You are on page 1of 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada
orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Gama &
Betty, 2010). Demam berdarah dengue adalah permasalahan pokok di seluruh
dunia. WHO melaporkan bahwa 2,5-3 juta manusia berisiko terhadap penyakit ini.
Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 World Health Organization (WHO)
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah
tertinggi di Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95%
terjadi pada anak di bawah 15 tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia
sebanyak 158.115, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak
158.912 kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382 kota.
Karena tingginya angka kejadian demam berdarah di wilayah kerja
puskesmas panaikang, maka penulisan dalam bidang ini perlu dilakukan agar
dapat memajukan kesehatan dengan melakukan pencegahan demam berdarah
pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Panaikang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis dapat menarik
rumusan masalah yaitu apakah penyuluhan siswa sekolah dasar bisa menjadi
upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Panaikang?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kasus yang penulis buat antara lain sebagai
berikut :
1.3.1. Tujuan Umum
Menilai penyuluhan yang dilakukan pada siswa sekolah dasar sebagai
upaya pencegahan DBD diwilayah kerja puskesmas panaikang.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran kasus DBD di wilayah kerja puskesmas
panaikang
2. Meningkatkan

pengetahuan

peserta

dan

masyarakat

mengenai

penyebab, penyebaran, gejala, dan pencegahan DBD

1.4. Manfaat
Dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1.4.1. Puskesmas
1.

Sebagai bahan acuan untuk mengedukasi masyarakat untuk

2.
3.

menunrunkan angka kejadian DBD.


Membantu puskesmas dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD
Membantu melaksanakan program promosi kesehatan puskesmas
mengenai pencegahan DBD
1.4.2. Masyarakat
Sebagai bahan masukan kepada masyarakat dalam upaya pencegahan
penyakit DBD.
1.4.3. Bagi Penulis
Untuk memperluas pengetahuan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang
telah didapatkan serta menambah wawasan pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue
2.1.1. Definisi dan Etiologi
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis
hemoragik dan perembesan plasma.Yang membedakan demam berdarah dengue
dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan
diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4.Keempat serotipe virus tersebut semuanya telah ditemukan di
Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3.
2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,
dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di
seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk
(pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui
vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus).Peningkatan
kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas, dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi

dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; (3) Lingkungan: curah
hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
2.3 Patogenesis
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang signifikan, yaitu:

Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya


plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan

rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).


Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD.Kadar C3 dan


C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat.Mekanisme aktivasi komplemen
tersebut belum diketahui.Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD,
namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi
komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam
makrofag

oleh

antibodi

heterotipik

sebagai

akibat

infeksi

dengue

sebelumnya.Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons


imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat
yaitu dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis demam berdarah dengue
ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris.Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniquet positif
- Petekia, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
Kriteria Laboratoris :
- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc)> 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4
derajat seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit
Kategor

Deraja

Gejala
Demam diserai 2/lebih tanda:
nyeri kepala, nyeri retro-

DD

orbital, nyeri otot dan nyeri

DBD

DBD

II

DBD

III

DBD

IV

sendi
Gejala di atas + uji tourniquet

Laboratorium
-

leukopenia
trombositopenia ringan
tidak ada tanda kebocoran
plasma

trombositopenia <100.000 /ml


ada kebocoran plasma

trombositopenia <100.000 /ml


ada kebocoran plasma

pre-syok (kulit dingin, lembab, dan gelisah, nadi cepat,

trombositopenia <100.000 /ml


ada kebocoran plasma

positif
Gejala di atas + perdarahan
spontan
Gejala di atas + tanda-tanda

tekanan darah turun)


Syok berat (nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak terukur)

trombositopenia <100.000 /ml


ada kebocoran plasma

Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)


antara lain:

peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin


penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya


hipoproteinemia
hiponatremia
efusi pleura atau asites

2.5 Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang.Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis dan
pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis
DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis DBD antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada
tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit
dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang
dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan
memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
darah adalah:

Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat
ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit
plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan

meningkat jumlahnya
Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit
awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam

Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT

jika dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah


Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma
Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT
Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi

syok
Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3
sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2

(infeksi sekunder)
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada
fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti
pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Interval Serum III
7 hari
Berapapun
< 7 hari

Kenaikan
Titer
4 kali
4 kali
4 kali

Titer Serum II

Kesimpulan

1: 1280
1: 1560
1: 1280

Berapapun

tidak ada

1: 2560

7 hari

tidak ada

1: 1280

< 7 hari

tidak ada

1: 1280

Infeksi Primer
Infeksi Sekunder
Infeksi primer atau
infeksi sekunder
Mungkin infeksi
dengue
Bukan infeksi
dengue
Tidak bisa
disimpulkan
Tidak bisa
disimpulkan

