You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. GAS PENCEMAR UDARA
Komposisi gas di atmosfer dapat mengalami perubahan karena polusi udara
akibat dari aktivitas alam maupun dari berbagai aktivitas manusia. Sumber
pencemaran udara dapat berasal dari kebakaran hutan, debu, industri dan alat
transportasi seperti kendaraan bermotor, mobil dll. Bahan pencemaran udara
(polutan) secara umum dapat digolongkan menjadi dua golongan dasar, yaitu
partikel dan gas.
Pencemaran udara oleh berbagai jenis polutan dapat menurunkan kualitas
udara. Penurunan kualitas udara untuk respirasi semua organisme (terutama
manusia) akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Asap dari kebakaran
hutan dapat menyebabkan gangguan iritasi saluran pernapasan, bahkan
terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Setiap terjadi kebakaran hutan
selalu diikuti peningkatan kasus penyakit infeksi saluran pernapasan.
Jumlah polutan yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu dinamakan emisi.
Emisi dapat disebabkan oleh biogenic emissions (proses alam) misalnya, CH4
hasil aktivitas penguraian bahan organik oleh mikroba dan anthropogenic
amissions (kegiatan manusia), misalnya asap kendaraan bermotor, asap pabrik,
dan sisa pembakaran. Beberapa jenis polutan pencemar udara antara lain
sebagai berikut:
1. Gas Karbon Monoksida (CO) dan Karbon Dioksida (CO2)
Gas karbon monoksida (CO) timbul akibat dari proses pembakaran yang tidak
sempurna. Karbon monoksida (CO) dapat bersumber dari proses pembakaran
tidak Sempurna. Proses pembakaran tidak sempurna dapat terjadi pada
mesin kendaraan, seperti mobil, sepeda motor, mesin, industri, kereta api, dan
lain-lain. Proses pembakaran ini akan menghasilkan gas CO. Contoh, jika
anda menghidupkan mesin mobil di dalam garasi, maka garasi harus dalam
keadaan terbuka. Apabila garasi berada dalam keadaaan tertutup rapat, maka
gas CO yang keluar dari knalpot akan memenuhi ruangan garasi tersebut.
Jika terhirup oleh seseorang dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan

keracunan yang ditandai dengan badan lemas dan apabila berlanjut lama
dapat menyebabkan kematian.
2. Gas SO dan SO2
Gas belerang yang terdapat di udara bebas dapat berupa SO, SO2 dan SO3.
Gas belerang tersebut dihasilkan oleh pembakaran minyak bumi dan batu
bara. Jika gas belerang (SO, SO2 atau SO3) bereaksi dengan gas nitrogen
oksida (NO2, NO3) dan uap air membentuk senyawa asam (asam sulfat,
asam nitrat) Jika senyawa asam bersatu dengan uap air akan membentuk
awan, lalu mengalami kondensasi dan presipitasi di udara dan akan turun
sebagai hujan asam.
Senyawa asam dalam air hujan (hujan asam) dapat menyebabkan populasi
tumbuhan dan hewan akan mati sehingga dapat mengakibatkan menurunnya
produksi bahan pangan, barang-barang yang terbuat dari besi atau logam
mudah berkarat, gedung-gedung atau jembatan bahkan bangunan candi akan
cepat rusak, memudarkan warna cat, menurunkan derajat keasaman tanah,
bahkan menyebabkan kematian miroorganisme tanah.
3. Gas Kloro Fluoro Karbon (CFC)
Memang gas CFC tidak berbahaya secara langsung, tetapi ketika kita
menyemprotkan hair spray atau parfum, maka gas CFC yang keluar akan
langsung terbang membubung tinggi ke angkasa dan mencapai stratosfer.
Pada stratosfer terdapat lapisan ozon (O3) dan kita kenal sebagai pelindung
bumi dari sinar ultraviolet matahari. Jika gas CFC beraksi dengan lapisan
ozon (O3), maka akan terbentuk lubang yang kita kenal sebagai lubang ozon.
Karena lapisan ozon berlubang, maka sinar ultraviolet matahari langsung
menembus dan masuk ke bumi. Sifat sinar ultraviolet memiliki radiasi tertinggi
di antara spektrum sinar-sinar yang lain, sehingga bisa mengakibatkan
tumbuhan menjadi kerdil, terjadinya mutasi genetik, menyebabkan terjadinya
kanker kulit, terbakarnya retina mata, serta matinya ganggang dan
mikroorganisme.
4. Hidrokarbon (HC) dan Nitrogen Oksida (NO)

HC

dan

NO

yang

dipengaruhi

oleh

sinar

matahari

akan

membentuk smog yang berupa gas yang sangat pedih jika mengenai mata
dan juga sebagai penyebab penyakit kanker.

