You are on page 1of 25

Kepada yth

dr. Neni Sumarni, SpA

REFERAT

MORBILI
PEMBIMBING :
dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, Msi Med
dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.A
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, Msi Med
dr. Neni Sumarni, SpA
Penyusun :
Gazade Garcia Mulyadi
030.11.112

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
PERIODE 7 MARET 2016 14 MEI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan 2
BAB II. Tinjauan Pustaka
Definisi ...4
Etiologi. ..4
Epidemiologi5
Patofisiologi.6
Gejala Klinis8
Komplikasi..12
Penatalaksanaan . 13
Prognosis.... 13
Pencegahan.... 14
BAB III Kesimpulan 22
Daftar Pustaka 23

BAB I
PENDAHULUAN

Morbili (disebut juga rubeola, campak, red measles atau hard measles,)
merupakan penyakit virus menular dan menimbulkan dampak yang serius. Seseorang
yang tidak mendapat vaksin virus ini memiliki risiko lebih tinggi terkena morbili.
Morbili lebih sering terjadi pada seseorang yang rentan (mereka yang tidak pernah
terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak mendapat vaksin) yang melakukan
perjalanan. Morbili menular melalui kontak langsung melalui droplet infeksi maupun
penyebaran udara. Transmisi juga terjadi melalui kontak maupun sentuhan dengan
bahan yang terkontaminasi dan kemudian tersentuh mata, hidung, dan/atau mulut.
Transmisi morbili mulai dari 4 hari sebelum sampai 4 hari sesudah ruam kemerahan
muncul, maksimal terjadi mulai dari onset prodromal (atau gejala pertama) yaitu 3-4
hari setelah ruam kemerahan muncul.1
Morbili memiliki karakteristik berupa gejala prodromal selama 2-4 hari (ratarata 1-7 hari) yang ditandai dengan demam tinggi, gatal, mata berair dan flu. Dua atau
tiga hari setelah gejala prodromal muncul, maka akan timbul bercak koplik atau
bercak tipis putih dengan pusat berwarna kebiruan-putih ditengahnya (Kopliks
spot/tiny white with bluish-white centers) di mulut. Kemudian akan muncul ruam
kemerahan 3-5 hari setelah gejala prodromal, biasanya dimulai dari wajah ( di
belakang rambut), menyebar ke bawah (badan) kemudian lengan dan kaki. Setelah
ruam kemerahan muncul, biasanya akan muncul demam.1
Morbili merupakan penyakit yang sangat menular, diperkirakan 30% dengan
kasus morbili memiliki satu atau lebih komplikasi. Risiko berupa komplikasi hebat
sampai kematian lebih tinggi terjadi pada anak-anak 5 kali lebih besar dibandingkan
orang dewasa berusia 20 tahun maupun lansia. Komplikasi yang berat termasuk

diantaranya diare (8%), otitis media (7%), dan pneumonia (6%) yang disebabkan oleh
virus kebanyakan mengakibatkan kematian (60%).1
Morbili endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk
menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau
belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi
cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang yang telah terkena campak
akan memiliki imunitas seumur hidup.

Penyakit campak dapat terjadi dimana saja

kecuali di daerah yang sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili
tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada
peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada
anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-anak di bawah umur 15
bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat menginfeksi sekitar 30 juta orang
setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian. Berdasarkan data yang
dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak di Afganistan pada tahun
2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun 2006.2
Morbili merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, sehingga
penularan penyakit ini dapat dicegah atau dikurangi. Tujuannya untuk mencegah
komplikasi dan atau mengurangi angka kematian.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Morbili merupakan penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 4
stadium, yaitu stadium inkubasi, prodromal ( kataral ), stadium eksantematosa dan
stadium penyembuhan, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan
bercak koplik.1,2
Morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam
bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan
nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris, dan dalam bahasa Indonesia
penyakit ini disebut dengan penyakit campak. Morbili merupakan penyakit infeksi
yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut,
demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata,
kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan
deskuamasi dari kulit.1,2,3
2.2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh golongan paramyxovirus (Anonim), yaitu virus
RNA dari famili Paramixofiridae, genus Morbillivirus. Hanya satu tipe antigen yang
diketahui. Selama masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak,
virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif
selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi
dalam biakan embrio manusia. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri
dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi
dapat dideteksi bila ruam muncul.2,3,4

Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes semprotan selama masa


prodromal (stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum
diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10
sesudah pemajanan (mulai fase prodromal), pada beberapa keadaan awal hari ke 7
sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.2,3

Gambar 2.1. Virus Morbili


2.3. EPIDEMIOLOGI
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6
bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat
menderita morbili. Bila sang ibu belum pernah menderita menderita morbili ketika ia
hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia
menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin
melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat
badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1
tahun.2,3

2.4. PATOFISIOLOGI
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi
sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler.

