You are on page 1of 21

GREEN ARCHITECTURE

1.Pengertian.
Konsep green architecture atau arsitektur hijau menjadi topik yang menarik saat ini, salah
satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi site dan menghemat sumber daya
alam akibat menipisnya sumber energi tak terbarukan. Berbagai pemikiran dan interpretasi
arsitek bermunculuan secara berbeda-beda, yang masing-masing diakibatkan oleh
persinggungan dengan kondisi profesi yang mereka hadapi. Green arsitektur ialahsebuah
konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam
maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang
dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien
dan optimal. Konsep arsitektur ini lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, memiliki
tingkat keselarasan yang tinggi antara strukturnya dengan lingkungan, dan penggunaan
sistem utilitas yang sangat baik. Green architecture dipercaya sebagai desain yang baik dan
bertanggung jawab, dan diharapkan digunakan di masa kini dan masa yang akan datang.
Dalam jangka panjang, biaya lingkungan sama dengan biaya sosial, manfaat lingkungan sama
juga dengan manfaat sosial. Persoalan energi dan lingkungan merupakan kepentingan
profesional bagi arsitek yang sasarannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup.
2.Prinsip prinsip pada green architecture
PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE :
1. Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan
penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi
alam sekitar lokasi bangunan ).
2. Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus
berdasarkan iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.

3. Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan


sumberdaya alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat
digunakan di masa mendatang /
Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya
alam.
4. Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan
tersebut / Respect for site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai
merusak kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai,
tapak aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada ).
5. Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang
bangunan harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua
kebutuhannya.
6. Menetapkan seluruh prinsip prinsip green architecture secara keseluruhan / Holism :
Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan
bangunan kita.
3.Sifat sifat pada bangunan berkonsep green architecture.

Green architecture (arsitekture hijau) mulai tumbuh sejalan dengan kesadaran dari para
arsitek akan keterbatasan alam dalam menyuplai material yang mulai menipis.Alasan lain
digunakannya arsitektur hijau adalah untuk memaksimalkan potensi site.
Penggunaan material-material yang bisa didaur-ulang juga mendukung konsep arsitektur
hijau, sehingga penggunaan material dapat dihemat.
Green dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah
lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik).
A.Sustainable ( Berkelanjutan ).
Yang berarti bangunan green architecture tetap bertahan dan berfungsi seiring zaman,
konsisten terhadap konsepnya yang menyatu dengan alam tanpa adanya perubahan
perubuhan yang signifikan tanpa merusak alam sekitar.

1. Earthfriendly ( Ramah lingkungan ).


Suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai bangunan berkonsep green architecture apabila
bangunan tersebut tidak bersifat ramah lingkungan. Maksud tidak bersifat ramah terhadap
lingkungan disini tidak hanya dalam perusakkan terhadap lingkungan. Tetapi juga
menyangkut masalah pemakaian energi.Oleh karena itu bangunan berkonsep green
architecture mempunyai sifat ramah terhadap lingkungan sekitar, energi dan aspek aspek
pendukung lainnya.
1. High performance building.
Bangunan berkonsep green architecture mempunyai satu sifat yang tidak kalah pentingnya
dengan sifat sifat lainnya. Sifat ini adalah High performance building. Mengapa pada
bangunan green architecture harus mempunyai sifat ini?. Salah satu fungsinya ialah untuk
meminimaliskan penggunaan energi dengan memenfaatkan energi yang berasal dari alam
( Enrgy of nature ) dan dengan dipadukan dengan teknologi tinggi ( High technology
performance ). Contohnya :
1).
Penggunaan panel surya ( Solar cell ) untuk memanfaatkan energi panas matahari
sebagai sumber pembangkit tenaga listrik rumahan.
2.)
Penggunaan material material yang dapat di daur ulang, penggunaan konstruksi
konstruksi maupun bentuk fisik dan fasad bangunan tersebut yang dapat mendukung konsep
green architecture. bangunan perkantoran yang menggunakan bentuk bangunan untuk
menyatakan symbol green architecture.
4.Beberapa contoh bangunan yang menggunkan konsep GREEN ARCHITECTURE.
1.) Healthy House ( Indonesia ).