B. PENGENDALI PENCEMARAN UDARA GAS


1. Adsorbsi
Secara umum adsorpsi dapat diartikan

sebagai peristiwa fisika pada

permukaan suatu bahan, yang tergantung dari spesifikasi antara adsorbent


dengan zat yang diserap (adsorbat). Sedangkan Weber (1972) mengartikan
sebagai akumulasi interphase atau konsentrasi dari substances pada
permukaan.
Bahan yang dapat digunakan sebagai adsorbent. Antara lain activated carbon,
alumina, bauxite, silica gel, strontium sulfate, magnesia dan lain-lain.
Karakteristik penting dari adsorbent antara lain rasio luas permukaan terhadap
volume. Rasio luas

permukaan terhadap volume dapat meningkatkan daya

adsorpsi beberapa jenis adsorbent.


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses adsorpsi, diantaranya adalah :
a. Luas permukaan adsorbent
b. Afinitas adsorbent terhadap adsorbate, yang dipengaruhi oleh
ukuran dan bentuk pori, polaritas dan reaktivitas. Karakteristik
adsobate, yang meliputi :

Densitas dan berat molekul

Ukuran dan bentuk molekul

Tekanan uap

Konsentrasi

Adanya senyawa lain sebagai competitor

Polaritas

Reaktivitas adsorbate

c. Temperatur dan Tekanan


d. Waktu kontak antara adsorbate dengan adsorbent.
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan adsorbent dapat bersifat :

a. Adsorpsi Fisika (adsorpsi Van der Waals)


Adsorpsi fisik terjadi akibat adanya perbedaan energi atau gaya tarik
bermuatan listrik (gaya van der Walls). Molekul adsorbat mulai diikat
secara fisik menuju molekul adsorbent.

Tipe adsorpsi ini multilayer, karena masing-masing molekul membentuk


lapisan diatas lapisan sebelumnya, dengan nomor lapisan sesuai dengan
konsentrasi kontaminan.

Adsorpsi ini tidak spesifik dan mirip dengan proses kondensasi.

Adsorpsi Fisika ini terjadi pada zat-zat yang bersuhu rendah dengan
adsorpsi relatif rendah.

Dalam hal ini perubahan panas adsorpsi mempunyai derajat yang sama
dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair, sehinga gaya yang
menahan adsorpsi molekul-molekul fluida biasanya cepat tercapai dan
bersifat reversibel, karena kebutuhan energi yang sangat kecil.

b. Adsorpsi Kimia (Chemisorption)


Adsorpsi ini bersifat specifik dan terjadi berdasarkan ikatan kimia antara
adsorbent dengan zat yang teradsorpsi (adsorbat), sehingga dibandingkan
dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh lebih besar begitu juga dengan
panas adsorpsi dibanding dengan adsorpsi fisik, selain itu adsorpsi kimia
terjadi pada suhu yang tingi.
Karena terjadinya ikatan kimia, maka pada permukaan adsorbent dapat
berbentuk suatu lapisan dan apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak
akan mampu lagi menyerap zat lainnya. Dan proses adsorpsi secara kimia ini
bersifat irreversible.
Dari penjelasan diatas, dan menurut Noll, et al. (1992), maka adsorpsi
fisik dapat dibedakan dari adsorpsi kimia sebagai berikut :
a. Adsorpsi fisik tidak melibatkan trasfer elektron dan selalu mempertahankan
individualitas dari senyawa yang berinteraksi. Interaksi yang terjadi adalah
reversible, yang memungkinkan terjadinya desorpsi pada temperatur yang
sama, walaupun proses terjadi secara lambat akibat efek difusi. Adsorpsi
kimia melibatkan ikatan kimia dan bersifat irreversible.
b. Adsorpsi fisik tidak site spesifik, molekul yang terserap bebas menutupi
seluruh permukaan. Hal ini memungkinkan dilakukannya pengukuran luas
area solid adsorbent. Sebaliknya, adsorpsi kimia bersifat site spesifik, molekul

hanya terserap pada tempat-tempat tertentu saja.


c. Panas pada adsorpsi fisik lebih rendah dibandingkan dengan panas dari
adsorpsi kimia.

