You are on page 1of 16

CASE

ANESTESI SPINAL PADA OPERASI HERNIA


INGUINALIS MEDIALIS

Oleh :
Fitrania Sufi Mardina
030. 09. 092
Pembimbing :

Dr. Sabur Nugraha, Sp.An


Dr. Ucu Nurhadiat, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI


PERIODE 10 JUNI 2013 14 JULI 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nomor catatan medis

: 500295

Nama

: Tn. S

Umur

: 72 tahun

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Babakan RT 05/14

Status pernikahan

: Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan terakhir

: SMP

Suku

: Sunda

Tanggal masuk ruangan : 23 Juni 2013


Pemeriksaan pre operasi
Anamnesis (dilakukan Auto anamnesis pada tanggal 23 Juni 2013, pada jam 18.55
WIB)
Keluhan Utama

: Perut mulas sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan perut mulas sejak 2 hari SMRS. Perut
mulas dirasakan sejak pagi hari. Pasien juga merasakan mual muntah
setiap makan dan perut terasa kembung sehingga pasien tidak dapat
makan, asupan cairan hanya sedikit. Frekuensi muntah 3x/hari. Tidak
BAB sejak pasien mengeluh nyeri perut dan tidak buang angin, BAK
sedikit. Pasien mengaku ada benjolan di perut bagian bawah yang
semakin lama semakin membesar. Benjolan pertama kali dirasakan
sejak 6 tahun yang lalu. Semakin lama keluhan tidak berkurang dan
kondisi pasien semakin melemah, maka memutuskan untuk pergi ke
IGD RSUD Karawang. Kemudian pasien di rawat inap di bangsal.
Tindakan yang sudah dilakukan adalah pemberian cairan NaCl 0,9%,
pemasangan kateter, NGT, kompres dingin pada benjolan dan reposisi

hernia. Reposisi tidak berhasil sehingga dokter memutuskan untuk


melakukan operasi.

Riwayat penyakit Dahulu

Pasien merasakan adanya benjolan di perut bagian bawah sejak 6 tahun


yang lalu. Riwayat asma, hipertensi, DM, penyakit jantung dan
penyakit paru disangkal oleh pasien. Riwayat alergi obat maupun
makanan disangkal oleh pasien. Pasien mengaku tidak pernah
menjalani operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obatobatan dalam keluarga juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan

Pasien suka merokok sampai 2 bungkus rokok sehari, namun sejak


merasa sakit ini pasien tidak pernah merokok lagi.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Status gizi

: TB 165 cm
BB 54 kg

Tanda vital
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 90 x/mnt

Suhu

: 36,7 C

Pernapasan

: 24 x/mnt

Status Generalis
Kepala

: Tampak normocephali

Mata

: conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung +/+

Leher

: KGB tidak teraba membesar.

Thorax

: Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)


3

Paru
Abdomen

: SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-

: teraba keras, defense muscular (-), nyeri tekan (+) pada seluruh
lapang abdomen, turgor kulit 2 detik.

Ekstremitas

: oedem

Status lokalis regio inguinal dextra :


Inspeksi : tampak benjolan, warna sama dengan kulit sekitar,hiperemis (-), jejas (-)
Palpasi : teraba benjolan dengan konsistensi lunak, batas atas bawah kanan kiri tegas,
permukaan licin, nyeri tekan (+), perabaan suhu normal, ukuran 8 cm x 4
cm x 2,5 cm
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 22/06/2012)

Hemoglobin

: 15,3 g%

Leukosit

: 15.520

Trombosit

: 345.000

Hematokrit

: 45 %

Masa Perdarahan : 2 menit

Masa Pembekuan : 12 menit

GDS

: 109 gr/dL

Ureum

: 23,3

Kreatinin

: 0,81

Perencanaan anestesi

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi spinal


Kesimpulan :
ASA II E (dengan leukosit 15.520 dan dehidrasi sedang-berat)
Intraoperasi
Status anestesi

o Diagnosa pre operasi

: Hernia inguinalis medial, irreponible

o Jenis operasi

: Hernioraphy

o Rencana teknik anestesi : Spinal anestesi


o Status fisik: ASA II E
Keadaan selama pembedahan
Lama operasi : 2 jam 30 menit (19.15 19.50 WIB)
Lama anestesi : 3 jam ( 19.10 19.50 WIB)
Jenis anestesi : Anestesi Spinal
Posisi