Salah satu prinsip Green Architecture adalah working with Climate (bekerjasama dengan
iklim). Wilayah Indonesia yang beriklim tropis dengan ciri-ciri udara panas-lembab, curah
hujan rata-rata cukup tinggi dan sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun, diperlukan

penanganan khusus dalam merancang bangunan Healthy House pada daerah tropis.
Perencanaan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan ini akan memperoleh hasil yang
maksimal. Tidak jarang kita temui bangunan dibuat tanpa memperhitungkan aspek iklim,
misalnya dengan menggunakan dinding kaca keseluruhan, padahal pantulan sinar dan panas
matahari menambah panas dalam ruangan
2.) Architecture Design Kindergarten School ( Croatia ) .

kindergarden school Berdiri diatas sebidang tanah dengan luas 2300 m2 .s Sekolah ini
didirikan dengan sebuah konsep green architecture. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan
pengaturan sirkulasinya. Sekolah ini banyak mengambil ruang terbuka untuk mengambil
sirkulasi udara alami dan memanfaatkan kaca kaca sebagai pencahayaan alami melaui sinar
matahari.
3.) Gedung Perpustakaan Nasional Singapura

Gedung ini menggunakan teknik-teknik kinerja konsumsi energi yang rendah (Ir Jimmy
Priatman, M Arch. Perpustakaan Nasional Singapura dirancang sebagai state-of-the art nya
perpustakaan untuk di iklimtropis.Dibuka untuk umum di tahun 2005Terdiri dari 16 lantai
dengan luas tiap lantai kira-kira 58,000 m2 Kira-kira 6,000-8,000 m2 dirancang sebagai

green spaces. Kehadiran landskap yang teduh, telah mengurangi temperatur permukaan
bangunan. Panas diteruskan ke udara bebas, sehingga meningkatkan kondisi termal dalam
ruangan.

Arsitektur tropis bangunan tinggi Ken Yeang / High Rise tropical Architecture of
Ken Yeang

Diposting oleh Probo Hindarto di Kamis, Februari 04, 2010 | 3 komentar

[artikel khusus] astudioarchitect.com Arsitektur yang memperhatikan lingkungan


merupakan arsitektur masa depan, karena dalam arsitektur jenis ini akan
didapatkan penyelesaian yang baik untuk menanggapi iklim tanpa menggunakan
lebih banyak resource sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui seperti
minyak bumi untuk mempertahankan kondisi ideal bangunan, misalnya suhu,
kelembaban, serta pencahayaan dan penghawaan. Kali ini kita akan mempelajari
arsitektur tropis untuk bangunan tingkat tinggi yang dikembangkan oleh arsitek
Ken Yeang, seorang arsitek kelahiran Malaysia yang belajar di Inggris dan
Amerika. Belum banyak arsitektur high rise yang memperhatikan iklim tropis dan
memberdayakannya dalam bangunan seperti Ken Yeang, dan karena itu jenis
arsitektur ini menjadi unik untuk dipelajari.
Architecture that cares for the environment is the future of architecture, because
architecture of this type will create good solution to respond to climate without
using more non renewable resources such as oil to maintain the ideal condition
of the building, such as temperature, humidity, and lighting. This time we will
study tropical architecture for high rise building by Ken Yeang, a Malaysian-born
architect who studied in England and America. Currently many high-rise
architecture is concerned to respond to tropical climate and empower them in
buildings such as Ken Yeang, and therefore this type of architecture unique to
learn.