Jenis-jenis adsorbent:
a.

Karbon aktif
Merupakan arang yang diperoleh dari carbinisation kayu, coconul shells,
peat, fruit pits. Sebagai activating agent digunakan zinc chlorida, magnesium
chlorida, kalsium chlorida dan phosphoric acid. Digunakan untuk control
polusi, solvent recovery, mengurangi bau dan gas purification.

b.

Activated alumina
Activated alumina (hydrated aluminium oxide) berasal dari native
aluminas atau bauxite, berbentuk granular atau pellet dengan tipical
properties sebagaimana .Umumnya digunakan untuk drying gas.

c.

Silica gel
Berasal

dari

netralisasi

sodium

silikat

kemudian

gel

dicuci

untuk

menghilangkan garam garam yang terbentuk selama proses reaksi netralisasi


dilanjutkan dengan proses pengeringan, pemanasan dan grading.Umumnya
berbentuk granular tetapi ada juga yang berbentuk bead. Terutama digunakan
untuk drying gas tetapi bisa juga untuk gas desulfurization dan purification.
d.

Molecular sievas
Berbentuk kristal dehydrated zeolit yang berasal dari aluminosilicate gel
dengan typical properties.
Secara garis besar, mekanisme proses adsorpsi

dapat

berlangsung

berdasarkan tahapan sebagai berikut :


a. Difusi adsorbat melalui lapisan film
b. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorbent
c. Adsorpsi adsorbat pada dinding kapiler atau permukaan adsorbent.
Pengendalian suatu polutan/ pencemar gas dengan proses adsorpsi dibedakan
menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Tahap adsorpsi
Tahap dimana terjadi proses adsorpsi

Adsorbate tertahan pada permukaan adsorbent (tertahannya gas atau


uap atau molekul pada permukaan padatan).

Pada proses adsorpsi umumnya dilakukan untuk senyawa organic


dengan berat molekul (BM) lebih besar dari 46 dan dengan konsentrasi
yang kecil. Semakin besar BM maka proses adsorpsi akan semakin baik.

b. Tahap desorpsi
Tahap ini merupakan kebalikan pada tahap adsorpsi, dimana adsorbate
dilepaskan dari adsorbent (lepasnya gas atau uap atau molekul pada
permukaan padatan). Desorpsi dapat dilakukan dengan beberapa cara,

diantarnya adalah :
Menaikkan temperature adsorbent di atas temperature didih adsorbent,

dengan cara mengalirkan uap panas/ udara panas atau dengan pemansan
Menambahkan bahan kimia atau secara kimia

Menurunkan tekanan

c. Tahap recovery
Tahap ini merupakan tahap pengolahan dari gas, uap atau molekul yang telah
di desorpsi, dimana recovery dapat dilakukan dengan :

Kondensasi
Dibakar

Solidifikasi

2. Kondensasi
Kondensasi adalah suatu proses unruk merubah suatu gas atau uap menjadi
cairan. Gas dapat berubah menjadi cair dengan menurunkan temperaturnya arau
meningkatkan tekanan. Umumnya, pendekatan yang digunakan adalah dengan
menurunkan temperatur, sedangkan dengan meningkatkan tekanan gas lebih
mahal. Pengendalian gas dengan kondensasi lebih sederhana dan murah
peralatannya, umumnya digunakan air atau udara sebagai media pendingin.
Efisiensi penyisihan gas dengan proses kondensasi pada umurnnya rendah,
dibandinakan dengan proses adsorpsi, absorpsi atau combustion, kecuali gas
tersebut dapat terkondensasi pada temperatur tinggi. Kondensasi secara tipikal
digrunakan

sebagai

pretreatment

(pengendalian

pendahuluan),

sebelum.

digunakan alat pengendali yang mempunyai efisiensi lebih tinggi seperd


adsorber, absorber atau insinerator, dengan menggunakan pretreatment, maka

beban alat pengendali berikutnya lebih ringan.


