Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Fitrania Sufi Mardina
030. 09. 092
Pembimbing :
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nomor catatan medis
: 500295
Nama
: Tn. S
Umur
: 72 tahun
Pekerjaan
: Buruh
Alamat
: Babakan RT 05/14
Status pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMP
Suku
: Sunda
Pasien datang dengan keluhan perut mulas sejak 2 hari SMRS. Perut
mulas dirasakan sejak pagi hari. Pasien juga merasakan mual muntah
setiap makan dan perut terasa kembung sehingga pasien tidak dapat
makan, asupan cairan hanya sedikit. Frekuensi muntah 3x/hari. Tidak
BAB sejak pasien mengeluh nyeri perut dan tidak buang angin, BAK
sedikit. Pasien mengaku ada benjolan di perut bagian bawah yang
semakin lama semakin membesar. Benjolan pertama kali dirasakan
sejak 6 tahun yang lalu. Semakin lama keluhan tidak berkurang dan
kondisi pasien semakin melemah, maka memutuskan untuk pergi ke
IGD RSUD Karawang. Kemudian pasien di rawat inap di bangsal.
Tindakan yang sudah dilakukan adalah pemberian cairan NaCl 0,9%,
pemasangan kateter, NGT, kompres dingin pada benjolan dan reposisi
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obatobatan dalam keluarga juga disangkal oleh pasien.
Riwayat Kebiasaan
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Status gizi
: TB 165 cm
BB 54 kg
Tanda vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90 x/mnt
Suhu
: 36,7 C
Pernapasan
: 24 x/mnt
Status Generalis
Kepala
: Tampak normocephali
Mata
Leher
Thorax
Paru
Abdomen
: teraba keras, defense muscular (-), nyeri tekan (+) pada seluruh
lapang abdomen, turgor kulit 2 detik.
Ekstremitas
: oedem
Hemoglobin
: 15,3 g%
Leukosit
: 15.520
Trombosit
: 345.000
Hematokrit
: 45 %
GDS
: 109 gr/dL
Ureum
: 23,3
Kreatinin
: 0,81
Perencanaan anestesi
o Jenis operasi
: Hernioraphy
: Supine
Infus
Premedikasi
:-
Medikasi
: Bupivacain 15 mg + Fentanil 10 g
Tindakan
Tekanan
darah
(mmHg)
IV line, NGT dan 139/92
kateter
sudah
terpasang
Pasien masuk ke
kamar operasi dan di
pindahkan ke meja
operasi
Pemasangan
monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi
oksigen.
Infus RL terpasang
pada tangan kiri
Nadi
(x/menit)
90
SPO2: 98 %
19.10
99
SPO2: 99 %
Dilakukan
asepsis 146/98
dan
antisepsis
lapangan operasi
Operasi dimulai
99 x/mnt
SPO2 : 98 %
100 x/mnt
SPO2 : 99 %
19.25
19.30
131/95
19.35
133/84
19.40
19.15
19.20
19.45
19.50
Penghentian pemberian
oksigen
119/86
98 x/mnt
SPO2 : 98 %
95 x/mnt
SPO2 : 97%
92 x/mnt
SPO2 : 97 %
102 x/mnt
SPO2 :97 %
95 x/mnt
SPO2 :96 %
83 x/mnt
SPO2 : 96%
2
Sadar, orientasi
baik
Merah muda
(pink) tanpa O2,
SaO2 > 92 %
4 ekstremitas
bergerak
Dapat napas
dalam
Batuk
Tekanan darah
berubah 20 %
1
Dapat dibangunkan
Pucat atau
kehitaman perlu O2
agar SaO2 > 90%
2 ekstremitas
bergerak
Napas dangkal
Sesak napas
Berubah 20-30 %
0
Tak dapat
dibangunkan
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Tak ada ekstremitas
bergerak
Apnu atau
obstruksi
Berubah > 50 %
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Hernia Inguinalis
Definisi :
Hernia merupakan penonjolan visus atau organ dari posisi normal (dari satu
ruang ke ruang lain) melalui pintu yang lemah. Hernia terjadi pada locus minorus
resistensi atau daerah dengan resistensi rendah.
Macam-macam :
-
Hernia inguinalis
Paling sering dan banyak dijumpai. Hernia inguinalis dibagi menjadi 2,
yaitu:
1. hernia inguinalis lateralis (HIL) pintu di annulus inguinalis
internus.
2. Hernia inguinalis medialis (HIM) titik lemahnya terdapat di
trigonum hasselbach.
Hernia inguinalis ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Faktor Predisposisi :
-
Kongenital :
-
Acquisita/ didapat:
Luka operasi
Kelemahan otot :
-
Obesitas
Ketuaan degenerasi
Faktor Predisposisi :
-
Batuk kronis
Konstipasi
Partus
Muntah-muntah
Angkat berat
Ascites
Komponen Hernia :
1. Kantong
Tempat isi hernia yang normalnya bukan diisi itu tapi jadi ada
Contoh: peritonium yang ikut menonjola
2. Isi
Yang mengisi kantung hernia atau organnya, misalnya: usus, kandung
kemih, omentum
3. Pintu
Tempat lewatnya
Berdasar pada isi :
1. Reponibilis
Isi bisa keluar masuk dengan mudahnya. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Irreponibilis
Tidak bisa keluar masuk dengan mudahnya karena ada bagian yang
terjepit, adhesi terlalu lama dengan kantong sehingga menjadi lengket
dengan kantongnya, atau bisa karena isi hernia terlalu besar misalnya
sebesar kelapa pada henia permagna.