Kelainan

ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva.
Penularannya secara droplet terutama selama stadium kataralis. Umumnya
menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.1,2,3,4
Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut.
Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan
bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring
meluas kedalam jaringan limfoid dan membrana mukosa trakeobronkial. Pneumonitis
interstisial akibat dari virus campak mengambil bentuk pneumonia sel raksasa Hecht.
Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.2,3,4

Gambar 2.2. Patofisiologi Morbili


7

Penelitian terbaru mengenai morbili, virus yang menjadi agen penyebab


diantaranya measles virus (MV), canine distemper virus (CDV),

rinderpest virus

(RPV), Peste des petits ruminants virus (PPRV). Virus ini melakukan replikasi pada
organ limfoid yang kemudian menekan sistem imun yang ditandai dengan
limpopenia. CD46 merupakan molekul pertama yang ditemukan sebagai reseptor
morbili, CD46 juga sebagai reseptor in vivo. Virus ini kemudian memberi signal ke
limfosit yang selanjutnya akan mengaktivasi SLAM, yang diketahui juga sebagai
CD150 yang merupakan reseptor selular dari virus-virus ini. Protein SLAM tidak
hanya berfungsi sebagai co-reseptor untuk aktivasi limfosit dan/atau adhesi, tetapi
juga memiliki fungsi sebagai reseptor selular untuk jalan masuk virus morbili
(cellular entry receptors).4
2.5. GEJALA KLINIS1,2,3,5
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih
sebagai waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang
masa inkubasi dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 910 hari dari hari infeksi dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam. Penyakit ini
dibagi dalam 4 stadium, yaitu :
1. Masa Inkubasi
2. Stadium Kataral (Prodromal).
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 C),
malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di
mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah
tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian

menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan
leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada
bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2
minggu terakhir.

Gambar 2.3. Kopliks Spot


3. Stadium Eksantematosa.
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.
Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan.
Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di belakang
telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.
Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan
seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai
diare dan

muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah black measles, yaitu morbili
yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

Gambar 2.4. Ruam Kemerahan (rash)


4. Stadium penyembuhan.
Erupsi

berkurang

meninggalkan

bekas

yang

berwarna

lebih

tua

(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi


pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini
merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan
eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun
sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

10

Gambar 2.5. Stadium Konvalesensi (ruam hiperpigmentasi)


2.6. DIAGNOSIS BANDING2,5,6
1. German Measles.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di
daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema Subitum.
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum
(eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum
tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung
untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan
keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam
biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak adanya batuk
atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali
penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam
yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak
11

ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler halus
difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa
relatif mudah dibedakan.
2.7. KOMPLIKASI
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat
replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain2,3,4,6,7:
Otitis Media Akut : Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.
Ensefalitis
Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak
atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup,
pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah
infeksi campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan
virus campak hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis. SSPE jarang terjadi hanya
sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun setelah infeksi dimana lebih dari
50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun pertama umur
kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak
memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi
campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
Bronkopneumonia
Dapat

disebabkan

oleh

virus

morbilia

atau

oleh

Pneuomococcus,

Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian


bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit
menahun misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.
Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang
akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

12

Aktivasi tuberkulosis laten.

Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom GuillainBarre, dan lain-lain.

2.8. PENATALAKSANAAN2,3,7
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap
komplikasi yang timbul:
1. Istirahat.
2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..
3. Medikamentosa :
- Antipiretik : parasetamol 7,5 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8jam.
- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 100 mg tiap 2-6 jam,
dosis maksimum 600 mg/hari.
- Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu,narcotic
antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
- Mukolitik bila perlu.
- Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat
bermanfaat.
2.9. PROGNOSIS2
Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada
komplikasi.

13

PENCEGAHAN
1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih
dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan
dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi
sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.4
2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang
terkena penyakit campak, yaitu :

Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan

imunisasi campak untuk semua bayi.


Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada
semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi
sampai jangka waktu 4-5 tahun.

3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan
ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas
penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :

Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk


sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada
ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan
pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari

14

keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien

dengan
risiko tinggi lainnya.4
Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya

diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.4


Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.

4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi
dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier
yaitu :

Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak


Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas
mereka.