Prinsip Kondensasi :

Jika gas polutan yang panas berkontak dengan media pendingin (air atau
udara), maka terjadi transfer panas dari gas panas ke medium pendingin,
temperatur uap gas akan turun, maka energi kinetik molekul gas akan
berkurang sehingga molekul-molekul gas akan bergerak saling berdekatan
(Gaya van der Waals) yang akan menyebabkan gas terkondensasi menjadi
liquid.

Kondisi aktual dimana molekul gas akan terkondensasi tergantung kepada


sifat fisik dan kimia dari molekul gas tersebut mencapai (sama dengan)
tekanan uapnya. Ada tiga cara untuk menurunkan tekanan uap parsial gas
yaitu :
(1) dengan cara meningkat tekanan gas sehingga tekanan parsial gas
tersebut mencapai tekanan uap gas,
(2) gas didinginkan sampai tekanan parsial gas tersebut mencapai tekanan
uapnya,
(3) gabungan kedua cara di atas, yaitu dengan cara meningkatkan tekanan
gas dan mendinginkannya.

Proses kondensasi untuk mengendalikan/ menyisihkan gas polutan dibedakan


atas teknik kondensasi kontak langsung dan tidak langsung (surface). Dalam
teknik kondensasi kontak langsung, gas polutan berkontak langsung dengan
media pendingin, dan kondensat (polutan yang terkondensasi) akan bercampur
dengan media pendingin. Sedangkan dalam teknik tidak langsung, gas polutan
dan pendingin dipisahkan oleh suatu permukaan Kondensor, permukaan disebut
pula shell-and-tube heat exchanger.
a. Kondensor Kontak Langsung

Kondensor

kontak

langsung,

lebih

sederhana

peralatannya,

biaya

instalasinya lebih murah dan hanya mernbutuhkan sedikit peralatan

pembantu dan biaya perawatan. Lebih murah media pendingin yang umum
digunakan adalah air, volume media pendingin yang digunakan lebih
banyak jika disbandingkan dengan kondensor permukaan, yaitu 10 sampai
20 kali lebih banyak. Pada Gambar dibawah ini diperlihatkan gambar
kondensor

kontak

langsung.

Aliran

air

sebagai

media

pendingin

meninggalkan kondensor bersama dengan polutan yang terkondensasi.


Proses absorpsi dapat terjadi pada kondensor kontak langsung jika polutan
dapat larut dalam air. Adanya proses absorpsi tersebur meningkatkan
efisiensi penyisihan.

Spray tower condenser adalah jenis kondensor kontak langsung, dimana


aliran zat polutan masuk dari bagian bawah, dan aliran air di buat spray
dari bagian atas.

Ejector dan barometric condenser dioperasikan dengan arah laju aliran air
dan udara sama, perbedaannya terletak pada penggunaan spray air. Untuk
ejector condenser air di-spray-kan menggunakan alat venturi.

b. Kondensor Permukaan
Kondensor permukaan sering Juga disebut shell-and-tube heat exchanger.
Alat kondensor permukaan terdiri dari tabung se!inder luar untuk mengalirkan
gas polutan, sedangkan air sebagai media pendingin mengalir di dalam
tabung- tabung kecil dalarn selinder tersebut. Gas berkontak dengan tabungpendingin,

kemudian

terkondensasi,

kemudian

kondensat

ditampung.

Sedangkan gas yang tidak- terkondensasi keluar.

3. Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan mengontakkan
campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Gas yang dapat dieliminasi
oleh proses absorpsi diantaranya adalah SO 2, H2S, Cl2, NH3, NOX, dan senyawa
hidrokarbon dengan C rendah.

Pada absorbsi sendiri ada dua macam proses yaitu :


a. Absorbsi fisik
Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap
tidak disertai dengan reaksi kimia.Contoh absorbsi ini adalah absorbsi gas
H2S dengan air, metanol, propilen, dan karbonat.Penyerapan terjadi karena
adanya interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair.
Dari asborbsi fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model
mekanismenya, yaitu :
o
o

teori model film


teori penetrasi

teori permukaan yang diperbaharui

b. Absorbsi kimia
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia.Contoh absorbsi ini adalah
absorbsi dengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya.
Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2
pada pabrik amoniak. Penggunaan absorbsi kimia pada fase kering sering
digunakan untuk mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari
campuran gasnya. Keuntungan absorbsi kimia adalah meningkatnya koefisien
perpindahan massa gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan makin
besarnya luas efektif permukaan. Absorbsi kimia dapat juga berlangsung di
daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan dinamik.
Hal-hal yang mempengaruhi dalam prsoses absorbsi :
o
o
o

