You are on page 1of 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN CVA ICH (Carebrovascular Accident Intracranial Hemorhagic)


DI RUANG 26 S
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

DISUSUN OLEH :
DIDIK EKO SETYANTO
150070300113026

KELOMPOK 17

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWAJAYA
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
CVA ICH
A. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan
fungsi saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan
penderita

stroke

hemoragik

umumnya

lebih

parah.

Kesadaran

umumnya

menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma


pada fase akut.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler (Widjaja, 1994).
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah
suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak
(Gilroy, 2000).

Gambar 1. Intracerebral Hemoragik (kanan atas)


B. Epidemiologi
Perdarahan

intraserebral

dua

kali

lebih

banyak

dibanding

perdarahan

subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas


dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999). Sekitar 10% kasus stroke
disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000)
menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti AmerikaAfrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang
tinggi terjadinya PIS.
Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu
studi populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di
subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di
batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai
35-52%. Dari jumlah ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama
setelah

serangan

stroke.

Sekitar

40%

kasus

PIS

disertai

pendarahan

intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK,


serta peningkatan mortalitas dan kecacatan.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat
terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun
persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus
perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan
hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan

intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering
pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia
yang sama (Broderick, 1999).
C. Etiologi
Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat
seseorang sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik
volunter karena perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri)
yang berdekatan dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang
terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif
dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen
dapat berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah
bahwa empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas
dan mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah perdarahan
terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti
pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi
pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur
ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada
masa pasca perdarahan dini.

Hiponatremia
Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah
serebrospinal

beku ini

yang

dapat

terletak

di

mengganggu
sekitar

aliran

cairan

otak. Akibatnya,darah

terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.


Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson,
2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu
aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan
mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri
besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan selsel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan
penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus
(carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi
biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat

Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)


Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Miksoma atrium.
Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu
faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko
Umur

Seks

Keturunan,
sejarah stroke
dalam
keluarga

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan
pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih
muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi.
Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia
lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih
besar.
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya
dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat
pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor
genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
lainnya.

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:


Faktor Risiko
Hipertensi

Keterangan
Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90%
penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum
terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090
tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak
hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring

Diabetes mellitus

Penyakit jantung

dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor


lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko
stroke. Pada seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko
stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko
stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan
angka kematian akibat stroke sebesar 40%.
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner Indikator kuat kedua dari
keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi
sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan
risiko stroke sebesar 17 kali.

Karotis bruits

Merokok

Peningkatan
hematokrit

Lainnya Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan


dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen
ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan
lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan
tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi
menunjukkan
bahwa
merokok
jelas
menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia
dan kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan
dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian
merokok mengurangi risiko.
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika
viskositas
meningkat
hasil
dari
polisitemia,
hyperfibrinogenemia,
atau
paraproteinemia,
biasanya

Peningkatan
tingkat fibrinogen
dan kelainan
sistem pembekuan
Hemoglobinopathy

Penyalahgunaan
obat

Hiperlipidemia

Kontrasepsi oral Pil

Diet

menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,


tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Sickle-cell disease Dapat menyebabkan infark iskemik
atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid,
vena sinus dan trombosis vena kortikal.
Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah
6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria

Dapat
mengakibatkan trombosis vena serebral
Obat
yang
telah
berhubungan
dengan
stroke
termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi.
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol
tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan
koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein
liver atau jarang penyebab autoimun.
Konsumsi alkohol Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan
alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan
darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel
darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan

Penyakit pembuluh
darah perifer
Infeksi

Homosistinemia
atau homosistinuria
Stres

miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak


dan autoregulasi.
Kegemukan Diukur dengan berat tubuh relatif atau body
mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat
relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen
ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
stroke di usia muda adalah 10-16%.
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres
psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke.
Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

D. Klasifikasi
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
a.Stroke Haemorhagi
Merupakan

perdarahan

serebral

dan

mungkin

perdarahan

subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah


otak tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.Stroke involusi

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan


neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan
24 jam atau beberapa hari.
c.Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan


subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

Stroke

Haemorhagi dibagi dua, yaitu:


(a)

Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang


menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, pons dan serebelum.
(b)

Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma

yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya

yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.

Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala
Timbulnya

PIS
Dalam 1 jam

1-2 menit

PSA

Nyeri Kepala

Hebat

Sangat hebat

Kesadaran

Menurun

Menurun sementara

Kejang
Tanda

Umum
rangsangan +/-

Sering fokal
+++

Meningeal.
Hemiparese

++

+/-

Gangguan saraf otak

+++

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
-

Nyeri kepala akut dan terasa berat,

leher bagian belakang kaku,

muntah,

penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma

Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat
mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral

90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan


besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya
perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan
penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah
ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).

