You are on page 1of 8

PROSEDUR

Isolasi sampel

Sampel 1 g
Kloroform

Setelah dilarutkan lalu


masukan tabung sentrifuge
dan lakukan vortex

Setelah tersari semua, add 50 ml


kloroform
kemudian
dititrasi
dengan metode kompleksometri
tidak langsung

Kemudian
disetrifuge
selama 10
menit kedalam
alat sentrifuge

Lalu didekantasi antara


fase atas dan bawah
diambil larutan atas.

Penetapan Kadar Sampel


Pembakuan EDTA

Timbang 60 mg ZnSO4 secara


kuantitatif

+ 60 mg ZnSO4

Titrasi dengan EDTA hingga warna biru. Lakukan triplo

+ 10 ml aquades
+ 2 ml buffer salmiak
+ 3 tetes indikator EBT

Penetapan Kadar sampel


+ 10 ml sampel
+ 2 ml buffer salmiak
+ 3 tetes indikator
EBT

Titrasi dengan EDTA hingga warna biru. Lakukan triplo

DATA PENGAMATAN
1. Standarisasi EDTA
Berat ZnSO4
60 mg
60 mg
60 mg
Rata-rata : 60 mg

Volume EDTA
6,8 ml
6,7 ml
6,6 ml
6,7 ml

2. Penetapan Kadar Sampel


Volume Sampel
10 ml
10 ml
10 ml
Rata-rata : 10 ml

PERHITUNGAN
1. Standarisasi EDTA

Volume EDTA
4,6 ml
4,8 ml
4,7 ml
4,7 ml

M EDTA=

mg Zink Sulfat
BE Zink Sulfat Volume EDTA

M EDTA=

60
161 6,7

60
1078,7

0,05 M

2. Penetapan Kadar Sampel


Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan EDTA
Volume EDTA M EDTA
V=
M ZnS O 4

4,7 0,05
0,05

4,7 ml
Volume ZnSO4 yang bereaksi dengan sampel
Volume ZnSO 4 berlebihVolume ZnSO 4 dengan EDTA
=
= 10 ml4,7 ml=5,3 ml
M Sampel=

Volume EDTA M EDTA


V Sampel

4,7 0,05
10

0,0235 M
gram Sampel=M BM V

0,0235 194,1906 0,05


0,228 g

Kadar Analit =

0,228
100
1

22,8

Bobot analit
100
Analit yang diisolasi

DOKUMENTASI

Sampel Kafein 7E

Sentrigufe

Fortex

Hasil Titrasi Standarisasi


EDTA

Hasil Titrasi Sampel


PEMBAHASAN
Pada tanggal 15 April 2016 telah dilakukan praktikum Kimia Farmasi
Analisis II berjudul Senyawa Golongan Xantin. Tujuan praktikum ini untuk
mengetahui kadar senyawa golongan xantin yang terkandung dalam sampel yang
diberikan. Sampel untuk praktikan adalah kafein dengan kode 7E, berbentuk
serbuk halus warna putih.

Gambar 1. Rumus Struktur Kimia Kafein

Analisa kuantitatif atau penetapan kadar sampel dapat dilakukan dengan 2


cara, yaitu menggunakan alat instrumen, seperti spektrofotometri UV-Vis dan
konvensional, seperti titrasi. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah
titrasi komplesometri tidak langsung. Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.