Sebagaimana jenis arsitektur yang berkembang pada akhir abad 20, Menara
Mesiniaga dibuat dari konstruksi baja dan kaca yang prefabricated dan
mempercepat masa konstruksi. Memperhatikan iklim tropis, Yeang menempatkan
tangga dan lift pada bagian timur menara, dan ruang-ruang pada sisi barat yang
dilindungi oleh kisi-kisi penahan panas. Tujuannya agar sinar matahari pagi
cukup maksimal dan cahaya sore yang panas bisa ditahan oleh kisi-kisi tersebut.

Perhatian Yeang adalah pada hubungan antara lingkungan binaan (built


environment) dengan lingkungan alam yang diwujudkan dalam adaptasi
terhadap cahaya matahari dan angin melalui studi yang mendalam untuk
mendapatkan bangunan tingkat tinggi dengan pencahayaan dan penghawaan
alami. Aliran udara dimasukkan dalam bangunan melalui innercourt dan 'dinding
angin' yang juga memasukkan cahaya alami.

Beberapa bagian bangunan yang berfungsi sebagai 'buffer' atau penahan untuk
angin, sinar matahari dan sebagainya diwujudkan dalam kisi-kisi, tabir, balkon,
atau buffer tanaman yang disarankan oleh Yeang dalam upaya beradaptasi
dengan lingkungan tropis.

As a type of architecture developed in the late 20th century, Mesiniaga tower


was made of steel and glass construction of prefabricated materials to
accelerate the construction period. Taking into account the tropical climate,
Yeang put stairs and elevators on the east side of the tower, and the spaces on
the west side is protected by grille retaining heat. The purpose is to get morning
sunlight.

Yeang's attention is on the relationship between the built environment with the
natural environment, realized in the adaptation to sun and wind through a deep
study to obtain high-rise building with natural lighting and air. The flow of air
through the building included in inner court and 'wall of wind' which also includes
natural light.

Some parts of the building that serves as a buffer or barrier to wind, sunlight and
so realized in the lattice, screen, balcony, or buffer of plants recommended by
Yeang in an effort to adapt to the tropical environment.

Konsep Ken Yeang tentang pencakar langit yang disebutnya 'Artificial Land in the
Sky' merupakan konsep pencakar langit (high rise building) yang dapat 'hidup'
dan beradaptasi dengan lingkungannya seperti halnya mahluk hidup. Struktur
bangunan berfungsi sebagai bingkai dan lantai-lantainya dapat berfungsi
berbeda beda, seperti menjadi taman bermain, mall, cafe atau yang lainnya.
Konsep ini tak ubahnya seperti mendefinisikan lantai-lantai pencakar langit
menjadi seperti sebuah lahan kosong yang bisa diisi berbagai fungsi seperti
perumahan, taman, serta tempat-tempat komersial pada umumnya.
"Bangunan akan harus didesain bukan sebagai sistem terbuka berenergi tinggi
yang polutan, tapi sebagai tiruan dari ekosistem urban yang berhubungan
dengan imput, output dan operasi didalam konteks tersebut dan membawa
kapasitas ekosistem dalam biosfer..."
Ken Yeang concept of skyscraper called 'Artificial Land in the Sky' is a skyscraper
concept (high-rise building) that can be 'alive' and adapt to the environment as
living beings. The structure serves as a frame building and the floors can vary

different functions, such as a playground, mall, cafe or other. This concept is like
defining the ground-floor skyscraper to be like an empty lot that can fill a variety
of functions such as housing, parks, and commercial places in general.

"Buildings will need to be designed not as high-energy polluting open systems


but as mimetic urban ecosystems that relate their inputs, outputs and operations
within the context and carrying capacities of the ecosystems in the biosphere..."

