Professional Documents
Culture Documents
undefined undefined
A. Definisi Katarak
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan
B. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3.
Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)
dan
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
gangguan
dengan
bukannya
Hasilnya
adalah
pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau
putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
Peka terhadap sinar atau cahaya.
Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Kesulitan melihat pada malam hari
Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
E.Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus
yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari
1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-
penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia,
lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat
kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a) Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak
terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai
dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ).
Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia
oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap
untuk
waktu
yang
lama.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum
mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata
depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c) Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil
desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang
pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d)
Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma
fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4) Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
5) Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada
lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia
lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta:
Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<
<<
<<<
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma
F. Penatalaksanaan katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,
tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan
jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika
katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris
2. Badan silier
3. Koroid
2.
3. Indikasi optic
: Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3m
didapatkan hasil visus 3/60.
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya
itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.
2. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti
nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai
waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata
baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya,
tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi
keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan
dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan
palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi
bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan
dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan
intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis,
biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu,
kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi.
Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea,
kamera
anterior,
iris,
dan
pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah :
a. Melakukan
obsevasi
keadaan
umum
mata
dari
jauh.
b. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata
diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
c. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda
asing.
H. PemeriksaanDiagnostik
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan)
2. Lapang penglihatan
3. Pengukuran tonografi
4. Test provokatif
5. Pemeriksaanoftalmoskopi
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
7. Test toleransi glaukosa/ FBS
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan strabismus dan bila katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi penyakit
berupa
glukoma
dan
uveitis.
J. Pencegahan Katarak
a. Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang
mempercepat terbentuknya katarak.
b. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi
jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c.
d.
DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
1. Klien mengatakan penglihatan kabur 1. Hasil pemeriksaan fisik dengan
seperti berawan, padahal sudah
selaput putih
Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
Hasil pemeriksaan : BB : 78 kg dan
GDS terakhir 210
Kemungkinan klien terlihat sulit untuk
2.
a)
b)
sinistra.
2. Klien mengatakan sudah 2 tahun ini c)
d)
mempunyai Diabetes Melitus, dan
3.
menjalankan pengobatan secara teratur4.
5.
3. Klien mengatakan tidak mengerti
minus 2.5 pada orbita dextra dan
beraktivitas.
kenapa sampai mengalami katarak
4. Kemungkinan klien mengatakan cemas6. Kemungkinan klien wajahnya
memikirkan biaya untuk operasinya.
5. Kemungkinan klien mengatakan
kesulitan untuk beraktivitas
6. Kemungkinan klien mengatakan
penglihatannya tidak jelas
7. Kemungkinan klien mengatakan jika
terkena sinar/paparan matahari
menyilaukan mata
8. Kemungkinan klien mengatakan jika
melihat sesuatu berbayang-
tampak gelisah
7. Kemungkinan klien terlihat terus
bertanya-tanya dengan
pertanyaan yang sama.
8. Kemungkinan klien terlihat
bingung.
9. Kemungkinan klien terlihat
cemas.
10. Kemungkinan klien terlihat takut
11. Kemungkinan klien terlihat tegang.
12. Kemungkinan klien terlihat
ANALISA DATA
No.
Tanggal
Data Fokus
Masalah
Ditemuk
Keperawat
an
an
DS :
PRE OPERASI
Gangguan
Etiologi
af
Gangguan
Klien mengatakan
persepsi
penerimaan
penglihatan kabur
sensori-
sensori/stat
seperti berawan,
perseptual
us organ
penglihatan.
indera
menggunakan kaca
ditandai
dengan
menurunnya
dan sinistra
Kemungkinan klien
ketajaman
mengatakan kesulitan
untuk beraktivitas
Par
penglihatan.
Kemungkinan klien
mengatakan
penglihatannya tidak
jelas
Kemungkinan klien
mengatakan jika
terkena sinar/paparan
matahari menyilaukan
mata
Kemungkinan klien
mengatakan jika
melihat sesuatu
berbayangbayang/menjadi dua
bayangan
DO:
Hasil pemeriksaan
fisik dengan
opthalmoscope bagian
kornea ada selaput
putih
Kemungkinan klien
terlihat sulit untuk
beraktivitas.
