Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 3
Isnaini Nur Faizah
22020114120020
Melvina Larissa
22020114130120
Endang Susilowati
22020114120007
22020114130121
Adinda Elmi
22020114120011
A.14.2
BRONKOPNEUMIA
1. Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution) (Bennete, 2013)
2. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,
2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
b.
Pada bayi :
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
c.
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
terjadinya
missmatching)
yang
pergeseran
kemudian
fisiologis
menyebabkan
(ventilation-perfusion
terjadinya
hipoksemia.
5. Menifestasi klinis
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-40 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).
6. Factor risiko
Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena
penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan
kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.
Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,
yang satu merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada KKP,
Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu (WHO, 1989).
Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
7. Komplikasi
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga
terjadi bronkopneumonia pada anak. Berikut beberapa komplikasi dari
penyakit bronkopneumonia yaitu :
a. Otitis media
Terjadi apabila anak yang mengalami bronkopnemonia tidak segera
diobati sehingga jumlah sputum menjadi berlebih dan akan masuk ke
dalam tuba eustaci sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah.
b. Bronkiektase
Hal ini terjadi akibat bronkus mengalami kerusakan dan timbul
fibrosis juga terdapat pelebaran bronkus akibat tumpukan nanah.
c. Abses Paru
Rongga bronkus terlalu banyak cairan akibat dari infeksi bakteri dalam
paru paru.
d. Empiema
Anak yang mengalami bronkopneumonia, paru parunya mengalami
infeksi akibat bakteri maupun virus sehingga rongga pleuranya berisi
nanah.
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik head to toe pada anak dengan bronkopneumonia menurut
Riyadi, 2009:
1. Kepala
bentuk kepala
warna rambut
distribusi rambut
ada lesi atau tidak
hygiene
ada hematoma atau tidak
2. Mata
sklera berwarna merah (ada peningkatan suhu tubuh)
kaji reflek cahaya
konjungtiva anemis atau tidak
pergerakan bola mata
3. Telinga
simetris atau tidak
kebersihan
tes pendengaran
4. Hidung
ada polip atau tidak
nyeri tekan
kebersihan
pernafasan cuping hidung
fungsi penciuman
5. Mulut
warna bibir
mukosa bibir lembab atau tidak
mukosa bibir kering (meningkatnya suhu tubuh)
reflek mengisap
reflek menelan
6. Dada
Paru paru
Inspeksi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi : bentuk, lesi
Palpasi : Splenomegali, hepatomegali, nyeri tekan, nyeri lepas, turgor kulit <3
detik
Perkusi : Suara abdomen timpani
Auskultasi :Bising usus meningkat (normal 4-9x/menit)
7. Ekstremitas
pergerakan sendi terbatas (nyeri sendi)
kelelahan (malaise)
kelemahan
CRT <2 detik dan keluhan
8. Genetalia dan anus
kelengkap (laki-laki: penis, skrotum; perempuan: labia minora, labia mayora,
klitoris)
fungsi BAB
fungsi BAK
9. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status
pulmoner
b. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
d. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
e. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan
terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
f. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bacterial. Menurut
Ngastiyah; 1997; 41, pemeriksaan laborat didapatkan leukosit
meningkat mencapai 15.00-40.000/cm3, urine biasanya lebih tua dan
terdapat albuminuria ringan dan pada analisa gas darah tepi
menunjukkan asidosis metabolic dengan atau beberapa lobus
g. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki
keadaan
h. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
i. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;
Bradley et.al., 2011)
1.
Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.
b.
Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita
dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan
jantung
c. Pemberian
antibiotika
berdasarkan
mikroorganisme
a. ampicillin + aminoglikosid
b.
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak
Kasus :
Bayi K perempuan (10 bulan) dirawat diruang perawatan dengan diagnosa medis
bronkopneumia. Bayi hanya mau minum ASI sedikit-sedikit. Pada saat dilakukan
pengkajian bayi tampak sesak, pernapsan 50kali/menit, nadi 110 kali /menit. Suhu
tubuh 37C dan terpasang oksigen 2 liter / menit denan nasal kanul. Suara napas
ronchi diseluruh lapang paru, sering batuk. Perawat memberikan posisi kepala lebih
tinggi.
No. Diagnosis
1.