Hanya 1 serum

1: 1280

b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi
komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites.Efusi pleura dapat dilihat pada
foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan
USG Abdomen.
2.6 Penatalaksanaan

a. Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat
adalah melalui semboyan 4M plus yaitu menguras bak mandi minimal
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barangbarang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti,
pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat
penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan
fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.
b. Preventif
Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk,
yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan
insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang
panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan
celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan
kelambu.
c. Kuratif
Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah
dengan terapi simtomatis.Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian
dapat

diturunkan

hingga

kurang

dari

1%.Pemeliharaan

volume

cairan

intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam


berdarah dengue.Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral.Apabila
asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan
secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi
darah.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:
Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta

digunakan sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.Adapun hal-hal


yang harus dilakukan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Keluhan mengarah DBD


(Kriteria WHO 1997))

Hb, Hematokrit, dan Trombosit Normal

Hb & Hematokrit Normal


Hb & Hematokrit Normal
Hb & Hematokrit Meningkat
Trombosit
<100.000
Trombosit 100.000-150.000
Trombosit Normal/Turun

Observasi Rawat Jalan


Periksa Hb, Hematokrit, dan Trombosit 24 jam berikutnya

RAWAT INAP

Gambar 1. Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)


Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini.
1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg
20)}

atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula
digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-Segar

Berat Badan (kg)


10 kg
11 20 kg

Kebutuhan Cairan
100 cc/kgBB/hari
50 cc/kgBB/hari

10

> 20 kg
20 cc/kgBB/hari
Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di
ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Suspek DBD
Perdarahan spontan & massif (-)
Tanda-tanda syok (-)

Hb, Hematokrit Normal


Hb, Hematokrit 10-20%
Trombosit < 100.000
Trombosit < 100.000
Infus Kristaloid
Infus Kristaloid
Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam Periksa Hb,
Htc, Trombo
Defisit
Cairan/24
5%jam

Terapi awal
cairan IV
6-7
cc/kgBB/jam

Hb, Hematokrit >20%


Trombosit <100.000

Penanganan
dengan
Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di
Ruang Rawat)
Protokol III

Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%


3-4 jam adanya defisit cairan tubuh
Meningkatnya hematokrit >Evaluasi
20% menunjukkan
MEMBAIK

sebanyak Hematokrit
kurang lebih5%.Penatalaksanaannya seperti yang
terlihatMEMBAIK
pada bagan
TIDAK
Hematokrit , Nadi
Tensi <20 mmHg
Diuresis

Nadi , Tensi
berikut ini.
Diuresis 2
cc/kgBB/Jam

Tambah infus kristaloid


Kurangi infus kristaloid
Tanda
Vital
dan
Hematokrit
Memburuk
10 cc/kgBB/jam
5 cc/kgBB/jam

MEMBAIK

TIDAK MEMBAIK

Kurangi infus
kristaloid
3 cc/kgBB/Jam

Tambah infus kristaloid


15 cc/kgBB/jam

MEMBAIK

MEMBAIK

Terapi cairan dihentikan dalam 24-48 jam

TIDAK MEMBAIK
Tanda Syok (+)

Penanganan
dengan Protokol V

11

Gambar 3. Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit


>20%)
Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa
epistaksis,

hematemesis,

melena,

hematokezia,

hematuria,

perdarahan

intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya. Pada keadaan seperti ini


pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi tanda vital,
Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali.
Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan
tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation).Tranfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb
< 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit
<50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda
DIC.Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan
(PT dan aPTT memanjang).

12

KASUS DBD:
Perdarahan spontan masif
Tanda-tanda syok (-)

Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Hemostasis, Golongan Darah,


Uji Cross-Match

DIC (-):
DIC (+):
Tranfusi
komponen
darah (k/p)
Tranfusi komponen
darah
(k/p)
Kristaloid
10-20
cc/kgBB/30 menit
Observasi
tanda
Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemost
Heparinisasi
5000-10.000/hari
drip
O2 vital,
2-4 liter/menit

Analis Gastiap
Darah
(AGD),
Htc, Trombosit,
Elektrolit,
Ureum, Kreatinin,
Golongan
Darah
servasi tanda vital, Hb,Periksa
Htc, Trombo
4-6
jam,Hb,
ulang
pemeriksaan
hemostasis
24 jam
kemudian

Gambar 4. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD)