DS
Perubahan
Klien mengatakan
pada status
cemas memikirkan
kesehatan.
biaya untuk
Ansietas.
operasinya.
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
takut tidak berhasil
menjalankan
operasinya
Kemungkinan klien
mengatakan gelisah
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
terhadap penyakit yang
dideritanya.
DO
Kemungkinan
terlihat wajah klien
tampak gelisah.
Kemungkinan klien
terlihat tegang.
Kemungkinan klien
terlihat memfokuskan
terlihat cemas.
Kemungkinan klien
terlihat takut
DS :
Kurang
kurang
Klien mengatakan
Pengetahuan.
informasi
tentang
sampai mengalami
penyakit.
katarak
Kemungkinan klien
mengatakan takut akan
kondisinya.
Kemungkinan klien
mengatakan tidak tahu
sama sekali tentang
penyakitnya.
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
terhadap penyakit yang
dideritanya apakah
sembuh/tidak
DO:
Kemungkinan wajah
tampak gelisah
Kemungkinan klien
terlihat terus bertanyatanya dengan
Luka pasca
Kemungkinan klien
operasi.
operasi.
Kemungkinan klien
mengatakan tidak
tahan ternhadap
nyerinya
DO :
Vital sign :
a) TD : 140/90 mmHg
b) N: 84x/menit
c) T
:37,4 0c
d) RR: 24x/menit
Kemungkinan skla
nyeri (6)
Kemungkinan klien
terlihat menahan rasa
sakit.
Kemungkinan klien
terlihat merintih
kesakitan ( nyeri )
DS
Resiko tinggi
Keterbatasa
Klien mengatakan
terhadap
penglihatan kabur
cidera.
penglihatan.
seperti berawan,
padahal sudah
menggunakan kaca
mata plus 1 dan minus
2.5 pada orbita dextra
dan sinistra
Kemungkinan klien
mengatakan kesulitan
untuk beraktivitas
Kemungkinan klien
mengatakan
penglihatannya tidak
jelas
Kemungkinan klien
mengatakan jika
melihat sesuatu
berbayangbayang/menjadi dua
bayangan
DS :
Kemungkinan klien
invasif
mengatakan badannya
(operasi
katarak).
beberapa hari
kemudian
DO :
a)
b)
c)
d)
7
Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
DS :
Resiko
kurang
Kemungkinan klien
ketidak
pengetahuan
efektifan
, kurang
penatalaksan
sumber
aan regimen
pendukung.
terapeutik.
mengatakan berasal
dari keluarga kurang
mampu.
DO :
Kemungkinan klien
dan keluarganya
tampak masih bingung
dengan perawatan luka
post operasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.
Diagnosa keperawatan
Tanggal
Tanggal
1.
ditemukan
12 05 /
Teratasi
15 05 /
2013
2013
12 05 /
15 05 /
3.
kesehatan.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi
2013
12 05 /
2013
12 05 /
4.
tentang penyakit
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
2013
15 05 /
2013
18 05 /
5.
Resiko
2013
15 05 /
2013
18 05 /
6.
Keterbatasan penglihatan.
Risiko infeksi b.d Prosedur invansif
2013
15 05 /
2013
18 05 /
7.
( operasi katarak )
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan
2013
15 05 /
2013
18 05 /
2013
2013
tinggi
terhadap
cidera
b.d
Diagnos
Tujuan
Kriteria hasil
Keperaw
atan
Gangguan
Setelah
persepsi
dilakukan
gangguan
sensori-
tindakan
sensori danber
perseptual
keperawa
kompensasi
penglihata
tan
terhadap
Mengenal
n b.d
selama
Gangguan
3x24 jam
penerimaa
diharapka
perubahan.
Intervensi
1. Kaji ketajaman
Mengidentifikasi n.