Zat yang diadsorbsi


Luas permukaan yang diadsorbsi
Temperatur

Tekanan
Faktor-faktor yang berpengaruh pada operasi absorpsi adalah sebagai berikut:
a. Laju alir air. Semakin besar,penyerapan semakin baik.
b. Komposisi dalam aliran air. Jika terdapat senyawa yang mampu beraksi
dengan CO2(misalnya NaOH) maka penyerapan lebih baik.
c. Suhu operasi.Semakin rendah suhu operasi,penyerapan semakin baik.
d. Tekanan operasi.Semakin tinggi tekanan operasi, penyerapan semakin baik
sampai pada batas tertentu. Diatas tekanan maksimum (untuk hidrokarbon
biasanya 4000-5000 kPa), penyerapan lebih buruk.
e. Laju alir gas. Semakin besar laju alir gas,penyerapan semakin buruk.

Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorben
sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
2.
3.
4.
5.
6.

(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).


Selektif
Memiliki tekanan uap yang rendah
Tidak korosif.
Mempunyai viskositas yang rendah
Stabil secara termis.

7. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam)
dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
Prinsip Absorbsi
Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO 2) dialirkan ke dalam
kolom pada bagian bawah.Dari atas dialirkan alir. Pada saat udara dan air
bertemu dalam kolom isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan
menganggap udara tidak larut dalam air (sangat sedikit larut),maka hanya gas
CO2 saja yang berpindah ke dalam fase air (terserap). Semakin ke bawah, aliran
air semakin kaya CO2. Semakin ke atas ,aliran udara semakin miskin CO2.
Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan kebawah
menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa gas
dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan gas
dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian
atas menara. Peristiwa absorbsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi
packing dengan dua tingkat.Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung
larutan dari gas yang telah dimasukkan tadi.

Gambar 2.2 Prinsip Kerja Kolom Absorbsi

Keterangan:
(a) gas keluaran
(b) gas input
(c) pelarut
(d) gas output
Cairan absorber yang akan didaur ulang masuk kedalam kolom pengolahan dari
bagian atasnya dan akan dicampur /dikontakan dengan stripping vapor. Gas ini
bisa uap

atau

gas mulia,

denagn

kondisi termodinamika yang

telah

disesuaikan.dengan pelarut yang terpolusi.Absorber yang bersih lalu digunakan


kembali di absorpsi kolom.

Gambar 2.3 Proses Pengolahan Kembali Pelarut Dalam Proses Kolom Absorber

4. Insenerasi
Pembakaran sempurna antara udara (oksigen), limbah dan bahan bakar dengan
kondisi temperatur yang tinggi, pengadukan turbulen antar komponen, waktu
tinggal yang cukup. Dengan pembakaran sempurna akan didapat perubahan
hidrokarbon menjadi CO2 dan air.

Destruksi termal kebanyakan senyawa organik terjadi antara 590 C 650 C,


namun operasi insinerator mencapai suhu lebih dari 980 C

untuk menjamin

pembakaran organik yang komplet.


Ada 2 tahap dalam pembakaran :
a. pembakaran bahan bakar terjadi cukup cepat dan irreversibel serta
menghasilkan gas dengan suhu cukup tinggi pembakaran polutan.
b. Operasi
insinerasi
bertipe
:
Otomatis,
Semiotomatis.Manual.

BAB III
STUDI KASUS
PENURUNAN GAS CO PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH (TAK) DENGAN
MENGGUNAKAN GIPSUM
A. Pendahuluan
Penyebab pencemaran udara yang ditimbulkan karena aktifitas manusia salah
satunya adalah alat transportasi. Sepeda motor merupakan salah satu jenis alat
transportasi yang sering di jumpai saat ini. Pada bulan Juni 2005 jumlah sepeda
motor di Surabaya mencapai 921.452 unit atau bisa dikatakan per tahun naik
100.000 unit (Anonim, 2005). Hal ini dikarenakan kendaraan bermotor roda dua
lebih praktis untuk dikendarai dan biaya perawatannya lebih ringan dibandingkan
alat transportasi lain.
Jenis zat pencemar udara yang dihasilkan sepeda motor adalah gas CO, CO 2,
SOx, NOx, HC, dan Pb. (Anonim, 2004). Dua dari tujuh kendaraan bermotor
memiliki gas CO sebesar