MEMBAIK
Kristaloid
7 cc/kgBB/jam
Dalam memberikan

TIDAK MEMBAIK
Kristaloid disesuaikan
20-30 cc/kgBB/30
menit
transfusi komponen darah hendaknya
dengan

kebutuhan pasien.Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan kebutuhan


transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi PRC dapat
MEMBAIK
digunakan
rumus:
Kristaloid
5 cc/kgBB/jam

MEMBURUK
Kembali Ke Awal

Hematokrit
Koloid tetes cepat
10-20 cc/kgBB/10-15 menit

Hematokrit
Transfusi WB 10 cc/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan

(Hb target Hb pasien) x Berat


Badan (kg) x 3
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK
Sedangkan kebutuhan trombosit dapat
dengan perkiraan
bahwa 50 cc
Menujudihitung
ke
Koloid 30 cc/kgBB/jam

MEMBAIK
Kristaloid 3 cc/kgBB/jam

suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-10.000/mm 3


pada
pasien
berat maintenance
badan minimal 50
kg.
Evaluasi 24-48 jam, jika
tetap
stabildengan
berikan cairan
MEMBAIK
Menuju ke

Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome

TIDAK MEMBAIK
Pasang PVC

Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok


(DBD Derajat III dan IV). Tatalaksana HIPOVOLEMIK
Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat

NORMOVOLEMIK
Kristaloid pantau tiap 10-15 menit
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC,

dilihat seperti pada bagan berikut ini.

- Inotropik
Vasopressor
Kombinasi Koloid-Kristaloid
Perbaikan terhadap vasopressor
- After load

PERBAIKAN

Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder

13

Gambar 5. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)


BAB III
METODE
3.1. Jenis Rancangan Laporan Kasus
Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan
menggunakan media slide power point dan leaflet yang dibagikan kepada peserta
dan dilakukan sesi tanya jawab di sesi terakhir dengan para peserta.
3.2. Sasaran Laporan Kasus

14

Sasaran pada kegiatan ini adalah para siswa sekolah dasar yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Panaikang
3.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Hari/tanggal

: 21 April hingga

Pukul

: 10.00 WIB

Tempat

: Sekolah Dasar di wilayah Puskesmas Panaikang

3.4. Peserta
Peserta pada kegiatan penyuluhan ini adalah seluruh siswa SD di wilayah
kerja puskesmas Panaikang.
3.5.

Isi Penyuluhan
Materi Peyuluhan yang disampaikan pada kegiatan ini yaitu :
a. Pengertian DBD
b. Penyebab DBD
c. Penularan DBD
d. Tanda dan gejala DBD
e. Pencegahan dan penanganan DBD

3.6.

Rencana Evaluasi
Indikator Keberhasilan dapat dilihat dari :
a. Kehadiran peserta
Indikator : peserta yang hadir mengikuti penyuluhan sebanyak minimal 75
% orang.
b. Peserta dengan antusias mendengarkan ceramah
Indikatornya : peserta tidak mengantuk, tidak lain lain, mendengarkan
dengan seksama dan aktif bertanya.
c. Peserta aktif bertanya

15

Indikatornya : minimal terdapat >3 pertanyaan selama penyuluhan


berlangsung
d. Peningkatan pengetahuan tentang materi yang disampaikan.
Indikatornya : Tingkat pengetahuan peserta penyuluhan mengalami
peningkatan apabila dapat menjawab pertanyaan yang sama yang diajukan
dibandingkan sebelum dilakukan penyuluhan,maka penyuluhan dikatakan
berhasil

16

17

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Komunitas Umum
4.1.1 Sosial Ekonomi dan Budaya
Dengan adanya keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat khususnya
keluarga miskin maka masyarakat dapat menggunakan fasilitas kesehatan di
tingkat puskesmas tanpa dipungut bayaran. Untuk menjamin akses penduduk
Sulawesi Selatan terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945, maka sejak awal agenda Pemerintahan Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala
tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Gratis yang
tertuang pada Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 13 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gratis.
Secara sosial, untuk wilayah kerja Puskesmas panaikang didominasi oleh suku
bugis. Dalam melakukan aktifitas, masyarakatnya berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa Bugis. Agama yang dianut oleh
masyarakat kurang lebih 95 % agama Islam dan 5 % kepercayaan non-Islam.
Mata pencahariannya sebagian besar adalah petani dan nelayan.
4.2 Data Geografis
1. Geografis
Puskesmas Panaikang berada di wilayah Kecamatan Sinjai Timur
Kabupaten Sinjai yang terdiri dari 4 (empat) desa, di antaranya:
a.

