukul 08.15. anestesi diawali dengan memberikan obat premedikasi Miloz 3 mg
selanjutnya diberikan obat medikasi yaitu Fentanyl 60 mcg, propofol 100 mg, dan notrixum
20 mg. asam traneksamat 650mg, ondancentron 4 mg & keterolac 30mg serta diberikan
anestesi inhalasi berupa campuran N20 2 l/ menit & O2 2 l/m serta isoflurane 2 vol%.
Anesthesia dilakukan secara umum dengan suntikan secara intra vena dan inhalasi sesuai
indikasinya
Phetidin, dosis premedikasi dewasa 50 70 mg (1 1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otot polos. Dosis
induksi 1 2 mg/ kgBB intravena.
Untuk medikasi diberikan Propofol merupakan derivate fenol yang banyak digunakan
sebagai anastesi intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang dripivan. Dosis sedasinya 2
3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anastesi ini pada vena besar karena dapat
menimbulkan nyeri.
.

Asam

traneksamat

adalah

obat

antifibrinolitik

yang

menghambat

pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan


pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan

angiodema hereditas. Dosis injeksi intravena perlahan : 0.5 -1 g atau 10


mg/kgBB

Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT yang poten dan selektif. Pemberian obatobat kemoterapi dan radioterapi dapat menyebabkan pelepasan 5HT ke dalam usus halus
yang akan merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut afferen vagal lewat
reseptor 5HT3. Ondansetron menghambat dimulainya refleks ini. Aktivasi serabut afferen
vagal juga dapat menyebabkan pelepasan 5HT3 dalam area postrema, yang berlokasi di dasar
ventrikel keempat, dan ini juga dapat merangsang emesis melalui mekanisme sentral.
Karenanya efek Ondansetron dalam penanganan mual dan muntah yang diinduksi oleh
kemoterapi dan radioterapi sitotoksik ini disebabkan oleh antagonisme reseptor 5HT3, pada
neuron yang berlokasi di sistem saraf pusat maupun di sistem saraf tepi. Pada percobaan
psikomotor, Ondansetron tidak mengganggu kinerja. Ondansetron tidak mengganggu
konsentrasi prolaktin dalam plasma. Pencegahan mual dan muntah pasca bedah 4 mg/i.m.
sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan.
Efek analgetik ketorolac sama baiknya dengan morfin dengan dosis yang sebanding,
tanpa takut terjadinya depresi pemapasan. Hal inilah salah satu sebab dipilihnya ketorolac
sebagai analgetik pasca operasi Ketorolac juga bersifat anti inflamasi sedang. Dosis awal
Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila
diperlukan.
Isofluran merupakan eter berhalogen berbau tajam dan mudah terbakar. Keuntungan
isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan
masa pulih anestesi cepat. Namun harga obat ini mahal. Dosis induksi 3 3,5 % dalam
oksigen atau campuran N2 dan O2.
Pemberian Cairan
Kebutuhan cairan basal (BB=65kg)
4 x 10kg = 40
2 x 10kg = 20
1 x 30kg = 45
----------+
105ml/jam
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)
6 x 65kg = 390ml/jam
Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.00 12.00 (12jam)
12 x 105ml/jam = 1260ml

Di ruangan sudah diberi cairan 720ml


Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 1260 720 = 540ml
Pemberian cairan pada jam pertama operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa
: 105 + 390 + 270 = 765 ml
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
: 105 + 390 + 135 = 630 ml
Pemberian cairan pada jam ketiga operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
: 105 + 390 + 135 = 630 ml
Kebutuhan cairan selama operasi : ( 2 Jam 30 menit )
Jam I + Jam II + Jam III = 765 ml + 630 ml + x 630 ml
= 1395 ml + 315 ml
= 1710 ml
Cairan yang masuk selama operasi (2 Jam 30 menit)
1600 cc Ringer Laktat dan 500 ml Widahes (setara dengan 1500 ml Ringer Laktat),
jadi total cairan yang masuk 3100 ml
Allowed Blood Loss
20 % x EBV = 20 % x (75 x 65) = 975 ml
Berdasarkan nilai Ht :
Ht Pasien Ht target x EBV
Ht Pasien
47 (3x8) x (75x65) = 2385 cc
47
Jumlah cairan keluar
= darah di kassa sedang 6 buah + botol suction
= 6x20 ml + 400 ml
= 520 ml
Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah, namun cukup diberikan cairan kristaloid

sebanyak 1560 ml atau koloid sebanyak 520 ml


Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti
perdarahan = 1710 ml + 1560 ml = 3270 ml.
Cairan yang harus diganti di ruang pemulihan (kristaloid)
= 3270 ml 3100 ml = 170 ml

You might also like