Professional Documents
Culture Documents
ANESTESI UMUM
Oleh :
Ditra Putri Sandia (030. 09. 074)
Silvani Ully Siahaan ( 030. 09. 236)
Pembimbing :
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nomor catatan medis
: 499442
Nama
Umur
: 15 tahun
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
Status pernikahan
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMP
Suku
: Sunda
: Nyeri tenggorokan
: Sering merasa sesak nafas, rasa mengganjal, tidur
mengorok
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli THT RSUD Karawang 2 hari SMRS dengan keluhan
nyeri tenggorokan. Nyeri tenggorokan sudah dirasakan Os semenjak duduk di
bangku TK, namun hilang timbul. Os mengaku amandelnya makin lama
makin membesar sejak saat itu hingga saat ini. Selain itu, Os mengaku sering
merasa sesak nafas. Sesak nafas yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh
aktivitas maupun pencetus ataupun alergi. Os menyangkal adanya sakit kepala,
bersin-bersin dan batuk saat ini. Nyeri tenggorokan serta sesak nafas dirasakan
Os makin lama makin memberat, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke
poli THT RSUD Karawang. Setelah konsul di poli THT, Os direncanakan
operasi pada tanggal 24 Juni 2013.
Riwayat rawat inap di rumah sakit disangkal oleh pasien. Riwayat operasi dan
anestesi sebelumnya juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru, dan asma, serta
riwayat alergi obat dan makanan.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok, dan juga tidak mengkonsumsi alkohol maupun obatobatan terlarang. Tidak ada makanan yang menjadi pantangan bagi pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Status Generalis
Kepala
: normocephali, simetris, deformitas Mata
: conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Mulut
: trismus (-), dapat membuka mulut lebih dari 2 jari, oral higiene baik,
Mallampati I
Leher
: KGB dan tiroid tidak teraba membesar, gerakan maksimal (+)
Thorax
: Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
: SN vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/Abdomen
: Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani, bising usus
(+) normal.
Ekstremitas
Hemoglobin
: 14,7 g%
Leukosit
: 6700
Trombosit
: 225000
Hematokrit
: 44 %
Ureum
: 20,8 mg/dl
Creatinin
: 0,78 mg/dl
Gol. Darah / Rh
: -
Perencanaan anestesi
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dan dilakukan intubasi nasal
menggunakan ETT non kinking no. 28
Kesimpulan :
ASA I
Intraoperasi
Status anestesi
o
o
o
o
: Supine
Infus
Premedikasi
: Miloz (Midazolam) 3 mg
Medikasi
Tindakan
Nadi
(x/menit)
08.10
89
SPO2: 100 %
08.15
08.20
08.25
08.30
Tekanan
darah
(mmHg)
Pasien masuk ke 118/70
kamar operasi dan di
pindahkan ke meja
operasi
Pemasangan
monitoring
tekanan
darah, nadi, saturasi
oksigen.
Infus
Asering
terpasang pada tangan
kiri
Premedikasi dengan 118/70
Miloz : 3 mg
Medikasi
Fentanyl 60 mcg
Propofol 100 mg
Notrixum 20 mg
Melakukan
pemasangan
ETT
no.28 (intubasi nasal)
Pemberian Oksigen 2
liter/menit.
Pemberian N2O 2
liter/menit
Isofluran 2 vol %
dari
89
SPO2 : 100 %
93 x/mnt
SPO2 : 100 %
92 x/mnt
SPO2 : 99 %
96 x/mnt
SPO2 : 98 %
08.40
08.42
08.45
08.50
08.55
98 x/mnt
SPO2 : 98%
95 x/mnt
SPO2 : 99 %
82 x/mnt
SPO2 : 100 %
77 x/mnt
SPO2 :100 %
82 x/mnt
SPO2 :100 %
2
1
Sadar, orientasi
Dapat
baik
dibangunkan
Warna
Merah muda
Pucat atau
(pink) tanpa O2,
kehitaman perlu O2
SaO2 > 92 %
agar SaO2 > 90%
Aktivitas
4 ekstremitas
2 ekstremitas
bergerak
bergerak
Respirasi
Dapat napas
Napas dangkal
dalam
Sesak napas
Batuk
Kardiovaskular
Tekanan darah
Berubah 20-30 %
berubah 20 %
Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan
0
Tak dapat
dibangunkan
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Tak ada ekstremitas
bergerak
Apnu atau
obstruksi
Berubah > 50 %
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga
mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil).
Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi
pada semua umur, terutama pada anak.
I.
Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai nyeri
tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Terapi yang dapat diberikan yaitu
istirahat, minum cukup, analgetika, antivirus bila gejala berat.
2. Tonsilitis bakterial
Dapat disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus hemolitikus yang dikenal
sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara
klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
Bercak detritus ini dapat melebar sehingga membentuk pseudomembran yang
menutupi tonsil.
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok dan nyeri saat menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, nyeri
pada sendi-sendi, tidak nafsu makan, nyeri pada telinga. Nyeri pada teliga ini krn
nyeri alih melalui saraf n.glosofaringeus (n.IX). pada pemeriksaan, didapatkan tonsil
membesar, hiperemis, dan terdapat deritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh
membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Dapat
diberikan antibiotika spektrum lebar yaitu penisilin, eritromisin, dan antipiretik, serta
obat kumur yang mengandung desinfektan.
II.
Tonsilitis Membranosa
1. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun sejak keberhasilan imunisasi pada bayi dan
anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk Gram positif yang terdapat di saluran napas atas yaitu hidung, faring,
dan laring. Sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi
tertinggi pada usia 2-5 tahun.
Gambaran klinis dibagi menjadi 3 golongan, yaitu gejala umum seperti subfebris,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan. Kemudian
gejala lokal berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang semakin
meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, bronkus dan bersatu
membentuk membran semu yang dapat menyumbat saluran napas. Membran ini
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat mudah berdarah, bila
perkembangan penyakit berjalan terus maka kelenjar limfa leher akan membesar
sehingga menyerupai leher sapi (bull neck). Gambaran klinik terakhir yaitu gejala
akibat eksotoksin yang menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung
dapat menimbulkan miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial
yang menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, pada ginjal
menyebabkan albuminuria.
Terapi yang dapat diberikan yaitu anti difteri serum (ADS) yang diberikan segera
tanpa menunggu hasil kultur. Pemberian antibiotika penisilin atau eritromisisn dalam
14 hari. Kortikosteroid, antipiretik juga dapat diberikan. Karena penyakit ini menular
maka pasien perlu diisolasi dan perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3
minggu.
2. Tonsilitis septik
Penyebabnya yaitu Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena susu sapi di Indonesia dimasak dahulu
sebelum dikonsumsi, maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (stomatitits ulsero membranosa)
Penyebabnya yaitu bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejalanya
yaitu demam fsampai suhu 39oC, nyeri kepala, badan lemah, kadang terdapat
gangguan pencernaan, nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.
Pada pemeriksaan biasa didapatkan mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak
membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta prosesus
alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula membesar.
Terapi yang dapat diberikan yaitu antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu,
memperbaikin higiene mulut, pemberian vitamin C dan vitamin B kompleks.
4. Penyakit kelainan darah
a. Leukemia akut, gejala yang sering timbul berupa epistaksis, perdarahan di mukosa
mulut, gusi, dan di bawah kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi
membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
b. Angina agranulositosis, penyebabnya yaitu keracunan obat golongan amidopirin,
sulfa, dan arsen. Didapatkan ulkus di mukosa mulut dan faring, sekitar ulkus tampak
gejala radang. Ulkus ini juga didapatkan di genitalia dan saluran cerna.
c. Infeksi mononukleosis, terdapat tonsilofaringitis ulsero membranosa bilateral.