Desa Panaikang

b.

Desa Pasimarannu

c.

Desa Sanjai

d.

Desa Lasiai

Dengan luas wilayah kerja 25, 46 km2, dan berbatasan langsung dengan :
a.

Sebelah utara berbatasan dengan desa Tongke Tongke


wilayah kerja Puskesmas Samataring.

b.

Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone.

18

c.

Sebelah selatan berbatasan dengan desa Bua wilayah


kerja Puskesmas Mannanti.

d.

Sebelah barat berbatasan dengan desa Pattalassang


wilayah kerja Puskesmas Samataring.

4.3 Data Demografik


Dari hasil sensus jumlah penduduk wilyah kerja Puskesmas Panaikang
tahun 2013 sebesar 8339 Jiwa, tersebar 3857 laki-laki dan 4489 perempuan.
Jumlah KK sebesar 1825 KK..
4.4 Sumber Daya Kesehatan Yang Ada
Secara keseluruhan jumlah tenaga kesehatan pada Puskesmas Panaikang
tahun 2014 adalah 26 orang PNS dan 37 orang tenaga Honorer (termasuk
Pustu).
1. Persebaran Tenaga kesehatan Menurut Unit Kerja
Persebaran

Tenaga

kesehatan

Menurut

Unit

Kerja

Puskesmas

Panaikang(Termasuk Pustu) antara lain : Tenaga medis ada 3 (13,89 %),


Perawat & Bidan ada 41 (72,22 %), Farmasi ada 2 (5,56 %), Gizi ada 2 (2,78
%), Teknisi Medis ( laboratorium ada 1 (5,26 %), Sanitasi ada 2 (2,78 %) dan
Kesehatan Masyarakat ada 1 (2,78 %).
2. Jumlah Tenaga kesehatan Di Puskesmas
Jumlah Tenaga kesehatan Di Puskesmas Panaikang adalah sebanyak 63
orang.
3. Rasio Dokter Spesialis Per-10.000 Penduduk
4.

Tidak adanya dokter spesialis di Puskesmas Panaikang tahun 2014.


Rasio Dokter Per-10.000 Penduduk
Rasio dokter terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas Panaikang
tahun 2014 sebesar 0,75 persepuluhribu penduduk (3 orang).
5. Rasio Dokter Gigi Per-10.000 Penduduk
Rasio dokter gigi terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Panaikang tahun 2014 sebesar 0,50 persepuluhribu penduduk (2 orang).
6. Rasio Dokter Keluarga Per-10.000 Keluarga
Tidak adanya dokter keluarga di Puskesmas Panaikang tahun 2014.
7. Rasio Apoteker Per-10.000 Penduduk

19

Rasio apoteker terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas Panaikang


tahun 2014 sebesar 0,25 persepuluhribu penduduk (1 orang).
8. Rasio Ahli gizi Per-10.000 Penduduk
Rasio ahli gizi terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas Panaikang
tahun 2014 sebesar 0,25 persepuluhribu penduduk (1 orang).
9. Rasio Perawat Per-10.000 Penduduk
Rasio tenaga perawat terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas
panaikang tahun 2014 sebesar 4,01 persepuluhribu penduduk (16 orang).
10. Rasio Bidan Per-10.000 Penduduk
Rasio tenaga bidan terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Panaikang tahun 2014 sebesar 3,01 persepuluhribu penduduk (12 orang).
11. Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat Per-10.000 Penduduk
Rasio ahli kesehatan masyarakat terhadap penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Panaikang tahun 2014 sebesar 0,25 persepuluhribu penduduk (1
orang).
12. Rasio Ahli Sanitasi Per-10.000 Penduduk
Rasio ahli sanitasi terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Panaikang tahun 2014 sebesar 0,25 persepuluhribu penduduk (1 orang).
13. Rasio Tenaga Teknisi Medis Per-10 .000 Penduduk
Rasio Teknisi Medis terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Panaikang tahun 2014 sebesar 0,50 persepuluhribu penduduk (2 orang).
4.5 Sarana pelayanan kesehatan yang ada
Adapun sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah di
wilayah kerja Puskesmas Panaikang terdapat 1 Puskesmas, 1 team Puskesmas
Keliling, 14 Posyandu, 2 Pustu terletak di Desa sanjai & Desa lasiai, serta 5
bidan desa sebagai penanggungjawab di tiap pustu Kelurahan/Desa.
4.6. Hasil Penyuluhan
Kegiatan Penyuluhan Demam Berdarah Dangue berhasil dan lancar
dilaksanakan tanpa kendala berarti dan mencapai tujuan yang diinginkan yakni
memberikan informasi kepada para siswa sekolah dasar di wilayah Puskesmas
Panaikang. Semua materi penyuluhan yang terdiri dari pengertian, penyebab,