3. Observasi tanda/memperbaiki
Rasional
1. Kebutuhan
dan pilihan
intervensi
bervariasi
sebab
kehilanganpe
nglihatan
terjadi
sensori/st
masalah
potensial
atus organ
presepsi
bahaya dalam
indera
sensori
lingkungan.
ditandai
penglihat
dengan
an
menurunny teratasi
a
ketajaman
penglihata
n.
tandadisorientasi. lambatdan
4. Pendekatan dari
progresif.
sisi yangtak
2. Memberikan
dioperasi,
peningkatank
bicaradengan
enyamanan
menyentuh.
5. Ingatkan klien
dan
kekeluargaan,
menggunakan
menurunkan
kacamata katarak
yang tujuannya
cemas dan
disorientasip
memperbesar
asca operasi.
kurang lebih 25%,3. Terbangun
penglihatan
perifer hilang.
6. Letakkan barang
yang
dibutuhkan/posis
i bel pemanggil
dalam
jangkauan/posisi
yang sehat.
dalam
lingkungan
yang tidak
dikenal dan
mengalamiket
erbatasan
penglihatanda
pat
mengakibatka
nkebingungan
terhadap
orang tua.
4. Memberikan
rangsangsens
ori tepat
terhadapisola
si dan
menurunkanb
ingung.
5. Perubahan
ketajaman
dankedalama
n persepsi
dapat
menyebabkan
bingung
penglihatan
dan
meningkatkan
resiko cedera
sampai
pasien belajar
untuk
mengkompen
6.
sasi.
Memungkinka
n
pasienmelihat
objek lebih
mudah dan
memudahkan
panggilan
untuk
pertolongan
biladiperlukan
Ansietas
Setelah
b.d
dilakukan
Pasien
mengungkapkan
1. Kaji tingkat
kecemasan
.
1. Derajat
kecemasan
Perubahan
tindakan
dan
akan
pada
keperawa
mendiskusikan
adanya tanda-
dipengaruhi
status
tan
rasa
bagaimana
kesehatan.
selama
cemas/takutnya
3x24 jam
diharapka
n : tidak
terjadi
kecemas
an pada
klien dan
tidak ada
perubaha
n status
kesehata
n.
.
Pasien tampak
nonverbal.
2. Beri kesempatan
rileks tidak
tegangdan
isipikiran dan
melaporkan
perasaan
berkurang
sampai pada
tingkat dapat
diatasi.
tersebut
pasien untuk
mengungkapkan
kecemasannya
informasi
diterima oleh
2.
Mengungkapk
takutnya.
3. Observasi tanda
an rasa takut
secara
vital
terbuka
danpeningkatan
dimana rasa
respon fisik
pasien.
4. Beri penjelasan
pasien tentang
takut dapat
ditujukan.
3. Mengetahui
prosedur tindakan
operasi,
pasienterhadap
ruangan,petugas,
dan
peralatanyang
akan digunakan.
6. Beri penjelasan
dansuport pada
fisiologis
ditimbulkan
akibatnya.
5. Lakukan
danperkenalan
respon
yang
harapandan
orientasi
individu.
akibat
4.
kecemasan.
Meningkatkan
pengetahuan
pasien dalam
rangka
mengurangi
kecemasan
dan
kooperatif.
pasien
5. Mengurangi
padasetiap
kecemasan
melakukan
dan
prosedurtindakan. meningkatkan
pengetahuan.
6. Mengurangi
perasaan
takutdan
cemas.
3
Kurang
Setelah
pengetahu
dilakukan
menyatakan
tentang kondisi
meningkatkan
an b.d
tindakan
pemahaman
individu,
pemahaman
Kurang
keperawa
mengenai
prgnosis, tipe
dan
informasi
tan
kondisi/proses
tentang
selama
penyakit &
penyakit.
3x24 jam
pengobatan.
diharapka
n:
Klien
lebih
mengerti
akan
penyakitn
ya
Klien
1. Kaji informasi
1.
prosedur/lensa.
2. Informasikan
meningkatkan
kerja sama
pasien untuk
menghindari tetes
dengan
perawat.
mata yang dijual 2. Dapat
bebas.
3. Tekankan
pentingnya
evaluasi
perawatan rutin.
Beri tahu untuk
bereaksi
silang/campu
r dengan obat
yang
diberikan.
3. pengawasan
melaporkan
periodik
penglihatan
menurunkan
berawan.