6,94%, sedangkan nilai ambang batas gas CO

sebesar 5,4 % (Anonim 2003). Dengan semakin banyaknya sepeda motor maka
semakin banyak pula pencemaran udara yang disebabkan emisi gas buang dari
setiap sepeda motor, selain itu juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan
pada makhluk hidup khususnya manusia misalnya menyebabkan berkurangnya
kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen sehingga mengakibatkan kadar
O2 menjadi berkurang, karena gas CO mengikat hemoglobin sehingga
kemampuan hemoglobin mengikat O2 berkurang. Paparan dalam waktu lama
akan mengakibatkan bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru. (Kastyowati,
2001)
Upaya penanggulangan pencemaran udara berbentuk gas yang selama ini
dilakukan adalah

dengan

cara reaksi kimia, pembakaran, dan adsorpsi.

(Kastyowati, 2001) Media penjerap yang akan digunakan adalah gipsum, yang
selama ini sering kita jumpai pada dunia kedokteran dan bangunan..
B. Adsorbat
Komposisi gas buang mesin bensin pada kondisi normal dengan kuantitas
mesing-masing sebagai berikut : N2 = 72% ; CO2 = 18,1 % ;H2O = 8,2 %

O2 dan gas mulia = 1,1 %; gas beracun = 1 %. Dari 1 % gas beracun tersebut
terdiri atas CO =

0,85% ; HC = 0,05 % ; 0,08 NO dan sisanya bahan padat.

Dari jumlah tersebut dapat dikatakan bahwa hampir 90 % dari total polutan
adalah

gas

karbon

monoksida

(CO).

Gas

karbon

monoksida

sangat

membahayakan apabila terhirup oleh manusia, kerena sangat reaktif terutama


dengan hemoglobin dalam darah. (Nugroho, 2004)
C. Adsorben
Menurut Sukardjo (1990) Adsorben yang baik ialah yang porositasnya tinggi
seperti seperti arang, Pt halus, gipsum dan silica gel. Permukaan ini sangat
halus, hingga adsorbsi yang terjadi pada banyak tempat.
Gypsite merupakan salah satu jenis gipsum yang mempunyai permukaan yang
halus dan porositasnya tinggi yang dapat digunakan sebagai penyerap gas dan
mudah didapat di pasaran serta harga ekonomis.
Untuk lebih jelas mengenai spesifikasi dari Gypsite, dapat dilihat pada
Tabel 1. berikut :

D. Adsorpsi Fisika
Peristiwa adsorpsi ini disebabkan oleh gaya tarik molekul- molekul dipermukaan
adsorben.

Menurut

Freundlich

dari

percobaan-percobaan

persamaan adsorpsi gas pada zat padat sebagai berukut :

mendapatkan

Dimana x adalah jumlah gram zat yang dijerap oleh m gram adsorben, bila
tekanan parsial gas P, k dan b merupakan tetapan. Logarithma persamaan diatas
menghasilkan :

E. AnalIsa Hasil
Perhitungan penyisihan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(%)

= Prosentase penyisihan

C in

= Konsentrasi

zat

pencemar pada influen

C ef

= Konsentrasi

zat

pencemar pada efluen

Perhitungan efisiensi ini didasarkan atas perbandingan pengurangan konsentrasi


pada titik influen dan efluen terhadap konsentrasi pada titik efluen.
F. Metode Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gipsum yang dapat diperoleh
di toko bahan kimia. Pelalatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

a. Pipa PVC diameter dan pipa stainless dengan diameter 1,2 cm digunakan
sebagai alat

pencetak gipsum.

b. Bor listrik dan mata bor 3 mm digunakan untuk membuat lubang pada
gypsum.

c. Furnace digunakan untuk meningkatkan sifat porositas dari gipsum,


d. Gas Analyzer type 8701-G digunakan untuk mengukur kandungan gas CO,
e. Sepeda motor, dengan spesifikasi sebagai berikut :
1) Tahun pembuatan dan perakitan 1996
2) Bahan bakar bensin

3) Mesin 4 langkah (tak)

G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dengan dua langkah yaitu pembuatan adsorben
dan pengukuran.