Lingkungan binaan (built environment) akan berinteraksi dengan lingkungannya


dalam hubungan yang lebih organik dan alami, serta mengurangi dampak dari
arsitektur yang inorganik atau artifisial. Hal ini berarti, mendefinisikan kembali
sistem-sistem dalam bangunan tinggi yang selama ini banyak menggunakan
sistem buatan seperti penghawaan buatan (air conditioning/AC) menjadi
penghawaan alami, melalui proses-proses yang biasa didapatkan dari alam
secara langsung.
Hal ini bisa berarti membawa unsur tanaman hijau dalam lingkungan vertikal
pencakar langit, yaitu memberikan rasio perbandingan antara ruang yang
inorganik dan organik agar mencapai keseimbangan layaknya diatas tanah.
Inilah yang disebut Ken Yeang sebagai "Artificial Land in the Sky". Peniruan
terhadap ekosistem ini bisa dianalogikan seperti sarang semut diatas tanah yang
dalam skala semut berarti adalah sebuah pencakar langit. Analogi lainnya:
seseorang yang memakai payung disaat hujan menerpa, yang merupakan
perlindungan terhadap variasi perubahan iklim eksternal, disebutnya sebagai
'cybernetic enclosural system'.

uhu permukaan bumi yang terus meningkat menimbulkan efek yang signifikan yaitu
perubahan iklim yang drastis, alias pemanasan global. Semenjak revolusi industri, dalam
beberapa dekade terakhir suhu bumi meningkat sekitar 2 derajat dan pada tahun 2100
diperkirakam suhu bumi naik hingga mencapai 58 derajat. Kondisi ini diawali oleh kerusakan
ekosistem di alam yang sangat parah dan mulai habisnya sumber daya alam. Kondisi ini juga
menjadi bencana ekologis yang akan mengancam kualitas hidup manusia, kecuali kita mulai
melek lingkungan.

Holcim Sustainable Construction dalam Widigdo, 2008

Beberapa sumber menyatakan bahwa bangunan atau arsitektur menjadi yang paling banyak
mengkonsumsi energi ketimbang sektor-sektor lain seperti sektor industri atau transportasi.
Logika ini masuk akal karena area permukiman, bangunan komersial, bangunan perkantoran,
atau bangunan fasilitas-fasilitas publik memenuhi hampir seluruh wilayah dimuka bumi ini.

FutureArc dalam Widigdo, 2008


Pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat hanya dikurangi dengan upaya
penggunaan energi yang efisien saja, tetapi harus ada upaya lain yang berpihak pada
penggunaan sumber daya alam secara keseluruhan dengan menjaga keberlangsungan sumber
daya alam. Kerusakan alam yang secara ekologis sudah demikian parah, kini sudah saatnya
dipikirkan dengan pendekatan dengan pengertian kearah ekologi. Upaya tersebut harus
dilakukan oleh setiap manusia disegala kegiatannya untuk menyelamatkan kualitas alam yang
akan menjamin kualitas hidup manusia. Pada setiap rancangan kegiatan manusia termasuk
rancangan bangunan diharapkan juga berpihak pada keselarasan dengan alam, melalui
pemahaman terhadap alam. Pemahaman terhadap alam dengan menggunakan pendekatan
ekologis diharapkan mampu menjaga keseimbangan alam.

Fenomena Gedung Pencakar Langit

Di kota-kota besar di Indonesia seringkali dijumpai penyelesaian desain arsitektur perkotaan


yang tidak tanggap terhadap lingkungan, terutama terhadap iklim tropis. Contoh yang paling
terlihat adalah pada bangunan-bangunan tinggi / pencakar langit. Bangunan-bangunan ini
biasanya menggunakan material kaca pada seluruh bagian luarnya karena dianggap dapat
menyelesaikan aspek estetika bangunan dan mengurangi efek masuknya panas matahari ke
dalam ruangan. Namun, hal ini menimbulkan dampak lain berupa efek panas yang lebih besar
karena penggunaan pengkondisian udara buatan (AC) untuk mengkondisikan suhu ruangan.
Selain itu, pemakaian material kaca berdampak pada munculnya radiasi panas yang
ditimbulkan dari pantulan kaca terhadap lingkungan sekitarnya.