: Supine

Infus

: Ringer laktat, NaCl pada tangan kiri

Premedikasi

:-

Medikasi

: Bupivacain 15 mg + Fentanil 10 g

Cairan masuk : 500 cc Ringer Laktat dan


500 cc NaCl
Cairan Keluar : 5 cc Perdarahan
Monitoring saat operasi
Jam
(waktu)
19.05

Tindakan

Tekanan
darah
(mmHg)
IV line, NGT dan 139/92
kateter
sudah
terpasang
Pasien masuk ke
kamar operasi dan di
pindahkan ke meja
operasi
Pemasangan
monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi
oksigen.
Infus RL terpasang
pada tangan kiri

Nadi
(x/menit)
90
SPO2: 98 %

19.10

Medikasi: Buvanest 143/93


15 mg + Fentanil 10
g pada spinal
Pemberian Oksigen
1,5 liter/menit.

99
SPO2: 99 %

Dilakukan
asepsis 146/98
dan
antisepsis
lapangan operasi
Operasi dimulai

99 x/mnt
SPO2 : 98 %

100 x/mnt
SPO2 : 99 %

19.25

Pasien masih dalam 124/94


keadaan dioperasi
Penggantian infus RL
menjadi NaCl
131/92

19.30

131/95

19.35

133/84

19.40

Pemberian Ranitidin 25 131/72


mg
Operasi selesai
125/89

19.15

19.20

19.45
19.50

Penghentian pemberian
oksigen

119/86

98 x/mnt
SPO2 : 98 %
95 x/mnt
SPO2 : 97%
92 x/mnt
SPO2 : 97 %
102 x/mnt
SPO2 :97 %
95 x/mnt
SPO2 :96 %
83 x/mnt
SPO2 : 96%

Keadaan akhir pembedahan


Tekanan darah : 119/86 mmHg, Nadi : 83 x/m, Saturasi O2 : 96%
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai
Kesadaran
Warna
Aktivitas
Respirasi
Kardiovaskular

2
Sadar, orientasi
baik
Merah muda
(pink) tanpa O2,
SaO2 > 92 %
4 ekstremitas
bergerak
Dapat napas
dalam
Batuk
Tekanan darah
berubah 20 %

1
Dapat dibangunkan
Pucat atau
kehitaman perlu O2
agar SaO2 > 90%
2 ekstremitas
bergerak
Napas dangkal
Sesak napas
Berubah 20-30 %

0
Tak dapat
dibangunkan
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Tak ada ekstremitas
bergerak
Apnu atau
obstruksi
Berubah > 50 %

Total = 9 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Hernia Inguinalis

Definisi :
Hernia merupakan penonjolan visus atau organ dari posisi normal (dari satu
ruang ke ruang lain) melalui pintu yang lemah. Hernia terjadi pada locus minorus
resistensi atau daerah dengan resistensi rendah.
Macam-macam :
-

Hernia inguinalis
Paling sering dan banyak dijumpai. Hernia inguinalis dibagi menjadi 2,
yaitu:
1. hernia inguinalis lateralis (HIL) pintu di annulus inguinalis
internus.
2. Hernia inguinalis medialis (HIM) titik lemahnya terdapat di
trigonum hasselbach.
Hernia inguinalis ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

Faktor Predisposisi :
-

Kongenital :
-

Proc. Vaginalis peristen


Waktu intra uterine testis keluar tubuh antara scrotum dan
peritonium harusnya menutup tapi tidak menutup atau menutup
tapi tidak sempurna

Canalis nuck persisten

Obliterasi tak sempurna umbilicus

Acquisita/ didapat:

Luka operasi

Kelemahan otot :
-

Obesitas

Kehamilan faktor hormonal relaksasi otot

Malnutrisi kekurangan bahan untuk mempertahankan


jaringan dan pergantian sel

Ketuaan degenerasi

Gangguan syaraf menyebabkan otot lemah

Faktor Predisposisi :
-

Batuk kronis

Konstipasi

Retensi urin kronis

Partus

Muntah-muntah

Angkat berat

Ascites

Komponen Hernia :
1. Kantong
Tempat isi hernia yang normalnya bukan diisi itu tapi jadi ada
Contoh: peritonium yang ikut menonjola
2. Isi
Yang mengisi kantung hernia atau organnya, misalnya: usus, kandung
kemih, omentum
3. Pintu
Tempat lewatnya
Berdasar pada isi :
1. Reponibilis
Isi bisa keluar masuk dengan mudahnya. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