Pembuatan adsorben
Dalam pembuatan adsorben dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Gipsum dicampur dengan air, dengan perbandingan 1 : 378 (1 gr gipsum :


378 ml air) aduk sampai rata (Sosiani, 1999).

b. Gipsum dicetak berbentuk silinder dengan panjang divariasikan (lihat


variabel penelitian), dengan diameter luar 1,7 cm dan diameter dalam
1,2

cm., kemudian dikeringkan + 15 menit.

c. Gipsum dilubangi dengan 3 mm dan jumlahnya divariasikan, (lihat


variabel penelitian)

d. Kemudian gipsum difurnace untuk menghilangkan kandungan air dan zat


volatile pada suhu 150

C selama 3 menit. (untuk meningkatkan sifat

porositas dari gipsum) Gipsum siap digunakan. (Sosiani, 1999)

Pengukuran

Dalam pelaksanaan pengukuran dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :


a.

Melakukan

persiapan

awal

yaitu pengaktifan alat dan persiapan

kendaraan, yang terdapat pada lampiran A.

b. Pada posisi idle dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat gas

analyzer untuk mengetahui kandungan gas CO sebelum diberi gipsum.

c. Kemudian gipsum dimasukkan pada knalpot sepeda motor.


d. Setelah itu kendaraan dinyalakan, pada posisi idle selama waktu yang
divariasikan dilakukan pengukuran, dapat dilihat pada variabel penelitian.
H.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh data awal sehingga dapat mengetahui
kemampuan gipsum untuk menyisihkan gas CO pada sepeda motor 4 langkah
(tak). Adapun hasil analisa awal gas CO yang terdapat pada sepeda motor 4
langkah (tak) sebesar 4,09 %. Kemudian dari hasil

penelitian diperoleh

penurunan gas CO pada variasi panjang, waktu tinggal dan jumlah lubang
seperti pada table 2 berikut :

Pengaruh Panjang Gipsum terhadap Penyisihan Gas CO pada Sepeda


Motor 4 langkah (tak).
Pengaruh panjang gipsum terhadap penyisihan gas CO pada sepeda motor 4
langkah (tak) dapat dilihat pada table 3 dan contoh perhitungan disajikan pada
lampiran B. menunjukkan bahwa dengan panjang gipsum 5 cm dengan jumlah
lubang 10 buah dan waktu tinggal 30 menit diperoleh kemampuan penyisihan
gas CO mencapai 4,40 %. Apabila panjang gipsum 10 cm dengan jumlah lubang
dan waktu tinggal yang sama, kemampuan penyisihan gas CO naik menjadi
6,36 %. Dan bila secara berurut pada panjang gipsum 15 cm, 20 cm dan 25 cm
dengan jumlah dan waktu tinggal yang sama, kemampuan penyisihan gas CO
naik

menjadi

8,56%, 10,27 % dan 11,74 %. Kecenderungan peningkatan

kemampuan tersebut terlihat pula pada variasi jumlah lubang, waktu tinggal
dengan berbagai variasi panjang gispum yang secara berturut-turut diturunkan.

Hal ini menunjukkan semakin panjang media penjerap (gipsum), maka


kemampuan penyisihan gas CO semakin meningkat. Karena pada proses
penjerapan,
kemampuan

luas

permukaan

penjerapan,

media

penjerap

(gipsum)

mempengaruhi

semakin besar luas permukaan semakin tinggi

kemampuan menjerap, karena penjerapan terjadi pada banyak tempat. Untuk


lebih jelasnya, secara keseluruhan penyisihan gas CO yang dipengaruhi oleh
variasi panjang gipsum
Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Penyisihan Gas CO pada Sepeda Motor 4
langkah (tak)
Pengaruh panjang gipsum terhadap penyisihan gas CO pada sepeda motor 4
langkah

(tak) menunjukkan pada waktu tinggal 30 menit dengan panjang

gipsum 5 cm dan jumlah lubang 10 buah diperoleh kemampuan penyisihan gas


CO (%) sebesar 4,40 %. Apabila waktu tinggal ditambah secara berurut menjadi
60 menit, 90 menit, 120 menit dan