Atom N dari kafein mempunyai pasangan elektron bebas bertindak sebagai ligan,
yaitu molekul sederhana yang bertindak sebagai donor pasangan elektron (basa
Lewis) sehingga dapat membentuk ikatan kompleks berupa ikatan kovalen
koordinasi dengan logam.
Hal yang pertama dilakukan adalah penimbangan sampel yang akan diuji,
sehingga dapat diketahui beratnya secara kuantitatif, yaitu 1 gram. Sebelum
penentuan kadarnya, terlebih dahulu dilakukan isolasi yang bertujuan untuk
memisahkan analit (kafein) dari matriksnya.
Menurut literatur, kafein mudah larut dalam kloroform, sehingga untuk
menarik kafein dari matriksnya digunakan kloroform. Setelah itu, dilakukan
vortex bertujuan memberikan peluang kontak antara analit dengan pelarut
sehingga dapat larut merata dan sentrifuge yang bertujuan untuk memisahkan
analit dan matriksnya berdasarkan bobot jenis yang berbeda, sehingga didapatlan
filtrat yang merupakan kafein dan residu berupa matriksnya. Proses isolasi ini
dilakukan beebrapa kali sampai uji kualitatif menggunakan pereaksi FeCl 3
menunjukan hasil negatif, yang berarti tidak terdapat kafein pada filtrat.
Besi (III) Klorida (FeCl3) merupakan pereaksi dengan kandungan logam
berat, yaitu Fe3+ yang akan bereaksi dengan kafein membentuk ikatan kompleks,
sehingga timbul perubahan warna menjadi jingga.
Proses analisis metode kompleksometri yang dilakukan adalah metode
titrasi tidak langsung atau titrasi kembali dimana kelebihan ZnSO 4 dititrasi dengan
EDTA. Metode titrasi tidak langsung atau titrasi kembali di pilih karena
mengingat kadar kafein pada umumnya di dalam sediaan farmasi relatif kecil.

Pada tahapan pertama penentuan kadar kuinin sulfat ini dilakukan


standarisasi EDTA (Etilen Diamin Tetraasetat Acid). Hal ini karena EDTA
merupakan larutan baku sekunder yang tidak stabil, sehingga perlu distandarisasi
dengan baku primer untuk mengetahui kadar sebenarnya. Baku primer yang
digunakan yaitu ZnSO4 dan indikatornya EBT (Eriochrome Black T). Pada
prosesnya, ZnSO4 yang di beri indicator EBT dititrasi sampai terjadi perubahan
warna merah ungu sampai biru. Berdasarkan hasil pengamatan didapat volume
titran 6,7 ml sehingga diperoleh bahwa EDTA 0,05 M, hasil ini sesuai dengan
kadar EDTA yang dibuat, menunjukan tidak ada perubahan berarti dari EDTA
sejak dibuat sampai dipakai untuk titrasi.
Pada penentuan kadar kuinin sulfat ini digunakantitran EDTA, karena
EDTA berpotensi sebagai ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan
sebuah ion logam melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya. Oleh sebab
itu pada saat penentapan kadar kuinin sulfat ini sampel di tambahkan dengan
logam berlebih yaitu ZnSO4 yang selanjutnya ditambahkan larutan penyangga
buffer salmiak yang bertujuan untuk mempertahankan pH dan selanjutnya di tetesi
dengan indikator EBT. pH larutan harus tetap dijaga, karena perubahan warna
indikator EBT tergantung pada proses serah terima proton pada gugus asam
sulfonat yang akan menghasilkan perubahan warna yang berbeda pada pH
tertentu. Oleh karena itu, harus ditambahkan larutan buffer, dalam hal ini buffer
salmiak pH 10 supaya perubahan warna merah anggur menjadi biru yang
dijadikan sebagai titik akhir titrasi dapat tercapai. Indikator tersebut akan
terdisosiasi melepaskan 2 atom hidrogennya dan mengikat ion Zn 2+ dalam air. Hal
ini mengakibatkan perubahan warna bening menjadi merah anggur. Pada reaksi

kompleks, indikator EBT bereaksi dengan EDTA yang menghasilkan perubahan


warna larutan dari merah anggur menjadi biru, didapat volume titran 6,7 ml
sehingga didapat M EDTA = 0,005 M, hasil ini sesuai dengan kadar awal
dibuatnya, menunjukan larutan EDTA masih stabil.
Berdasarkan hasil pengamatan pada penetapan kadar sampel diperoleh
volume titran rata-rata 4,7 ml sehingga diperoleh kadar 0,0235 M dengan berat
0,228 g dan persentase 22,8%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa kadar sampel kafein dengan
kode 7E adalah 45,6%.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Depdiknas
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi
Kelima. Jakarta: Depdiknas
Gholib, Ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis.UGM:Yogyakarta.
Khopkar, S.M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI press
Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: UGM
Vogel. 1996. Buku Teks Analisis Anorganik Kuantitatif. Jakarta : PT.
Kalman Media Pusaka

You might also like