3. Incarcerata
Isinya usus tidak dapat masuk lagi karena terjepit sehingga
menimbulkan gangguan pasase usus sehingga muncul tanda-tanda
ileus
4. strangulata
Ini mirip dengan hernia incarserata namun disertai dengan gangguan
pada pembuluh darahnya (misalnya mesentericanya ikut terjepit
sehingga mengganggu sirkulasi darah). Hal ini menyebabkan
terjadinya nekrosis.
Pada hernia incancerata biasanya selalu disertai dengan strangulata sedangkan hernia
strangulata tidak selalu merupakan hernia incancerata. Maksudnya jika hernia yang
sampai tersumbat itu (sampai mengganggu pasase usus) biasanya disertai dengan
gangguan peredaran darah, Tetapi jika hernia disertai gangguan peredaran darah
(misalnya sampai nekrosis) tidak selalu disertai dengan gangguan pasase usus.
Untuk penanganannya hernia reponibilis dan irreponibilis perlu suatu
perencanaan sedangakan apabila hernia incancerata atau strangulata harus segera
dilakukan operasi.
Hernia inguinalis indirek dapat dimasukkan dengan tekanan oleh jari-jari di sekitar
cincin inguinalis interna, mungkin seperti leper yang sempit dan banyak terjadi pada
pria usia muda (3% per tahun terjadi dengan komplikasi).
Lapisan-lapisan HIL :
1. Kulit
2. Fascia spermatica ext.
3. Fascia & m. cremosterica
4. Fascia sprematica int.
5. Preperitoneal fat
6. Peritoneum
Ini merupakan lapisan yang dibuka ketika kita melakukan operasi mulai dari yang
paling luar sampai ke yang paling dalem.
HIM = Directa
Trigonum Hasselback Anulus Externus / apponeurosis M.O.A.E Subcutis
Bagian ini tidak sampai ke skrotum karena tidak melewati funiculus
spermaticus. Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak
melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum
pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini
karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju
anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila
pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke
skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan
funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada pasien terlihat adanya
massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur.
Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi
ireponibilis.
Hernia inguinalis direk biasanya memiliki leper yang lebar, sulit dimasukkan
dengan penekanan jari-jari tangan dan lebih sering pada pria usia tua (0.3% kasus per
tahun mengalami strangulasi).
Lapisan-lapisan HIM
10
1. Kulit
2. Fascia abd. Superticialis
3. (aponeurosis M.O.A.E)
4. Fascia transversa abdomen
5. Peritoneum
HIM biasa acquisita
Kecuali : Hernia Oqilve
Hernia Pantalon :
HIL & HIM bersamaan pada 1 sisi terhalang oleh fasa epigastrica anterior
Klinis
HIL
HIM
Umur
Semua umur
Tua
Sex
Laki-laki
Laki-laki
Diatas
Diatas
Test. Invaginasi
Ujung jari
Samping jari
Prinsip Therapi :
Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres
hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya
Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja
untuk mencegah sembelit.
11
Operasi
- Herniotomy
- Herniooraphi
II.
tungkai:
Penatalaksanaan anestesi
1. Evaluasi
- Penilaian status presen
- Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang
lain sesuai dengan indikasi.
2. Persiapan perioperatif
- Persiapan rutin
- Persiapan khusus
3. Premedikasi, disesuaikan dengan kebutuhan
4. Pilihan anestesi
- Pasien dewasa dan diperkirakan operasi lebih dari 1 (satu) jam:
-
diazepam ketamin.
Pada bayi/anak: anestesi umum, sesuai dengan tatalaksana anesthesia
pediatric.
Pasien rawat jalan: sesuai dengan tata laksana anestesi analgesia
rawat jalan.
5. Pemantauan selama anestesi, sesuai dengan standar pemantauan dasar intra
operatif.
6. Terapi cairan, disesuaikan dengan kebutuhan.
7. Pemulihan anetesi, sesuai dengan pilihan anestesinya
12
8. Pasca anestesi
- Pasien dirawat di ruang pulih sesuai dengan tata laksana pasca
III.
anestesia analgesia.
Pasien kembali ke ruangan, setelah memenuhi criteria pemulihan.
yang langsung berikatan dengan reseptor spinal tertentu. Oleh karena itu opioid
neuroaksial dapat mengurangi dosis bupivakain yang dibutuhkan untuk mencapai
anestesia bedah yang adekuat.
Anestesia spinal lebih disukai karena sederhana, mudah dilakukan,
ekonomis, dan menghasilkan onset yang cepat untuk anestesia dan relaksasi otot
lengkap. Kelemahan utamanya meliputi mual dan muntah karena traksi peritoneal,
hipotensi
dan
bradikardi
akibat
lemahnya
kontrol
blok
sensorik
dan
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang laki laki berusia 72 tahun datang ke IGD RSUD Karawang dengan
kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak lemah, mengeluh perut mulas sejak
2 hari yang lalu. Perut mulas disertai dengan muntah-muntah dengan frekuensi 3 kali
sehari. Pasien tidak dapat makan karena selalu muntah, asupan cairan sedikit.
13
sebagai
berikut:
1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
14
Pemberian Cairan
Daftar Pustaka
1. Latief S, Surdjani K, Dachlan R. 2002. Anestetik Lokal. Dalam: Petunjuk
Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
2. R, Syamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah: Jakarta EGC.1997. 700 711
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
kedua. Jakarta: FKUI.2011
4. Wiryana IM, Sujana IBG, Sinardja K, Budiarta IG. Buku Ajar Ilmu Anestesia
dan Reanimasi. Jakarta: Indeks. 2010
5. Muhiman M, Latief SA, Basuki G. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.
6. Hunt CO, Datta S, Hauch M, et al: Perioperative analgesia with subarachnoid
Fentanyl-bupivacaine, Anesthesiology. 1989, 71: 535-540
16