20

penularan,tanda dan gejala, pencegahan serta penanganan Demam Berdarah


Dangue dapat disampaikan dengan baik dan lancar.
Sebelum penyuluhan dan pembagian leaflet dilakukan kami awali dengan
memberikan pertanyaan seputar materi penyuluhan untuk mengetahui tigkat
pengetahuan peserta. Pembagian leaflet materi dimulai pukul 10.00 WIB yang
dilakukan bersamaan dengan pengisian daftar hadir, kemudian peserta diberikan
materi sesuai susunan materi yang telah disiapkan oleh dokter intersip Puskesmas
Panaikang. Pada saat pemberian materi peserta terlihat sangat antusias dan
mendengarkan dengan seksama dari awal sampai akhir penyuluhan. Setelah
selesai pemberian materi penyuluhan diadakan sesi tanya jawab, disinilah terlihat
antusias peserta yang dinilai berdasarkan banyaknya pertanyaan yang diajukan.
Mereka cukup tertarik dengan materi yang disampaikan. Setelah acara penyuluhan
dan sesi tanya jawab selesai kegiatan selanjutnya adalah menanyakan kembali
pertanyaan yang sama. Hampir semua peserta sudah mengerti dan dapat
menjawab dengan benar karena sudah mendapat penjelasan sewaktu penyuluhan.
Pelaksanaan penyuluhan mengenai Demam Berdarah Dangue, dapat
dikatakan berhasil, dilihat dari indikator indikator evaluasi yang memenuhi
syarat dalam penilaian, walaupun masih ada beberapa kekurangan.

21

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Pelaksanaan

penyuluhan

yang

direncanakan

telah

dapat

direalisasikan dengan baik. Selama persiapan dokter internsip banyak


mendapat bantuan baik dari pihak Puskesmas Panaikang maupun guru
sekolah dasar di wilayah Puskesmas Panaikang. Proses penyuluhan
dengan menggunakan power point dan leaflet terbukti berhasil
meningkatkan pengetahuan para peserta mengenai DBD. Hal ini dapat
dilihat dari peningkatan kemampuan peserta dalam menjawab pertanyaan
yang diberikan sebelum dan sesudah penyuluhan.
5.2

Saran
Para peserta penyuluhan hendaknya menerapkan pengetahuan yang
mereka dapatkan,dalam kehidupan sehari hari.

22

DAFTAR PUSTAKA

Balitbangkes. 2004. Kajian Masalah Kesehatan : Demam Berdarah Dengue.


Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan, 2004.
Bermawie, N. 2005. Mengatasi Demam Berdarah dengan tamnaman Obat. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 28 (6): 1-3. http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wr286063.pdf.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Penyakit-Penyakit yang Ditularkan oleh
Nyamuk. www.depkes.go.id.
Deubel, V. 2001. The Encyclopedia of Arthropod-transmitted Infection.
Wallingford (UK): CAB International.
Dinas Kesehatan Jember. 2007. Kasus Demam Berdarah DengueTahun 20062007 Se Kabupaten Jember. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
Faziah A.S. 2004. Epidemiologi Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di Indonesia. USU digital library.
Gama, T.A., & Betty, R.F. 2010. Analisis faktor risiko kejadian demam berdarah
dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Eksplanasi, 5(2), hal.1-9,
http://www.kopertis6.or.id/journal/index.php/eks/article/viewFile/12/10
[diakses November 2012].
Koban, A.W. 2005. Kebijakan Pemberantasan Wabah Penyakit Menular: Kasus
Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB DBD).
www.theindonesianinstitute.com
Kristina. 2004. Demam Berdarah Dengue: Kajian Masalah Kesehatan. Jakarta:
Badan Litbangkes RI.
LIPI. 2006. Demam Berdarah Dengue. Info Ristek, Vol 4 No.1, 2006. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Lisdawati, 2012. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian
DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan

23

Terhadap Keberadaan Jentik Aedes Aegypti di Kelurahan Bagan Deli


Belawan Tahun 2012. USU digital library.
Nurhayati, Siti. 2005. Prospek Pemanfaatan Radiasi Dalam Pengendalian Vektor
Penyakit Demam Berdarah Dengue. Iptek Ilmiah Populer, Buletin Alara
Vol.7, No. 1&2, Agustus-Desember 2005.
Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. Demam Berdarah Dengue.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

You might also like