150 menit pada panjang dan jumlah

lubang yang sama, kemampuan penyisihan gas CO naik menjadi 9,29 % ; 14,67
% ; 17,85 % dan 19,07 %.
Hal ini dipengaruhi oleh lamanya

media

penjerap (gipsum) dalam proses,

semakin lama waktu tinggal semakin banyak gas yang dijerap. Tetapi hal ini juga
tergantung luas permukaan media penjerap (gipsum), semakin lama waktu
tinggal dan semakin besar luas permukaan, semakin besar pula kemampuan
penjerapannya. Sebaliknya semakin sebentar waktu tinggal dan semakin kecil
luas permukaan maka kemampuan penjerapannya semakin rendah karena luas
permukaan terbatas.

Pengaruh Jumlah Lubang terhadap Penyisihan Gas CO pada Sepeda Motor


4 langkah (tak)
Pengaruh jumlah lubang terhadap penyisihan

gas CO pada sepeda motor 4

langkah (tak) menunjukkan bahwa gipsum dengan jumlah lubang 10 buah,


panjang 5 cm dan waktu tinggal 30 menit diperoleh kemampuan penyisihan gas
CO sebesar 4,40 %. Sedangkan pada gipsum dengan jumlah lubang 20 buah,

panjang 5 cm dan waktu tinggal 30 menit diperoleh kemampuan penyisihan gas


CO sebesar 5,87 %.
Gipsum dengan jumlah lubang 20 buah, panjang 25 cm dan waktu tinggal 150
menit memberikan hasil paling besar terhadap penyisihan gas CO yaitu sebesar
30,32%. Sedangkan hasil terendah terjadi pada gipsum dengan jumlah lubang
10 buah, panjang 5 cm dan waktu tinggal 30 menit yaitu sebesar 4,04 %.
Dengan adanya jumlah lubang luas permukaan penjerapan pada gypsum
2
bertambah. Hal ini dikarenakan luas dinding permukaan gipsum (0,2355 cm )
2
lebih luas dibanding luas alas permukaan lingkaran pada gipsum (0,07065 cm ),
sehingga menambah luas permukaan penjerapan
Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Kondisi Mesin Sepeda Motor 4 langkah
(tak)
Waktu tinggal mempengaruhi kondisi mesin seperti mesin menjadi mudah mati
pada saat keadaan stasioner, dan pada saat motor dijalankan, tarikan mesin
sedikit berkurang, terjadi pada variasi waktu tinggal 120 dan 150 menit dengan
menggunakan panjang gipsum 25 cm.
Dengan semakin lama waktu tinggal pada kondisi tersebut maka

dapat

menyebabkan tekanan gas buang yang akan keluar dari knalpot terhambat dan
terjadi akumulasi tekanan yang mengakibatkan kandungan gas CO yang
dihasilkan mesin menjadi lebih tinggi, karena kondisi atau setelan mesin
berubah, dibanding kondisi mesin pada saat menggunakan panjang gipsum 5,
10, 15 dan 20 cm.
Pada kondisi ini gipsum terlalu cepat dan terlalu banyak menjerap gas CO
sebelum waktunya, sehingga pada menit-menit selanjutnya kemampuan gipsum
menyisihkan gas CO menurun karena penjerapan terjadi sangat cepat hanya
kecepatan penjerapan makin berkurang dengan semakin banyaknya gas yang
diserap.

MAKALAH
PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN
UDARA
PENGENDALIAN PENCEMAR UDARA GAS
(Penurunan Gas Co Pada Sepeda Motor 4 Langkah (Tak) Dengan
Menggunakan Gipsum)

OLEH:
KELOMPOK 3
ANGGOTA

: 1. JELFIA RISKA ZUPIT

(1310941040 )

2. RIYAN HEXA PUTRA

(1310941044 )

3. RAHMI MULIA PUTRI

(1310941045)

4. DWI WAHYUNI YONANDA

(1310941046 )

5. MONIKA UTAMI ANDRYAS

(1310941047 )

6. GUSTINA LUSIANI

(1310941048 )

7. AZIZAH

(1310942004 )

8. NINGSIH IKA PRATIWI

(1310942006 )

9. REZKY ADITYA LUBIS

(1110942007 )

DOSEN:
Dr. FADJAR GOEMBIRA

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

You might also like