www.earthtimes.org
Lingkungan sekitar bangunan pencakar langit pun juga seringkali tidak tanggap terhadap
lingkungan dengan penyelesaian sistem perkerasan seperti jalan, jalur pedestrian, open space.
Fungsi terbuka untuk publik banyak yang menggunakan material paving block dengan alasan
kemudahan dalam perawatan. Material aspal dan paving block mempunyai potensi
memantulkan panas matahari yang cukup besar dan mengakibatkan radiasi panas yang luar
biasa. Penyelesaian perkerasan yang semakin luas juga akan mengurangi kemampuan tanah
dalam menyerap air hujan dan mengakibatkan banjir.Biasanya di lingkungan perkotaan
dengan banyak bangunan tinggi juga sangat minim vegetasi dan unsur air, sehingga suhu
lingkungan menjadi sangat panas dibandingkan suhu lingkungan di luar kota, yang kemudian
dikenal dengan efek urban heat island.

Wind Shadow dan Wind Turbulent

Bangunan tinggi menciptakan wind shadow (daerah bayangan angin). Ketinggian bangunan
berpengaruh pada jarak daerah bayangan angin. Semakin tinggi bangunan, semakin panjang
daerah bayangan angin dan semakin kecil kecepatan angin dalam daerah di bawah aliran
angin (daerah bayangan angin), misalnya di daerah belakang bangunan dan jalan.Selain itu,
bangunan tinggi menciptakan wind turbulent karena ketinggian bangunan yang berbeda
dengan bangunan di sekitarnya menahan angin. Wind turbulent membuat polusi udara

terkonsentrasi di daerah tersebut. Demikian juga di derah wind shadow karena angin tidak
melewati daerah tersebut.

footage.framepool.com
Urban Heat Island

Dalam kaitannya dengan fenomena urban heat island, bangunan tinggi menerima radiasi
matahari dan memantulkannya ke bangunan rendah dan lingkungan di sekitarnya, di mana
radiasi matahari itu berubah menjadi panas yang memenuhi kawasan perkotaan. Luas dan
kepadatan area yang ada disekitar bangunan tinggi akan berdampak pada suhu udara
kawasan. Ditambah bila lingkungan tersebut minim penghijauan dan unsur air semisal
sungai, sehingga proses evaporasi (penguapan) akan sangat kecil sehingga suhu lingkungan
menjadi panas.

klorotechpavers.com
Penggunaan Material Kaca

Bidang kaca sebagai elemen fasad bangunan tinggi ikut menentukan karakter arsitektur dan
kinerja energi sebuah bangunan. Bidang kaca disamping diperlukan untuk penyediaan
pemandangan juga untuk untuk penerangan alami. Fungsi yang disebut terakhir sering kali
disertai oleh peningkatan panas pada bangunan, khususnya di daerah beriklim tropis lembab.

Dalam penelitian Santoso dan Antaryama (2005), kinerja energi akibat pengaruh pemakaian
kaca lebih besar pada besar perolehan panas radiasi karena menyebabkan pertambahan beban
panas yang sangat besar, yang selanjutnya menambah kebutuhan energi untuk pendinginan.
Sedangkan pengurangan energi untuk pencahayaan akibat pertambahan perolehan cahaya
alami, jauh lebih kecil dibanding pertambahan energi untuk pendinginan tersebut. Artinya,
sebenarnya bangunan tinggi tidak perlu berlebihan menggunakan material kaca karena hanya
akan memanaskan ruangan dan pasti mengandalkan AC yang berlebih. Harusnya lebih
diutamakan desain pasif yang memasukkan sirkulasi udara alami sehingga lebih hemat
energi.