Membran semua yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa menimbulkan
medik
Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap laktamase
endotrakea
Ekstubasi pipa ndotrakea dilakukan pada stadium anestesi, selanjutnya
hentikan aliran obat anestesi dan berikan O2 100% selama 3-5 menit
pipa endotrakea
Waspadai kemungkinan terjadi aspirasi dan refleks vagal saat induksi
Pemeliharaan dilakukan dengan obat anestesi inhalasi dan bila perlu
BAB III
ANALISA KASUS
Seorang pasien anak laki laki
Karawang pada tanggal 21 Juni 2013 dengan kesadaran compos mentis, keadaan umum
tampak sakit ringan, mengeluh nyeri tenggorokan. Tanda vital berupa tekanan darah, nafas,
suhu dan nadi dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisiki didapatkan status generalis dalam
batas normal sedangkan pada status lokalis orofaring didapatkan tonsil kemerahan, bengkak,
T3-T3 tidak ada detritus, kripta melebar. Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
Dari poli THT, pasien dianjurkan untuk menjalani operasi tonsilektomi. Pasien
menyetujui dan menandatangani surat izin operasi. Setelah dikonsulkan kepada dokter
spesialis penyakit dalam dan spesialis anestesi, operasi tersebut disetujui untuk dilaksanakan
pada tanggal 24 Juni 2013. Kesimpulan status fisik pasien yang didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang adalah ASA I.
Operasi dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013 pukul 08.20 sedangkan anestesi dimulai
pada pukul 08.15. anestesi diawali dengan memberikan obat premedikasi Miloz 3 mg
selanjutnya diberikan obat medikasi yaitu Fentanyl 60 mcg, propofol 100 mg, dan notrixum
20 mg. asam traneksamat 650mg, ondancentron 4 mg & keterolac 30mg serta diberikan
anestesi inhalasi berupa campuran N20 2 l/ menit & O2 2 l/m serta isoflurane 2 vol%.
Anesthesia dilakukan secara umum dengan suntikan secara intra vena dan inhalasi sesuai
indikasinya
Phetidin, dosis premedikasi dewasa 50 70 mg (1 1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otot polos. Dosis
induksi 1 2 mg/ kgBB intravena.
Untuk medikasi diberikan Propofol merupakan derivate fenol yang banyak digunakan
sebagai anastesi intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang dripivan. Dosis sedasinya 2
3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anastesi ini pada vena besar karena dapat
menimbulkan nyeri.
.
Asam
traneksamat
adalah
obat
antifibrinolitik
yang
menghambat
Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT yang poten dan selektif. Pemberian obatobat kemoterapi dan radioterapi dapat menyebabkan pelepasan 5HT ke dalam usus halus
yang akan merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut afferen vagal lewat
reseptor 5HT3. Ondansetron menghambat dimulainya refleks ini. Aktivasi serabut afferen
vagal juga dapat menyebabkan pelepasan 5HT3 dalam area postrema, yang berlokasi di dasar
ventrikel keempat, dan ini juga dapat merangsang emesis melalui mekanisme sentral.
Karenanya efek Ondansetron dalam penanganan mual dan muntah yang diinduksi oleh
kemoterapi dan radioterapi sitotoksik ini disebabkan oleh antagonisme reseptor 5HT3, pada
neuron yang berlokasi di sistem saraf pusat maupun di sistem saraf tepi. Pada percobaan
psikomotor, Ondansetron tidak mengganggu kinerja. Ondansetron tidak mengganggu
konsentrasi prolaktin dalam plasma. Pencegahan mual dan muntah pasca bedah 4 mg/i.m.
sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan.
Efek analgetik ketorolac sama baiknya dengan morfin dengan dosis yang sebanding,
tanpa takut terjadinya depresi pemapasan. Hal inilah salah satu sebab dipilihnya ketorolac
sebagai analgetik pasca operasi Ketorolac juga bersifat anti inflamasi sedang. Dosis awal
Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila
diperlukan.
Isofluran merupakan eter berhalogen berbau tajam dan mudah terbakar. Keuntungan
isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan
masa pulih anestesi cepat. Namun harga obat ini mahal. Dosis induksi 3 3,5 % dalam
oksigen atau campuran N2 dan O2.
Pemberian Cairan
Kebutuhan cairan basal (BB=65kg)
4 x 10kg = 40
2 x 10kg = 20
1 x 30kg = 45
----------+
105ml/jam
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)
6 x 65kg = 390ml/jam
Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.00 12.00 (12jam)
12 x 105ml/jam = 1260ml