4. Anjurkan pasien
menghindari
membaca,
berkedip;
risiko
komplikasi
serius.
4. aktivitas
yang
mengangkat
menyebabkan
berat, mengejan
mata
saat defekasi,
lelah/regang,
membongkok
manuver
pada panggul,
Valsalva, atau
meniup hidung.
meningkatkan
TIO dapat
mempengaru
hi hasil bedah
dan
mencetuskan
Nyeri b.d
Luka
perdarahan.
1. Nyeri
Setelah
pasca
operasi.
keperawa
tan
selama
3x24 jam
diharapka
n : nyeri
berkurang
, hilang
dan
terkontrol
.
intensitas nyeri,
rentang skala.
2. Pantau TTV.
3. Berikan tindakan
kan dan
ditoleransi
secara
individual.
kenyamanan.
2. Kecepatan
4. Beritahu pasien
jantung
bahwa wajar
biasanya
saja , meskipun
meningkat
lebih baik untuk
karena nyeri.
meminta
3.
analgesik segera
meningkatkan
setelah
relaksasi.
ketidaknyamanan 4. adanya nyeri
menjadi
menyebabkan
dilaporkan.
tegangan otot
yang
Kolaborasi :
5. Berikan obat
sesuai indikasi
menggangu
sirkulasi
memperlamb
at proses
penyembuhan
dan
memperberat
nyeri.
5. Rasionalisasi
: Untuk
mengontrol
nyeri adekuat
dan
menurunkan
tegangan.
1. Diskusikan apa1. Membantu
Resiko
Setelah
tinggi
dilakukan
pemahaman
yang terjadi
mengurangi
terhadap
tindakan
factor yang
pada
rasa takut
cidera b.d
keperawa
terlibat dalam
pascaoperasi
dan
Keterbatas
tan
kemungkinance
tentang nyeri,
meningkatk
an
selama
pembatasan
an kerja
aktivitas,
sama dalam
penampilan,
pembatasa
penglihata
n.
Menyatakan
dera
3x24 jam Mengubah
diharapka lingkungan
n:
sesuai indikasi
cedera
untuk
dapat
meningkatkan
dicegah
keamanan
balutan mata.
2. Beri pasien
posisi
n yang
diperlukan.
2. Istirahat
bersandar,
hanya
kepala tinggi
beberapa
atau miring ke
menit
sampai
sakit sesuai
beberapa
keinginan.
3. Batasi
jam pada
bedah
aktivitas
rawat jalan
seperti
atau
menggerakkan
menginap
kepala tiba-
semalam
tiba,
bila terjadi
menggaruk
komplikasi.
mata,
Menurunka
membongkok.
4. Ambulasi
n tekanan
pada mata
dengan
yang sakit,
bantuan;
meminimal
berikan kamar
kan risiko
mandi khusus
perdarahan
bila sembuh
atau stres
dari anastesi.
pada
jahitan/jahit
an terbuka.
3.
Menurunka
n stres
pada area
operasi/me
nurunkan
TIO.
4.
Memerlukan
sedikit
regangan
daripada
penggunaa
n pispot,
yang dapat
meningkatk
6
Risiko
Setelah
infeksi b.d
dilakukan
tanda-tanda
pentingnya
jumlah
efek
tindakan
infeksi seperti
mencuci tangan
bakteri pada
samping
keperawa
kemerahan dan
sebelum
tangan,
prosedur
tan
iritasi.
menyentuh /
mencegah
invasive.
selama
3x24 jam
diharapka
n : tidak
terjadi
infeksi.
Tidak ada
1. Diskusikan
an TIO.
1. Menurunkan
mengobati mata.
2. Gunakan /
kontaminasi
area operasi.
tunjukkan tekhnik 2. Tekhnik
yang tepat untuk
aseptik
membersihkan
menurunkan
bola mata.
3. Tekankan
pentingnya tidak
menyentuh /
menggaruk mata
yang dioperasi.
4. Berikan obat
sesuai indikasi.
Kolaborasi :
5. Berikan obat
sesuai indikasi.
resiko
penyebaran
bakteri dan
kontaminasi
silang.