Bangunan Tinggi Menutup Akses Cahaya Alami ke Lingkungan Sekitar

Bangunan-bangunan tinggi dalam sebuah kota memiliki dampak menutupi akses cahaya
matahari terhadap bangunan yang lebih rendah. Keadaan ini tentunya dapat berakibat buruk
jika bangunan yang lebih rendah di sekitar bangunan tinggi tersebut terus menerus tidak
memperoleh pencahayaan alami. Bangunan tersebut kemudian terpaksa menggunakan
pencahayaan buatan untuk mendukung aktivitas di dalamnya sehingga penggunaan energi
untuk pencahayaan berlangsung siang dan malam. Penggunaan energi terus-menerus ini tentu
merupakan pemborosan energi yang sangat besar.

www.mosesong.com
Desain Ramah Lingkungan sebagai Solusi

Menanggapi berbagai permasalahan bangunan tinggi, maka desain harus disertai kesadaran
ramah lingkungan. Tidak hanya mementingkan kenyamanan dalam ruangan saja, tapi juga
bagaimana dampaknya ke lingkungan. Lebih bagus lagi jika bisa memanfaatkan sifat dan
perilaku lingkungan untuk menciptakan energi alternatif agar energi bangunan lebih hemat,
misalnya memanfaatkan energi solar, angin, atau air.

Konfigurasi Antar Bangunan yang Terukur

Bangunan tinggi yang tujuannya untuk mengatasi keterbatasan lahan dan pengurangan
penutupan permukaan tanah dengan bangunan harus benar-benar mampu mempertahankan
bahkan menciptakan ruang terbuka baru. Bangunan tinggi dan besar memiliki dampak besar
bagi lingkungan sekitarnya. Bangunan tinggi harus tetap berperan bagi lingkungan
disekitarnya terutama lingkungan dengan ketinggian berlevel rendah (low rise) atau
lingkungan terbuka di sekitarnya. Pengaruh yang dimunculkan salah satunya adalah ventilasi
kawasan yang akan mempengaruhi kenyamanan termal di sekitarnya. Dimensi, jarak antar
bangunan, dan posisi bangunan memiliki pengaruh terhadap kondisi termal lingkungan.

thebritishgeographer.weebly.com
Bentuk, Orientasi, dan material Bangunan

Bentuk dan orientasi bangunan sangat mempengaruhi pola pergerakan udara di


lingkungannya.Bentuk yang dimaksud meliputi ketinggian, lebar, bentuk, dan denah
bangunan. Orientasi bangunan adalah bagaimana mengatur arah hadap bangunan untuk
menyesuaikan arah datangnya angin dan menentukan efek pergerakan udara yang diterima
bangunan maupun ruang luar. Gedung Kementrian PU yang sekarang ini menjadi salah satu
contoh desain bangunan tinggi yang sangat memperhatikan faktor bentuk dan orientasi
sehingga memiliki energi yang relatif sangat kecil untuk ukuran bangunan sebesar itu.

Orientasi bangunan berpengaruh pada temperatur udara kawasan sehingga aspek tersebut
harus diperhatikan dalam proses penataan kawasan. Namun pengendalian temperatur udara
kawasan tidak hanya dipengaruhi oleh orientasi bangunan saja, tetapi juga oleh bahan
penyusun dinding yang berperan sebagai penerima dan penyimpan kalor. Penataan
penggunaan bahan bangunan dapat membantu mengoptimalkan penataan orientasi yang
kurang baik.

Penghalang Cahaya Matahari / Sun Shading

Di Indonesia sendiri, perancangan bangunan yang memanfaatkan pembayangan untuk


penghematan energi dapat dilihat dalam karya-karya Paul Rudolf, seperti Wisma Dharmala
Jakarta dan Surabaya. Dalam kedua gedung itu, Paul Rudolf mengintegrasikan pembayangan
dalam desain keseluruhan bangunan, seperti di Wisma Dharmala Jakarta terdapat teras-teras
yang berfungsi untuk memberikan pembayangan lantai di bawahnya, sedangkan Wisma
Dharmala Surabaya menggunakan konsep candi sebagai bentuk bangunannya dengan alat
pembayangan yang diintegrasikan dalam fasad bangunan.