2. Irreponibilis
Tidak bisa keluar masuk dengan mudahnya karena ada bagian yang
terjepit, adhesi terlalu lama dengan kantong sehingga menjadi lengket
dengan kantongnya, atau bisa karena isi hernia terlalu besar misalnya
sebesar kelapa pada henia permagna.
3. Incarcerata
Isinya usus tidak dapat masuk lagi karena terjepit sehingga
menimbulkan gangguan pasase usus sehingga muncul tanda-tanda
ileus
4. strangulata
Ini mirip dengan hernia incarserata namun disertai dengan gangguan
pada pembuluh darahnya (misalnya mesentericanya ikut terjepit
sehingga mengganggu sirkulasi darah). Hal ini menyebabkan
terjadinya nekrosis.
Pada hernia incancerata biasanya selalu disertai dengan strangulata sedangkan hernia
strangulata tidak selalu merupakan hernia incancerata. Maksudnya jika hernia yang
sampai tersumbat itu (sampai mengganggu pasase usus) biasanya disertai dengan
gangguan peredaran darah, Tetapi jika hernia disertai gangguan peredaran darah
(misalnya sampai nekrosis) tidak selalu disertai dengan gangguan pasase usus.
Untuk penanganannya hernia reponibilis dan irreponibilis perlu suatu
perencanaan sedangakan apabila hernia incancerata atau strangulata harus segera
dilakukan operasi.

HIL = Indirekta = Obliqua


Anulus ing. Internus Canalis inguinalis Anulus ing. Externus scrotum
Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Umumnya pasien
mengatakan turun berok, burut atau kelingsir atau mengatakan adanya benjolan di
selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada
waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila
posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.
9

Hernia inguinalis indirek dapat dimasukkan dengan tekanan oleh jari-jari di sekitar
cincin inguinalis interna, mungkin seperti leper yang sempit dan banyak terjadi pada
pria usia muda (3% per tahun terjadi dengan komplikasi).
Lapisan-lapisan HIL :
1. Kulit
2. Fascia spermatica ext.
3. Fascia & m. cremosterica
4. Fascia sprematica int.
5. Preperitoneal fat
6. Peritoneum
Ini merupakan lapisan yang dibuka ketika kita melakukan operasi mulai dari yang
paling luar sampai ke yang paling dalem.
HIM = Directa
Trigonum Hasselback Anulus Externus / apponeurosis M.O.A.E Subcutis
Bagian ini tidak sampai ke skrotum karena tidak melewati funiculus
spermaticus. Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak
melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum
pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini
karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju
anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila
pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke
skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan
funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada pasien terlihat adanya
massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur.
Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi
ireponibilis.
Hernia inguinalis direk biasanya memiliki leper yang lebar, sulit dimasukkan
dengan penekanan jari-jari tangan dan lebih sering pada pria usia tua (0.3% kasus per
tahun mengalami strangulasi).
Lapisan-lapisan HIM

10

1. Kulit
2. Fascia abd. Superticialis
3. (aponeurosis M.O.A.E)
4. Fascia transversa abdomen
5. Peritoneum
HIM biasa acquisita
Kecuali : Hernia Oqilve
Hernia Pantalon :
HIL & HIM bersamaan pada 1 sisi terhalang oleh fasa epigastrica anterior
Klinis
HIL

HIM

Umur

Semua umur

Tua

Sex

Laki-laki

Laki-laki

Thd. Lig. Ingiunalis :

Diatas

Diatas

Test. Invaginasi

Ujung jari

Samping jari

Prinsip Therapi :

Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres
hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya
Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja
untuk mencegah sembelit.

11

f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian


makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat
sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola,
minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala.

Operasi
- Herniotomy
- Herniooraphi

: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak


: memperbaiki defekperbaikan dengan pemasangan

jaring (mesh) yang biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang


-

dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.


Hernioplasty
: operasi hernia yang disertai dengan perbaikan
jaringan.

II.