3. Mencegah
kontaminasi
dan
kerusakan
sisi operasi.
4. Digunakan
untuk
menurunkan
inflamasi.
5. Sediaan
topikal
digunakan
secara
profilaksis,
dimana
terapi lebih
diperlukan
bila terjadi
7
Resiko
Setelah
ketidakefe
dilakukan
mengidentifikasi
pengetahuan
modalitas
ktifan
tindakan
kegiatan
pasien tentang
dalam
penatalaks
keperawa
keperawatan
perawatan paska
pemberian
anaan
tan
rumah (lanjutan)
regimen
selama
yang diperlukan
terapeutik
b.d kurang
diharapka
menyatakan
pengetahu
n:
siap untuk
an, kurang
perawata
mendampingi
sumber
n rumah
klien dalam
pendukung
berjalan
melakukan
kesiapan klien
. Yang
efektif.
perawatan
paska
ditandai
dengan,
pertanyan
atau
peryataan
salah
konsepsi,
tak akurat
mengikuti
Klien mampu
1. Kaji tingkat
infeksi.
1. Sebagai
hospitalisasi.
2. Terangkan cara
pendidikan
kesehatan
penggunaan obatobatan.
3. Berikan
kesempatan
tentang
perawatan di
rumah.
2. Klien
bertanya.
4. Tanyakan
mungkin
mendapatkan
obat tetes
atau
hospitalisasi.
5. Identifikasi
kesiapan
keluarga dalam
perawatan diri
klien paska
hospitalisasi.
6. Terangkan
berbagai kondisi
salep(topical)
.
3.
Meningkatkan
rasa percaya,
rasa aman,
dan
mengeksplora
si
instruksi,
terjadi
yang perlu
pemahaman
dikonsultasikan.
serta hal-hal
komplikasi
yang mungkin
yang dapat
belum
dicegah
dipahami.
4. Respon
verbal untuk
meyakinkan
kesiapan
klien dalam
perawatan
hospitalisasi.
5. Kesiapan
keluarga
meliputi
orang yang
bertanggung
jawab dalam
perawatan,
pembagian
peran dan
tugas serta
penghubung
klien dan
institusi
pelayanan
kesehatan.
6. Kondisi yang
harus segera
dilaporkan :
Nyeri pada
dan disekitar
mata, sakit
kepala
menetap.
Setiap nyeri
yang tidak
berkurang
dengan obat
pengurang
nyeri.
Nyeri disertai
mata merah,
bengkak,
atau keluar
cairan :
inflamasi dan
cairan dari
mata.
Nyeri dahi
mendadak.
Perubahan
ketajaman
penglihatan,
kabur,
pandangan
ganda,
selaput pada
lapang
penglihatan,
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). buku saku patofisiologi. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
desinfeksi dan menyimpan lensa kontak. Bias terjadi pada bukan pemakaian lensa kontak setelah
terpapar air/tanah tercemar. Gejala awalnya rasa sakit, kemerahan dan fotofobia. Pandangan
menjadi kabur jika bagian tengah korne terkena.
4. Ulkus kornea
Adanya robekan pada epitel kornea yang utuh dapat memberikan pintu masuk pada bakteri, virus
dan jamur. Integritas epitel kornea dapat dirusak oleh inflamasi, kekeringan kornea dan cidera
kimia mekanis. Ulkus dapat mengenai epitel, stoma atau endotel. Jika lesi mencapai stoma ke
dalam, proses penyembuhan menjadi lambat dan menyebabkan terbentuknya jaringan parut.
Gejalanya, epifora, fotofobia, iritasi okuler.
Pencegahannya dengan menggunakan kacamata, batas kortikosteroid, dan menutup kornea pada
klien dengan resiko
2. Patofisiologi
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, maka kebanyakan lesi kornea, superficial maupun
profunda (dalam) akan menimbulkan rasa sakit dan fotofabia. Rasa sakit ini diperberat oleh
gesekan pelpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena
kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea
umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika terletak di pusat.