Wisma Dharmala Jakarta (andrianarch.wordpress.com)

Pemanfaatan Angin dengan Wind Turbin


Salah satu keuntungan bangunan tinggi dapat memanfaatkan angin sebagai energi alternatif
dengan memaksimalkan desain bentuk bangunan yang dapat menangkap angin yang
menghantam bangunan dengan menggunakan wind turbin. Salah satu contohnya adalah
Bahrain World Trade Center di Manama, Bahrain, di mana desain bangunan berupa dua
tower. Wind turbin diletakkan di celah antara kedua tower bangunan untuk menangkap angin
yang mengalir dengan kecepatan tinggi melalui celah tersebut. Wind turbin juga diterapkan di
Pearl River Tower di Guangzhou, di mana fasad bangunan didesain untuk mengarahkan angin
ke celah-celah di antara lantai bangunan.

Bahrain World Trade Center, Manama (kiri) dan Pearl River Tower, Guangzhou (kanan) :
Sutjadi, 2011
Pemanfaatan Energi Matahari dengan Photovoltaic System

Penggunaan photovoltaic sebagai energi alternatif pada bangunan tinggi sangat cocok untuk
diaplikasikan pada fasad bangunan karena luas permukaannya yang besar. Akan tetapi faktor
intensitas radiasi matahari dan orientasi bangunan harus diperhitungkan agar sistem ini dapat
dimanfaatkan secara maksimal.Selain untuk menangkap radiasi matahari, photovoltaic juga
dapat berfungsi selayaknya sun shading yang memberikan pembayangan terhadap ruangdalam gedung.

Aplikasi photovoltaic pada fasad bangunan Co-operative Insurance Tower, Manchester (kiri)
dan Hong Kong Science Park (kanan) : Sutjadi, 2011
Harus Hemat Energi dan Ramah Lingkungan

Fenomena bangunan tinggi berkembang di hampir seluruh negara. Harga tanah yang semakin
tinggi serta ketersediaan tanah yang semakin kecil menjadikan bangunan tinggi sebagai solusi
dalam menjawab tuntutan ekonomi dan kebutuhan ruang yang semakin mendesak. Oleh
karena itu keberadaan bangunan tinggi tidak dapat dihindari, bahkan akan semakin
berkembang pesat di masa depan. Namun, di sisi lain bangunan tinggi memiliki dampak yang
sangat vital terhadap lingkungan sekitar, termasuk menyumbang efek urban heat island,
menghalangi akses cahaya dan angin daerah sekitarnya, serta konsumsi energi yang sangat
besar. Dengan menyadari dampak yang ditimbulkan bangunan tinggi, maka desain yang
ramah lingkungan menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi untuk meminimalkan dampakdampak tersebut.

Kesadaran akan pentingnya desain yang ramah lingkungan sudah mulai terlihat dalam
beberapa arsitektur bangunan tinggi di Indonesia seperti pada bangunan gedung Kementrian
PU dan Wisma Dharmala. Tetapi sebenarnya belum cukup sampai di situ saja. Bangunanbangunan tinggi di luar negeri sudah mulai menerapkan hybrid design atau sistem bangunan
yang memanfaatkan energi alam seperti angin dan radiasi matahari sebagai sumber energi
alternatif yang terbarukan. Dengan begitu, tidak hanya menghemat energi dalam bangunan
saja, namun juga dapat meminimalisir dampak negatifnya terhadap lingkungan di sekitarnya.
Hal tersebut seharusnya juga diikuti oleh desain bangunan tinggi di Indonesia sehingga dapat

menjadi potensi berkembangnya desain yang adaptif terhadap iklim tropis dan menjadi ciri
khas arsitektur Indonesia.
http://www.kompasiana.com/alifianorezkaadi/bangunan-tinggi-harus-hemat-energi-danramah-lingkungan_55291bf4f17e61a1368b4596

You might also like