IMUNISASI CAMPAK
a. Definisi
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah
suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi.
.Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya
menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakityang
serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman.
Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek

15

samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit
masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit
campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang
ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi campak,minimal
dua kali yakni semasa usia 9 bulan - 59 bulan dan masa SD (6 - 12tahun).
Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan imunisasi
rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit campak sampai 48%.
Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu
menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasinya seperti radang paru
(pneumonia); diare, radang telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis)
terutama pada anak dengan gizi buruk. Hingga kini penyakitcampak masih
menjadi penyebab utama kematian anak di bawah umur 1 tahun dan Balita umur
1 - 4 tahun di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 30.000anak/tahun meninggal
karena komplikasi campak. Selain itu, campak berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) atau wabah. Imunisasi adalah jalan utama untuk mencegah dan
menurunkan angka kematian anak-anak akibat campak.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi
aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody sendiri.
Contohnya adalah imunisasi polio atau campak.
Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga
kadar antibodi dalamtubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti
Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah
yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa
kandungan,misalnya antibodi terhadap campak.
b. Jenis vaksin campak
16

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70,
dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin.
Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan
pelarut steril yang tersediasecara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah
memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.

Gambar 2. Vaksin MMR


Vaksin Campak beku-kering harus disimpan pada suhu dibawah 8C (kalau
memungkinkan di bawah 0 C) sampai ketika vaksin akandigunakan. Tingkat
stabilitas akan lebih baik jika vaksin (bukan pelarut)disimpan pada suhu -20 C.
Pelarut tidak boleh dibekukan tetapidisimpan pada kondisi sejuk sampai dengan
ketika akan digunakan.Vaksin harus terlindung dari sinar matahari.
Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali; 1kali di usia
9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai
jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit
campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak,maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi
MMR (Measles Mump Rubella). Vakin ini diberikan secara intramuscular. Lokasi
penyuntikannya sebaiknya pada daerah paha anak. Vaksin campak yang telah
dilarutkan hanya dapat bertahan selama 3 jam, setelah itu tidak dapat digunakan
lagi.
Efek samping dari vaksinasi ini , yaitu demam ringan dan kemerahan selama
3 hari yang dapat terjadi 8 - 12 hari setelah vaksinasi. Terjadinya Encephalitis
17

setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan 1 kasus per 1


juta dosis yang diberikan.
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin
campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisas ianak yang
mengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau
diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai
kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat
terhadap kanamycin dan erithromycin. Karena efek vaksin virus campak hidup
terhadap janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk kontraindikasi.
Vaksin Campak kontraindikasi terhadap individu-individu yang mengidap
penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan
respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized malignancy.
Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala ataupun tanpa gejala
harus diimunisasi vaksin campak sesuai jadwal yang ditentukan.
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KNPP KIPI),
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa
42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus
campak vaccine- strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan
polio paralitik

serta

infeksi

virus

polio

vaccine-strain

pada

resipien

nonimunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).


Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang
(adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin.
Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping
(side-effects), interaksi obat,intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang
umumnya secaraklinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi

18

idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi
merupakan kepekaan seseorang terhadap unsure vaksindengan latar belakang genetic.
Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza,
dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain
yang terkandung dalam vaksin.
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat
dibagimenjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya.Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya. Gejala lokal
antara lain Abses pada tempat suntikan, Limfadenitis, reaksi lokal lain yang berat,
misalnya selulitis. Gejala sistemik seperti kelumpuhan akut, enfalopati, ensefalitis,
kejang, dan meningitis, urtikaria, dermatitis, edema, reaksi anafilaksis, Syok
anafilaksis, artralgia, demam tinggi >38,5C, episode hipotensif-hiporesponsif,
osteomielitis, sindrom syok septis.

19

JADWAL IMUNISASI 2010


REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)

20

21

V. KESIMPULAN
Penyakit campak disebabkan oleh virus morbilli. Tanda khasnya berupa
Koplik spot di selaput lendir pipi, dan rash kulit yang muncul pada hari ke 14 setelah
terpapar virus campak.Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap
penyakit campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang disebabkan oleh virus
yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi campak. Jumlah
pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali
di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena
antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).

22

DAFTAR PUSTAKA

1.

Marcdante K, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke enam.


Campak (RUBEOLA). Singapore: Elsevier, 2011. P.402-407.

2.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi
I. Jakarta: IDAI, 2004.

3.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis. Jakarta: IDAI,
2004.

4.

Sannat C, Chandel BS, Chauhan HC, dadawala AI. Morbilli virus and SLAM/CD
150 Receptors. International Journal of Pharmaceutical Research and Bioscience.Volume 1 (4) : 19-41, 2012.

23

5.

Penyakit Tropik dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid
FKUI 2000.

6.

Atom. Campak. http://www.Medlinux.blogspot.com. [diakses 25 Agustus 2015]

7.

Haryowidjojo. Demam Campak. Http://www.Pediatrik.com. [diakses 25 Agustus


2015]

24

You might also like