Fotofobia pada penyakit kornea dalah akibat kontraksi iris mengalami radang yang sakit. Dilatasi
iris Adela fenomena reflex yang disebabkan oleh iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang
berat pada kebanyakan penyakit kornea dan minimal pada keratitis herpes (karena terjadi
hipestesi pada penyakit ini), juga merupakan tanda dignostik berharga. Meskipun mata berair dan
fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, tetapi tidak ada kotoran mata kecuali pada ulkus
bakteri purulen (Vaughan, Asbury, 2000)
3. Intervensi bedah
Terapi jaringan parut yang parah Adalah keratoplasti (transplantasi kornea) yaitu pengangkatan
jaringan kornea klien dan menggantinya dengan jaringan kornea dari donor. Ada dua jenis
keratoplasti yaitu :
a. Keratoplasti lamelar (keratoplasti partial thickness) Adalah mengangkat lapisan superficial
kornea diganti dengan jarinagn donor
b. Keratoplasti penetrasi Adalah mengangkat semua jaringan kornea klien dan diganti dengan
jaringan donor
4. Perawatan kolaboratif
A. Perawatan preoperasi
Transplantasi kornea bukan operasi yang direncanakan jauh hari. Operasi baru dilaksanakan jika
donor tersedia. Resipien diberitahu beberapa jam sampai sata hari sebelum pembedahan. Karena
klien diberitahu secara mendadak, maka selam perjalanan dari rumah klien sampai rumah sakit,
kondisi psikologis klien harus disiapkan. Klien tidak boleh cemas, kemudian beri penjelasan
B. Intervensi pacaoperasi
Sekembalinya ke ruangan, perawat mengkaji tanda vital, tingkat kesadaran dan bebat dengan
sgera. Ahli oftalmologi harus memperhatikan setiap perubahan yang signifikan pada tanda vital
atau drainase pada bebat.
1. Tanda vital dikaji tiap 30 menit selama 2 jam
2. Berikan bebat dan penutup mata sampai ada perintah khusus untuk mengangkat/mengganti
oleh dokter bedah. Rasional : bebat dibiarkan utuh untuk mencegah membukanya mata yang
akan mengiritasi jahitan, mencegah gesekan kelopak mata terhadap kornea dan meningkatkan
penyembuhan/perbaikan epitel.
3. Beritahu dokter jika ada drainase yang signifikan. Rasional : pengenalan komplikasi secara
dini akan mempercepat mulainya tindakan
4. Lakukan tindakan khusus sejak klien tidak dapatmelihat pada mata yang dibebat :
a. Reorientasi klien terhadap lingkungan
b. Atur makanan dalam tempatnya dan berikan deskripsi tentang lokasinya
c. Letakkan bel pemanggil, telepon dan alat-alat lain dalam jangkauan klien atau di tempat yang
mudah dijangkau
d. Dekati klien dari sisiyang tidak dibebat, ketuk pintu sebelum memasuki ruangan dan panggil
nama klien serta jelaskan tujuan kunjungan
e. Berikan stimulasi sensori seperti radio, TV atau percakapan. Rasional : memberikan
kenyamanan pada klien
5. Bebat dan shield dibuka oleh ahli oftalmologi pada hari berikutnya, virus dan tekanan
intraokuler diukur. Bebat mata (non-pressure) diganti setelah mata diperiksa. Jika klien harus
mempertahankan bebat selama control, perawat mengintruksikan klien untuk menggunakan
bebet dan demonstrasikan pada klien cara pemasangan. Intruksikan klien untuk menggunakan
shield pada malam hari selama 1 bulan dan saat berada di antara anak-anak
6. Observasi dan laporkan komplikasi pembedahan :
a. Perdarahan. Perdarahan dari jahitan dapat disebabkan oleh ketidak adekuatan hemostasis atau
peningkatan TIO
b. Kebocoran kulit. Disebabkan oleh kegagalan jahitan untuk menutup kulit secara adekuat dan
untuk mencegahakuos humor keluar. Darah mungkin terdapat di kamera anterior mata. Kanera
anterior mata mungkin dangkal dan okuos humor dapat juga menyebabkan pucatnya pembuluh
darah konjungtiva yang dekat
c. Infeksi. Pembedahan juga membuat jalan masuk bagi mikroorganisme. Mata menjadi
kemerahan, drainase jernih dapat menjadi purulen dan nyeri meningkat
d. Rejeksi graft. Walaupun kornea tidak mempunyai suplai darah, reaksi penolakan dapat terjadi.