Karotid

Gejala CVA sesuai dengan Area arteri yang terkena


hemiparesis dysphasia Perubahan Penurunan
visual
level
kesadaran
v
v
v
v

ataksia

Cerebral
tengah
vertebrobasilar

Tabel 2. Gejala CVA berdasarkan Area yang Terkena serangan


-

Keterangan:
Hemiparesis : paralisis/kelumpuhan otot pada salah satu sisi tubuh

Gambar 2. Bagian otak yang mengalami stroke berlawanan dengan


kelumpuhan yang terjadi
-

Dysphasia
Perubahan visual

: kesulitan dalam mengucapkan atau menyusun kata-kata


: perubahan lapang pandang penderita. Contoh lapang

pandang penderita stroke tergantung pada area otak yang mengalami


gangguan. Berikut adalah perubahan lapang pandang yang dapat terjadi:

Gambar 3. Gambaran perubahan visual pada penderita stroke


-

Penurunan level kesadaran : penurunan Glasgow coma scale


Ataksia
: kegagalan otak untuk mengontrol pergerakan tubuh, sehingga
gerakan tubuh menjadi tidak terkendali

manifestasi jangka pendek


Deteriorasi neurologic
Resiko kegagalan respirasi

F. Patofisiologi

manifestasi jangka panjang


Fungsi motorik terganggu
Apasia
Emosi labil
Ketidakmampuan dalam
memenuhi ADL
- Pengabaian unilateral
- Homonymous hemianopsia
-

Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi


perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di
epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi
kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus
willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah
otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena
kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu
rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit
dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya
rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price &
Willson, 2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan
ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada
cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan
kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke
dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih
dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya

perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus


otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.

G. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan


Riwayat merokok, konsumsi lemak
tinggi

Hipertensi
tidak
terkontrol
Peningkatan
tekanan pada
sistem
vaskular
serebral

Ateroskleros
is serebral

Penumpuka
n blood clot
pada
pembuluh
darah
dalam
jangka
waktu lama

Penggunaan
obat-obatan
narkotik,
antikogulan
oral

Factor resiko

Jenis kelamin
laki2

herediter

kekakuan
vaskuler

Kelainan pada
struktur pembuluh
darah otak

Ruptur pembuluh
darah
Darah masuk ke dalam jaringan
serebral
vasospasme

tahanan vaskuler

Hemoragik serebral

Metabolisme otak
terganggu
tekanan intracranial

ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

Rembesan
darah
mengenai
lobus motorik
Gangguan
mobilitas
fisik

Deficit
perawata
n diri

darah
mengenai
lobus
speech
Gangguan
komunikasi
verbal

H. SARAF KRANIAL

Cara Pemeriksaan Saraf Kranial

Mengkaji Kekuatan Otot

a. Pemeriksaan Saraf Kranial


1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan baubauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang
berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama
melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang
sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat
objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta
klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan
ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.

c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
f.

Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa


otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien
melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.

5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)


a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat

dan

coba

untuk

membukanya,

minta

pula

klien

utnuk

menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.


6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)

a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu


secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi
dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain
b.Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti
dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat
dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts
(memiliki nilai 0 5)
0

= tidak ada kontraksi sama sekali.

= gerakan kontraksi.

= kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.

= cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

= cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

= kekuatan kontraksi yang penuh.

c.Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan

sensorik

adalah

pemeriksaan

yang

paling

sulit

diantara

pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab
itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain
(tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien
belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin
(coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan
motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya)
disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan
sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.

b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk


pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
d.Pemeriksaan Fungsi Refleks
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi
pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau


digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak
kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki.
Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya
tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan
kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.

2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar
fleksi.
I.

Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.

3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk

mengetahui

adanya

anemia,

trombositopenia

dan

leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik


b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang
terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak
sebagai sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)

Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor


risiko stroke hemoragik
f.

Pemeriksaan faal hemostatis


Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi
dan pencetus stroke hemoragik

J. Penatalaksanaan Stroke
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang

sering,

oksigenasi,

kalau

perlu

lakukan

trakeostomi,

membantu

pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

K. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap

pengkajian

terdiri

dari

tiga

kegiatan,

yaitu

pengumpulan

data,

pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)


a)

Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi
dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a)

Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

(b)

Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

(c)

Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala

kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat
istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak
muntah, kesadaran masih baik.
(d)

Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

(e)

Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

(f)

Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)

(g)

Pola-pola fungsi kesehatan


Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan
Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),


paralitik

(hemiplegia)

dan

terjadi

kelemahan

umum,

gangguan

penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)


Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn
E. Doenges, 2000)
(h)

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,


kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah

yang

menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas,
genggaman

tidak

kontralateral, apraksia

sama,

refleks

tendon

melemah

secara

Pemeriksaan

sensorik:

Dapat

terjadi

hemihipestesi,

hilangnya

rangsang sensorik kontralteral.


Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing,

sakitkepala,

gangguan

status

mental/tingkat

kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,


pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf
Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium
L. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
4. Resiko injuri
5. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitifmotorik akibat hemoragik serebral
M.

Tujuan Rencana Intervensi (NOC)


1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Tissue perfusion : cerebral (tekanan intakranial dalam batas normal,
tekanan darah dalam batas normal (90-120/60-80) mmHg, MAP antara 3040 mmHg, penurunan level kesadaran tidak terjadi, gangguan kognitif tidak
terjadi)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik
serebral
a. Immobility consequences : physiological ( tidak ada decubitus, tidak terjadi
kontraktur sendi, tidak ada thrombosis vena )
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
a. Communication (klien mampu menggunakan bahasa verbal, klien mampu
menggunakan

bahasa

non-verbal,

klien

mengerti

bahasa

yang

disampaikan orang lain, klien mampu melakukan komunikasi dua arah


dengan orang lain)
4. Resiko injuri
a. Falls prevention behavior (terdapat tepi pengaman pada bed klien,
dilakukan asistensi terhadap mobilisasi klien)
5. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan
kognitif-motorik akibat hemoragik serebral

a. Self care : ADL (klien mendapat bantuan untuk makan, berpakaian,


toileting, mandi, oral hygiene)
6. Intervensi Keperawatan (NIC)
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Cerebral perfusion promotion
- Monitor status neurologi
- Monitor protrombine time dan parsial thrombin time
- Lakukan plebotomi untuk memantau level analisa darah lengkap
- Hindari hiperfleksi pada leher
- Kolaborasikan dengan tim medis tentang pemberian posisi head of bed
antara 15-30, dan monitor respon pasien terhadap posisi kepala
- Kolaborasi pemberian antikoagulan
- Monitor tanda-tanda perdarahan
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik
serebral
a. Pressure ulcer prevention
- Observasi keadaan kulit setiap hari, terutama area yang memiliki resiko
-

tinggi luka tekan


Lakukan perubahan posisi 1-2 jam sekali
Hindari kerutan pada linen
Gunakan air hangat dan sabun lembut saat memandikan
Gunakan pengganjal/bantal pada area-area resiko tinggi luka tekan seperti

sacrum, siku, tungkai


- Edukasi keluarga untuk melaporkan adanya kerusakan integritas kulit
b. Exercise therapy : joint mobility
- Kaji keterbatasan gerak sendi klien
- Buatkan jadwal melaksanakan range of motion
- Ajarkan range of motion
- Ajarkan keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien
- Kaji adanya nyeri pada saat melakukan exercise
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
a. Communication enhancement : speech deficit
- Ajak keluarga untuk menerjemahkan maksud verbal klien jika diperlukan
- Dengarkan klien dengan seksama
- Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti
- Jangan berteriak kepada klien
- Beri dukungan kepada klien untuk melafalkan kata-kata dengan benar
- Gunakan bahasa non verbal/gestur jika diperlukan
4. Resiko injuri
a. Fall prevention
- Kaji adanya gangguan lingkungan yang berpotensi meningkatkan resiko
-

jatuh klien
Identifikasi perilaku klien yang menimbulkan resiko jatuh
Monitor adanya kelianan mobilisasi, keseimbangan, dan level kelemahan

klien
Asistensi klien pada saat ambulasi/mobilisasi
Gunakan bedside rails untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur
Ajarkan klien untuk meminta bantuan kepada orang lain jika ingin
melakukan ambulasi/mobilisasi

5. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan


kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
a. Self care assistance
- Kaji batasan kemampuan klien dalam melakukan ADL dan perawatan diri
- Fasilitasi peralatan hygiene klien
- Bantu klien memenuhi ADL dan perawatan diri
- Tetapkan jadwal melakukan ADL perawatan diri untuk klien seperti sistensi
-

mandi, makan, dll.


Mandirikan klien sesuai dengan kemampuannya dalam melaksanakan ADL
dan perawatan diri, bantu jika diperlukan

Daftar Pustaka
Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention
Classification (NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi ed 3. Jakarta: EGC.
Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and
Classifications 2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.
Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.
Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.
Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis
Comp.
Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing.
Philadelphia: Davis Comp.

You might also like