Keperawatan
Bersihan jalan
tidak
efektif
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Takipnea
biasanya
peningkatan
produksi
sputum.
status
:1) Mengkaji
Ventilation
Data Subjektif
frekuensi
derajat
patency
Data Objektif
bayi
Kriteria hasil:
tampak- Bayi menunjukkan jalan
sesak
pernapsan
50kali/menit,
adanya
bunyi
ronki.
menit
denan
nasal kanul.
Suara
bila perlu
lapang paru
Batuk
dan
frekuensi
ekspirasi
4) Memberikan
posisi
semi
efektif
dimanifestasikan
delegatif
mukolitik,
untuk
dahak
tidak
dapat
dengan adanya bunyi
nafas adventisius
tindakan
sehingga
mencairkan
mudah
Bronchodilator,
Hidrasi menurunkan
kekentalan sekret dan
dikeluarkan.
mempermudah
napas
ronchi diseluruh
melambat
dibanding inspirasi.
6) Melaksanakan
oksigen 2 liter /
dapat
terpasang
atau
memanjang
fowler.
37C
penerimaan
pada
Pernafasan
-Mampu mengidentifikasikan
ditemukan
nafas.
dapat
dan
7)
pengeluaran.
pasien
Pemberian
obat-
obatan
mengoptimalkan keseimbangan.
dahak memudahkan
pengerncer
nafas
9) Monitor respirasi dan status
O2
2.
Gangguan
gas
perubahanselama3x24 jam
b.d
membran
kapiler,
kapasitas
oksigen
gangguan
gangguan
pembawa
darah,
pengiriman
1) Mengkaji TTV
alveolus
2) Mengkaji
Kedalaman
b.
Respiratory
Status
frekuensi,
dan
tergantung
kemudahan
derajat
:pernafasan.
3) Mengobservasi warna kulit,
tanda
vital
dalam
respon
istirahat
pemberian
ventilasi,
dengan
dengan indikasi
hipoksemia.
Menghemat
penggunaan oksigen
perlu
tidur
demam/
-sesak hilang
jaringan
atau
tubuh
terhadap
dan tidur.
5) Kolaborasi
-oksigen
Sianosis
vasokontriksi
rentang normal
-menunjukan
status
menunjukkan
-Tanda
dan
kesehatan umum
Kriteria hasil:
4) Mempertahankan
pada
keterlibatan
paru
ventilation
oksigen
distres
pernafasan
Manifestasi
Mempertahankan
PaO2
Respiratory Monitoring
1) Monitor
rata
mmHg
rata,
di
atas
60
respirasi
2) Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan,
retraksi
otot
pola
nafas
3.
Intoleransi
berhubungan
kelemahan umum.
Mampu
toleran
aktivitas
memenuhi
anak
kebutuhan
bantuan
terhadapsehari-hari.
dalam
Anak membutuhkan
memenuhi
2) Menyarankan
keluarga
kebutuhannya
Aktifitas
yang
berlebih
akan
membutuhkan
3) Menyarankan
untuk
melakukan
secara
akan
bertahap.
aktivitas
menimbulkan
Dengan
aktifitas
yang
dilakukan
bertahap diharapkan
energi
yang
dikeluarkan
tidak
berlebih
5.
Kurang
berhubungan
penjelasan
penyakit
anak,
pengetahuan
keluarga
terhadap informasi
dapat
membantu
dalam
proses
perawatan anak
kriteria hasil :
mampu mengulang kembali
penjelasan yang diberikan.
2) Memotivasi
ibu
untuk
nutrisi
kurang
Ketidakseimbangan
sehingga
6.
Menambah
penyembuhan anak
ketidakmampuan
pemasukan
mencerna
atau
Fluid Intake
makanan
1)
Mengidentifikasi
faktor
dapat meningkatkan
dan muntah
ekonomi
atau
hangat
psikologis
Makanan
Adanya
kronis
kondisi
dapat
menimbulkan
malnutrisi, rendahnya
d.
pasien.
Nutrition Monitoring
terhadap
infeksi,
atau
lambatnya
terhadap terapi
malnutrisi
tahanan
1)
normal
2)
berat badan
3)
perubahan pigmentasi
6)
7)
respon
perkembangan
Daftar pustaka
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.http://emedicine.medscape.com/article/967822overview. (15 Maret 2015)
Bradley J.S., Byington C.L. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia
in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by
the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC
Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Terjemahan oleh Vidhia
Umami. 2006. Jakarta: Erlangga
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit
IDAI