Proses inflamasi dapat dimulai pada kornea donor dekat batas graft dan bergerak ke tengah.
Virus menurun secara signifikan. Kornea menjadi agak suram. Terapi meliputi penggunaan
kortikosteroid topical secara sering. Jika proses penolakan berlanjut, kornea menjadi buram dan
pembuluh darah mulai bercabang ke dalam jaringan yang buram
5. Asuhan keperawatan
Pengkajian
Anamnesis
Data demografi, yang meliputi :
1. Umur. Keratokonus terjadi pada umur belasan, sedangkan herpes zo ster terjadi pada umur
yang lebih tua
2. Jenis kelamin. Distrofi endothelial lebih sering pada wanita
Masalah kesehatan sekarang, yang meliputi :
1. Lokasi. Nyeri mata dapat mengindikasikan abrasi/ulkus kornea. Nyeri wajah
mengidentifikasikan adanya herpes zoster oftalmikus
2. Kualitas. Nyeri herpes zoster oftalmikus bersifat panas. Nyeri ulkus kornea bersifat sensasi
adanya benda asing
3. Kuantitas. Nyeri parah terjadi pada infeksi ulkus pseudomonas. Nyeri ringan terjadi pada
keratitis akantamuba (penilaian peningkatan nyeri dapat menggunakan skala nyeri 1-10)
4. Waktu. Meliputi lamanya awitan gangguan visual hingga timbulnya keluhan. Pada ulkus
pseudomonas terjadi beberapa jam, sehingga keratokonus lebih lama
5. Setting. Lokasi klien saat gejala terjadi
6. Factor yang memperparah dan mengurangi. Misalnya visus meningkat setelah lensa kontak
dibuka beberapa hari
7. Manifestasi yang berhubungan. Secret mukopurulen menimbulkan sensasi benda asing yang
merupakan indikasi ulkus kornea
Riwayat trauma. Benda asing dan abrasi merupakan penyebab paling umum pada lesi kornea
1. Riwayat penglihatan. Pembedahan, penggunaan kaca mata, lingkunagn kerja (baik kerja atau
rumah)
2. Riwayat penyakit kornea. Keratitis akibat herpes simpleks umumnya sering kambuh
Kondisi medis, meliputi penyakit sistemik seperti diabetes militus, AIDS atau keganasan yang
menyebabkan imunosupresi selain oleh terapi imunosupresi khusus
Riwayat medikasi, termasuk pemakaian obat okal ileh klien. Kortikosteroid merupakan
predisposisi penyakit bakteri, fungi atau virus terutama keratitis herpes simpleks
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan penurunan visus, terutama jika lesi terjadi pada daerah
pupil, fotofobia, lakrimasi, iritasi ringan, secret yang mengandung cairan keruh tanda infeksi,
kornea tampak keruh/berkabut/gelap, uji fluoresin menunjukkan warna hijau. Jka penyebabnya
Adela herpes virus, gambaran lesi tampak seperti cabang-cabang kecil (dendritik).
Psikososial
Pada pengkajian psikososial perlu dikaji semua elemen konsep diri
6. Diagnosis dan intervensi keperawatan
Perubahan sensori/persepsi (visual) yang berhubungan dengan berkurangnya kejernihan kornea
Tujuan, klien akan :
1. Mengalami peningkatan penglihatan
2. Mendemonstrasikan kemempuan maksimal untuk menggunakan pandangan yang ada
Intervensi keperawatan :
1. Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus). Rasional: menunjukkan seberapa