Anestesi Pada Hernia


Tatalaksana anestesia pada operasi di daerah abdominal bawah, inguinal dan

tungkai:
Penatalaksanaan anestesi
1. Evaluasi
- Penilaian status presen
- Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang
lain sesuai dengan indikasi.
2. Persiapan perioperatif
- Persiapan rutin
- Persiapan khusus
3. Premedikasi, disesuaikan dengan kebutuhan
4. Pilihan anestesi
- Pasien dewasa dan diperkirakan operasi lebih dari 1 (satu) jam:
-

analgesia spinal subarachnoid rendah.


Pada pasien dewasa dan diperkirakan operasi kurang dari satu jam:
anestesi umum inhalasi sungkup muka atau anesthesia umum intravena

diazepam ketamin.
Pada bayi/anak: anestesi umum, sesuai dengan tatalaksana anesthesia

pediatric.
Pasien rawat jalan: sesuai dengan tata laksana anestesi analgesia

rawat jalan.
5. Pemantauan selama anestesi, sesuai dengan standar pemantauan dasar intra
operatif.
6. Terapi cairan, disesuaikan dengan kebutuhan.
7. Pemulihan anetesi, sesuai dengan pilihan anestesinya

12

8. Pasca anestesi
- Pasien dirawat di ruang pulih sesuai dengan tata laksana pasca
III.

anestesia analgesia.
Pasien kembali ke ruangan, setelah memenuhi criteria pemulihan.

Anestesi Spinal dengan Bupivacain dan Fentanil


Opioid neuroaksial dapat menambah efek analgesia dari anestesia lokal

yang langsung berikatan dengan reseptor spinal tertentu. Oleh karena itu opioid
neuroaksial dapat mengurangi dosis bupivakain yang dibutuhkan untuk mencapai
anestesia bedah yang adekuat.
Anestesia spinal lebih disukai karena sederhana, mudah dilakukan,
ekonomis, dan menghasilkan onset yang cepat untuk anestesia dan relaksasi otot
lengkap. Kelemahan utamanya meliputi mual dan muntah karena traksi peritoneal,
hipotensi

dan

bradikardi

akibat

lemahnya

kontrol

blok

sensorik

dan

otonom, serta pendeknya durasi aksi, sehingga membutuhkan analgesik post


operatif lebih awal.
Obat agonis opioid lipofilik seperti fentanil digunakan pada blok
neuroaksial pusat dan dapat menghasilkan onset sangat cepat dari analgesia durasi
pendek. Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan efek menguntungkan
dari opioid intratekal, penting untuk menggunakan dosis efektif terkecil untuk
meminimalkan efek samping seperti pruritus, mual, dan muntah.
Menurut penelitian penambahan fentanil menghasilkan kualitas analgesia
yang cukup baik. Denyut jantung baik sistolik dan diastolik BP tidak terpengaruh
dengan penambahan fentanil untuk anestesia dengan bupivakain. Sehingga pasien
tidak mengalami tekanan darah yang menurun secara signifilam setelah dilakukan
anestesi.

BAB III
PEMBAHASAN
Seorang laki laki berusia 72 tahun datang ke IGD RSUD Karawang dengan
kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak lemah, mengeluh perut mulas sejak
2 hari yang lalu. Perut mulas disertai dengan muntah-muntah dengan frekuensi 3 kali
sehari. Pasien tidak dapat makan karena selalu muntah, asupan cairan sedikit.

13

Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasilnya pasien di


diagnosis menderita hernia ingunalis medial irreponible disertai dehidrasi sedangberat. Diputuskan pasien harus segera dilakukan operasi. Izin operasi didapatkan dari
pasien dan disetujui oleh dokter spesialis anestesi.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, disimpulkan
bahwa pasien termasuk ASA II. Menjelang operasi, pasien tampak sakit ringan,
tenang, tekanan darahnya, nadi, nafas, dan suhunya dalam batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2013 pukul 19.10 sedangkan anestesi
dimulai pada pukul 19.05 di RSUD Karawang dengan teknik spinal anestesi
menggunakan Bucain (Bupivacain) sebanyak 15 mg yang dicampur dengan fentanil
10 g, selanjutnya saat operasi akan selesai diberikan Ranitidin sebanyak 25 mg.
Pasien diberikan inhalasi O2 sebanyak 1,5 l/menit selama operasi berlangsung.
Bupivacain, merupakan obat anesthesia local kelompok amida, dengan rumus
bangun

sebagai

berikut:

1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide

hydrochloride. Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Secara komersial


bupivacain tersedia dalam 5 mg/ml solution. Dengan kecenderungan yang lebih
menghambat sensoris daripada motoris, menyebabkan obat ini sering digunakan untuk
analgesia selama persalinan dan pasca bedah. Imdikasinya adalah untuk aestesi
intratekal (subarachnoid, sopinal, untuk pembedahan di daerah abdomen selama 45
60 menit, pembedahan dibidang urologi dan anggota gerak bawah selama 2 3 jam.
Onset kerj blok nervus 40 menit, epidural 15 20 menit, intratekal 30 detik. Durasi
kerja blok saraf sampai 24 jam; epidural 3 4 jam; intratekal 2 -3 Jam. Efek samping
lebih cenderung mengakibatkan toksisitas kardiak dibanding obat anestesi lainnya.
Fentanil merupakan obat narkotik sintetik yang paling banyak digunakan
dalam praktik anestesiologi. Mempunyai potensi 1000 kali lebih kuat disbanding
dengan petidin. Fentanil bersifat depesan terhadap susunan saraf pusat sehingga
menurunkan kesadaran pasien. Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan
metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik
dalam darah relatif stabil. Dosis untuk analgesia 1 -2 g/kgBB IM, untuk induksi
anestesi 100 200 g/kgBB IV, untuk suplemen analgesia 1 2 g/kgBB IV.

14

Pemberian fentanil dalam anestesi spinal dimaksudkan untuk mencegah


penurunan tekanan darah pada pasien sebagai akibat dari pemberian bupivacain.
Pertimbangan untuk mencegah tekanan darah turun karena pasien adalah pasien lansia
dan pasien dalam status dehidrasi sedang-berat. Ini terbukti selama operasi pasien
tidak mengalami penurunan darah yang signifikan dan pasien lebih stabil.
Ranitidin diberikan parenteral 50 100 mg yang diberikan parenteral akan
menurunkan pH cairan gaster dalam 1 jam. Sama efektifnya dengan cimetidimn
dalam mengurangi resiko aspirasi gaster dan memiliki sedikit efek samping terhadap
kardiovaskular dan SSP. Efek dari Ranitidin berlangsung sampai 9 jam.

Pemberian Cairan

Kebutuhan cairan basal (BB=55 kg)


4 x 10kg = 40
2 x 10kg = 20
1 x 35kg = 35
----------+
95 ml/jam
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)
5 x 35 kg = 175 ml/jam
Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 07.00 19.00 (12 jam)
12 x 175 ml/jam = 2100 ml
Di ruangan sudah diberi cairan 500 ml
Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 2100 500 = 1600 ml
Pemberian cairan pada jam pertama operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa
: 95 + 175 + 800 = 1070 ml
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
: 95 +175 + 400 = 670 ml
Pemberian cairan pada jam ketiga operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
: 95 + 175 + 400 = 670 ml
Kebutuhan cairan selama operasi : ( 45 menit )
Jam I = 1070 ml
Cairan yang masuk selama operasi (2 Jam 30 menit)
500 cc Ringer Laktat dan 500 ml NaCl, jadi total cairan yang masuk 1000
ml
Allowed Blood Loss
20 % x EBV = 20 % x (75 x 55) = 825 ml
Berdasarkan nilai Ht :
15

Ht Pasien Ht target x EBV


Ht Pasien
45 (3x8) x (75x55) = 1925 cc
45
Jumlah cairan keluar
= darah di kassa sedang 5 buah
= 5x20 ml
= 100 ml
Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah, namun cukup diberikan cairan

kristaloid sebanyak 300 ml atau koloid sebanyak 100 ml


Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti
perdarahan = 1070 ml + 300 ml = 1370 ml.
Cairan yang harus diganti di ruang pemulihan (kristaloid)
= 1370 ml 1000 ml = 370 ml

Daftar Pustaka
1. Latief S, Surdjani K, Dachlan R. 2002. Anestetik Lokal. Dalam: Petunjuk
Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
2. R, Syamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah: Jakarta EGC.1997. 700 711
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
kedua. Jakarta: FKUI.2011
4. Wiryana IM, Sujana IBG, Sinardja K, Budiarta IG. Buku Ajar Ilmu Anestesia
dan Reanimasi. Jakarta: Indeks. 2010
5. Muhiman M, Latief SA, Basuki G. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.
6. Hunt CO, Datta S, Hauch M, et al: Perioperative analgesia with subarachnoid
Fentanyl-bupivacaine, Anesthesiology. 1989, 71: 535-540

16

You might also like