Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
SITI RIANINGSIH
A. PENYAKIT DIARE
1. Definisi Penyakit Diare
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani
yaitu diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuensi (Artikel, 2005). Menurut Hipocrates,
diare merupakan suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila
tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO, diare adalah
berak cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada
konsistensi tinja daripada menghitung frekuensi berak. Menurut Direktur
Jenderal PPM dan PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek
atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari
biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (DepKes RI, 2002).
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya,
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu (Suharyono, 2008).
Menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari 4 kali
sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Menurut Carpenito (2001),
diare merupakan keadaan di mana seorang individu mengalami atau berisiko
mengalami defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk.
Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak)
peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik
balita, anak-anak dan orang dewasa. Menurut Depkes RI (2010), diare adalah
suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
atau cair. Menurut Betz & Sowden (2002) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Diare menurut Whaleys and
Wong (2001) dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.
2. Etiologi
Diare disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor infeksi,
malabsorpsi
(gangguan
penyerapan
zat
gizi),
makanan
dan
faktor
oleh
bakteri
Escherichia
colli, Salmonella
thyposa, Vibrio
cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan
patogenik seperti pseudomonas, Infeksi basil (disentri), 2) Infeksi virus
rotavirus, 3)Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), 4) Infeksi
jamur (Candida albicans), 5) Infeksi akibat organ lain, seperti radang
tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan 6) Keracunan makanan.
B. Faktor Malabsorpsi (Mansjoer, 2005)
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat
dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya
berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah
perut.
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus
dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakan bakteri akan
menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami
iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
ii.
oleh
ginjal
(terjadi
oliguria
tidak
dapat
muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 %
pada anak anak.
d) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut
diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan
sering
diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama,
makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
e) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya
perfusi
jaringan
berkurang
dan
Menurut Ngastiyah (2005) sebagai akibat diare baik akut maupun kronik
akan terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolis,
hipokalemia),
pasien
cengeng,
gelisah,
suhu
tubuh
biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin
lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitar
lecet, ubun-ubun cekung, berat badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan
kulit kering (Maryunani,2010).
8. Gejala Diare
Gejala-gejala diare menurut Sudarti (2010), biasanya bayi atau anak
menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan meningkat, tinja bayi encer, berlendir
atau berdarah, warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
lecet pada anus, gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
muntah sebelum dan sesudah diare, hipoglikemia (penurunan kadar gula darah),
dehidrasi (kekurangan cairan), dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.
Sebelum bayi di bawa ke tempat fasilitas kesehatan untuk mengurangi
risiko dehidrasi sebaiknya diberi oralit terlebih dahulu, bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga misalnya air tajin, kuah sayur, sari buah, air teh, air matang
dan lain-lain.
diare merupakan
salah satu
lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka
dapat menimbulkan kejadian diare.
10. FaktorFaktor Yang Berkonstribusi Pada Diare Bayi
Di bawah ini adalah beberapa faktor yang berkonstribusi pada diare bayi,
antara lain
a. Faktor Internal, yang terdiri dari
1) Riwayat prematur
Bayi yang lahir prematur berbeda dengan bayi yang lahir dengan berat
badan normal. Biasanya bayi prematur memiliki organorgan yang belum
matang, sehingga lebih rentan terserang penyakit dibandingkan bayi normal.
2) Penyakit bawaan sejak lahir pada saluran pencernaan
Penyakit bawaan yang sering terjadi pada bayi adalah Hischprung
(mengalami kelainan usus). Bayi yang menderita Hischprung lebih mudah
terkena diare karena ususnya mengalami gangguan sejak lahir.
3) Memberikan ASI eksklusif (Suharyono, 2008)
ASI
(Air
Susu
Ibu)
turut
memberikan
perlindungan terhadap
terjadinya diare pada bayi karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung di
dalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.
4) Pemberian imunisasi lengkap (0 bulan12 bulan)
0 bulan: HB 1, BCG, Polio 1
2 bulan: HB 2, DPT 1, Polio 2
3 bulan: DPT 2, Polio 3
4 bulan: DPT 3, Polio 4
6 bulan: HB 3
9 bulan: Campak
Memberikan imunisasi campak (Depkes RI, 2010)
Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga imunisasi campak
dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi.
5) Riwayat alergi
Bayi yang minum ASI maupun PASI terkadang juga mengalami alergi.
Reaksi alergi dari mengkonsumsi susu yang salah dapat berupa diare.
6) Fase tumbuh kembang bayi (0 bulan12 bulan)
Menurut Sigmund Freud, tahap tumbuh kembang bayi dalam usia 0
12 bulan merupakan tahap oral. Segala sesuatu yang dialami bayi diawali dari
fase oral.
b. Faktor Eksternal, yang terdiri dari
1. Memperbaiki Makanan Pendamping ASI (Maryunani, 2010) Perilaku
yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan risiko terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya
harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang diberikan.
Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan
memberikan makanan lunak ketika bayi berumur 6 bulan dan dapat
diteruskan pemberian ASI, setelah bayi berumur 9 bulan atau lebih,
tambahkan macam makanan lain dan frekwensi pemberian makan lebih
sering (4 kali sehari). Saat bayi berumur 11 bulan berikan semua
makanan yang di masak dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali
sehari.
2012) Upaya
ke
dalam
jamban
bersih
yang
dalam wadah yang bersih dan tertutup, menyiapkan makanan di tempat yang
dingin dan terhindar dari matahari langsung, menjaga makanan agar tidak
dijamah oleh hewan, menjaga piring, panci masak dan peralatan makanan agar
selalu tetap
bersih,
mencuci
tangan
pakai
sabun
dan
menyajikan
dengan kejadian diare adalah dalam mengolah atau menjamah makanan (Depkes
RI, 2001).
5. Kebiasaan mencuci alat makan dan minum bayi
Perilaku mencuci peralatan makan dan minum bayi, serta alat berbagainya
dapat mencegah terjadinya diare. Terutama setelah alatalat tersebut dipakai
langsung dicuci tanpa menunggu nanti.
11. Pencegahan Diare
Pemerintah melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya yang
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare, antara lain 1)
Meningkatkan kwalitas dan kwantitas tatalaksana diare melalui pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan pelaksanaan Pojok Oralit, 2)
Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan
benar, 3) Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan Komunikasi
Informasi dan Edukasi (KIE), 4) Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5)
Meningkatkan kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa diare
(DepKes RI, 2000).
B. Perilaku Cuci Tangan Ibu Dalam Pencegahan Diare
1. Pengertian Perilaku
Menurut Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seorang terhadap stimulus (Rangsangan
dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori
Skiner ini disebut teori SO-R atau Stimulus--- organisme---Respons.
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Kedua tangan kita sangat
penting untuk membantu menyelesaikan berbagai pekerjaan. Cuci tangan pakai
sabun (CTPS) merupakan cara mudah dan tidak perlu biaya mahal (Proverawati
& Rahmawati, 2012).
Membiasakan CTPS hidup sehat sama dengan mengajarkan anak dan
keluarga hidup sehat sejak dini. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
tertanam kuat pada diri pribadi anak-anak dan keluarga lainnya. Tangan
adalah anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan mulut
dan hidung. Penyakit yang umumnya timbul karena tangan yang berkuman,
antara lain diare, kolera, ISPA, cacingan, flu dan Hepatitis A. Mencuci tangan
dengan menggunakan air mengalir dan sabun lebih efektif
membersihkan
kotoran dan telur cacing yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan
jari-jari pada kedua tangan (Maryunani, 2013).
a. Waktu Yang Tepat Untuk Mencuci Tangan.
Waktu yang tepat untuk mencuci tangan, antara lain 1) setiap kali tangan
kita kotor (setelah memegang uang, memegang binatang, berkebun, dan
lain-lain), 2) setelah buang air besar dan buang air kecil, 3) setelah
menceboki bayi atau anak, 4) sebelum makan dan menyuapi anak, 5)
sebelum memegang makanan atau menyiapkan makanan, 6) sebelum
menyusui bayi, 7) setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah
bepergian dan bermain (beraktivitas) (Proverawati & Rahmawati, 2012).
b. Manfaat Mencuci Tangan.
Manfaat mencuci tangan, yaitu 1) membunuh kuman penyakit yang
ada di tangan, 2) mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera,
Disentri,
Typus,
Kecacingan,
Penyakit
Kulit,
Infeksi
Saluran
keluarga.
Bagi Masyarakat
Mampu mengupayakan lingkungan sehat.
Mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.
Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) seperti Posyandu, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Arisan
Jamban, Ambulans Desa (Maryunani, 2013).
C. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah hubungan antara teori-teori dengan variabel yang
Faktor Internal:
1. Riwayat premature
2. Penyakit bawaan sejak lahir pada saluran pencernaan
3. Pemberian ASI eksklusif
4. Pemberian imunisasi lengkap (0 bulan12 bulan)
5. Riwayat alergi
6. Fase tumbuh kembang bayi
Diare Bayi
Faktor Eksternal :
1.Memperbaiki Makanan Pendamping ASI
2. Salinitasi Lingkungan
a. Menggunakan air bersih yang cukup
b. Menggunakan jamban
c. Membuang tinja bayi dengan benar
3. Perilaku mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
a. Sebelum penyajian makanan b. Sebelum menyusui bayi
c. Setelah menceboki bayi
d. Setelah ibu BAK dan BAB
e. Sebelum menyuapi bayi
f. Setelah beraktivitas di luar rumah
g. Sebelum memegang makanan
4. Perilaku orang tua dalam menyiapkan makanan
5. Kebiasaan mencuci alat makan dan minum bayi