bagus visus klien
2. Dapatkan deskripsi fungsional tentang apa yang bias dan tidak bias dilihat oleh klien.
Rasional: memberikan data dasar tentang pandangan akurat klien dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi perawatan
3. Adaptasikan lingkungan dengan kebutuhan visual klien. Bantu klien dalam menggunakan
pandangan fungsionalnya. Rasional: meningkatkan perawatan diri klien yang akan menurunkan
ketergantungan klien pada perawat
4. Gunakan kacamata dan hindari sinar langsung. Rasional: klien sering mengalami fotofobi
sehingga cahaya akan menyulitkan klien
5. Kolaborasi dalam pelaksanaan pembedahan
Potensial cidera yang berhubungan dengan penurunan lapang pandang (kesulitan dalam proses
informasi sensori dan dalam melihat lingkungan berbahaya)
Tujuan, klien akan :
Klien tidak mengalami cidera selama di rumah sakit (karena cidera/jatuh dapat menyebabkan
pendarahan/trauma pada mata dan berefak negative terhadap hasil pembedahan)
Intervensi keperawatan :
1. Kaji visus pada mata yang tidak debebat dan berikan bantuan sesuai kebutuhan
2. Orientasikan klien pada lingkungan, bersihkan jalan yang dilewati klien dan yakinkan ruangan
dalam keadaan terang
3. Jangan memindah barang di ruangan tanpa persetujuan klien
4. Pindah barang-barang yang berbahaya, jaga tempat tidur pada posisis rendah dan letakkan
tempat sampah di luar area yang dilewati klien
5. Letakkan bel pemanggil pada tempat yang mudah dijangkau
6. Bantu klien makan sesuai indikasi
7. Intruksikan klienbahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien sesuai kebutuhan
8. Informasikan kepada klien bahwa penutup mata, lensa/kacamata digunakan siang hari dan
penutup mata pada malam hari
Nyeri yang berhubungan dengan iritasi ujung saraf kornea
Tujuan, klien akan :
Melaporkan penurunan/hilangnya nyeri 30 menit setelah tindakan keperawatan
Intervensi keperawatan :
1. Berikan analgesic oral sesui program dokter seperti kodein/asetminofen
2. Nyeri/nyeri hebat disertai mual Adela indikasi peningkatan TIO. Laporkan segera pada ahli
oftalmogi dan tingkatkan tempat tidur bagian kepela minimal 30 derajat untuk mengurangi
pembentukan edema
3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Kurangi cahaya jika mengganggu klien
8. Diagnosis tambahan:
1. Ansietas yang berhubungan denganpotensial terganggunya pandangan dan kemungkinan
kegagalan untuk mendapatkan pandangan yang bermakna
2. Berduka adaptif yang berhubungan dengan kehilangan pandangan actual/potensial
3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan denganperubahan penampilan kornea
4. Ketidak efektifan koping individu yang berhubungan dengan kesulitan temporer/permanen
dalam mempertahankan peran keluarga dan komunis
5. Isolasi social yang berhubungan denganketakuatan derajat cidera, keengganan meningkatkan
lingkungan keluarga atau ketakutan terhadap keadaan yang memalukan
6. Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan benturan pengaruh penurunan pandangan
terhadap gaya hidup
7. Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan benturan pengaruh penurunan pandangan
terhadap gaya hidup
8. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk beristirahat akibat
kebutuhan penggunaan obat mata yang sering
9. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan pandangan
Evaluasi
1. Menunjukkan peningkatan fungsi visual
2. Menurunnya/hilangnya nyeri
3. Bebas dari cidera
4. Menurunnya ketakutan hilangnya penglihatan secara verbal
5. Menguraikan regimen terapi
6. Adaptasi gaya hidup
Rencana pemulangan
1. Bantu mengidentifikasi dan mengoreksi barang-barang yang berbahaya di rumah
2. Rujuk klien ke institusi kesehatan sesuai kebutuhan
3. Instruksikan klien untuk tidak membungkuk melebihi pinggang menggaruk ataupun
menggosok mata
4. Tinjau ulang perawatan kelopak mata
a. Lembabkan bola kapas dengan cairan irigasi mata
b. Tutup mata dan usapkan secara lembut ke bulu mata dari medial ke lateral kantus
c. Gunakan satu bola kapas untuk setiap usapan
5. Intruksikan klien tentang pengecekan visus:
a. Cek visus menggunakan focal point yang sama tiap hari
b. Laporkan pada dokter segera jika visus menurun atai jika objek yang sebelumnya jelas
menjadi tidak jelas